Selamat Datang Di Website Resmi Paroki Singkawang - Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
Tampilkan postingan dengan label Cakrawala. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cakrawala. Tampilkan semua postingan

14 Sep 2015

www.parokisingkawang.org : TELAGA BERITA PENAWAR DAHAGA

www.parokisingkawang.org : TELAGA BERITA PENAWAR DAHAGA


Zaman yang serba mudah, cepat, dan virtual, rasanya jarak tak lagi menjadi kendala dalam komunikasi dan penyebaran informasi. Sekali klik setelah mengetik kata kunci, segala apa yang hendak diketahui otomatis tersaji. Eksistensi dunia virtual sungguh meretas jarak sekaligus melapangkan ruang gerak.  Menuntaskan keingintahuan tentang  perihal yang mungkin saja sempat menyita perhatian, atau sekadar ingin mengikuti perkembangan suatu keadaan dengan cara instan.

Menyadari keadaan ini, tim Buletin Likes tak berdiam diri. Pelebaran sayap guna menjangkau segala kalangan dan mengatasi alasan geografis dilakukan di sela pembenahan diri. Meski rasanya dalam bentuk cetakan fisik saja masih penuh kekurangan yang belepotan di sana-sini, namun segala daya diupayakan demi tersebarnya warta yang  dapat diakses warga meski tengah berada di luar paroki.

Adalah Pastor Paroki, Stephanus Gathot Purtomo, OFMCap sebagai penggagas utama terbentuknya  web paroki. Tujuannya jelas, seperti tertera di bagian awal artikel ini, menjangkau umat yang berada di luar paroki agar tetap dapat mengakses informasi terkini berkait segala kegiatan maupun perkembangan paroki. Gagasan yang sebenarnya sudah digulirkan sejak awal terbentuknya tim Buletin Likes pada Desember 2014 lalu, baru terwujud lima bulan kemudian. Dijembatani Pastor Fransiskus Cahyo Widiyanto, OFMCap, yang juga merupakan Magister Novis  di Novisiat Poteng, tim Buletin Likes dipertemukan dengan sosok pria teduh, cerdas, berkacamata, Eko Heru Nugroho. Melalui tangan dinginnya mimpi Paroki Singkawang untuk dapat memiliki portal berita dapat diwujudkan. 

Tak butuh waktu lama, berselang tiga hari setelah maksud memiliki web diutarakan, maka laman penyiar informasi seputaran paroki dapat terealisasi. Tak muluk memang impian memiliki portal paroki, setelah mengingat dan menimbang keberadaan warga Paroki Singkawang yang menyebar di seluruh wilayah Indonesia maupun mancanegara dan masih selalu merasa dahaga terhadap informasi seputar paroki tercinta. Hal ini dibuktikan ketika portal paroki baru berumur beberapa hari dan belum memuat  informasi apapun yang dapat diakses, pengunjung laman telah mencapai  angka 300-an. Keadaaan ini tentunya menjadi angin segar yang semakin memompa semangat redaksi buletin untuk terus-menerus membenahi diri dalam bentuk cetak maupun virtual, melengkapi sajian warta melalui telaga berita. Dalam perkembangannya, web paroki  tak hanya berisi berita-berita yang dimuat di buletin versi cetak saja, namun juga berbagai hal yang berkisar pada liturgi, doa, atau komunitas gereja. Bukan bermaksud menganaktirikan pembaca buletin versi cetak, namun keterbatasan kapasitas dalam versi cetak yang memaksa adanya pembatasan konten bacaan. 

Sejak diluncurkan pada akhir Mei 2015 lalu, boleh dikata laman yang mendapuk Sesilia Hernadia sebagai admin ini sukses menyedot perhatian pembaca. Hal ini tampak pada statistik angka yang tertera di pojok kanan atas laman yang terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hingga artikel ini ditulis, sudah mendekati angka 7.000 peselancar ranah maya yang meluangkan waktu untuk menyinggahinya. Suatu jumlah yang fantastik bukan untuk sebuah laman yang baru berusia tiga bulan? 

Layaknya wanita yang kandungannya menginjak usia tiga bulan dan tengah mengidamkan banyak hal, demikian juga telaga berita paroki. Banyak ide berkait isi yang ingin dimuat dan dibagi guna menjadi penuntas dahaga informasi. Pada akhirnya konsistensi semangat tim redaksi, dibarengi  kerja keras dan kerja cerdas sungguh menjadi modal dasar dalam menghasilkan pusat informasi paroki yang bernas. (Hes)      

RUMPUN BAMBU "GERAK LEMBUT YANG MENYEJUKKAN"

BERGURU PADA KEBIJAKSANAAN ALAM (BPKA)  

RUMPUN BAMBU "GERAK LEMBUT YANG MENYEJUKKAN"

Di pagi hari itu, ayam jantan berkokok saling bersahutan, pertanda hari baru telah tiba. Dan Pak Tegar, si petani itu sedang duduk beralaskan jerami kering di dalam gubuk yang beratapkan ilalang, di sawahnya. Dikeluarkannya ‘slepen’ tempat rokoknya, dia mengeluarkan isinya, lalu mulai menggulung tembakau yang diletakkannya di atas kulit jagung, lalu dibubuhinya dengan klembak (seperti kemenyan) kesukaanya lalu mulai menghisapnya. Dia sangat menikmati kepulan demi kepulan asap rokonya, namun ini bukan berarti Pak Tegar adalah petani yang malas, tetapi dia tahu, karena kepekaannya dengan tanda-tanda alam bahwa pagi ini akan turun hujan lebat disertai angin yang bertiup kencang. Awan tebal yang menggelantung di langit disertai tiupan angin yang kencang serta bunyi petir yang menyambar-nyambar seakan tidak mau bersahabat dengan kampungnya.

Tak lama kemudian hujan memang turun dengan deras disertai angin kencang mengoyak pepohonan. Dari dalam gubugnya, Pak Tegar melihat amukan angin kencang menumbangkan pohon besar di pinggiran sungai. Matanya tidak berkedip menyaksikan hal itu. Sudah dua batang pohon besar yang tumbang, tetapi si pohon bambu masih tegak berdiri padahal  dua batang pohon besar di sebelahnya yang telah mengakar kuat puluhan tahun tumbang berserakan di pinggir sungai.

Sambil menunggu hujan reda Pak Tegar mengamati lebih serius gerik-gerik bambu di pinggir sungai, di dekat sawahnya. Pucuknya senantiasa bergoyang-goyang mengikuti tiupan angin yang mengamuk, meniup kencang.

Akhirnya hujanpun berhenti dan angin mereda dari amarahnya. Sebelum melangkah menuju petak-petak sawahnya untuk memulai pekerjaannya, Pak Tegar menyempatkan diri berjalan ke tepi sungai untuk bertanya kepada si bambu yang perkasa.

“Kawan, Anda adalah pohon yang hebat. Anda dapat bertahan mengahadapi terpaan angin kencang padahal pohon-pohon besar itu tumbang tak berdaya tergeletak di pinggiran  sungai!” kata Pak Tegar kepada si rumpun bambu.

“Terima kasih atas pujianmu, Pak Tegar. Pujianmu itu akan kukenang dan menguatkanku agar tetap bertahan menghadapi angin kencang yang sering datang dikampung kita ini !” sahut bambu.

“Aku sangat heran kawan, tubuhmu kurus, panjang menjulang tinggi ke atas dan akarmu pun kecil-kecil. Engkau pantas digolongkan pada pohon yang lemah, namun ternyata engkau perkasa. Dalam menghadapi ancaman angin kencang langganan desa kita, engkau dan kawan-kawanmu ternyata termasuk ciptaan yang paling kuat. Apakah engkau mempunyai rahasia tertentu sehingga menjadi kuat menghadapi amukan angin yang dahsyat itu?” tanya Pak Tegar kepada rumpun bambu dengan penuh keheranan.

“Pak Tegar, kalau Bapak ingin tahu rahasia kekuatanku, janganlah melihat batang atau akarku, tetapi lihatlah rahasia itu ada pada pucukku!” kata si bambu.

“Kawan, bukankah pucuk rantingmu itu malah bagian yang paling kecil dan mestinya yang paling lemah pula dari yang kau miliki?” sambung Pak Tegar

“Bukan, Pak Tegar. Tetapi malah sebaliknya. Berkat pucukku yang selalu bergerak lembut maka kekerasan angin dapat kuhadapi. Pucukku selalu bergerak kemana arah angin itu bergerak. Sebab aku sadar, bahwa aku adalah pohon yang lemah, yang tak mungkin melawan arus angin yang begitu dahsyat itu. Apabila aku melawan angin itu, mungkin dalam waktu sekejap saja  aku juga akan tumbang seperti pohon-pohon besar itu. Mereka tumbang karena tidak mau menggerakkan pucuknya secara lembut. Dengan gerakan itulah batangku menjadi lentur dan akarku pun kuat menyangga beban tubuhku. Begitu juga dengan engkau, Pak Tegar, aku yakin, ancaman akan sangat kecil kemungkinannya untuk menumbangkan kehidupanmu, asal Pak Tegar mau bersikap lemah lembut kepada sesamamu. Ingatlah bahwa kelembutan dalam tindakan atau ucapan, bukan berarti orang itu lemah, tetapi sebaliknya justru dengan kelembutannya menunjukkan bahwa orang tersebut telah menemukan kepribadiannya. Bukankah semua kebijaksanaan selalu mengandung kelembutan? Sifat keras atau kekakuan itu hanya dimiliki oleh orang mati. Maka orang yang bersikap kaku sama dengan orang yang sudah mendekati kematiannya. Aku yakin semua manusia yang senang akan kehidupan selalu merindukan kelembutan. Karena dari kelembutan itulah hati akan mengalirkan sikap sopan santun, welas asih, suka mengampuni bila terjadi kesalahan!”

Mendengar uraian si bambu, Pak Tegar tertegun. Setelah mengucapkan terima kasih, dia mohon diri untuk kembali melajutkan pekerjaannya di sawah. Dia bekerja penuh semangat, matahari seolah berjalan begitu cepat sehingga tak terasa mentari sudah di atas kepala. Dia menghentikan pekerjaannya dan berjalan menuju pancuran bambu, tempat yang selalu didatangi untuk membersihkan dirinya. 

Di sini, seperti biasanya dia ketemu dengan sahabatnya Pak Iman, dan pak Tegar menceriterakan pengalaman yang dialaminya kepada sahabatnya itu.

“Benar, kawan. Rumpun bambu yang tumbuh tinggi itu, selalu berkembang seruas demi seruas. Melalui sebuah proses. Dan dia bambu selalu tumbuh lurus ke atas, dan hidup kita ini memang selalu melewati proses demi proses. Kemudian selalu diharapkan menuju ke atas artinya selalu jujur dan lurus. Lewat pengalaman itulah, kita dituntut agar mempunyai sikap sabar tidak memaksakan kehendak kita kepada orang lain maupun kepada keluarga kita sendiri agar mereka tumbuh lurus ke atas, kepada Sang Pencipta yang merupakan asal dan tujuan dari hidup kita ini,” sambung pak Iman, sebelum akhirnya mereka bersama-sama pulang menuju rumahnya masing-masing.

Singkawang, Agustus 2015

11 Jul 2015

REKAM JEJAK SURGA MASA SILAM DI BRUDERAN

REKAM JEJAK SURGA MASA SILAM DI BRUDERAN

 

Ada jejak surga masa silam yang tercecer di salah satu sudut Kalimantan. Kiranya tak berlebihan jika diandaikan demikian. Siapa nyana, jika dalam keseharian, kompleks Bruderan yang letaknya di jalur arteri Singkawang  dan sering kita lewati tanpa kesan, ternyata  menyimpan  surga bisu sejarah  masa lalu.

Museum mini bernama Mgr. J. Van Hooy Donk ini serupa kilatan blitz yang ketika menyala mampu menculik perhatian orang-orang sekitarnya. Eksistensinya seperti menyentak kesadaran, bahwa apa yang tampak sederhana di depan mata seringkali menyimpan sejuta pesona yang tak berhingga di dalamnya. Lingkupnya tak terlalu luas, tapi cukup representatif membahasakan, mengisahkan, dan memberikan gambaran tentang sejarah masa lalu. Sejak awal memasuki ruangan, kita akan disambut pemandangan yang seolah menjadi prolog yang menyeret kembali ke puluhan tahun silam. Perpaduan lukisan dan beberapa foto  yang menyimpan cerita masa lalu dipajang dalam bingkai kekinian dan dijajar rapi sepanjang lorong museum mini ini. Atmosfer masa lalu semakin menyeruak manakala barang-barang bernilai sejarah lainnya mendapat perlakuan istimewa dari sang pengelola dengan menempatkannya di masing-masing posisi yang begitu mumpuni. 

Berdiri sejak 2003 keberadaan museum mini ini merupakan gagasan dari Bruder Gabriel selaku pimpinan kongregasi MTB Pontianak, namun kala itu masih belum maksimal pengelolaannya. Hingga pada 2005 lalu, museum ini dialihtugaskan penanganannya pada Br. Gregorius Petrus Boedi Sapto Noegroho, MTB atau yang akrab disapa Br. Greg. Melalui tangan dinginnya museum mini ini boleh dikata mengalami metamorfosa sempurna. 




Kiranya warga Katolik Singkawang cukup beruntung karena keberadaan museum ini bertempat dan hanya ada di Singkawang, sebagai pusat misi pertama para bruder pada tahun 1921. Adapun tujuan pendirian museum ini sebagai saksi bisu sekaligus sarana bagi para bruder muda dalam napak tilas dan meditasi bruder masa lalu, di samping itu sebagai upaya melestarikan tinggalan-tinggalan sejarah dalam rupa barang-barang masa lalu, dan sebagai ranah edukasi bagi pengunjung yang menyasar anak sekolah agar tetap bisa menyaksikan rupa sejarah masa lalu.

Keberadaan museum yang tak memungut retribusi sama sekali dari pengunjung ini memanfaatkan ruangan pertama ketika para bruder asal negeri Belanda menjalankan misinya di Bumi Khatulistiwa, ditambah ruang kapel yang kini disarati barang bernilai sejarah tinggi, juga rencana yang menggagas lantai dua sebagai tambahan ruang lingkupnya. Namun di balik kesuksesan penanganan museum yang ditaksir telah menelan dana hingga 300 juta dan sudah berkembang mencapai 80% pada ruang di lantai satu ini mengandung sekelumit cerita yang menggugah rasa. Seperti layaknya sesuatu yang ingin tampil cantik, menarik, dan ciamik, museum ini membutuhkan pengeluaran yang tidak ala kadarnya. Dalam perawatannya saja, satu bulan bisa menelan biaya berkisar tiga juta. Belum lagi kisah awal dalam perjalanan eksistensi museum ini, Br. Greg pada tiga tahun pertama menjalankan tugasnya sebagai pengelola mengalami gangguan pada paru-paru saat membersihkan barang-barang pengisi museum hingga mengakibatkan alergi pernapasan yang tidak biasa dan harus dilarikan ke sebuah rumah sakit di Semarang. Dapat kita bayangkan, beliau harus bersentuhan langsung dengan barang-barang tua yang telah ada sejak tahun 1921. Sejenak terlintas dalam benak ketika membayangkan masa lalu, debu-debu yang berasal dari berpuluh tahun itu yang dihirup oleh beliau. 

 

Dalam pengelolaannya Br. Greg juga sangat teliti dan hati-hati. Hal ini dikuatkan saat beliau menyatakan bahwa lingkup perawatan harian yang berkaitan dengan pembersihan ruangan dapat dilakukan oleh orang lain, namun yang bersentuhan langsung dengan barang koleksi museum dilakukannya sendiri, jika pun melibatkan orang lain harus tetap berada dalam pengawasannya. Hal ini dilakukan untuk menghindari rusaknya objek-objek pengisi museum.

Kita akan begitu terkesima kala dihadapkan pada proyektor pemutar slide bisu yang ternyata masih mampu bekerja dengan sempurna. Kita akan terperangah saat melihat orgen zaman dahulu yang cara memainkannya menimbulkan imajinasi dalam pikiran bahwa alat musik ini sekaligus dapat menjadi fasilitas olahraga karena perlu digenjot seperti tengah menggowes sepeda. Kita akan terpana manakala berhadapan dengan setrika arang, saxofon yang mungkin saja eksis di zaman penjajahan Jepang, atau buku ketentuan perayaan Ekaristi sebelum Konsili Vatikan, dan seribu satu barang yang seolah mengajak berinteraksi dengan masa silam.

Bicara tentang kesan mendalam ketika mengelola museum ini, Br. Greg memaparkan pengalaman-pengalaman uniknya semisal saat membersihkan objek koleksi museum, beliau seringkali  seolah diajak teleportasi ke masa lalu kala membayangkan barang-barang ini difungsikan oleh sang empunya. “Ketika membersihkan artifak-artifak itu, saya seringkali membayangkan mereka tengah menggunakan alat-alat itu, entah sepeda, mesin ketik, dan saya membayangkan mesin ketik itu ribuan kali dipencet tutsnya pada masa itu, seolah saya mengalami hidup di zaman mereka.”, ungkapnya.





Dalam mengelola museum, Bruder yang merupakan anak ketujuh dari delapan bersaudara ini  juga mengungkapkan kendala utama dalam pengumpulan objek-objek museum berkisar pada langkanya barang-barang bernilai sejarah tinggi. Di samping itu tingkat kelembaban yang luar biasa di ruangan museum mini ini juga menjadi aral tersendiri. “Sebagian isi museum merupakan barang-barang pribadi Bruderan Singkawang, juga sumbangan dari Bruderan Pontianak dan Bruderan lain yang berbaik hati, peduli untuk melengkapi koleksi museum ini,” paparnya. 

Pada akhir kunjungan singkat kami, Br. Greg mengimbuhkan rencana ke depan berkenaan dengan pengelolaan museum yang sifatnya hanya untuk kalangan terbatas ini, “Ke depannya akan direncanakan waktu kunjung museum yang mungkin akan kami tetapkan harinya, semisal dalam seminggu meliputi hari apa saja museum ini dibuka,” pungkasnya. (Hes) 




                           

ADA KETULUSAN DI BELANTARA KETERASINGAN

ADA KETULUSAN DI BELANTARA KETERASINGAN

 


“Kematian hanyalah mutasi mimpi.”

Sungguh kuat kalimat tersebut melekat dalam piranti pengingat, ketika kira-kira 22 tahun yang lalu, saya yang saat itu tengah duduk di bangku kelas tiga sekolah dasar menonton sepekan film nasional yang ditayangkan oleh televisi plat merah. Kala itu saya belum cukup umur untuk menerjemahkan arti kalimat tersebut  dan hanya merasa begitu terpesona pada deret kata yang seingat saya diucapkan sebanyak tiga kali oleh Renny Djajoesman yang berpenampilan eksentrik dan pada film itu didapuk sebagai pemeran ibu dari seorang anak bernama Kania.

Belakangan, semakin bertambah usia rasanya semakin benderang makna kalimat tersebut dapat saya cerna, meski toh saya harus tetap berpegang pada esensi dunia kata-kata yang terkadang multimakna. “Kematian hanyalah mutasi mimpi,” rasanya menjadi suatu percikan permenungan tentang bagaimana cara kita memandang suatu fase dalam siklus sebagai makhluk hidup. Bahwasanya kematian dianggap sebagai mutasi dari mimpi. Saya kira tidak berlebihan jika tetap dikaitkan dengan dinamika kehidupan yang  kiranya akan menggeliat penuh harap dengan diawali dari mimpi. Demikian juga rangkaian kata dalam kalimat tersebut, setidaknya mengajak dan mengajar kita untuk tetap berharap adanya sesuatu yang lebih dari sekedar kematian itu sendiri yang akan terejawantah dengan diawali mimpi. 

Lebih dari dua dekade setelah saya menyaksikan film garapan anak bangsa yang saya jabarkan di atas, suatu hari di bulan Juni, saya berkesempatan mengikuti misa pemakaman seseorang yang bahkan sebelumnya tidak pernah saya jumpai atau kenal. Perbincangan singkat mengenai proses pemakaman dengan pastor paroki sehari sebelum berlangsung prosesi pemakamanlah yang menggiring langkah saya pagi itu ke arah kaki Gunung Sari Singkawang, ke suatu tempat bernama Alverno, kawasan yang didiami oleh para pasien kusta. Dari kebanyakan awam, mereka terkesan dipinggirkan, menjadi yang berlabel minoritas dan seolah berada di tengah belantara keterasingan.
    
Ibadat arwah yang digelar di kapel pagi itu hanya dihadiri 27 orang yang didominasi pasien kusta, seorang suster  pengurus Alverno, Pastor Marius (karena bertugas memimpin ibadat arwah) dan saya. Saat itu yang terlintas dalam benak saya adalah pemikiran betapa dalam hidup dan ketika ajal menjemput, atmosfer kesunyian pantang surut menghadang. Seketika aroma duka seolah berhasil berkolaborasi dengan harum dupa, meruap memenuhi ruangan sekaligus berlomba menyesaki dada. Jangankan mereka yang benar-benar mengenal sosok yang kini terbaring tenang di dalam peti, saya pun tak pelak dirangkul haru yang perlahan menyesap. 

Tak ada ratap berlebihan, tapi semua kepala tertunduk, begitu patuh pada belasungkawa. Tak ada sirine mobil jenazah yang meraung-raung membelah jalanan kota menuju kompleks pemakaman. Sunyi, teramat sunyi. Jika pun ada suara, itu hanya bunyi roda kereta pengangkut peti jenazah yang juga didorong oleh sesama penderita kusta, serta langkah kaki pelayat yang menggesek pada jalanan setapak beraspal. Sungguh seperti adegan pemakaman yang hanya setting-an dalam sinetron atau film-film dalam negeri yang lebih sering tidak masuk akal karena hanya dihadiri oleh orang dalam hitungan jari. 

Meski hanya dihadiri beberapa gelintir saja, semua mata dan raut wajah tampak tulus, jauh dari modus yang terkadang kita jumpai dalam pemakaman orang kebanyakan. Jika boleh saya meminjam istilah salah seorang penulis dalam negeri yang mengibaratkan kematian lebih sering dipandang hanya sebagai konstruksi duka, melayat dengan semangat mengisi absensi, namun keadaan itu tidak saya jumpai di area ini.

Tidak selesai sampai di situ, ada yang lebih meradangkan keharuan saya manakala di area pemakaman, tempat liang lahat dipersiapkan, para penggali makam yang sedari awal telah setia menunggu  dengan cekatan menerima serta menanggapi kedatangan jenazah sahabat mereka. Ya, para penggali makam ini adalah juga pasien-pasien Alverno. Mereka bekerja seolah tanpa penghalang meski anggota badan ada yang telah hilang. Saya terkesima saat salah satu dari antara mereka yang telah kehilangan telapak tangan begitu terampil menguruk tanah pemakaman dengan cangkul yang diikat di bagian pergelangan tangan kanan dan dibantu tangan kiri yang pun telah kehilangan beberapa jari. Di akhir proses pemakaman, ketika masih berada di antara mereka, saya yang saat itu tengah mengabadikan gambar makam, sempat mendengar obrolan antara suster pengurus Alverno dengan seorang ibu yang meminta para penggali makam  agar tidak bubar dan mengarahkan mereka ke dapur untuk bersantap bersama. Hanya dengan makanan mereka ‘diganjar’ atas pekerjaan yang mereka lakukan, namun segalanya diterima dengan penuh syukur dan kegembiraan. Mereka sungguh luar biasa, mereka bekerja tanpa tendensi apa-apa. Atas nama solidaritas, segalanya dilakukan dengan tulus dan ikhlas.

Masih di area pemakaman yang teduh ini, laci-laci emosi saya kembali digeledah demi menyaksikan penanda makam hanya dari batang tanaman yang dipatahkan. Tanpa nama, apalagi embel-embel  gelar sarjana seperti yang sering kita jumpai pada nisan orang kebanyakan yang sebenarnya memang tak ada korelasinya dengan kelahiran, kematian, apalagi Tuhan.

Pada jalan setapak menuju tempat saya memarkir kendaraan, saya sempat terlibat perbincangan singkat dengan Pastor Marius. Beliau seolah menangkap duka yang tergurat di wajah saya, dengan tenang beliau berujar, “Kematian adalah kegembiraan. Ini sesuai janji Yesus Kristus tentang kehidupan kekal setelah kematian yang diperoleh melalui permandian.” Dijejali rasa masygul, saya menghayati kalimat yang lantas saya kaitkan dengan dialog film yang saya saksikan 22 tahun silam, “Kematian hanyalah mutasi mimpi.” Kehidupan kekal setelah kematian yang diperoleh melalui permandian seolah menjadi jawaban segala impian. Impian tentang kehidupan kekal berbalur kebahagiaan.   

Saat membalikkan badan, berjalan ke arah pulang, entah mengapa saya merasa kesesakan semakin menjalari rongga dada, sekaligus seperti baru saja kehilangan jutaan kosa kata dalam pikiran untuk menerjemahkan apa yang saya rasakan ketika menghadiri pemakaman barusan. (Hes)   

  

7 Jul 2015

OSCCap Of Historis

OSCCap Of Historis


Para Rubiah Klaris-Kapusines Ordo Santae Clarae Cappuccinarum sering disebut Ordo Santa Klara Kapusines (OSCCap) merupakan  Ordo yang didirikan oleh Santa Klara yang berpusat di Kota Assisi. Di tanah Borneo mereka tinggal di Jl. Diponegoro  Singkawang, Sarikan Toho dan Bajabang Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.

Wejangan Santa Klara  sangat mengguggah hati para pengikutnya: “Saudariku…, Berlarilah dengan gesit dan… kaki-kaki tidak terantuk menuju Dia”, merupakan obor penyuluh Ilahi bagi anggotanya untuk berjuang merebut mahkota kesucian Ilahi dalam istana keheningan dan kebeningan jiwa bersama-Nya setiap saat.

Jika ditanya untuk apa mereka jauh-jauh dari Belanda menebar Inijil di tanah Borneo? Pastinya mereka bukan untuk menjadi kaya bukan untuk menjadi terkenal melainkan untuk mempersembahkan hidup sebagai pujian dan doa bagi gereja dan seluruh dunia. Seluruh hidup mereka setiap hari bersama Tuhan dengan doa, ibadat harian, devosi, meditasi, kontemplasi ekaristi serta kegiatan rohani lainnya yang sangat membantu umat Allah yang sedang berziarah di muka bumi ini. Jadi mereka berdoa bukan hanya untuk dirinya tetapi juga bagi seluruh umat Allah di dunia. Dan untuk membiaya hidupnya merupakan hasil dari karya tangannya sendiri.

Kita sedikit membidik sang pendiri ordo, dan pastinya akan terpesona dengan bidata profilnya. Klara itulah namanya. Seorang gadis cantik, putri bangsawan Favarone di Offreducio yang hidup sejak (1193-1253). Ia menyebut dirinya: ‘Tanaman kecil St. Fransiskus, si Miskin dari Assisi.’ Ia mengikuti Jejak Yesus Kristus yang miskin dan tersalib. Miskin seperti Kristus itulah cita-cita yang dihayati oleh Klara dalam keheningan dan doa di Biara San Damiano Kota  Assisi.

Lalu jika ditanya apa hubungannya dengan Kapusin? Dalam perjalanan selanjutnya, tiga abad kemudian seorang janda kaya dari Napoli yang bernama Maria Lurentia Longo memperbaharui kembali cita-cita Klara dalam semangat pembaharuan para Kapusin. Maka kelompoknya disebut Kapusines. Saat ini mereka taat dibawah pimpinan Provinsial  Pastor Kapusin Keuskupan Pontianak khususnya yang berkarya di Kalimantan Barat. 

Kapan mereka masuk ke Singkawang? Lima abad kemudian, tepatnya tanggal 22 Oktober 1937, sembilan suster muda yang penuh semangat datang dari Belanda untuk meneruskan cita-cita Klara di tanah Borneo atau sekarang dikenal sebagai Kalimantan. Kini sudah lebih dari 70 tahun, cita-cita Santa Klara telah diikuti oleh gadis-gadis yang datang dari berbagai daerah di Indonesia. Lalu apa yang khas dalam cara hidup mereka? Jawabannya adalah:  “Keheningan dan ketersembunyian dijunjung tinggi. Sarana ampuh untuk mencapai persatuan dengan Tuhan dalam doa”. Mereka menghayati dan melakukan cara, hidup seperti  Bunda Maria, Hidup Yesus cermin menjadi cerminan cara hidupnya, Merayakan Ekaristi dan menyambut Tuhan dalam hati. Selain itu ‘berdoa’ yaitu: dalam semangat doa dan kasih Tuhan Yesus Kristus,  bekerja dalam kesetiakawanan dengan yang miskin dan menderita. Semuanya mereka persembahkan kepada Tuhan. Dan akhirnya menghayati dan mewujudnyatakan ‘Persaudaraan yang riang’ dalam hidup bersama tiap hari. Mungkin kamu seorang pemudi satu-satunya mengetuk hati dan  ingin bergabung dengan mereka? Datanglah, mereka sudah menunggu kalian tapi jangan lupa persyaratannya:

·    Beragama Katolik sekurang-kurangnya tiga tahun telah dibaptis)
·    Sehat jasmani dan rohani
·    Pendidikan sekurang-kurangnya SMP
·    Umur minimal 21 tahun
·    Motivasi jelas
·    Persetujuan orang tua
·    Keterangan dari Pastor Paroki

Biara mereka  satu atap dengan Gereja Paroki St. Fransiskus Assisi Singkawang. Sebagai simbol dan tanda nyata, dari kesatuan  yang tak dapat dipisahkan dengan Bunda Gereja yang kudus. Di dalam rumah ini para suster Klaris Kapusines, mempersembahkan hidupnya untuk menjadi puji-pujian bagi kemuliaan Tuhan. Dari rumah/biara inilah mereka menggemakan kidung pujian, doa dan jeritan hati banyak orang yang sedang berjuang di dunia ini, karena mereka adalah suara, suara seluruh gereja dan umat manusia.

Bila ingin  bergabung, memohon doa dan ingin menjadi suster Klaris, datanglah ke rumah mereka dengan alamat: BIARA PROVINDENTIA Jl. Diponegoro No.1, Singkawang 79123 Kalimantan Barat Tel.0562-632753
E-mail: providential@telkom.net <mailto:providential@telkom.net>. (bruf)

22 Jun 2015

PUISI : KISAH PENJAGA CAHAYA NURANI

KISAH PENJAGA CAHAYA NURANI


Google Images. Jpg

Kuambil huruf-huruf aksara dari bintang malam
Menceritakan sepenggal kisah malaikat surgawi
Jatuh dan sayapnya lepas hilang
Berhamburan bagai kilatan sang meteor
Menjadi Sinar Keemasan
Memasuki relung hati dan pikiran yang bersih
Ia lah Sang Penjaga Cahaya Nurani
Berasal dari Malaikat yang mengurbankan diri
Datang pada setiap manusia yang rendah hati
Mengajarkan jalan menuju cahaya penuh kasih
Membimbing dengan gema suara kedamaian
Tanpa memeluk sang ego dan meninggalkan keakuan
Hanya berdasarkan kebenaran dari alam semesta
Hening dan kesadaran akan mampu membawamu
Merasakan hadirnya di setiap hela nafas hidup
Ia lah Sang Penjaga Cahaya Nurani
Nyalakan dengan api kebajikan dan ayat-ayat suci doa
Kobarannya tak akan pernah padam (SHe)

PUISI : GADIS KECIL IBU

GADIS KECIL IBU
Google Images.Jpg
Perempuan dari rahim ibu

Malaikat kecil cantik berseri polos

Berpolah lugu nan penuh ceria

Membawa cerita kehidupan leluhur

Beranjak dewasa memainkan peran

Kebijaksanaan dalam berpikir

Melihat dengan mata hati terang kepada kebajikan

Bibir merekah mengetarkan irama lembut dalam kejujuran

Telinganya mendengarkan lantunan kisah kehidupan dengan ketenangan batin

Kemanusiaan sebagai benang bahan pakaiannya

Memakai mahkota kehormatan dalam laku

Kecantikan budi dan pekerti sebagai aksesoris penghiasnya

Alas ketegaran dan keiklasan menjadi bukti jejak langkahnya di bumi (SHe)



PUISI : HITAM DAN PUTIH

 HITAM DAN PUTIH



Google Images. Jpg

Pekat sungguh sangat hitam
Kepicikan hadir di sela-selanya
Kesombongan menguburkan mata batinnya
Gersang tandus tak pernah beramal dalam niat
Walau telah gelap tetap saja dihembusi angin
Seberkas sinar tembus hingga segala debu menjadi jelas terbentang
Dalam hitam bertemankan putih
Memeluk hitam membalut bersama kesejukan cinta
Mendekap lekat kedalam disertai perasaan kasih mesra
Membungkus hitam dengan pita bernubuat keimanan
Bukan untuk melepaskan tapi menyaksikan
Didalam putih masih ada hitam yang tertinggal
Selalu dan selalu berpelukan
Sang sulung putih dan si bungsu hitam
Merangkul hitam dalam dekapan putih 
Melewati dualitas kehidupan (SHe)

21 Jun 2015

Bruder dari Huijbergen Berenang ke Kota Amoi

  Bruder dari Huijbergen Berenang ke Kota Amoi 

 
Bruder MTB, Photo by Google Image


Apa Itu Bruder?

Bruder atau Brother atau Frater adalah 3 bahasa yang berbeda, yakni bahasa Belanda, Inggris dan Latin. Ketiga kata itu secara harafiah artinya: Saudara. Menjadi seorang brother atau bruder berarti ingin menjadi saudara bagi sesama, bersikap sebagai saudara, abang, kakak ataupun adik terhadap orang lain. Menjadi seorang brother atau bruder dengan jalan bergabung dengan suatu persekutuan persaudaraan atau disebut sebagai kongregasi atau tarekat.

Ikut Mencerdaskan Generasi  Bangsa

Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) atau sering disapa Bruder MTB merupakan salah satu konggregasi Kepausan yang masih bertahan berkarya di Kota Singkawang. Pada tahun 1921, lima orang bruder  dari  Huijbergen-Belanda  menginjak  kota Singkawang untuk membantu karya karitatif di bidang pendidikan. Kehadiran misionaris militan ini sebagai bentuk jawaban  atas undangan dari Mgr. Pasifcus Bos, OFMCap untuk melayani bagi pendidikan anak-anak kaum buruh di Singkawang. Karyanya  dimulai di bidang pendidikan, asrama dan di kemudian hari  membangun persekolahan serta menjadi pengajar di beberapa sekolah, yang sampai sekarang   lembaga itu masih bertahan di antaranya, SMP dan  SMA Santo Paulus Nyarumkop, SMP Pengabdi dan Bruder Singkawang dan lain sebagainya.

Menurut sejarah, selain mereka sebagai guru di Seminari Nyarumkop, para bruder juga menjadi pembina Asrama Santa Maria  putra dan putri yang sekarang masih bertahan adalah asrama putera beralamat di  Jl. Diponegoro No. 4 Singkwang. Pada tahun 1948 mereka membuka sekolah CVO (Cursus Volkschool Onderwijzer), OVVO, SGB dan SPG. Karya pendidikan Formal ini berakhir pada tahun 1980. Mungkin banyak orang tua atau umat katolik di Kota Singkawang dan sekitarnya sudah menjadi orang sukses saat ini. Setidaknya ada yang mendapat  sentuhan tangan humanis misionaris Belanda.Tentu saja banyak kisah kasih  dan kenangan indah bersama bruder MTB sebagai guru dan murid waktu itu. Sayangnya penulis belum melakukan liputan khusus mengenai hal ini.

Tahapan Menjadi Bruder

Kongregasi yang bersemangat spiritualitas Fransiskan ini berpusat di Huijbergen Keuskupan Breda Negara Belanda. Karyanya menyebar di Kalimantan Barat  (Singkawang-Pontianak-Sekadau Kualadua-Putusibau) serta di Pulau Jawa dan Merauke. Mungkin ada yang bertanya apakah setelah Bruder ada tahapan menjadi Imam. Panggilan Menjadi Bruder hanya sampai pada Bruder seperti panggilan menjadi suster. Mereka sampai pada tahap kaul kekal. Kaul inilah yang mereka hayati dalam hidup membiara yaitu: kemiskinan, kemurnian dan ketaatan. Dengan menghayati kaul-kaulnya mereka berkarya dalam karya pendidikan Formal,Non Formal dan Karya sosial lainya. Pendidikan menjadi bruder MTB mempunyai tahapannya yaitu: mas aspiran 1 tahun bertempat di Pati Jawa Tengah, postulan  1 tahun dan Pendidikan Novisiat 2 tahun bertempat di Jogyakarta dan kemudian masa Yunior selama 6 tahun dengan berkarya  dikomunitas karya atau  sambil belajar di berbagai perguruan Tinggi yang ada di Jogjakarta-Semarang, Malang dan Pontianak. Selama studi di perguruan Tinggi setiap bruder mengambil jurusan sesuai dengan bakat dan minatnya seperti Ilmu keperawatan, keguruan, teknik sipil, kemasyarakat, hukum, teologi, ekonomi. Singkatnya sesuai kebutuhan  karya dan umat yang  kita layani.

Pesyaratanya Muda

Kongregasi MTB mengundang orang muda untuk bergabung menjadi Bruder MTB. Persyaratannya mudah kog. Tamat SMA atau Sederajat. Syukur kalau sudah kuliah. Berusia 17 tahun keatas. Sudah dibaptis secara Katolik. Foto Copy Ijazah SMA. Surat Keterangan  kesehatan dokter, Batas usia maksimal 30 tahun dan terdapat pengecualian. Nah, di Paroki Santo Fransiskus Assisi mereka tinggal di Jl. Ponegoro No. 4 Singkawang Hari-hari hidupnya melayani  di yayasan,  sekolah, asrama, mengurus museum dan mengikuti  kegiatan hidup menggereja lainya. Ingin tahu lebih dalam siapa dan apa sih Bruder MTB itu, nah tunggu apa lagi,  kontak saja dengan Bruder Flavianus, via HP. 081256112666. Atau klik  di http://kongregasimtb.blogspot.com atau www.abcfh.nl/id . Di sana Anda akan mengetahui seluk belum kehidupan Bruder MTB. Bersama Kongregasi lain yang ada di dunia kami sama-sama berkarya demi maksud Injil yang nyata serta semakin dimuliakannya nama Tuhan di bumi dan di surga. (bruf)


3 Jun 2015

JANGAN MENGGUGAT TUHAN DONG

 “JanganMenggugat Tuhan Dong”

Google Images.Jpg

                 Di pagi itu aku biasanya menghidupkan motor lebih awal dari hari-hari sebelumnya. Entah  kenapa hari senin itu aku terlambat bangun dan enggan untuk pergi ke sekolah.
                “Huhhh.. Pelajaran hari  ini berat nih.., mendingan aku tidur lagi ahhh!...”
 Dari luar pintu kamarku terdengar suara ayah begitu keras.
               “Decky… Decky… Decky! Bangun, Nak! Sekarang sudah jam 08.00 pagi! Apa kamu sakit? Atau kamu memang hari ini malas ke sekolah? Decky..Decky… Kamu keras kepala ya!. Dasar kamu pemalas, Nak! Saya capek dengan sikapmu! Saya malu tiap hari selalu ada surat dari sekolah bahwa saya tidak memperhatikan kamu! Ayo bangun!”
              Teriakan ayahku begitu menggema di rumah hingga adikku juga ikut terbangun dari lelapnya tidur di kala itu. 
             Ya, aku memang tergolong anak yang tidak banyak bicara dan paling takut kalau melawan ayah sekalipun kurasa diriku benar. Aku cepat-cepat ke kamar mandi untuk cuci muka dan tanpa pamit pun  langsung menggeber gas motor kesayanganku ke sekolah.
                Ketika di pintu gerbang aku melihat petugas keamanan dan guru piket mereka menggeleng-gelengkan  kepala,  melihat tingkah lakuku. Dengan nafas ngos-ngosan aku langsung ke kantor  guru Bimbingan Konseling untuk menyelesaikan persoalanku.
             “Decky kamu masih punya keinginan untuk sekolah enggak sih? Namamu sudah tercatat sebagai anak yang seringkali terlambat,  belum lagi raport merah dari bapak ibu guru tentang kelakuanmu di sekolah ini! Sadarlah, Nak!! Kami lelah hanya memperhatikan tingkah lakumu tiap hari?”
                Aku terdiam dan kubiarkan guruku tetap marah sebab aku memang sadar bahwa aku pada posisi bersalah. Setelah kurasa amarah guru Bimbingan Konselingku mereda, aku lantas angkat bicara,
              “Pak, izinkan saya untuk mengungkapkan sesuatu mengapa saya terlambat dan mengapa saya selalu bermasalah di sekolah ini”, pintaku sambil menunduk di depan wajah guruku yang menurutku terkategori orang tuaku yang kedua. Curhatku dari hati ke hati ternyata membuat guruku ikut bersedih atas situasi dalam hidupku.
                Aku memang sakit hati untuk mengungkapkan permasalahan pribadiku pada guruku. Berat, sangat berat untuk membeberkan masalah peribadiku. Aku tidak tahu kepada siapa lagu aku mengungkapkan semuanya ini. Aku berpikir guru pasti akan menyimak dan juga ikut mencari jalan terbaik buat masa depanku.
               “Pak, saya dari keluarga yang cukup memprihatinkan. Saya tinggal dengan ayah dan ibu tiri. Mama sudah meninggalkan  kami sejak saya sekolah dasar. Untung ayah saya masih semangat membiayai hidup saya  yang membuat saya tetap bertahan hingga saya tetap mengenyam pendidikan hingga di bangku  di SMA. Kalau di rumah, saya tidak menemukan kedamaian mengapa di sekolah pun tak saya temukan tempat  yang dapat mendamaikan hati saya! Kemana lagi harus saya cari tempat yang dapat mendamaikan hati saya di dunia ini , Pak? Mengapa semua pintu rasanya tertutup untuk saya? Saya mohon kali ini saja, maafkan keterlambatan saya, Pak. Percayalah Pak, saya berjanji esok saya tidak mengulangi lagi!”, Pintaku dengan wajah lesu.
             Aku pulang rumah sambil menangis tersedu-sedu. Wajah ayah pun tidak bersahabat lagi. Ayah tidak mempedulikan aku lagi. Ayah merasa bahwa akulah yang membuat ayah menderita selama ini. Tetanggapun tahu bahwa aku emang anak yang tidak bisa berkawan dengan siapa-siapa hingga minder bergaul meski dengan tetangga.
              Pada malam sebelum tidur aku mengotik-atik laptopku.  Berawal dari sinilah, aku menulis segala kepenatanku hingga menggugat Tuhan. Aku berpikir tidak ada guna menulis begitu saja. Percuma! Barang kali aku bisa membagikannya di Grup Facebook teman-temanku siapa tahu mereka ada yang lebih  menderita dariku. Aku menulis seolah-olah menanyakan keberadaanku sebagai remaja yang tengah mencari identitas di tengah kepenatan dunia ini. “Who Am I ?” inilah pokok tulisanku. Siapakah aku. Aku lahir dari seorang ibu yang luar biasa. Tetapi mengapa ibu tega meninggalkanku? Mengapa juga ayah tidak mau menceritakan kepadaku mengenai masalah ini. Ah, masa bodohlah. Aku pikir akupun tidak sendirian banyak juga teman-teman yang mungkin senasib denganku.
                Pada alinea berikutnya kurasakan otakku buntu. Penat tak ada yang membuat aku  bertahan untuk terus merangkai kata-kata yang menarik bagiku. Tiba-tiba aku berteriak dengan penuh amarah,
 “Tuhan tidak adil! Tuhan tidak bijaksana! Mengapa aku diberi penderitaan terlalu dini diusia seperti ini! Huuhhh…. mengapa Tuhan juga membiarkan orang-orang di sekitarku menolak kehadiranku!”.
          Anehnya, di sela-sela kemarahanku, aku tetap percaya Tuhan tidak menguji di luar kemampuanku. Rupanya bathinku tetap proposional untuk tidak membenarkan diri sebagai mahluk lemah di hadapanNya.
                 Tulisanku ternyata diberi dukungan moral dan spirit dari rekan-rekanku.
               “Decky… kamu masih beruntung lho. Kamu termasuk remaja yang smart dan excellent lho! Kamu tahu enggak  sih, di belahan dunia ini susah mencari figur remaja yang mau jujur seperti kamu.  menurutku, kamu termasuk kategori remaja yang tangguh. Sebaiknya jangan mengguggat Tuhan dong. Tahu enggak di luar sana banyak remaja seusia kita menderita jauh dari yang kamu alami. Aku salah satu korbannya. Tetapi aku sudah bertobat. Tuhan mengangkat aku untuk menjadi anak yang hebat. Aku meskipun mandi dalam lumpur kedosaanku aku diangkat kembali menjadi remaja yang tangguh. Aku tidak mempersalahkan orang lain apa lagi Tuhan. Seberapapun dosa kita Tuhan tetap mencintai kita sebagai anak-anak-Nya yang luar biasa. Cukup enjoy bro!”
               Aku begitu kagum dengan kekuatan kata-kata  dari teman-temanku. Aku berpikir  bahwa ternyata penderitaanku jauh dari penderitaan mereka. Yang membuatku heran mereka juga buka-bukaan tentang pengalaman mereka yang sudah bercumbu dengan narkoba hingga masuk penjara. Ah, mengapa mereka juga harus  jujur kepadaku bahwa saat ini mereka sudah terjangkit AIDS. 
                 Tidaaak…!, teriakku  di malam itu.
             “Tuhan,  What  do You  want  me to do? Aku tak sanggup Tuhan! Aku harus berjuang bersama mereka. Aku mau menjadi bagian dari mereka. Aku mau memberi kekuatan baru bagi mereka agar di sisa kehidupan  mereka tetap semangat dan masih ada orang yang peduli dengan mereka. Aku memang anti Narkoba dan AIDS tetapi aku tidak pernah menolak peribadi mereka. Aku ingin menjadi bagian dari peribadi mereka saat ini.”
                Dalam keheningan tidak terasa hampir pukul 00.00. Aku tak mampu lagi memejamkan mata membayangkan teman-temanku di luar sana.
Di tengah keheningan malam itulah, tiba-tiba aku mendapat SMS dari teman-temanku bahwa dalam rangka menyambut Natal 2014 akan diadakan bakti sosial dan untuk kegiatan itu masih diperlukan tenaga pengisi sebagai narasumber seminar “Anti Narkoba”. Pada saat itu juga aku bersedia dan menyanggupi menjadi narasumber yang siap berbagi cerita tentang kondisiku dan penguatan yang kudapat dari teman-teman yang kondisinya lebih memprihatinkan dibanding kisahku.
               “Tidak terlambatkan teman-teman aku menyambut Natal dengan kegiatan ini”, tanyaku pada pemgirim sms.
“Oh, tentu saja tidak. Tiap hari kita merayakan Natal kok? Maksudnya, kita tiap hari melahirkan ide-ide yang keren dan oke demi meraih masa depan kita bro. Oke jangan menggugat Tuhan lagi dong!”
                   “Thanks so much bro.”, tutup obrolanku dengan penuh hangat malam itu. (Bruf)

BURUNG RAKSASA DAN SANG PUTRI

CERPEN : BURUNG RAKSASA DAN SANG PUTRI


                 Alkisah, berabad-abad yang lalu hiduplah seekor burung raksasa dan seorang putri dari suatu kerajaan. Suatu hari Sang Putri tengah berjalan-jalan di hutan demi mencari berbagai tanaman yang akan diracik menjadi obat untuk persediaan kerajaan. Di hari ketika Sang Putri berjalan di tengah hutan tersebut, tanpa sengaja Sang Putri menemukan burung raksasa. Burung itu dalam keadaan kesakitan karena pada sayapnya terdapat luka bekas tombak dari para pemburu. Sang putri iba melihat rintihan sang burung, diobatinya luka  burung raksasa itu dengan tanaman ajaib yang ia peroleh serta diraciknya dengan tangannya yang dingin yang mampu menyembuhan. 
                  Alhasil sayap burung raksasa itu sembuh dalam waktu yang sangat singkat. Sang burung raksasa berseru kegirangan, suaranya terdengar sangat menggelegar dan ternyata setelah sembuh burung raksasa itu terlihat begitu gagah dan  perkasa. Diajaknya Putri untuk berkeliling melihat indahnya dunia. Setiap kali burung itu rindu kepada Sang Putri, ia selalu mengajaknya terbang menaikkan Sang Putri ke atas sayapnya yang kekar hangat dan nyaman. Bulu-bulu dari sang burung sangat lembut dan wangi ternyata burung itu adalah seekor burung yang jatuh dari Negeri Langit dan merupakan kendaraan dari kesatria Negeri Langit.


Google Images.Jpg
           
              
                Atas kebaikan Sang Putri yang pada saat itu menolongnya, burung raksasa lantas jatuh cinta pada sang putri. Hingga akhir hayatnya sang burung hanya mencintai sang putri dan selalu membuatnya bahagia dengan menjadi kendaraan di saat diperlukan dan kapanpun sang putri membutuhkan tumpangan.
                  Pesan yang dapat kita petik dari dongeng ini adalah kita harus memiliki hati yang baik dan suka menolong. Jika kita memiliki hati yang baik dan suka menolong, maka kebaikan pula yang dapat kita peroleh. Milikilah hati yang lembut seperti Sang Putri, dan rasa terima kasih menjalin persahabatan yang baik seperti burung raksasa tersebut. (SHe)

LANGIT DI NEGERI LANGIT

CERPEN : LANGIT DI NEGERI LANGIT
 
Google Images.Jpg

               Setiap langkah hidupnya ia meninggalkan jejak-jejak keemasan merubah kehidupan seseorang. Pemuda bernama Langit. Ia adalah seorang yang sangat rendah hati, sehigga seluruh berkat dan kasih Tuhan selalu turun atas Nya. Setiap pagi Ia selalu bersujud kepada Tuhan atas segala kebaikan dan augerah kehidupan yang diterimanya. Ucapan syukur dan terima kasih selalu disenandungkan dalam hatinya. Dalam perjalanan hidupnya Langit selalu memiliki niat dan prasangka yang baik pada setiap orang.  Pikiran dan hatinya hanya ingin selalu meringankan beban hidup orang lain sehingga tindakannya menjadi bukti nyata akan kebaikan dan ketulusan hatinya. Langit memiliki keyakinan setiap kita meringankan beban orang lain dan selalu melakukan kebajikan serta selalu berdoa bagi kebahagiaan semua makhluk hidup, hal itu akan membuat hatinya  terselimuti angin yang dingin dan sejuk yang bernama kedamaian dan perasaan sukacita yang timbul membuat tubuh, pikiran, raut wajah Langit menjadi ringan dan lembut dalam menjalani kehidupan. Langit tidak pernah menilai orang lain dalam segala bentuk dan rupanya. Ia lebih mengkedepankan hatinya karena semua orang pada dasarnya adalah baik. Ia menganggap semua orang sama dan semua memiliki hak untuk merasakan kebahagiaan. Langit dalam bersahabat tidak pernah membeda-bedakan baik seseorang dari golongan atas maupun bawah selalu dirangkulnya. 
               Pribadi Langit yang sangat mulia itu, terlihat oleh Bidadari Langit yang bernama Riayanamona. Riayanamona adalah salah satu bidadari dari Negeri Langit, Bidadari itu meminta kuda terbangnya untuk membawa Langit ke Negeri mereka. Ketika sore hari, Langit sedang akan menutup jendela kamarnya dilihat kuda putih bermata biru, dikeningnya terdapat permata kuning bersinar kemerah-merahan, bulu-bulunya sangat lebat, harum, lembut dan putih bersih. Ia meringkik kemudian berbicara kepada Langit, “Langit aku adalah Jengala Putih kendaraan kuda terbang milik Bidadari Langit, ia sangat ingin bertemu denganmu. Maukah kau kuajak terbang menuju kediaman Bidadari berada?”. Langit menjawab,”Dengan senang hati Jengala Putih”. Langit naik kepunggung Jengala Putih itu, kemudian kuda itu mengepakan sayap keemasannya menuju Negeri mereka melewati berlapis-lapis Negeri Awan, Negeri Pelangi dan akhirnya mereka sampai di Negeri langit yang sangat indah, banyak para Bidadari Langit dan Kesatria Langit yang tinggal disana. Mereka berpakaian sangat anggun dan megah laksana putri dan pangeran dari Kerajaan Langit. Langit sangat takjup dan senang. Ia bisa merasakan semua menyambut kehadiran nya dengan sukacita. Banyak hewan, tumbuhan, bunga-bunga, pemandangan yang indah di Negeri Langit itu semuanya teratur, rapi, sejuk dan ada nuansa kedamaian menyelimuti tempat yang dipijaknya. Kicauan burung yang bertengger rapi dibatang pohon menyiul-nyiulkan nama Langit, suara segala pohon dan bunga mengatakan selamat datang Langit secara serempak.  Para Kesatria dan Bidadari berbaris menyambut Langit dengan melakukan penghormatan khusus memberikan sorak sorai dan tepuk tangan yang meriah.  Mereka para penjaga awan dan pelangi juga diundang datang menyambut Langit dengan memberikan sambutan dengan meniupkan terompet dan seruling yang bergemuruh merdu, serta tarian ala khas dari Para Bidadari Negeri Pelangi.
                    Kemudian diantara mereka, keluarlah Bidadari Riayanamona yang cantik jelita, anggun dan penuh pesona. Suaranya lembut dan merdu yang membuat Langit tercengang kagum. Riayanamona mengeluarkan toples-toples miliknya. Katanya,” Langit selama Engkau di Bumi Engkau adalah seseorang yang telah banyak membuat perubahan terhadap kehidupan orang lain. Dari mereka yang sedih, tepuruk, putus asa, kesakitan dan kesusahan. Engkau yang selalu hadir dan menolong mereka. Engkau pula yang selalu mendoakan mereka baik mereka yang masih tinggal di Bumi dan yang telah tiada serta selalu berucap syukur atas kehidupan yang Engkau miliki hingga sekarang. Kami para Bidadari  Negeri Langit mengumpulkan doa-doa orang yang tulus dan ditoples-toples ini doa-doa yang membaikan dan mendamaikan semua makhluk kami tampung hingga kemudian kami mengolahnya menjadi benih-benih cinta dan kesembuhan bagi mereka yang Engkau doakan sehingga kami dapat pula menebarkannya kembali ke Bumi. Itu sangat meringankan beban dan membuat hati mereka sedikit lega, karena cinta kasih tanpa syarat yang benar-benar Engkau berikan Langit kepada mereka. Kami sangat senang dengan apa yang kamu perbuat di Bumi. Untuk itu kami, memanggil dan menjamu Langit untuk merayakan keberhasilan usahamu dalam membantu para manusia di Bumi.  Langit kemudian diajak bersantap ria menikmati hidangan yang dipersiapkan khusus baginya. Suatu kebahagiaan yang luar biasa bagi Langit dapat berada di sana. Setelah selesai menikmati jamuan, Langit berpamitan pulang kepada Para Kesatria dan Bidadari di Negeri itu. Bersama Jengala Putih, ia kembali diantarkan turun ke Bumi. Pesan terakhir yang masih tergiang dan meresap dalam hatinya adalah Riayanamona berkata,” Terima kasih telah menjadi bagian dari kami untuk menjalankan misi kami di Bumi, tetaplah menjadi Langit yang rendah hati dan selalu mengutamakan orang lain.” Dengan perasaan yang tak dapat terlukiskan Langit berkata dalam hatinya terima kasih Tuhan dan Para Penghuni Langit, Bidadari Riayanamona atas pengalaman yang sangat ajaib yang belum pernah dialaminya selama ini. Langit kembali kehidupan alaminya di Bumi. Dia merasa sangat bahagia dan selalu gembira dalam menjalankan kehidupannya karena ia tahu apapun yang Dia kerjakan akan selalu terlihat dan diawasi oleh Para Kesatria dan Bidadari di Negeri Langit yang menjadi sahabat dalam mewujudkan kebahagiaan di Bumi. (SHe)






2 Jun 2015

CIUM PERTOBATAN DAN CINTA KASIH

CIUM PERTOBATAN DAN CINTA KASIH

 

             
               Dony….! Dony…! Ada apa kamu, Nak?
               Apa salahku!
               Kamu tidak pernah mengubah sikapmu! Dengarkan saya!
              Teriakan mamaku tidak kupedulikan. Aku cepat-cepat masuk ke dalam mobil. Dari kejauhan aku  juga melihat papa dengan wajah kecewa. Dan mama lari ke dalam rumah sambil menangis dengan kuat. Tapi aku tak peduli situasi di pagi itu. Yang jelas aku mau ingin lari dari rumah. Aku lebih memilih bergabung dengan rekan-rekanku ketimbang situasi di rumah yang bak kapal pecah. Yeahh, aku memang anak remajayang beranjak  dewasa yang tak sudi diatur seperti anak kecil lagi. Omelanku menggoda temanku di mobil hingga mereka tertawa terbahak-bahak.
             “Haaa, Dony..Dony…Dony…  Kamu memang pandai akting di rumah”, sambung Denis.
 “Ngapain kamu bersikap seperti itu dengan papa dan mamamu! Kitakan bukan anak kecil lagi! Haaa…hari gini masih ada ya gaya nasehat seperti itu haaa!”, ejekan Tony semakin memojok perasaanku saat itu.
             “Sialan kalian! Busyet! Sudahlah pokoknya aku mau bebas kayak kalian!”, teriakku.
           Ketika malam hari aku pulang ke rumah, dan keluarga tetap dengan ramah mengajak  aku untuk makan bersama di malam itu. Aku begitu lahap dengan menu yang disediakan oleh mama. Tetapi rasanya ada yang tak beres dalam kebersamaan dengan mereka. Menu mie pangsit pun terasa pahit bagiku. Sungguh ada yang ga beres dengan orang tuaku. Aku terlalu egoiskah?, pikirku dalam hati. Tetapi mengapa papa memandang saya dengan tatapan menuduh? Sadis benar sih Papa nih! Batinku saat itu sambil melirik ke piring adik sebelahku. Mengapa tak ada satu pernyataanpun yang keluar dari papa kalau aku telah mengecewakan mereka? Papa diam penuh misteri. Aku pikir biarlah papa dan mama semakin jauh dariku. Untuk apa aku menikmati malam bersama keluarga, tak ada satu senyumpun yang bisa menghiasi makan malam saat itu. Aku semakin cuek dan sepertinya memang sengaja aku akting tidak peduli di hadapan mereka.
             “Papa dan mama tak pernah memahami perasaanku”. Aku dikekang seperti di penjara saja hidup ini. Papa selalu mengintip saya dari balik tirai saat aku asyik tidur-tiduran di sofa. Sambil tertawa ria  aku chating dengan teman-temanku, untuk mengimbang kejengkelan terhadap sikap papa.
             “Bro… Dony.. Let’s go, Boy!”, teriakan satu team basket memanggilku dengan gembira di pagi itu.
             Tiap hari kerjaku hanya kumpul dengan teman-teman tanpa memikirkan bagaimana masa depanku nanti.  Hari itu juga semaki lesu semangat hidupku. Aku kecewa dengan timku. Kompetisi basket kali ini kalah lagi, padahal persiapan kita udah satu tahun.
             “Wahh kalian mematahkan semangatku coi…”, tulis statusku di twitter, mengundang kicauan miring dari dari teman-temanku.
               Tiba-tiba, pintuku kamar digedor,
            “Ini sudah tengah malam Dony! Jam segini orang sudah tidur!  Malahan kamu asyik dengan handphone tanpa menghiraukan apapun! 
             Kata-kata papa seperti sambaran petir di telingaku. Entah setan apa yang menggodaku malam itu aku langsung mendorong pintu kamar dan melemparkan buku yang ada di meja belajar di kamarku kea rah wajah ayah.
            “Anak durhaka kamu ya, keluar. Dan jangan ada tanpangmu lagi di rumah ini!”
Aku cepat lari dan lompat lewat jendela belakang rumah dan untungnya ada temanku yang bersedia memberi tumpangan tidur bagiku di malam itu.
           “Huhhh…, kalau ga konflik seperti ini, belum tentu aku kuat menghadapi masalahku. Aku juga tidak tahu bagaimana cara menghadapi permasalahannya!”, runtukku dalam hati sambil menghisap sebatang rokok kesukaanku.
             Aku tak bisa tidur hingga pagi memikirkan kemarahan papa.
“Tak bakal kulupakan selamanya peristiwa ekstrim ini!”, terikan suaraku begitu meggema hingga temanku terbangun dari lelap tidurnya di saat itu.
“Aku harus mandiri! Aku tidak mau merepotkan mereka lagi.”, aku berjanji demi rasa kehormatan sebagai remaja yang bertanggung jawab atas hidupku.
          Keesokan harinya aku berangkat kerja. Kerja di bangunan hotel begini, aku tidak suka. Kesalku sambil mengepalkan tangan di dadaku.
          “Tuhan jangan menguji aku, dong! Mengapa memberikan pekerjaan seperti ini!  Lepaskan aku dari derita ini!”, gugatku pada Tuhan di pagi itu.
         “Jujur bahwa  aku ingin  suatu tantangan baru sesuai dengan kemampuaku. Aku merasa tidak nyaman dengan pekerjaanku saat ini. Ini bukan pilihanku. Aku sebenarnya di dunia panggung hiburan. Dunia entertaiment. Entah kenapa nasibku bisa berubah seperti ini. Tetapi aku tetap bersyukur kepada Tuhan karena hampir setahun aku menjalaninya meskipun hatiku berontak atas nasib ini.”, gerutuku sambil membolak balik album kenangan bersama keluarga besarku.
Suatu hari, aku mengalami despresi. Aku mulai membayangkan kasih sayang papa dan mama di masa kecilku. Aku merindukan lagi sosok Papa yang adalah seorang dokter dan penuh perhatian kepadaku. Aku ingin lagi  papa yang setia mengajarkanku berjalan, berlari, hingga menjadi  pengemudi yang handal. Kenangan itu menjadi kilas balik yang tidak bisa terulang lagi. Saat itulah aku baru sadar kalau aku jatuh dari hotel lantai tiga  dankala itu  posisiku di rumah sakit.
          “Tidak! Tidak! Oh no! Tidak dokter, aku tidak mau hidup seperti ini! Aku tidak siap menerima penderitaan ini!”, jeritku ketika dokter dan perawat meninggalkan aku sendirian di kamar. Aku berjuang sekuat tenaga  melepas infus yang menggangguku bernapas.
         “Aku mau mati, Dok! Aku tidak mau mengecewakan orang yang mencintaku selama ini! Papa… Mama… di mana kalian! Kalian jahat! Kenapa kalian melahirkan saya dengan menderita seperti ini!”, umpatku.
            Setiap pagi aku diterapi oleh dokter untuk bisa berjalan normal seperti biasa, namun sakitnya luar biasa, seperti sendi terlepas semua dari sambungan otot kakiku. Sungguh Tuhan mengujiku dengan menderita seperti ini. Apakah Sakitku ini sebagai awal pertobatanku?. Apakah melalui derita orang baru bertobat? Gumulku dalam hati sambil mata memandang kosong di rumah sakti saat itu. Makanan yang mama bawapun tak kusentuh.
           “Pulang kalian! Pulang! Aku tidak butuh kasih sayang kalian! Biarkan aku sendiri di sini!”, teriakku.
          Aku melihat mama dengan air mata berlinang dan tak  bisa dibendung lagi untuk merangkulku. Aku merasakan benar dekapan dan sentuhan tangan mama, seolah-olah  tidak mau aku menderita berkepanjangan di rumah sakit.
      Kira-kira pukul 09.00 pagi, tiba-tiba ada lelaki yang begitu kuat menggedongku dan mengajarkanku berjalan perlahan-lahan. Aku berteriak dengan keras,
           “Jangan lakukan itu. Mendingan racuni aku supaya aku tidak hidup seperti ini.”
 Aku digendong dari rumah sakit dan direbahkannya tubuhku di kamar yang begitu lama aku tinggalkan. Lelaki itu ternyata papaku. Teriakanku semakin kuat hingga Papa tidak mau lepas tanganku dari dekapannya. 
         “Please…  Papa lepaskan aku dari gendonganmu! Papa… Mama…. ! Aku minta maaf!.” Aku berjalan terseok-seok  menuju meja makan. Menu itu ternyata menyadarkanku kalau hari itu adalah hari kebersamaan keluarga besarku. Menu Sam sip puam adalah menu yang istimewa dalam perayaan hari itu.
         “Pa. Ma.. Akong.. Ama…Cece, Dede’,  makan ya. Maafkan aku untuk segalanya.”, ujarku.
Hari itu menjadi sukacita yang terbesar dalam hidupku dan memang di hari Imlek itulah aku merasa sukacita kasih sayang Tuhan dan Orang tuaku. 
         “GONG XI FA CAI”  ke 2566 ya, Papa dan Mama”.
Ku cium tangan mereka dengan penuh cinta kasih, sebagai cium pertobatan dan cinta kasihku pada mereka. (bruf)

BE A BROTHER FOR ALL

BE A BROTHER FOR  ALL


Selayang Pandang OFM.Cap

               Be A Brother For  All (Menjadi Saudara Bagi Semua) merupakan motto dari OFMCap (Ordo Fraterum Minorum Cappucinorum) yang dapat diartikan sebagai ordo saudara-saudara  dina dari Kapusin menjadi denyut dan aura jiwa bagi penghayatan para pengikutnya setiap hari. Ordo ini  didirikan oleh Santo Fransiskus dari Assisi  (1882-1226), menjadi magnet pribadi banyak orang sekaligus maestro yang dikagumi di abad 21 sebagai Santo yang spektakuler dalam spiritualitas kemiskinan dan hina dina.
               Dalam perjalanan waktu Ordo ini berkembang menjadi Ordo pertama untuk laki-laki  (OFM, OFMConv dan OFMCap). Ketiga Ordo pertama ini menghidupi anggaran dasar yang disusun oleh Fransiskus dari Assisi dan disahkan oleh Paus Honorius III. Ordo kedua untuk perempuan (para Suster Klaris) dan ordo ketiga untuk awam maupun imam sekular (regular dan secular). Ordo Kapusin dimulai oleh Matheus dari Bascio dan resmi berdiri pada 3 Juli 1528 dengan Bulla Religionis Zellus oleh Paus clement VII. Adapun anggota Ordo Kapusin ini terdiri dari ‘klerus’ (imam) dan  ‘laikus’ yang biasa disebut bruder.







Nama Kapusin
                  Panggilan nama Kapusin berawal dari sorakan anak-anak yang melihat para saudara dina yang memakai jubah dengan kap panjang dan runcing. Mereka meneriakkan:  “Scapucini!, Scapucini!” (menggunakan kap). Dari teriakan inilah lahir nama Kapusin.  Ordo Kapusin sudah tersebar luas ke seantero dunia di 106 negara. Saudara Kapusin mulai berkarya di Indonesia sejak tahun 1905 dan pada Februari 1994 dimekarkan menjadi 3 Propinsi: Medan, Sibolga, dan Pontianak. Kapusin Propinsi Pontianak, dengan nama pelindung Santa Maria Ratu Para Malaikat, didirikan secara resmi pada tanggal 21 Februari 1994.
             Adapun wilayah karyanya yaitu: Keuskupan Agung Pontianak, Keuskupan Sanggau, Keuskupan Sintang, Keuskupan Palangka Raya dan Keuskupan Agung Jakarta, dan pastinya di Singkawang beralamat Pastoran Katolik,  Jln. P. Diponegoro No. 1 Singkawang. Para saudara Kapusin yang berada di lima keuskupan ini dipimpin langsung oleh Minister Propinsial.
Jenis Karya dan Ciri Khas Hidupnya
                  Para saudara Kapusin lebih memperhatikan karya dan pengabdianya dengan fokus pada: pelayanan pastoral parochial dan kategorial, pembimbing rohani dan retret, pendamping kaum muda, pengelola pertukangan dan bangunan, pengurus rumah tangga komunitas, pelayanan di bidang medis, pertanian, dan pendidikan, pengembangan masyarakat, pemelihara, dan pendukung seni budaya, berkarya di daerah misi dan pendamping kaum terlantar.
                  Adapun ciri khas hidupnya adalah : (1) hidup dalam persaudaraan – Fraternitas, (2) doa menjadi nafas hidup dan karya setiap saudara, (3) para saudara Kapusin menghayati kemiskinan dan kedinaan dengan hidup sederhana baik dalam penampilan maupun dalam tutur kata, dan berpihak kepada orang kecil dan miskin (option for the poor), (4) terbuka pada setiap tugas yang dibutuhkan oleh ordo maupun gereja lokal, ikut mempromosikan keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan (Justice, Peace and Intergrity of Creation).
Ajakan
            Anda terpanggil menjadi calon dan mau bergabung dengan mereka, hendaklah memperhatikan hal-hal tersebut. Calon yang hendak melamar menjadi Kapusin haruslah seorang pria beriman Katolik (minimal 2  tahun setelah baptisan). Punya kemauan yang baik dan suci. Artinya, ingin mewujudkan dalam hidupnya cita-cita persaudaraan Kapusin. Sehat jiwa dan raga sehingga berdaya guna untuk mengemban salah satu jenis pengabdian dengan baik dan menggembirakan. Berpendidikan minimal SMU atau setingkatnya, demi menjamin mutu pemahaman atas cara hidup membiara dan terbuka kemungkinan untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat dan kemampuan.
                  Untuk itu kami mengajak, “Hai Kaum Muda Katolik, mari bergabung bersama kami mengikuti Tuhan Yesus Kristus menurut teladan St. Fransiskus Assisi dalam Ordo Saudara Dina Kapusin Propinsi Pontianak.” Sertakan surat lamaran Anda: surat keterangan pastor paroki, surat kesaksian dari pembimbing, atau surat rekomendasi dari sekolah atau tempat bekerja. Riwayat hidup singkat, pasfoto 3x4 (3 lembar), surat persetujuan orang tua/wali. Kirim ke Minister Propinsial Kapusin Pontianak: Jl. Adisucipto KM 9,6 Tirta Ria - Sungai Raya, Kotak Pos 6300. Pontianak-Kalbar 78391 Telp. (0561) 722430/78391. Fax: (0561)-724012.E-mail: kapusin.pontianak@kapusin.org.
                   Bila ingin mengetahui lebih mendalam  langsung pada contact person: P. Joseph Yuwono, OFMCap - Tirta Ria (081251154671) - P. Chrispinus, OFMCap (081345766156) - Nyarumkop. Nah, tunggu apa lagi, mungkinkah Anda salah satu insan yang terpanggil saat ini?
(Ditulis kembali oleh Bruf dengan bersumber pada Brosur OFMCap)