MENGGALI ESENSI PERAYAAN MUSIM SEMI DARI PERSPEKTIF PASTOR TONI
Pribadi yang hangat, wajah memikat, dengan senyum sumringah senantiasa merekah kala menghadapi siapapun lawan bicaranya. Setidaknya kesan itulah menjadi gambaran awal ketika pertama kali obrolan ringan dilakukan di siang bergerimis tipis itu. Terlahir di Bumi Khatulistiwa pada 24 Maret 1964 dengan nama Tan Nyap Tek yang kini lebih dikenal sebagai Pastor Paulus Toni Tantiono, OFMCap. Penikmat musik klasik yang berhasil membesut gelar doktoral dari Universitas Gregoriana Roma ini, berkenan membagi kisah Imlek masa kecilnya serta merta tinjauan mengenai hal serupa di usia matangnya.
Tradisi Imlek dalam kenangan slide masa kecil Toni seperti halnya bocah pada umumnya yang
berkisar pada angpau, makanan enak, serta pakaian baru. Kegembiraan penuh syukur dalam keluarga
menjadi hal mutlak yang sungguh menawan ingatannya. Binar matanya tampak begitu
cemerlang saat ingatannya seolah digiring pulang ke masa lalu, mengisahkan
kenangan Imlek yang menjadi bagian memori jangka panjangnya. “Imlek semasa
kecil hanya dirayakan di sekitar rumah saja, sekarang Imlek dirayakan jauh lebih terbuka. Warga Tionghoa adalah bagian
dari bangsa ini, interaksi harus ada, Tionghoa bagian dari Indonesia,”
paparnya.
Seiring pertambahan usia, dibarengi kematangan jiwa, serta
kemapanan tingkat pendidikannya, pergeseran makna Imlek dalam diri Pastor Toni
semakin mengemuka. Kebermaknaan yang mendasar mengenai perayaan Imlek digali
melalui garis sejarah dan dituturkan melalui perspektifnya imamatnya, “ Imlek
esensinya Chun Jie yang berarti
perayaan musim semi, awal kehidupan. Konsili Vatikan kedua mengintegrasi adat
dan iman. Perayaan liturgi dalam nuansa Imlek senada merayakan syukur atas
kelangsungan kehidupan sehari-hari. Tak pelak gereja menyeleksi adat dan budaya,
dan perayaan Imlek dipandang sebagai suatu hal yang tidak bertentangan serta
selaras dengan ajaran gereja, budaya positif perayaan syukur atas berkat selama
musim semi.”
Kala ditelisik pandangannya mengenai keterkaitan
perayaan Imlek dan masa pertobatan yang jatuh berdekatan, anak ke dua dari tiga
bersaudara, pehobi olah raga jalan cepat ini dengan gamblang memaparkan, “Bahwasanya
pertobatan merupakan kesempatan dan rahmat
untuk melihat kembali hidup di masa lalu, mengevaluasi, mengoreksi masa
lalu, dan menyadari masih ada hal yang harus diperbaiki. Hal ini berkaitan
dengan esensi Imlek sendiri yang merupakan perayaan musim semi, awal kehidupan.
Dalam masa pertobatan kita berkesempatan mengevaluasi masa lalu yang akan kita
jadikan titik tolak mengawali kehidupan yang lebih baik,” pungkasnya mengakhiri
obrolan singkat. (Hes)
Riwayat Pendidikan dan
Kegembalaan
TK Melati Pontianak, 1970
SD Melati dan Dahlia Pontianak, 1971 − 1976
SMP Bruder Pontianak, 1977 − 1980
SMA St. Paulus Pontianak, 1980 − 1983
Seminari Menengah Pematang Siantar, 1983 − 1984
Novisiat Kapusin Parapat, 1984 − 1985
STFT St. Yohanes, Pematang Siantar, 1985 − 1989
Tahun Orientasi Pastoral, Ngabang, 1989 − 1990
STFT St. Yohanes, Pematang Siantar, 1990 − 1992
Ditahbiskan di Pontianak, 24 Agustus 1992
Ditempatkan di Bengkayang, Agustus − Desember 1992
Ditempatkan di Tebet, Jakarta
Selatan, Januari − Juni 1993
Melanjutkan studi S2 di Institut Kepausan Biblicum, Roma, Italia,
1993 – 1997
Mengajar sebagai dosen di STFT Santo Yohanes, Pematang Siantar, 1997
– 2004
Melanjutkan studi S3 di Universitas Gregoriana, Roma, Italia, 2004 – 2008
Mengajar sebagai dosen di STFT St. Yohanes, Pematang Siantar, 2008 – 2010
Dikirim ke Tiongkok untuk belajar bahasa dan budaya Tiongkok
sekaligus bermisi, 2011 – 2013
Kembali ke Pontianak sebagai pastor rekan di Katedral Pontianak,
2014 – sekarang.