Selamat Datang Di Website Resmi Paroki Singkawang - Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri gereja online. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri gereja online. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan

24 Mar 2020

EKARISTI ONLINE BERSAMA DENGAN TETAP MENGINDAHKAN SERUAN SOCIAL DAN PHYSICAL DISTANCING

Saudara-saudari terkasih dalam Tuhan kita Yesus Kristus, menyikapi suasana pandemi yang tengah melanda bumi ini, Gereja Katolik sedunia tidak lepas merasakan imbasnya. Tentunya hal ini tak lantas membuat kita hanya meratap, bersedih, berkeluh kesah tanpa berbuat apapun. Gereja Katolik kemudian mengambil langkah melaksanakan Ekaristi atau misa online yang menjembatani kedahagaan umat bertemu langsung menghadap Bapa melalui misa.

Adanya misa online bukan berarti kita yang di rumah tinggal menonton seenaknya dan sesuka hati kita. Ada cara-cara yang harus kita lakukan dan penuhi ketika ingin mengikuti misa secara online juga ya!

Yang pertama, yang harus kita lakukan tentu kita harus mempersiapkan kuota yang mencukupi agar ketika misa sudah berlangsung tidak ada istilah eh kehabisan kuota atau lain hal. Kemudian akan lebih baik jika kita juga mempersiapkan perlengkapan misa seperti salib dengan lilin di sampingnya untuk membantu kita semakin menghayati Ekaristi walaupun secara online.

Yang kedua, seperti biasa kita mulai mempersiapkan hati dan pikiran kita agar tetap fokus kepada misa, karena kita mau menghayati Allah yang hadir saat perayaan Ekaristi walaupun kita di rumah, percayalah, sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka." (Mat 18:20)

Yang terakhir, ketika kita hendak misa secara online, kita tidak seharusnya mengajak orang-orang yang ada di luar untuk mengikuti atau istilah lainnya (nobar: nonton bareng). Menapa? Karena sama saja ketika kitsa mengajak orang ramai-ramai untuk mengikuti misa kita sudah menyalahi aturan social distancing yang mengharuskan kita di rumah saja, kecuali jika dalam satu rumah kita memang satu keluarga dan ingin merayakan Ekaristi bersama dengan keluarga yang ada di rumah. Hal itu diperbolehkan tetapi ingat kita juga harus saling menjarak sejauh lebih kurang satu meter.

Ada hal yang terasa sumbang ketika kita mendengar komentar miring, ibadah kok online, misa kok online! Tenang, jangan langsung berkecil hati. Misa online adalah sarana bukan tujuan utama yang lantas bisa disimpangkan menjadi alasan untuk kita bermalas-malasan memilih untuk tidak beribadah atau malah bertindak ekstrim mengecam para gembala gereja yang telah berupaya mencari jalan tengah penyelesaian permasalahan peribadahan. Dan sebenarnya misa online bukan hanya baru terjadi saat pandemi menguasai atmosfer bumi ini, namun pada situasi krisis tertentu pun Ekaristi online seringkali dijalankan dan diperbolehkan. 

Jadi ingat ya, misa online bukan berarti kita mengajak orang untuk nonton bareng. Cukup di rumah saja kita mengikuti misa dengan khusyuk dan menghayati pesan-pesan yang disampaikan romo ketika misa berlangsung. Satu hal yang perlu kita ingat, Gereja Katolik tetap menjadi salah satu garda depan penyeru instruksi pemerintah yang telah berupaya sekuat tenaga melindungi rakyatnya dengan berbagai upaya.

Yuk kita misa dan berdoa, demi kebaikan dan kesembuhan bumi kita agar segera terhindar dari Virus Corona, dan kita semua dilindungi oleh segala marabahaya yang dapat menimpa kita.

Amin..  Tuhan memberkati kita semua!

KATEKESE MISA ONLINE




11 Jun 2020

PENGUMUMAN TERKAIT NEW NORMAL LIFE



Shalom Aleichem, umat sekalian yang terkasih.

Mulai tanggal 13 Juni 2020, Paroki Singkawang diberi kemungkinan untuk merayakan Ekaristi di gereja
dengan persyaratan yang sangat ketat dan selalu melaksanakan Protokol
Kesehatan. Kemungkinan tersebut didasarkan pada :

1. Surat Edaran Menteri Agama RI No 15 Tahun 2020 tentang Panduan
Penyelenggaraan Kegiatan Keagamaan di Rumah Ibadah.

2. Surat Edaran dari Kemenag Kota Singkawang No B-664 Tahun 2020
tentang SOP Kegiatan Keagamaan di Rumah Ibadah.

3. Surat Edaran Walikota Singkawang No 400 Tahun 2020 tentang
Penyelenggaraan Kegiatan Keagamaan di Rumah Ibadah dalam
Mewujudkan Masyarakat Produktif dan Aman Covid-19 di Masa
Pandemi.

4. Surat Edaran dari Keuskupan Agung Pontianak No 141 Tahun 2020
tentang Pembukaan Kembali Gereja untuk Perayaan Ekaristi dan Ibadah
– Ibadah lain di Keuskupan Agung Pontianak.

5. Rapat Dewan Pastoral Paroki Singkawang Bersama Bapak Camat, Bapak
Lurah, dan Ketua-Ketua Lingkungan pada hari Jumat, 05 Juni 2020.
Namun demikian ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian kita
semua, antara lain :

1. Kemungkinan ini bukan dimaksudkan bahwa kita bisa merayakan Ekaristi
seperti sebelum adanya Wabah Covid-19. Tetapi kita merayakan Ekaristi
dengan Tatanan Hidup yang baru. Itulah yang dimaksudkan sebagai
New Normal Life. Kita harus menerapkan gaya hidup sehat sesuai
dengan Protokol Kesehatan. Kita tidak boleh main-main dan
menyepelekan. Ini adalah perkara yang sangat serius.

2. Maka Perayaan Ekaristi di gereja, kita lakukan dengan mengikuti
Protokol Kesehatan secara ketat dan disiplin tinggi. Untuk itu kita
semua yang mau mengikuti Perayaan Ekaristi di gereja WAJIB memakai
masker, selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah Misa, selalu
menjaga jarak minimal 1, 5 Meter baik di luar maupun di dalam gereja
dan menghindari kerumunan.

Hal-hal Praktis demi tertibnya Perayaan Ekaristi kita di gereja, antara lain :


1. Umat yang mau mengikuti Misa dimohon menyesuaikan diri dengan
Jadwal Lingkungannya demi menghindari penumpukkan umat. Akan ada
4 kali Misa, yakni :

- Sabtu Sore, Pukul 18.00 Wib.

- Minggu Pagi, Pukul 07.00 Wib dan Pukul 10.00 Wib.

- Minggu Sore, Pukul 18.00 Wib.

Mohon diperhatikan ada perubahan Jadwal Misa pada hari Minggu
pagi, yakni Pukul 07.00 Wib dan 10.00 Wib. 

Paroki kita mempunyai
13 Lingkungan. Maka setiap Ekaristi dihadiri oleh 3 atau 4 Lingkungan
saja. Perayaan Ekaristi ini juga tetap akan disiarkan secara online
demi mereka yang merayakan Ekaristi di rumah.

2. Mereka yang boleh menghadiri Ekaristi harus benar-benar sehat. Maka
mereka yang menderita sakit demam, batuk, pilek serta mereka yang
memiliki penyakit penyerta, dimohon untuk tidak pergi ke gereja.

3. Batasan umur yang boleh mengikuti Perayaan Ekaristi adalah anak usia
SMP ke atas sampai 60 Tahun ke bawah. Mereka yang usianya masih di
bawah SMP dan di atas 60 Tahun dimohon untuk tidak pergi ke gereja.

4. Setiap umat yang mau mengikuti Ekaristi di gereja wajib memakai
masker dan membawa Madah Bakti, tisu atau lap tangan dan hand
sanitizer sendiri. Selain Petugas Liturgi, umat tetap memakai masker
selama Perayaan Ekaristi berlangsung.

5. Umat dihimbau untuk tidak membawa hiasan yang terbuat dari logam
seperti kalung, gelang, cincin dan arloji.

6. Diharapkan umat datang ke gereja minimal 30 menit sebelum Perayaan
Ekaristi dimulai.

7. Baik di luar maupun di dalam gereja, umat wajib menaati arahan dari
Petugas.

8. Sebelum dan sesudah Ekaristi umat dihimbau untuk tidak membuat
kerumunan. Maka selesai mengikuti Protokol Kesehatan umat langsung
masuk gereja. Begitu juga selesai Ekaristi umat dihimbau untuk segera
pulang.

9. Pelaksanaan Perayaan Ekaristi akan selalu kami evaluasi.

10. Alur dari Perayaan Ekaristi di gereja kita akan kami sampaikan dalam
tayangan video yang dapat diakses di chanel Youtube Paroki Singkawang dan akun Instagram Paroki Singkawang.

Mari kita budayakan gaya hidup yang sehat. Tetap semangat. Damai
bagimu! +








1 Des 2016

Hitam Putih di Balik Kerudung Misa

Hitam Putih di Balik Kerudung Misa


Sudah sejak tanggal 10 Juli 2016, Putri Altar Paroki Singkawang mengenakan mantilla setiap kali melayani di altar dan dalam perayaan liturgi lainnya demi menyadarkan umat betapa kudusnya misa yang kita rayakan. Ada berbagai banyak kalangan yang sangat mendukung ini karena ada alasan historis, teologis dan psikologis dalam penggunaan mantilla. Namun, tak sedikit yang menentang dan mempertanyakan devosi tradisional ini. Kami merasa bahwa, mereka yang menentang ini bukan bermaksud untuk berniat jahat, melainkan karena minimnya katekese (pengajaran) mengenai devosi yang satu ini. Kali ini kami akan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang pernah diajukan kepada kami supaya tidak ada hitam-putih dibalik mantilla serta memberi pertanggungjawaban atas pengharapan yang ada pada kami (bdk 1 Petrus 3:15) 

1. Siapa yang memberi izin kepada kalian untuk menggunakan mantilla?

Kami meminta izin ‘langsung’ kepada Mgr. Agustinus Agus setelah pulang dari tugas pelayanan altar dari upacara pemberkatan gedung Gereja St. Mikhael yang baru di Pangmilang pada hari Sabtu, 18 Juni 2016. Beliau sangat mengharapkan dengan adanya mantilla, umat Paroki Singkawang bisa semakin khusyuk, menghormati dan menghargai misa, serta lebih militan (setia) kepada Yesus dan Gereja-Nya yang Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik.

2. Apa dasar kalian untuk membangkitkan mantilla?


Mantilla adalah tradisi tua gereja kita. Dasar kami untuk membangkitkan mantilla adalah dari 1 Korintus 11:1-16 di mana St. Paulus meminta perempuan untuk berkerudung saat menghadap Tuhan. Jika kita lebih meneliti dari setiap ayat pada perikop tersebut, St. Paulus mengatakan bahwa rambut panjang yang diberikan kepada perempuan itu untuk menjadi penudung bagi dirinya. Namun jika demikian, mengapa St. Paulus meminta perempuan untuk berkerudung padahal ia mengatakan bahwa rambut diberikan oleh Tuhan sebagai penudung? Alasannya sama dengan alasan mengapa pasangan menikah menggunakan cincin kawin, padahal Sakramen Perkawinan sah-sah saja tanpa cincin. Ini karena manusia membutuhkan tanda kelihatan dari realita yang tidak kelihatan. Manusia adalah makhluk jasmaniah yang sangat merespon terhadap simbol-simbol yang terlihat. Menggunakan mantilla saat misa, menunjukan bahwa Allah sungguh hadir dalam Misa Kudus, di mana surga turun ke bumi demi menghormati Tuhan dalam rupa roti dan anggur. Inilah tanda bahwa kerudung mantilla menunjukan kenyataan dari realita yang tidak kelihatan. Selain itu juga berdasarkan Kitab Hukum Kanonik (KHK) 1262 “…akan tetapi, wanita harus menudungi kepalanya dan harus berbusana santun, terutama ketika mereka mendekati Altar Tuhan.” Putri Altar mempunyai tugas yang sama dengan Putra Altar. Karena itu ketika Putri Altar mendekati apalagi melayani di Altar, mereka senantiasa menudungi diri dengan mantilla, walaupun hal tersebut bukanlah lagi suatu kewajiban setelah berlakunya KHK 1983. 

3.Nah, kalau bukan kewajiban kenapa harus memakainya?
 
    Iman Katolik memiliki aturan-aturan dasar dan dogma-dogma fundamental yang wajib diimani oleh siapapun yang merasa diri sebagai Katolik. Namun, ada lebih banyak lagi hal-hal yang tidak diwajibkan namun sangat baik untuk dilaksanakan. Misalnya berpuasa satu jam saja sebelum menerima Komuni Kudus atau melakukan puasa dan pantang di luar masa prapaskah. Semenjak diberlakukannya KHK 1983, mantilla berada di nasib yang sama seperti kedua contoh diatas. Memang bukan kewajiban, namun bukan berarti dikesampingkan begitu saja. Lantas, apa yang menjadi dasar pemakaian mantilla? Kasih yang dalam kepada Yesus! Kasih yang sejati tidak akan melakukan hal yang minimal, melainkan ia akan melakukannya lebih dan lebih lagi. Bermantilla di hadapan Sakramen Mahakudus adalah salah satu cara untuk mencintai Kristus dengan cara “ekstra”, melampaui batas-batas minimal yang ditetapkan gereja.

4.Ngapain bermantilla? Lagian Tuhan memandang hati dan saya sudah mencintai-Nya dengan hati saya!


Argumen “Yang penting Allah melihat hati (bdk 1 Samuel 16:7)” selalu terngiang-ngiang saat membahas ungkapan-ungkapan iman yang bersifat jasmaniah. Mempelajari iman Katolik? Ah iman tak perlu diperdebatkan yang penting hatinya. Berusaha menjalankan liturgi dengan benar? Ah Tuhan melihat hati, buat apa berliturgi tapi hatinya jahat. Bermantilla? Ndak usah aneh-anehlah! Macam orang Islam! Yang penting Tuhan melihat hati. Kita harus berhati-hati dalam mengutip atau menggunakan ayat-ayat suci sebagai pembenaran atas kemalasan pribadi atau ketidaksukaan dengan praktik ini. Saat akan mengutip, perhatikan juga ayat selanjutnya. Seloroh yang “penting hatinya” seolah mengatakan kalau jiwa dan tubuh manusia tidak berjalan berbarengan. ‘yang penting hati’ ini bisa jadi betul, asalkan hati tersebut sudah dimurnikan oleh Sakramen Ekaristi, Sakramen Tobat dan hidup kudus.
 
Tuhan telah bersabda “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesama mu manusia seperti dirimu sendiri” (bdk Mat 22:37). Ia menuntut kita untuk mengasihi-Nya dengan segenap hati, jiwa, kekuatan dan akal budi. Gelora kasih yang sungguh sejati dan bukan gombal tentu akan mendorong tubuh untuk melakukan segala sesuatu demi yang terkasih. Mengenakan Mantilla hanyalah salah satu usaha kecil dan sederhana untuk memenuhi tuntutan kasih yang tinggi itu.

5. Putri Altar kita mengenakan semacam ‘hijab’! Apakah mantilla hanya dipakai oleh anak PPA yang putri?

Ini adalah keberatan yang mereduksi tradisi berkerudung sebagai kebiasaan Islami saja, tanpa berpikir bahwa berkerudung dalam ibadah merupakan praktik yang umum dilakukan oleh komunitas-komunitas Yahudi, Kristen Ortodoks, Hindu dan lain-lain. Sebagai devosi Ekaristis, wanita Katolik hanya mengenakannya di hadapan Sakramen Mahakudus, entah itu saat Misa, adorasi, pengakuan dosa, dan lain-lain. Selain itu, sangat jelas kalau bentuk mantilla sangat berbeda dengan hijab Muslim. Mantilla tidak hanya dipakai oleh Putri Altar, namun dapat digunakan oleh semua wanita Katolik tanpa terkecuali. Putri Altar mengenakan mantilla ingin menegaskan bahwa misa yang kita rayakan itu kudus adanya. Oleh sebab itu, sebagai umat beriman, hendaknya menaruh hormat yang besar kepada Yesus yang hadir dalam perayaan Ekaristi sehingga Misa tidak menjadi suatu ajang pertemuan sosial dengan kenalan kita.

6. Gereja selalu memperbaharui diri. Mantilla itu tradisi kuno!
   
Memang benar zaman telah berubah dan terus berkembang. Bahkan dalam kehidupan realitas di negara kita, banyak orang tetap mempertahankan kebudayaan mereka tanpa mesti hanyut dalam perkembangan zaman. Begitu juga dengan mantilla. Mantilla mempunyai nilai-nilai  Katolik yang mencangkup penghormatan yang pantas kepada Allah, kemurnian, perjuangan menuju kekudusan, kerendahan hati dan martabat perempuan. Apabila itu semua terdengar asing, kuno dan radikal dan mantilla dianggap melawan arus modern, itu bukan karena nilai-nilainya yang salah melainkan karena budaya zaman ini yang banyak menyeleweng.
 
7.Busana apa yang cocok saat dipadukan dengan Mantilla? Apakah kerudung misa harus mantilla? Apakah Mantillanya harus diberkati terlebih dahulu?

Dari sudut pandang fashion, mantilla tidak cocok dipadukan dengan baju yang terlalu santai, terlalu ramai, terbuka, atau terlalu ketat. Maka coba luangkan waktu untuk memikirkan pakaian apa yang pantas untuk menghadiri misa kudus. Kalau bisa, kenakan rok yang santun dan tidak ketat dengan panjang di bawah lutut. Memang memilih pakaian untuk misa sudah seharusnya sedikit merepotkan. Jika kita sendiri sering ribet dengan pakaian untuk pesta buatan manusia, mengapa kita sendiri tidak mau repot untuk menghadiri pesta perkawinan kita sendiri dengan Kristus?
 
Bagi Anda yang sudah tergerak untuk memuliakan Kristus secara khusus dengan bermantilla namun tidak bisa beli secara online maupun tidak sempat membuat sendiri, kerudungnya tidak harus mantilla. Anda dapat menggunakan kain-kain lainnya seperti syal, pashmina, atau bandana besar. Tidak ada keharusan untuk meminta berkat imam atas mantilla yang akan dikenakan, tetapi tentu hal tersebut sangat baik. Perlu diingat bahwa mantilla yang sudah diberkati tentu harus diperlakukan dengan hati-hati.

8. Bukankah tradisi berkerudung hanya dipakai di Misa Latin saja?
 
Betul, kebiasaan berkerudung merupakan warisan dari Misa Latin Tradisional/Traditional Latin Mass (TLM), yang kini banyak dikenal sebagai Misa Forma Ekstraordinaria. Namun Yesus yang kita sembah, baik dalam TLM maupun Misa Novus Ordo (tata cara misa yang sekarang) adalah Yesus yang sama dan seharusnya kita mengenakannya dalam bentuk misa apapun, tidak terbatas dalam TLM 

9.Apabila kebiasaan berkerudung, terutama dalam lingkup peribadatan, sudah lama menjadi tradisi Katolik, apalagi didukung oleh landasan bibliah (1 Korintus 11:1-16) dan tulisan  para Bapa Gereja, bahkan pernah disuratkan secara eksplisit dalam KHK 1262, mengapa Hukum Kanonik yang baru (KHK 1983) tidak lagi mencantumkannya? Bukankah Gereja Katolik menghormati tradisi para rasul? Bukankah hal tersebut seolah-olah terputusnya sebuah warisan tradisi yang sudah berjalan hampir 2000 tahun, nyaris setua usia gereja itu sendiri? Adakah kaitannya dengan menurunnya rasa hormat kepada Ekaristi?
 
Pertanyaan-pertanyaan di atas sungguh tidak mudah dijawab. Banyak yang mengaitkannya dengan fenomena revolusi seksual yang terjadi tahun 1960-1970an di belahan bumi barat di mana lahirnya ideologi feminisme radikal, serta normalisasi kontrasepsi, aborsi dan seks bebas. Ada juga yang mengkaitkan dengan “hanya” pergeseran budaya akibat moderenisasi di segala bidang, terutama dalam hal keagamaan. 

Sampai sekarang, pertanyaan-pertanyaan tersebut masih menjadi bahan permenungan bagi kita. Jika kita sudah mengerti bahwa Allah sendiri yang mengkehendaki wanita untuk berkerudung (bdk 1 Korintus 11:2-16) mengapa kita yang sudah mengetahuinya tidak mau melakukan kehendak Allah? Mantilla adalah sarana devosi pribadi bukan sebuah aksesoris yang menunjukan rasa rendah hati dan kesederhanaan di hadapan Tuhan. Namun hanya mengenakan mantilla saja tanpa dibarengi kedisiplinan rohani lainnya, maka mantilla tersebut tidak ada artinya lagi.

Meskipun kini praktik berkerudung dalam misa bukan lagi kewajiban secara kanonik, namun mengingat sejarah ajaran dan penggunaannya yang begitu panjang serta bukan tanpa alasan, maka praktik ini sangatlah baik untuk dihidupkan kembali sebagai devosi pribadi seperti halnya Saudara Seiman kita di Korea Selatan dan Negara Eropa lainnya yang mempertahankan tradisi ini. Mari mengungkapkan iman kita dengan bermantilla dan cintailah tradisi! (PPA St. Tarsisius Paroki Singkawang)


28 Jan 2023

PENGUMUMAN SAYONARA MISA ONLINE

Terima kasih kepada seluruh umat yang senantiasa mengikuti Perayaan Misa secara online yang sudah berlangsung sejak Maret 2020.

Masa pandemi sudah surut, PPKM sudah ditiadakan, maka sudah selayaknya Misa Online ditiadakan. Umat dipersilahkan mengikuti Perayaan Ekaristi secara langsung di Gereja sebagaimana yang telah dianjurkan oleh Gereja, karena Perayaan Ekaristi merupakan Perayaan bersama yang seharusnya kita juga hadir didalamnya.

Akhir kata kami mengucapkan terima kasih banyak, dan kami juga memohon maaf sebesar-besarnya jika didalam siaran yang kami tayangkan memiliki banyak sekali kekurangan, mulai dari audio, kualitas video, dan juga sinyal yang terkadang tidak mendukung. Kami hanyalah manusia biasa yang mencoba untuk memberikan layanan terbaik untuk Umat khususnya Umat di Paroki Singkawang.

Dimana ada perjumpaan disitu akan ada perpisahan, izinkan kami pamit undur diri, saya mewakili KOMSOS Paroki Singkawang mengucapkan terima kasih banyak kepada kalian semua. ❤️❤️❤️

Tertanda,
Admin C.
.
.
#parokisingkawang #keuskupanagungpontianak #siaranonline 







4 Apr 2020

KASIH-MU INDAH DAN NYATA ADANYA (BAGIAN I)



Jari-jemariku tengah  menari-nari di atas tuts keyboard komputerku yang sudah mulai kusam dengan huruf-huruf yang juga sudah mulai memudar. Ketika tengah asyik bekerja, tiba-tiba kudengar ada nada panggilan masuk pada smartphoneku.  Langsung saja kuambil  smartphoneku dan kuangkat. Seketika aku mendengar sapaan ramah dari seberang sana. Suara itu begitu akrab di telingaku, karena pemilik suara itu adalah gembalaku sendiri. Beliau memintaku agar jaringan misa live streaming di parokiku bisa diperluas. Sebaiknya tidak memakai akun Instagram, karena pengguna akun ini masih sangat sedikit dan jangkauannya pun terbatas. Ia menyarankan  sebaiknya pindah ke channel Youtube saja, karena pengguna Youtube itu jauh lebih banyak dan jangkauannya pun semakin luas, bahkan bisa terkoneksi hingga ke Greenland ataupun Antartika. Dengan demikian semakin banyak orang bisa mengikuti misa secara online dari mana saja.

"Kalau Pastor ada kesulitan, bisa menghubungi kami di Pontianak," pungkas Bapa Uskup mengakhiri pembicaraannya denganku. Sejenak aku termenung dan tak tahu langkah apa yang harus kuambil. Di satu sisi aku bersyukur karena Bapa Uskup sangat memperhatikan apa yang terjadi di parokiku. Beliau memang selalu menaruh perhatian yang besar kepada parokiku. Tetapi di sisi lain aku binggung karena sejujurnya aku tidak terlalu menguasai soal teknologi komunikasi dan jejaring sosial terkini. Rasanya pikiranku sudah mentok dan tak mampu lagi mengikuti lajunya perkembangan zaman. Namun, sesegera mungkin kutepis keraguanku. Pasti ada jalan keluar! Lagi pula ini juga bisa menjadi ajang untuk berbagi kepada umatku. Akan lebih banyak lagi orang yang tersapa oleh Tuhan meski hanya lewat dunia maya.

Aku segera menghambur ke luar kamar. Kutinggalkan komputer dengan seabrek pekerjaanku. Kucari temanku yang menjadi team kecil di parokiku. Aku beruntung mengenal dan mempunyai teman-teman sehebat mereka. Mereka inilah yang menjadi bagian dari team kreatif di parokiku, sehingga apa yang terjadi dalam parokiku bisa dengan mudah tersiar keluar melampaui batas ruang dan waktu. Kutemukan teman-temanku sedang asyik dengan smartphone-nya. Sudah seminggu ini mereka bekerja keras untuk merancang unggahan konten yang membantu umat agar tidak mengalami kebosanan karena tinggal di rumah saja.

"Sorry ganggu kesibukan kalian," kataku memecah keasyikan mereka. "Barusan Bapa Uskup telepon saya. Beliau meminta Paroki Singkawang untuk memperluas jaringan misa live streaming. Bukan lagi pakai Instagram, tetapi harus lewat Youtube".

"Waduh, susah, Mo," jawab seorang dari mereka. 
        
        "Akun Youtube paroki kita baru dapat 200-an subscriber. Untuk bisa live pun kita harus mencapai minimal 1.000 subscriber," jawabnya dengan nada pesimis.

"Harus dapat seribu subscriber?!" Sontak aku terperanjat mendengar penuturannya. Berarti masih harus cari 800-an subscriber lagi. Bagaimana mungkin dalam waktu yang sangat singkat ini? Kataku dalam hati.

"Padahal, Youtube paroki kita sudah lama dibuat, sekitar pertengahan tahun 2019. Tapi baru dapatnya segitu. Saya gak yakin, Mo, kita bisa dapat tambahan 800 lagi dalam waktu  yang sesingkat ini," kata temanku yang lain yang semakin menambah keraguanku.

"Kamu harus coba kumpulkan 800 subscriber lagi. Entah bagaimana caranya. Harus bisa," kataku sedikit memaksa sembari mengusir kegundahan hatiku.

"Tapi, Mo. Rasanya sulit," jawabnya ragu-ragu.

"Ah, Coba saja. Pasti ada jalannya. Tolong buatkan pengumuman dan bagikan ke grup whatsapp yang kita miliki. Minta tolong sama mereka agar mereka membantu paroki kita mendapatkan 1000 Subscriber," kataku lagi sambil memberikan harapan kepada mereka.

Sejujurnya aku sendiri pun tak yakin bisa mengumpulkan subscriber hingga 1000. Temanku di dunia maya tidaklah banyak. Aku sendiri orang yang kurang pergaulan. Duniaku sempit. Tapi kucoba tepis keraguanku dengan kembali ke kamarku. Maksud hati hendak meneruskan pekerjaan. Tapi konsentrasiku sudah buyar. Pikiranku dipaksa untuk selalu kembali pada persoalan tentang bagaimana caraku bisa mendapatkan 1000 subscriber. Aku coba bunuh rasa gundahku dengan hanya berdiam dan termenung di depan komputerku.

Tak terasa waktu menunjukkan hampir saatnya makan siang. Segera kumatikan komputerku dan aku beranjak hendak menuju ruang makan. Kulirik sebentar smartphone-ku, siapa tahu ada berita penting untukku. Benar saja, seorang Ibu yang selama ini kukenal memberi perhatian pada gereja, ia memberitahu bahwa subscriber Paroki Singkawang sudah mencapai 770. Seolah tak percaya, aku membaca sekali lagi pesan singkat darinya. Tertulis angka 770. Masih juga belum yakin, aku buka Youtube Paroki Singkawang. Di sana malah sudah kudapati angka 801. Itu berarti sudah tembus 800-an. Spontan aku meluapkan rasa syukurku kepada-Nya. Tuhan, Engkau memang sungguh baik!



"Romo, sebelum pukul 12.30 WIB, akun Youtube kita harus sudah capai 1000," tulisnya lagi dalam pesan singkat berikutnya. Aku bisa membayangkan bagaimana semangatnya ibu ini memberikan dukungan yang luar biasa untuk gereja. Aku kenal betul ibu ini punya banyak relasi dan karena beliau inilah, Paroki Singkawang mendapatkan banyak subscriber. Aku yakin dia menjadi salah satu alat Tuhan untuk menaburkan kebaikan-Nya bagi gereja.

"Luar biasa, Mo. Hampir tembus 1000!" kata kawanku, seolah tak percaya.

"Tuh kan apa kubilang. Pokoknya kita pasti bisa," jawabku sambil memberi acungan jempol kepadanya.

"Berarti malam ini kita pesta, Mo!
" katanya menggoda sambil tertawa lepas.

Aku hanya tersenyum. Ada nada haru dan syukur dalam kalbuku. Tuhan memang sungguh baik. Di tengah kebingunganku, Dia menyatakan kasih-Nya. Hanya dalam waktu kurang dari tiga jam, Paroki Singkawang sudah mendapatkan 800-an subscriber. Dengan cara-Nya sendiri Dia berkarya karena Dia ingin hadir di tengah umat-Nya yang sedang 'menderita'. Walau hanya lewat dunia maya, Dia ingin memberi daya. 

Tuhan, aku berterima kasih kepada-Mu atas segala karya-Mu yang sedemikian indah dan nyata dalam hidupku serta  berkat yang sudah Engkau berikan pada paroki kecilku ini, ucapku dalam hati. (Purtomo)


(Bersambung....)

28 Mar 2020

PENGUMUMAN HARI MINGGU PRAPASKAH V 29 Maret 2020




1. Paroki Singkawang akan melayani perayaan misa dan ibadat 
secara online melalui channel Youtube Paroki Singkawang.

2. Jumat, 3 April adalah Jumat pertama bulan.

3. Sebagai pengganti sembahyang kubur, kita akan merayakan misa 
arwah secara online pada hari Sabtu, 4 April pukul 18.00 WIB. Ibadat 
arwah di pemakaman ditiadakan.

4. Dana pembangunan kanopi samping gereja paroki berjumlah Rp 
21.754.000, 00

5. Untuk menerapkan tema APP 2020, Seksi Diakonia Paroki akan 
memperbaiki dua rumah dari keluarga yang sangat miskin supaya 
layak dihuni. Mohon bantuan dari para donatur dan umat sekalian. 
Info lebih lanjut bisa menghubungi Bpk Hermanto Halim.

6. Berdasarkan Surat Edaran dari Bapak Uskup kita, maka 
penundaan kegiatan gereja yang bersifat masal diperpanjang 
sampai tanggal 15 Mei.

7. Akan menerima pemberkatan Perkawinan
Pengumuman I

 Sdr Safarudin, putra Bpk Ali Akbar dan Ibu Maimunah Taufik 
dari Singkawang dengan Sdri Maria Deviana Kadju, putri Bpk 
Adrianus Kadju dan Ibu Ursula Sunan dari Singkawang.

 Sdr Budiman, putra Bpk Jemain (+) dan Ibu Rostina dari 
Roban dengan Sdri Yohana Veranisa putri Bpk Sabinus 
Suratman dan Ibu Maria Bayong dari Sanggau Kulor.

Barangsiapa mengetahui adanya halangan dari pasangan ini, 
mohon segera memberitahukan kepada Pastor Paroki.
Demikianlah pengumuman. Atas perhatian Sdr-sdri kami ucapkan terima