Selamat Datang Di Website Resmi Paroki Singkawang - Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri website gereja. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri website gereja. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan

16 Sep 2016

Kerudung Mantilla: Satu Dari Sejuta Tradisi Iman Katolik

Kerudung Mantilla: Satu Dari Sejuta Tradisi Iman Katolik


Kerudung adalah   kain yang berfungsi untuk menutupi kepala seorang perempuan. Pada gambar di atas, ada banyak kerudung yang dipakai oleh para wanita dengan tujuan dan maksud  yang mulia. Mantilla adalah kerudung yang dipakai oleh Wanita Katolik setiap akan menghadiri Adorasi maupun Misa Kudus. Pemakaian Mantilla pernah diwajibkan pada praKonsili Vatikan II kemudian direvisi dan diganti menjadi anjuran sehingga tidak ada salahnya jika ada umat yang memakainya di gereja saat misa atau pun melayani di altar. Dasar Kitab Suci mengenai penggunaan kerudung dalam liturgi terdapat dalam 1 Korintus 11:2-16 dimana dikatakan “Sebab itu, perempuan harus memakai tanda wibawa di kepalanya oleh karena para malaikat… Pertimbangkanlah sendiri: patutkah seorang perempuan berdoa kepada Allah dengan kepala yang tidak bertudung?” Walaupun dalam suratnya tersebut, St Paulus  ingin menegur jemaat di Korintus tapi tidak ada salahnya bukan jika tradisi ini dibangkitkan kembali.

Tak bisa dimungkiri bahwa tradisi pemakaian Mantilla pernah hidup dalam Gereja Katolik dan pernah menjadi kewajiban. Namun seiring perkembangan zaman, tradisi ini mulai terlupakan. Akhirnya kebanyakan mindset atau pola pikir seseorang beranggapan bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan kerudung, pasti berkaitan dengan Wanita Muslim. Bahkan ada celotehan yang mengatakan Mantilla itu Jilbab dan mirip nenek-nenek. Padahal wanita-wanita Yahudi, wanita Katolik di Korea Selatan dan Amerika Latin, para biarawati, wanita Hindu-India dan dari banyak Negara juga memakai penudung kepala sehingga tidak ada istilah “ikut-ikutan” di antara semuanya ini. Bahkan, Bunda Maria sering digambarkan dengan memakai kerudung dan jika kita memperhatikan pada lukisan Dewi Kwan Im dalam agama Buddha Ia pun digambarkan mengenakan kerudung. Maka, sesungguhnya kerudung adalah hal yang lumrah yang sudah begitu lama dikenal di peradaban manusia.

Berdasarkan kegunaannya antara Mantilla dan  Jilbab memang sangat berbeda. Secara umum, jilbab dipakai dengan menutupi kepala, leher sampai dada dan penggunaannya untuk setiap hari. Sedangkan mantilla hanya dipakai untuk menutupi kepala seorang perempuan Katolik saat di hadapan Sakramen Maha kudus dimana ia (yang memakai Mantilla) menekankan feminimitas dan keindahan dirinya, namun ia secara bersamaan juga menunjukan dengan cara yang sedemikian rupa sehingga membangkitkan kesadaran bahwa Allah yang ada di atas Altar jauh lebih indah dari pada dirinya. Suatu sikap kerendahan hati yang ingin memperlihatkan Allah. Kerudung Misa menjadi sebuah tanda bagi orang lain, karena kerudung itu menyatakan bahwa ada sesuatu yang berbeda yaitu: bahwa Allah sungguh hadir di tengah kita. Dan apapun yang dapat kita lakukan untuk membantu memusatkan perhatian kepada-Nya, untuk menunjukkan bahwa Misa itu spesial, bahwa Misa itu khidmat, bahwa Misa itu sesuatu yang harus kita perlakukan dengan serius, dan bahwa kita perlu mempersiapkan seluruh diri kita untuk Misa Kudus. Kemudian  memakai kerudung misa dapat mengajak umat lainnya untuk berpakaian yang pantas saat akan pergi ke gereja. Selain itu, kerudung misa dapat membuat Anda untuk lebih focus dalam Perayaan Ekaristi dan membantu Anda untuk melepas sejenak beban duniawi untuk menikmati kasihTuhan dalam perayaan Ekaristi.

Mantilla menyerupai kerudung pengantin, karena yang memakainya adalah para mempelai Kristus yang sungguh merasakan kehadiran-Nya yang penuh mesra; dimana Ia menyerahkan Tubuh dan Darah-Nya bagi dunia. Ah, betapa beruntungnya para biarawati yang seumur hidup menggunakan gaun dan kerudung pengantin mereka.
 
Di paroki kita, selain Putri Altar pertama yang memakai Mantilla di Kalimantan, ternyata Tuhan juga telah mengetuk hati seorang wanita yang baru setahun menjadi Katolik; dimana Tuhan memanggilnya untuk lebih dekat, lebih mendalami kasihNya dan lebih militant dalam gereja-Nya. Dia akrab disapa dengan nama Maria Venny. Ia merasa terpanggil untuk memakai Mantilla setelah ia melihat postingan foto dimana dua orang idolanya memakai Mantilla untuk lebih menghormati Tuhan saat Misa dan panggilan tersebut semakin kuat saat ia melihat Putri Altar memakainya saat bertugas. Saat memakai Mantilla untuk pertama kalinya di MisaPertama, ia tidak merasa malu, karena ia sudah siap di dalam hatinya dan terbukti baginya bahwa Mantilla membantunya untuk lebih focus saat misa. Dan ini sudah menjadi minggu ke-lima ia bermantilla bagi Tuhan. Ia tidak peduli dengan keadaan orang sekitarnya, dimana mungkin banyak yang melihat atau mungkin mencibirnya karena memakai semacam ‘jilbab’ di kepalanya karena tujuan awalnya untuk datang ke gereja yaitu hanya untuk bertemu dan mendengarkan Tuhan; bukan untuk mendengarkan apa kata orang, sehingga dia enjoy saat memakainya.
 
Mantilla adalah simbol ketaatan, kemurnian dan kesederhanaan. Hal tersebut itu harus dimengerti dan dihayati, tidak sekadar dipakai. Selain itu juga harus tercermin dalam ucapan dan tindakan dalam membangun persaudaraan sejati dan perdamaian dengan sesama. Ketika simbol hanya menjadi simbol dan tidak berbicara dalam hidup, maka ia menjadi simbol yang mati. Bagi Anda yang sudah siap bermantilla, Anda bias mendapatkannya di Instagram @twideemantilla atau kunjungi website  twideemantilla.blogspot.co.id. Semoga dengan hadirnya kembali mantilla dalam p perayaan Ekaristi di paroki kita, makna Misa sebagai misteri yang kudus tetap terjaga. Tuhan menunggu mempelai-Nya dalam Misa Kudus. Ayo bermantilla bagi Tuhan!
(Putri Altar St Tarsisius Paroki Singkawang)

3 Jun 2022

TIGA TAHUN BERSAMA KOMSOS PAROKI SINGKAWANG

 

TIGA TAHUN BERSAMA KOMSOS PAROKI SINGKAWANG

 

Komsos Paroki Singkawang merayakan 3 Tahun kebersamaaannya bersama umat Paroki Singkawang bertepatan dengan Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke-56 (28/5/2022) yang bertema “Mendengarkan dengan Telinga Hati”. Dengan ini, sudah tiga tahun komsos dipercayai sebagai sarana pewartaan kabar paroki kepada seluruh umat serta bertanggungjawab atas pemanfaatan media cetak serta internet, seperti website, twitter, Instagram, dan Email.

Melalui dukungan umat, akun sosial media Paroki Singkawang berkembang begitu pesat. Data statistik menunjukan bahwa media sosial khususnya Instagram selama 1 tahun  memiliki  kenaikan drastis. Ditinjau melalui laman sosial media paroki singkawang, dilaporkan bahwa pengikut Instagram paroki memiliki kenaikan sebesar 1.500 dari tahun sebelumnya, bahkan jumlah pengunjung mencapai angka 648.000.

Siapa sangka bahwa buah pembicaraan yang layaknya basa-basi oleh beberapa pemuda gereja bersama pastor paroki terdahulu, Pastor Stephanus Gathot Purtomo, OFMCap. Ternyata menghasilkan buah manis. Liputan dan konten yang dihadirkan oleh komsos mendapat sambutan hangat dari umat Paroki Singkawang. Bermacam reaksi serta apresiasi sering menghiasi kolom komentar Instagram yang dikelola oleh komsos paroki singkawang. Hingga tak terasa, tiga tahun sudah kita berjalan bersama, mewartakan kasih Allah menggunakan teknologi yang juga turut berkembang pesat.

Sebagai ucapan syukur atas perjalanan 3 tahun bersama, KOMSOS merayakan ulang tahunnya. Dihadiri oleh Pastor Paroki, Pastor Joseph Juwuno, OFMCap. Pastor Paschalis Soedirjo, OFMCap. Dan Ketua PSE Paroki Singkawang, Bapak Hermanto Halim. Pastor paroki menyampaikan ungkapan terimakasihnya kepada KOMSOS Paroki yang senantiasa menyajikan konten dan informasi seputar gereja hingga dapat diakui bahwa media sosial Paroki Singkawang menjadi salah satu sosial media terupdate di Keuskupan Agung Pontianak. Ketua PSE, Bapak Hermanto Halim juga menyampaikan apresiasi atas hasil kerja Komsos Paroki Singkawang. Banyak harapan dan juga tujuan yang akan dicapai Komsos Paroki Singkawang dikemudiah hari.

Terimakasih sedalam-dalamnya kepada para senior yang mau memberikan arahan dan bimbingan kepada Anggota Komsos. Rintisan dan usaha untuk mewartakan kasih Allah yang awalnya melalui media cetak hingga sekarang beralih ke media sosial. Terimakasih pula kepada semua pihak yang telah menyumbangkan tenaga, waktu, ide, dan dukungan dalam bentuk moril maupun materi. Segala apresiasi dan antusiasme umat membuat kami, KOMSOS Paroki Singkawang berusaha untuk berbenah dan bertekad menyajikan karya yang lebih lagi dikemudian hari.

Selamat tiga tahun KOMSOS Paroki Singkawang. Mari menyongsong masa depan gereja dalam bidang teknologi dan komunikasi. Dunia berubah seiring waktu, namun kasih Allah kekal adanya. Semoga kita bertemu kembali ditahun yang akan datang, sampai jumpa.

 

Seksi Komunikasi Sosial Paroki Singkawang

(28 Mei 2019-28 Mei 2022)