Selamat Datang Di Website Resmi Paroki Singkawang - Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri gereja dunia. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri gereja dunia. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan

4 Apr 2020

KASIH-MU INDAH DAN NYATA ADANYA (BAGIAN I)



Jari-jemariku tengah  menari-nari di atas tuts keyboard komputerku yang sudah mulai kusam dengan huruf-huruf yang juga sudah mulai memudar. Ketika tengah asyik bekerja, tiba-tiba kudengar ada nada panggilan masuk pada smartphoneku.  Langsung saja kuambil  smartphoneku dan kuangkat. Seketika aku mendengar sapaan ramah dari seberang sana. Suara itu begitu akrab di telingaku, karena pemilik suara itu adalah gembalaku sendiri. Beliau memintaku agar jaringan misa live streaming di parokiku bisa diperluas. Sebaiknya tidak memakai akun Instagram, karena pengguna akun ini masih sangat sedikit dan jangkauannya pun terbatas. Ia menyarankan  sebaiknya pindah ke channel Youtube saja, karena pengguna Youtube itu jauh lebih banyak dan jangkauannya pun semakin luas, bahkan bisa terkoneksi hingga ke Greenland ataupun Antartika. Dengan demikian semakin banyak orang bisa mengikuti misa secara online dari mana saja.

"Kalau Pastor ada kesulitan, bisa menghubungi kami di Pontianak," pungkas Bapa Uskup mengakhiri pembicaraannya denganku. Sejenak aku termenung dan tak tahu langkah apa yang harus kuambil. Di satu sisi aku bersyukur karena Bapa Uskup sangat memperhatikan apa yang terjadi di parokiku. Beliau memang selalu menaruh perhatian yang besar kepada parokiku. Tetapi di sisi lain aku binggung karena sejujurnya aku tidak terlalu menguasai soal teknologi komunikasi dan jejaring sosial terkini. Rasanya pikiranku sudah mentok dan tak mampu lagi mengikuti lajunya perkembangan zaman. Namun, sesegera mungkin kutepis keraguanku. Pasti ada jalan keluar! Lagi pula ini juga bisa menjadi ajang untuk berbagi kepada umatku. Akan lebih banyak lagi orang yang tersapa oleh Tuhan meski hanya lewat dunia maya.

Aku segera menghambur ke luar kamar. Kutinggalkan komputer dengan seabrek pekerjaanku. Kucari temanku yang menjadi team kecil di parokiku. Aku beruntung mengenal dan mempunyai teman-teman sehebat mereka. Mereka inilah yang menjadi bagian dari team kreatif di parokiku, sehingga apa yang terjadi dalam parokiku bisa dengan mudah tersiar keluar melampaui batas ruang dan waktu. Kutemukan teman-temanku sedang asyik dengan smartphone-nya. Sudah seminggu ini mereka bekerja keras untuk merancang unggahan konten yang membantu umat agar tidak mengalami kebosanan karena tinggal di rumah saja.

"Sorry ganggu kesibukan kalian," kataku memecah keasyikan mereka. "Barusan Bapa Uskup telepon saya. Beliau meminta Paroki Singkawang untuk memperluas jaringan misa live streaming. Bukan lagi pakai Instagram, tetapi harus lewat Youtube".

"Waduh, susah, Mo," jawab seorang dari mereka. 
        
        "Akun Youtube paroki kita baru dapat 200-an subscriber. Untuk bisa live pun kita harus mencapai minimal 1.000 subscriber," jawabnya dengan nada pesimis.

"Harus dapat seribu subscriber?!" Sontak aku terperanjat mendengar penuturannya. Berarti masih harus cari 800-an subscriber lagi. Bagaimana mungkin dalam waktu yang sangat singkat ini? Kataku dalam hati.

"Padahal, Youtube paroki kita sudah lama dibuat, sekitar pertengahan tahun 2019. Tapi baru dapatnya segitu. Saya gak yakin, Mo, kita bisa dapat tambahan 800 lagi dalam waktu  yang sesingkat ini," kata temanku yang lain yang semakin menambah keraguanku.

"Kamu harus coba kumpulkan 800 subscriber lagi. Entah bagaimana caranya. Harus bisa," kataku sedikit memaksa sembari mengusir kegundahan hatiku.

"Tapi, Mo. Rasanya sulit," jawabnya ragu-ragu.

"Ah, Coba saja. Pasti ada jalannya. Tolong buatkan pengumuman dan bagikan ke grup whatsapp yang kita miliki. Minta tolong sama mereka agar mereka membantu paroki kita mendapatkan 1000 Subscriber," kataku lagi sambil memberikan harapan kepada mereka.

Sejujurnya aku sendiri pun tak yakin bisa mengumpulkan subscriber hingga 1000. Temanku di dunia maya tidaklah banyak. Aku sendiri orang yang kurang pergaulan. Duniaku sempit. Tapi kucoba tepis keraguanku dengan kembali ke kamarku. Maksud hati hendak meneruskan pekerjaan. Tapi konsentrasiku sudah buyar. Pikiranku dipaksa untuk selalu kembali pada persoalan tentang bagaimana caraku bisa mendapatkan 1000 subscriber. Aku coba bunuh rasa gundahku dengan hanya berdiam dan termenung di depan komputerku.

Tak terasa waktu menunjukkan hampir saatnya makan siang. Segera kumatikan komputerku dan aku beranjak hendak menuju ruang makan. Kulirik sebentar smartphone-ku, siapa tahu ada berita penting untukku. Benar saja, seorang Ibu yang selama ini kukenal memberi perhatian pada gereja, ia memberitahu bahwa subscriber Paroki Singkawang sudah mencapai 770. Seolah tak percaya, aku membaca sekali lagi pesan singkat darinya. Tertulis angka 770. Masih juga belum yakin, aku buka Youtube Paroki Singkawang. Di sana malah sudah kudapati angka 801. Itu berarti sudah tembus 800-an. Spontan aku meluapkan rasa syukurku kepada-Nya. Tuhan, Engkau memang sungguh baik!



"Romo, sebelum pukul 12.30 WIB, akun Youtube kita harus sudah capai 1000," tulisnya lagi dalam pesan singkat berikutnya. Aku bisa membayangkan bagaimana semangatnya ibu ini memberikan dukungan yang luar biasa untuk gereja. Aku kenal betul ibu ini punya banyak relasi dan karena beliau inilah, Paroki Singkawang mendapatkan banyak subscriber. Aku yakin dia menjadi salah satu alat Tuhan untuk menaburkan kebaikan-Nya bagi gereja.

"Luar biasa, Mo. Hampir tembus 1000!" kata kawanku, seolah tak percaya.

"Tuh kan apa kubilang. Pokoknya kita pasti bisa," jawabku sambil memberi acungan jempol kepadanya.

"Berarti malam ini kita pesta, Mo!
" katanya menggoda sambil tertawa lepas.

Aku hanya tersenyum. Ada nada haru dan syukur dalam kalbuku. Tuhan memang sungguh baik. Di tengah kebingunganku, Dia menyatakan kasih-Nya. Hanya dalam waktu kurang dari tiga jam, Paroki Singkawang sudah mendapatkan 800-an subscriber. Dengan cara-Nya sendiri Dia berkarya karena Dia ingin hadir di tengah umat-Nya yang sedang 'menderita'. Walau hanya lewat dunia maya, Dia ingin memberi daya. 

Tuhan, aku berterima kasih kepada-Mu atas segala karya-Mu yang sedemikian indah dan nyata dalam hidupku serta  berkat yang sudah Engkau berikan pada paroki kecilku ini, ucapku dalam hati. (Purtomo)


(Bersambung....)

26 Nov 2016

Penutupan Tahun Kerahiman Illahi di Fransiskus Assisi

Penutupan Tahun Kerahiman Illahi di Fransiskus Assisi

 


Minggu, 13 November 2016. Seperti biasa Ekaristi dipersembahkan dalam dua kesempatan, pukul 06.00 dan pukul 08.00 Wib. Sedianya pada jadwal misa yang beredar setiap dua bulan sekali pada hari dan tanggal tersebut Ekaristi di Gereja St Fransiskus Assisi Singkawang dipimpin oleh Pastor Pasifik. Namun ada yang berbeda pada misa kedua. Tiga orang Pastor Kapusin lain memulai perarakan dari halaman gereja menuju altar. Bukan tanpa sebab Ekaristi 13 November 2016 itu mendaulat P. William Chang, OFMCap yang juga Vikaris Jenderal  Keuskupan Agung Pontianak sebagai selebran utama didampingi Pastor Krispin, dan tentunya pastor paroki sebagai tuan rumah, Gathot Purtomo sebagai konselebran. Misa yang khusyuk diikuti umat Paroki Singkawang dan sekitarnya pada hari itu merupakan misa penutupan tahun Kerahiman Illahi. 

Penutupan  tahun kerahiman Illlahi sendiri sedianya resmi dilakukan pada 20 November 2016. Pada hari itu pintu tahun kerahiman di pusat gereja Katolik di Vatikan  akan ditutup oleh Paus Fransiskus. Di luar area itu penutupan dimajukan satu minggu sebelumnya, yakni pada 13 November 2016.

Tidak ada simbol khusus penutupan Tahun Kerahiman Illahi seperti pada pembukaannya tahun lalu, namun homili yang disampaikan Pastor William Chang cukup menjadi pemantik keimanan umat agar tak putus berharap pada curahan rahmat indulgensi yang akan menjangkau setiap hati yang sarat akan keyakinan pada Sang Sumber Rahmat. 

Dalam khotbahnya P. William juga menyoroti  perihal berbagai isu yang berkembang  di masyarakat. Topik paling hangat dan tak kunjung habis menjadi pembahasan adalah mengenai prediksi kapan dunia akan berakhir.  Tentang hal itu beliau mengingatkan kecuali Bapa di surga, tidak ada seorang pun yang tahu tentang kapan waktunya kiamat. Kita tak perlu takut dan cemas jika beriman  penuh pada Kristus karena  Kristus adalah kedamaian. Kedamaian dan penyembuhan dari luka-luka dosa telah diberikan Bapa melalui gereja yang sepanjang setahun kemarin membuka pintu kerahimannya.
Meski pada Minggu, 13 November lalu tahun kerahiman ditutup namun belas kasih Tuhan akan terus mengalir. P. William juga mengajak kita untuk tetap  mendaraskan Doa Koronka yang di dalamnya terdapat janji Bapa atas rahmat kerahiman yang terbuka lebar bagi semua jiwa. (Hes)

19 Mar 2016

MITOS VALENTINE’S DAY PENGORBANAN CINTA SUCI VALENTINE

MITOS VALENTINE’S DAYPENGORBANAN CINTA SUCI VALENTINE


Google Images.Jpg


Valentine’s Day konon berasal dari kisah hidup seorang Santo (orang suci dalam Katolik) yang bernama Valentine. Valentine adalah seorang Pastor yang hidup pada abad ketiga di Roma. Pada waktu itu, Roma dipimpin oleh Kaisar Cladius II. Kaisar tersebut terkenal sangat kejam dan  Ia berambisi agar kerajaan Romawi terus berjaya. Kaisar Cladius II membutuhkan bala tentara yang kuat, kokoh dan terampil tak terkalahkan. Menurut mitos, Kaisar mewajibkan para pemuda yang masih suci (belum pernah menikah) untuk masuk ke dalam pasukan bala tentara tersebut. Maka, Sang Kaisar melarang kepada semua pemuda di Roma untuk tidak menjalin hubungan dan menikah dengan wanita.

Keputusan Sang Kaisar di mana setiap titahnya merupakan hukum yang sama sekali tidak boleh ditawar-tawar sehingga menggegerkan rakyatnya. Banyak yang sesungguhnya menolak hal ini, namun mereka tidak berani untuk menentangnya secara terang-terangan. Karena setiap yang melanggar titah Sang Kaisar taruhannya teramat mahal: nyawanya sendiri.

Namun di luar kelaziman pada zaman itu, Santo Valentine diam-diam menentang keputusan Kaisar Claudius dan menyebutnya sebagai hal yang tidak manusiawi. Secara diam-diam, tokoh gereja ini tetap menikahkan pasangan muda yang saling mencintai. Aksi ini diketahui Kaisar yang segera memberikannya peringatan, namun Ia bergeming dan tetap memberkati pernikahan dalam sebuah kapel kecil yang diterangi cahaya lilin, tanpa bunga dan tanpa kidung pernikahan.

Hingga suatu malam, Ia tertangkap basah memberkati pernikahan sepasang insan. Pasangan itu berhasil melarikan diri, namun malang ia tertangkap. Ia dijebloskan ke dalam penjara dan divonis hukuman penggal. Bukannya dihina, ia malah dikunjungi banyak orang yang mendukung pengorbanannya menyatukan cinta kedua insan di dalam janji suci pernikahan kudus di hadapan Tuhan.

Mereka yang mendukung aksinya banyak mengirim bunga dan pesan berisi dukungan di jendela penjara. Salah seorang yang percaya pada kekuatan cinta itu adalah seorang putri penjaga penjara. Sang ayah mengizinkannya untuk mengunjungi Santo Valentine di dalam penjara. Tak jarang mereka berbicara selama berjam-jam. Gadis itu menumbuhkan semangat dan kekuatan bagi Santo Valentine bahwa apa yang dilakukannya adalah hal yang benar, suatu tindakan yang membela kebenaran dan keadilan. 

Pada hari saat ia dipenggal “14 Februari” Ia menyempatkan diri menuliskan sebuah pesan teruntuk sahabatnya putri penjaga penjara atas perhatian, dukungan dan bantuannya selama di penjara. Di akhir pesan itu Ia menuliskan “Dengan Cinta, dari Valentine-mu” 

Cerita ini menjadi salah satu mitos yang paling dikenang, hingga pada 14 Februari 496 M Paus Gelasius meresmikan hari itu sebagai hari untuk memperingati Santo Valentine (The World Book Encyclopedia 1998). Walau demikian, Paus Gelasius sendiri mengakui bahwa sebenarnya tidak ada yang diketahui secara pasti mengenai martir-martir ini. Namun Gelasius tetap menyatakan tanggal 14 Februari tiap tahun sebagai hari raya peringatan Santo Valentine (Valentinus). 

Hari Valentine yang oleh Paus Gelasius dimasukkan dalam kalender perayaan gereja, pada tahun 1969 dihapus dari kalender gereja dan dinyatakan sama sekali tidak memiliki asal-muasal yang jelas. Sebab itu Gereja melarang Valentine’s Day dirayakan oleh umatnya. Walau demikian, larangan ini tidak ampuh dan Valentine’s Day masih saja diperingati oleh banyak orang di dunia hingga sekarang.

Hari Valentine ini diharapkan kepada kita umat Katolik untuk meneladani karya iman Santo Valentine akan cinta agape (cinta yang tulus, benar-benar suci, tidak berpamrih dan sarat akan pengorbanan). Cinta agape merupakan cinta yang secara total kepada sesama yang kerap identik dengan cinta Tuhan kepada ciptaan-Nya. Kutipan ayat emas yang akan menuntun dan menjiwai hidup kita dalam mencintai layaknya cinta kasih Tuhan tanpa batas yang murah hati dalam mengasihi manusia  :

1 Kor 13 : 1 -7 : Kasih itu sabar, kasih itu murah hati, ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah   dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. 
Marilah kita menumbuhkan bunga cinta kasih Tuhan di dalam hati serta memberikannya kepada sesama. 

Selamat merayakan Hari Kasih Sayang (Valentine’s Day). Banyak cinta kasih dalam hidup kita semua. (SHe)

(Disadur kembali dari sumber : wikipedia dan 1001 kisah teladan.com)

Google Images.Jpg


1 Nov 2017

Transitus Santo Fransiskus dari Assisi

Transitus Santo Fransiskus dari Assisi
Reported by: Fr. Agusto Tshang, OFM Cap. dan Fr. Inigo Banyu Segara, OFM Cap.

Pada Selasa sore tanggal 3 Oktober 2017, sungguh tidak seperti sore-sore hari biasanya. Banyak orang datang, memasuki dan memenuhi gereja St. Fransiskus Asisi di Singkawang. Ini menarik dan jarang terjadi, karena hari itu bukan hari Minggu. Rupanya, saat itu Keluarga Fransiskan Singkawang (KEFAS) yang terdiri dari para saudara Kapusin, Suster-Suster Klaris Kapusines, Suster-Suster SFIC, anggota OFS (Ordo Fransiskan sekular) dan Bruder-Bruder MTB, berkumpul untuk mengadakan Ibadat Sore bersama. Usut punya usut, ternyata hari itu adalah pesta peringatan wafatnya St. Fransiskus dari Assisi. Secara umum, pesta peringatan ini dikenal sebagai Transitus.
Perayaan Transitus dipimpin oleh Pater Stepanus Gathot Purtomo,OFMCap., selaku Pastor Kepala paroki Singkawang dan diiringi oleh koor gabungan dari KEFAS serta beberapa umat paroki. Perayaan ini terbuka untuk umum, sehingga umat selain anggota KEFAS-pun boleh mengikutinya. Tahun ini para frater dari Novisiat Kapusin Gunung Poteng diminta untuk menganimasi perayaan (dalam bentuk dramatisasi dan semi-tablo) menjelang dan saat wafatnya St Fransiskus Assisi. Tujuannya, agar umat yang hadir dalam perayaan dapat mengetahui dan mengalami secara nyata gambaran saat-saat terakhir hidup Fransiskus Asisi yang dapat menginspirasi umat beriman dalam memaknai “kematian”, penghujung hidup duniawi dan jelang pintu surgawi.
 Dalam kata pengantarnya, Rm. Gathot  menjelaskan pandangan Gereja Katolik dan St. Fransiskus tentang kematian. Kematian bukan-lah sesuatu yang harus ditakuti. Kematian  dipandang sebagai syarat untuk sampai kepada penggenapan janji Allah terhadap manusia. Karena tanpanya, manusia tak dapat memperoleh kehidupan kekal sebagaimana Yesus janjikan. Setelah pengantar, Rm. Gathot kemudian mempersilahkan para Frater Novis untuk memulai drama.
***
“Ringkasan Drama dalam Transistus”
Ya, itulah rombongan Fransiskus dan para muridnya memasuki kota Assisi. Diterangi cahaya obor yang tidak begitu terang, mereka berjalan perlahan untuk sampai ke Gereja Portiuncula. Tiba-tiba, Fransiskus meminta para muridnya berhenti, katanya: “Tunggu, tunggu dulu”. Ia menanyakan kepada para muridnya, apakah mereka sudah sampai di Assisi dan setelah mengetahui secara pasti bahwa itu benar ia pun kembali berkata: “Assisi, oh, assisi ! Disanalah semua bermula . . . . Mari kita mulai, sebab kita belum berbuat apa-apa”. Bunyi lonceng kembali terdengar dan perlahan namun pasti Assisi sudah sejangkauan mata.
Di dalam Gereja Portiuncula, mereka membaringkan Fransiskus dan mengelilinginya. Raut wajah sendu menghiasi paras para saudara Fransiskus. Ketika itulah, Fransiskus mencurahkan segala yang telah ia rasakan dan alami pada awal pertobatan setelah perjumpaannya dengan Kristus yang tersalib. Setiap perkataan dari mulutnya adalah petuah dan wasiat berharga bagi para muridnya. Bagaimana ia merasa jijik kala berjumpa orang kusta namun kemudian berubah menjadi kemanisan yang tiada terkatakan. Kekayaan dan jabatan tidak lagi menggiurkannya. Laksana pria yang jatuh cinta kepada seorang gadis pada pandangan pertama, Fransiskus begitu cinta akan putri kemiskinan yang dihadiahkan Kristus kepadanya. Semua seolah diwakilkan dengan permintaannya kepada para saudara untuk menanggalkan jubahnya. Walau hal itu ditentang, ia tetap bersikukuh. Kini, kesetian terbukti dan ketaatan terjaga.
Keagungan dan kebesaran Allah selalu hadir pada orang-orang yang percaya dan taat kepadaNya. Menjelang kematiannya Fransiskus malah membaluti diri dengan kemiskinan teramat suci. Kedatangan saudari maut disambutnya dengan penuh suka cita dan damai. Kematian baginya adalah penyatuan diri kepada Allah serta puncak dan tujuan dari hidupnya yang keras dan radikal. Hal inilah yang menguatkan para muridnya untuk berbuat lebih, lebih dan lebih lagi. Sebab apa yang telah mereka perbuat saat itu belum menghasilkan apa-apa. Kesedihan yang tadinya dirasakan berubah menjadi kedamaian di hati setiap pengikut Fransiskus. Kembali dengan sunyi senyap dan tenang mereka menandu Fransiskus yang telah berpulang menuju tempat peristirahatan untuk raganya yang telah ia wasiatkan sebelumnya. Hari itu bukanlah akhir melainkan awal dari segalanya bermula. Demikian ringkasan cerita Transitus.
***
Makna singkat Transitus
Setelah drama dibawakan, menyusul renungan singkat yang dibawakan oleh Rm. Gathot. Rm. Gathot menjelaskan bahwa suasana saat terakhir hidup St. Fransiskus tidak se-sedih peristiwa kematian pada umumnya. St. Fransiskus beranggapan bahwa kematian bukan-lah akhir dari segalanya, melainkan sebuah batu pijakan untuk memperoleh hidup baru. Maka dari itu, St. Fransiskus menyambut kematian dengan bahagia dan penuh rasa syukur. Berangkat dari hal ini, umat yang hadir diajak untuk tidak merasa was-was dan takut karena kematian bukanlah hal yang menakutkan. St. Fransiskus bahkan menggelarinya “saudari maut” karena ia sadar bahwa kematian menjadi hal mutlak yang harus dilalui untuk sampai kepada kesempurnaan sebagai pengikut Kristus. St. Fransiskus dengan gembira menyambut kedatangan maut dengan sapaan: “Selamat datang saudariku maut !”Jadi, tidak ada alasan untuk mengatakan kematian adalah malapetaka dan kesia-siaan.
Di akhir acara, dibagikan roti tak beragi yang menjadi makanan favorit St. Fransiskus kala ia hidup sebagai pentobat dari Assisi. Umat berbaris rapi dan teratur maju menyambut roti itu. Layaknya pada saat hendak menerima Tubuh dan Darah Kristus.  Ya perjalanan kita, sebagai peziarah di dunia ini semesti diwarnai dalam “berbagi Roti Hidup” dan akan paripurna ketika bersatu dalan “perjamuan Anak Domba”. “Cukup sederhana namun meninggalkan kesan yang mendalam” ujar salah seorang umat yang hadir. Semoga Pesta peringatan wafatnya St. Fransiskus ini dapat membawa pada kesadaran akan pertobatan yang terus menerus untuk sampai pada kesempurnaan dan tidak lagi menganggap bahwa  kematian itu suatu yang “mengerikan”, seolah tiada pengharapan, justru sebaliknya suatu “saat” sukacita karena akan berjupa dengan sang Kehidupan itu sendiri. “Hai maut dimana sengatkahmu kini….?!”. Semoga, ya semoga, amin.


“Deus meus et omnia”

14 Mar 2016

Dari Assisi, untuk Kehidupan dan Kemanusiaan di Singkawang

Dari Assisi, untuk Kehidupan dan Kemanusiaan di Singkawang

 


Jika baru-baru ini kita mendengar hiruk pikuk penggalangan suara demi terlaksananya Pilkada serentak di beberapa Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat, berbeda dengan yang terjadi di Kota Singkawang. Menilik lebih dekat, di Jln P. Diponegoro No. 1 ini bukan aksi penggalangan suara melainkan kegiatan penggalangan darah lewat aksi donor darah. 

Ya, tepatnya tanggal 20 Desember 2015 kemarin, di Gereja Santo Fransiskus Assisi Singkawang sedang diadakan kegiatan donor darah. Kegiatan rutin tahunan yang digawangi oleh kolaborasi WKRI dan OMK Santo Fransiskus Assisi Singkawang, di bawah panji Seksi Sosial Panitia Natal Santo Fransiskus Assisi Singkawang. Aksi kemanusiaan menyumbang darah tersebut menjalin kerjasama dengan PMI Kota Singkawang sebagai satu-satunya organisasi perhimpunan nasional yang menjalankan tugas kepalangmerahan.

Dalam dua tahun terakhir, Gereja Santo Fransiskus Assisi Singkawang memang selalu menjalin kerjasama dengan organisasi bermotto “Setetes Darah Anda, Nyawa Bagi Sesama” tersebut. Kegiatan yang diketuai langsung oleh dr. Liem Jong Chun tersebut berhasil mengetuk hati 28 sukarelawan. Sebuah tindakan tanpa pamrih yang sangat luar biasa.

Hadir juga dalam kegiatan tersebut ketua Perhimpunan Donor Darah Indonesia (PDDI) Kota Singkawang Ibu Malika Awang Ishak. Ketua PDDI Singkawang yang memiliki nama asli Tjhai Nyit Khim itu secara langsung menyatakan sangat mendukung kegiatan sosial donor darah ini. “PPDI adalah sebuah organisasi yang berisi para sukarelawan. Nah, para pejuang-pejuang sosial ini bekerja tanpa dibayar dan terdiri dari semua unsur pekerja dan suku. Jadi siapapun yang ingin terjun dalam aksi sosial donor darah adalah anggota PDDI,” jelasnya. 

Organisasi yang memiliki anggota inti sejumlah 10 orang ini berperan dalam menginisiasi adanya kegiatan donor darah baik di kalangan PNS Kota Singkawang, sektor swasta, dunia sekolah terutama SMA, hingga tempat-tempat religius seperti tempat peribadatan. “Jika Kebutuhan darah di Kota Singkawang terpenuhi tentu hal ini akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat Singkawang itu. Bahkan jika memungkinkan kita bisa mengirim stock darah di Singkawang ke beberapa kabupaten tetangga.”  

Hal senada juga diungkapkan oleh oleh ketua Seksi Sosial Hermanto Halim. Ia mengatakan akan terus mengadakan aksi kemanusiaan seperti ini minimal dua kali setahun demi mendukung terpenuhinya kebutuhan darah di Kota Singkawang. “Dalam dua tahun, ini adalah keempat kali kami mengadakan aksi donor darah. Setahun dua kali biasanya saat 17 Agustus dan menjelang Natal,” tambah pria yang berkecimpung dalam dunia usaha tersebut.

Di tengah gencarnya aksi kemanusiaan pengumpulan darah, ternyata sayup-sayup kita masih saja mendengar adanya istilah “cangkau darah” yang menurut beberapa orang dikatakan sebagai aksi tidak manusiawi. Sejatinya, darah yang telah disumbangkang demi keselamatan nyawa seseorang justru diperdagangkan demi keuntungan pribadi.

Menyadari masih adanya orang-orang “nakal” seperti itu, ibu Malika Awang Ishak menanggapi keras hal tersebut. Ia manyadari hal seperti itu memang ada dan dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. “Hal seperti itu biasanya terjadi jika kita menyerahkan orang lain yang mengurus kebutuhan darah untuk kita atau keluarga kita. Mereka akan meminta bayaran. Karena itulah kami menyiapkan sejumlah intel untuk mendeteksi hal ini. Semua pendonor terintegrasi  baik dengan bank data yang kami miliki,” tegas wanita yang mengetuai organisasi itu sejak Februari 2015.Di satu sisi kita melihat ada kegiatan donor darah yang bisa dikatakan berisi orang-orang yang berpengalaman dalam bidangnya. Lalu tidak ada salahnya kita melihat sisi lain kegiatan donor darah tersebut.

Masih pada kegiatan yang sama dan diruangan yang sama, sesuatu yang mungkin luput dari pengamatan adalah sumbangsih dari WKRI dan OMK Santo Fransisku Assisi Singkawang. Hanya segelintir anak muda yang secara langsung terjun dalam kegiatan tersebut dibantu seorang wanita yang akrab dengan sapaan “Bu De”. Paling tidak itu adalah yang terlihat saat kegiatan sedang berlangsung. 

Sebuah ironi yang memang nyata ada, sebuah nama kelompok yang berarti besar mewakili sekian banyaknya orang. Namun dalam kegiatannya hanya beberapa pasang tangan saja yang bekerja. Atau mungkin kita bisa mencoba melihat secara terbalik? Sebuah kelompok besar yang pada saat acara berlangsung muncul dengan berbagai atribut pakaiannya namun menghilang di saat harus menyelesaikan “sisa-sisa” hasil “acara”.

Terlepas dari visualisasi sesaat itu, angkat topi harus diberikan kepada seluruh pihak yang berperan aktif dalam kegiatan tersebut. Tanpa menyebut nama dan kelompok semua yang kita lakukan adalah demi kemajuan dan kebersamaan umat di Santo Fransiskus Asisi Singkawang, demi gereja kita bersama dan terutama demi kehidupan.  (Sabar Panggabean)

 

27 Okt 2015

“TRANSITUS” SANTO FRANSISKUS ASSISI KEMATIAN DALAM DAMAI MENUJU KEHIDUPAN KEKAL

 “TRANSITUS” SANTO FRANSISKUS ASSISI

KEMATIAN DALAM DAMAI MENUJU KEHIDUPAN KEKAL 

Santo Fransiskus dari Assisi merupakan pendiri Ordo Fransiskan dan sekaligus Santo Pelindung Gereja Katolik Paroki Singkawang. Ia lahir di Assisi, Italia pada tanggal 5 Juli 1182 dan meninggal pada tanggal 3 Oktober 1226. Fransiskus muda yang lahir dari kalangan bangsawan, dalam hidup kesehariannya bergelimang kemewahan dimanjakan oleh pesta-pora. Pada akhirnya jiwanya runtuh oleh cinta kasih melalui sapaan Tuhan. Dalam perjumpaannya dengan pengemis dan para penderita kusta, mengubahkan hidupnya menjadi seorang mempelai Allah dengan semangat kemiskinan. Menurut sejarah, Ia dikenal pula sebagai santo pelindung binatang dan lingkungan hidup serta pedagang. Santo Fransiskus Assisi telah mendirikan Ordo Fransiskan atau Ordo Friar Minor (Ordo Saudara-saudara Dina). Ordo tersebut meneladani hidup dari Santo Fransiskus Asisi yakni menjalankan injil, setia kepada Gereja Katolik Roma, dan melaksanakan cinta kasih persaudaraan universal.

Pada tanggal 24 September 2015, umat Katolik Paroki Singkawang mengikuti misa Novena Santo Fransiskus Assisi selama 9 hari berturut-turut. Novena ini dipersiapkan untuk merayakan “Transitus” (tanggal 3 Oktober 2015). Transitus merupakan peringatan akan perjalanan iman dari Santo Fransiskus Assisi, peralihan kehidupan dunia lewat kematian menuju kehidupan yang kekal.  Semasa hidup merasul, ia mengalami banyak ujian sebagai konsekuensi dari pilihan atas hidupnya. Mengalami siksaan fisik dan batin serta penolakan dari keluarga sendiri maupun dari orang-orang yang seiman bahkan secara hirarki menempa jiwa dan raganya. Ini bukan tanpa tujuan, kenyataannya ia menjadi sosok yang penuh  cinta kasih, memberikan hidupnya pada kemiskinan dan penderitaan sesamanya. Mengambil penderitaan orang lain secara total meleburkan diri pada kasih tanpa keluhan. Santo Fransiskus Assisi  sangat khusyuk mencintai Allah dengan segenap hati dan jiwa raga hingga akhir hayatnya. 

Transitus dihadiri oleh saudara-saudari dari Komunitas OFS, MTB, OFM.Cap, SFIC, OSCCap,  dan umat ikut pula mengenang wafatnya Sang Pembawa Damai. ‘Transitus’ dikemas layaknya ibadat perenungan. Kisah perenungan hidup Santo Fransiskus dibacakan oleh Bruder Flavianus MTB, Suster Benedikta SFIC, dan Suster Lidwina, OSCCap sambil diiringi alunan merdu paduan suara KEFAS (Keluarga Besar Fransiskan-Fransiskanes Singkawang).

Perenungan yang sangat mendalam di saat Santo Fransiskus mengalami masa sekarat. Ia mendapatkan anugerah yang teristimewa sebagai upah dari jiwa militannya. Ia mengalami 5 luka suci Yesus (Stigmata).  Ini adalah penderitaan suci yang hanya dianugerahkan pada orang pilihan atau manusia unggul dari Allah. Di ambang saudara maut badani datang menjemput, Ia melepaskan jubah miliknya dan menggantinya dengan milik saudaranya seordo. Ia tak ingin memiliki apapun dan tak terikat oleh kemelekatan apapun di dunia, hanya merasakan cinta Allah yang Maha Besar kepada dirinya. Pada detik-detik terakhir nafas yang tersisa, ia melakukan perjamuan malam terakhir dengan saudara-saudaranya membagi-bagikan roti, memberkati semua saudaranya. Lalu, sambil mendaraskan mazmur, Ia menyerahkan nyawanya kepada Allah. 

Akhir kisah Santo Fransiskus ini sangat memesona dan mengharukan. Ia telah menjadi teladan akan ‘kedamaian hati’ ketika menghadapi kematian, menyerahkan dan melepaskan penderitaan-penderitaannya kepada Allah hingga dapat menyatu dengan pribadi kudus-Nya. Salah seorang sahabat seordonya melihat jiwa Sang Santo menjadi sebuah bintang sebesar bulan, terbawa awan putih di langit yang luas. Pesan inilah yang disampaikkan kepada kita semua, bahwa kematian badani bukan akhir dari segalanya. Kematian itu membawa kita kepada janji akan kehidupan kekal bersama-Nya.

Pada penghujung perayaan ‘Transitus’, Ordo Fransiskan-Fransiskanes melakukan prosesi memegang lilin menyala. Memperbaharui kesetiaan pada wasiat Santo Fransiskus Assisi dan mengucapkan janji kaul-kaul mereka agar menjadi pembawa terang dan damai semasa penziarahan hidup di dunia ini. Dikumandangkan pula lagu “GITA SANG SURYA” dari paduan suara KEFAS mengiringi peletakan lilin penghormatan di Patung Santo Fransiskus Assisi.  Berkat bagi kita umat yang hadir adalah memeroleh roti Santo Fransiskus Assisi pada bagian tengah roti terlukisan tanda salib bewarna merah. Rangkaian perayaan Transitus ini kiranya menguatkan iman dan kepercayaan kita akan kehidupan yang kekal setelah kematian. Ikut serta mengambil bagian dalam pewartaan kasih Allah menurut teladan Sang Duta Damai Santo Fransiskus Assisi. (SHe)

 








2 Jun 2015

MENGGAGAS MAKNA HIDUP DARI SUDUT PANDANG SANG USKUP

MENGGAGAS MAKNA HIDUP DARI SUDUT PANDANG SANG USKUP





                   Berbincang dengan sosoknya yang ekspresif, membuatnya serupa magnet, begitu energik sekaligus menarik. Monsignor Agustinus Agus, terlahir pada 22 Oktober 1949 di Lintang, Kapuas, Sanggau, Kalimantan Barat. Sang gembala umat yang ditahbiskan pada 3 Juni 2014 sebagai Uskup Agung di Keuskupan Agung Pontianak menggantikan pendahulunya Monsignor Hieronymus Herculanus Bumbun, OFM.Cap. Sebelum berkarya dalam tangan Tuhan di Keuskupan Agung Pontianak, ia lebih dahulu menjabat sebagai Uskup di Keuskupan Sintang.
                 Tak hanya cerdas, kesan hangat pun terpancar dari sosoknya yang mengaku menggemari tembang-tembang dari grup musik Koes Plus, D’lloyd dan Panbers.  Hal ini tampak ketika di tengah wawancara yang dilakukan redaksi LIKES pada kesempatan itu, beliau begitu terbuka melayani permintaan umat yang ingin mengabadikan momen bersamanya dalam slide-slide foto. Tak mengherankan, jika suatu ketika Anda berkesempatan untuk bertukar pikiran dengannya, maka prinsip hidup dan keramahannya tergambar seperti sosok pastor Almeida di film layar lebar besutan Hollywood, berjudul  Stigmata. 
  Berbincang tentang awal ketertarikan pada kehidupan membiara, diakui segalanya bermula ketika ketakjuban itu muncul tatkala ia berhadapan langsung dengan sosok misionaris asal Belanda. Ia yang saat itu masih kecil begitu terpesona pada pengabdian pastor dari belahan bumi Eropa tersebut. Dunia batinnya seolah berbisik bahwa orang Eropa yang begitu hebat dan maju saja mau menjadi pelayan umat bagi sesama, maka serta merta pula panggilan suara Tuhan seolah nyaring menggema dalam relungnya.
                 Banyak jalan membantu orang lain yang kurang beruntung secara ekonomi, namun ia lebih memilih jalan menjadi pastor karena sosok pastor dipandangnya dapat lebih total dalam melayani umat. Mengutip langsung pernyataannya, “Memandang kehidupan dari sisi paling logis tanpa mengesampingkan rohani, tidak cukup hanya berupa nasihat-nasihat kudus. Kesucian itu berhubungan dengan Tuhan. Kesucian nampak dari perbuatan. Seperti yang tertera dalam Injil  Matius, Segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraKu yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.”
            Mata beliau beberapa saat sempat menerawang saat ditanya mengenai kerikil dalam perjalanan kegembalaannya. Lantas dengan suara lirih, Monsignor berusia 65 tahun ini memaparkan saat terberat itu menghampiri ketika keinginannya ditahbiskan sebagai imam dengan disaksikan ayahanda tercinta tak terwujud. Beliau sempat berujar, pada saat itu terlintas pemikiran paling manusiawi, “Jika Tuhan betul-betul memilih saya, biarkan ayah saya melihat pentahbisan saya sebagai imam.”, namun kiranya sang penguasa perasaan manusia berkendak lain. Di saat-saat paling getir itu, munculah penguatan dari sesama biarawan yang mengutip Injil Lukas 9:60, “Biarlah orang mati menguburkan orang mati; tetapi engkau, pergilah dan beritakanlah kerajaan Allah di mana-mana.”    
            Di akhir obrolan singkat namun hangat, sang gembala umat yang juga memiliki kegemaran bermain bulutangkis ini mengetengahkan harapannya yang berkaitan dengan nafas gereja Katolik, “Semoga  di masa-masa yang akan datang, gereja lebih mendekatkan diri dengan pemerintah, gereja dapat lebih mendunia sekaligus lebih membumi.”, pungkasnya. (Hes)

         

3 Jun 2022

TIGA TAHUN BERSAMA KOMSOS PAROKI SINGKAWANG

 

TIGA TAHUN BERSAMA KOMSOS PAROKI SINGKAWANG

 

Komsos Paroki Singkawang merayakan 3 Tahun kebersamaaannya bersama umat Paroki Singkawang bertepatan dengan Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke-56 (28/5/2022) yang bertema “Mendengarkan dengan Telinga Hati”. Dengan ini, sudah tiga tahun komsos dipercayai sebagai sarana pewartaan kabar paroki kepada seluruh umat serta bertanggungjawab atas pemanfaatan media cetak serta internet, seperti website, twitter, Instagram, dan Email.

Melalui dukungan umat, akun sosial media Paroki Singkawang berkembang begitu pesat. Data statistik menunjukan bahwa media sosial khususnya Instagram selama 1 tahun  memiliki  kenaikan drastis. Ditinjau melalui laman sosial media paroki singkawang, dilaporkan bahwa pengikut Instagram paroki memiliki kenaikan sebesar 1.500 dari tahun sebelumnya, bahkan jumlah pengunjung mencapai angka 648.000.

Siapa sangka bahwa buah pembicaraan yang layaknya basa-basi oleh beberapa pemuda gereja bersama pastor paroki terdahulu, Pastor Stephanus Gathot Purtomo, OFMCap. Ternyata menghasilkan buah manis. Liputan dan konten yang dihadirkan oleh komsos mendapat sambutan hangat dari umat Paroki Singkawang. Bermacam reaksi serta apresiasi sering menghiasi kolom komentar Instagram yang dikelola oleh komsos paroki singkawang. Hingga tak terasa, tiga tahun sudah kita berjalan bersama, mewartakan kasih Allah menggunakan teknologi yang juga turut berkembang pesat.

Sebagai ucapan syukur atas perjalanan 3 tahun bersama, KOMSOS merayakan ulang tahunnya. Dihadiri oleh Pastor Paroki, Pastor Joseph Juwuno, OFMCap. Pastor Paschalis Soedirjo, OFMCap. Dan Ketua PSE Paroki Singkawang, Bapak Hermanto Halim. Pastor paroki menyampaikan ungkapan terimakasihnya kepada KOMSOS Paroki yang senantiasa menyajikan konten dan informasi seputar gereja hingga dapat diakui bahwa media sosial Paroki Singkawang menjadi salah satu sosial media terupdate di Keuskupan Agung Pontianak. Ketua PSE, Bapak Hermanto Halim juga menyampaikan apresiasi atas hasil kerja Komsos Paroki Singkawang. Banyak harapan dan juga tujuan yang akan dicapai Komsos Paroki Singkawang dikemudiah hari.

Terimakasih sedalam-dalamnya kepada para senior yang mau memberikan arahan dan bimbingan kepada Anggota Komsos. Rintisan dan usaha untuk mewartakan kasih Allah yang awalnya melalui media cetak hingga sekarang beralih ke media sosial. Terimakasih pula kepada semua pihak yang telah menyumbangkan tenaga, waktu, ide, dan dukungan dalam bentuk moril maupun materi. Segala apresiasi dan antusiasme umat membuat kami, KOMSOS Paroki Singkawang berusaha untuk berbenah dan bertekad menyajikan karya yang lebih lagi dikemudian hari.

Selamat tiga tahun KOMSOS Paroki Singkawang. Mari menyongsong masa depan gereja dalam bidang teknologi dan komunikasi. Dunia berubah seiring waktu, namun kasih Allah kekal adanya. Semoga kita bertemu kembali ditahun yang akan datang, sampai jumpa.

 

Seksi Komunikasi Sosial Paroki Singkawang

(28 Mei 2019-28 Mei 2022)