Selamat Datang Di Website Resmi Paroki Singkawang - Terima Kasih Atas Kunjungan Anda

6 Nov 2015

Beata Magdalena Martinenggo

Beata Magdalena Martinenggo

Google Images.Jpg

Beata Magdalena dibaptis dengan nama Margareta Martinenggo. Dia adalah anak bungsu  dari keluarga bangsawan Leopardo Martinenggo Graf dan Margarita Seccly. Dia dibaptis pada usia 5 tahun dan pada usia 10 tahun ia tinggal di Biara Ursulin untuk menerima pendidikan dan pengetahuan. Selama berada di Biara dia hidup dalam kesunyian, kehidupan batinnya mendalam dan siang malam berdoa. Dia sering berlutut di depan Salib sambil memegang salib ditangannya dan menciumnya. Dengan cara yang polos dia berbicara dengan Yesus berjam-jam lamanya, kadang-kadang ia minta ampun atas dosa-dosanya dan dilain kesempatan ia mohon agar dipenuhi cinta Ilahi.

Terkadang dia minta agar disalibkan bersama Yesus dan sering juga dia mempersembahkan dirinya sebagai kurban pelunas bagi kaum pendosa. Pada usia 10 tahun dia mengikat diri kepada Yesus hidup dalam kesucian sebagai mempelai satu-satunya, baginya mencintai Yesus harus juga mencintai Salib dan mahkota pengantin baginya adalah mahkota duri. Sejak kecil dia sudah menjumpai salib dalam hidupnya. Salib itu antara lain:

  • Dia sering diganggu oleh setan yang mengejutkan dengan macam-macam bayangan.
  • Dia pernah dilempar ke jalan oleh kuda yang ditumpanginya.
  • Kegelisahan merenggut kedamaian dalam hatinya ketika dia menjatuhkan hosti pada komuni   pertama, sehingga dia mengambil hosti itu dengan lidahnya,  dia menganggap itu sebagai   siksaan atas dosa-dosanya.
  • Di Asrama dia pernah menghadapi tantangan besar yakni dijauhkan dari menyambut komuni.
  • Ketika dia mengucapkan janji setianya dengan maksud untuk menjaga kesucian jiwa-raganya untuk Yesus, maka banyangan yang tak senonoh meliputi jiwanya bagaikan segumpal awan yang gelap gulita. 
  • Dengan peristiwa itu dia kawatir akan mengalami hukuman abadi.
  • Kadang-kadang gelombang badai sedemikian hebat mengamuk sampai-sampai mendorong dia mengutuki Tuhan dan ingin bunuh diri.  

Malam gelap itu dialaminya selama 3 tahun. Saat dia mengalami malam gelap, Ayahnya merencanakan pernikahannya. Dia pernah membicarakan hal ini pada seorang Imam tetapi Imam itu tidak mengerti akan pergumulannya. Menghadapi tawaran Ayahnya dia menjadi terombang-ambing. Dalam situasi itu malaikat pelindungnya berbisik dalam telinganya agar dia memilih Yesus. Mendengar bisikan itu dia pergi ke Kapel dan berdoa lama sekali sampai matahari terbit lagi dalam hatinya yang gelap gulita itu.  

Akhirnya dia sadar bahwa cinta Ilahi yang harus dipilih dan dikejar. Dengan segenap hati dia memeluk salib sambil berjanji bahwa dia akan mengabdikan dirinya kepada Yesus melalui ordo yang keras cara hidupnya.  Sejak saat itu hatinya diliputi kegembiraan dan dengan penuh damai dia pergi tidur. Malam  itu dia bermimpi: Didepan tahta Santa Perawan Maria dia melihat Santa Theresia Avila dan Santa Klara Assisi saling memperjuangkan dia untuk memilih hidup mereka. Sementara  itu Santa Perawan Maria  memberi keputusan bahwa Margareta sungguh dipilih untuk masuk biara Kapusines, maka mimpi itu hilang.

Pada tahun 1704 Margareta meninggalkan rumah orangtuanya yang serba mewah itu guna memulai masa percobaan sebelum masa pendidikan novisiat resmi. Sungguh mengagumkan bahwa Margareta ternyata bertekun meskipun jiwanya mengalami kekeringan padang gurun. Dalam situasi itu, Ayahnya datang dan mengajaknya keluar dari biara dan dia mengikuti keinginan Ayahnya.  Ayahnya mengajaknya melancong  keseluruh negeri Italia, Milan, Lombardi dan Venesia. Di Venesia mereka menginap dirumah pamannya. Pamannya memperkenalkan dia pada putra seorang senator. Putra senator itu berusaha menarik perhatian Margareta yang acuh dan tetap dingin. Dan akhirnya ia tergoda juga akan cinta duniawi.  Daya tarik untuk menikah semakin kuat tetapi kadang ia ingat akan janjinya pada kaki salib Yesus di Brescia.  Dia berlutut di kamarnya dan berdoa. Pada akhirnya hanya satu doa yang keluar dari hatinya yaitu: ”Tuhan selamatkanlah saya, saya binasa”.  Dia menyesali perbuatannya dan pada tanggal 8 september 1705 ia masuk biara Kapusines lagi dan pada tahun 1707 dia mengucapkan profesi kekalnya.  

Pada Masa Novisiat dalam Kapitel dia ditolak karena berbagai tuduhan yang dilontarkan pemimpinnya.  Penolakan itu membuat Margareta mengalami pergolakan yang luar biasa hebatnya. Dia merasa bahwa Tuhan tidak mau menerima kurbannya dan berbagai hal muncul dalam pikirannya. Dia mencari pertolongan kepada bapa pengakuan namun semua sia-sia.  Situasi ini juga membuatnya semakin tekun berdoa, melakukan tapa sampai dia jatuh sakit.  Dalam kapitel yang kedua, suatu mujizat terjadi, hal ini diakui oleh  semua suster dan  berkat karya Roh Kudus dia diterima untuk mengucapkan kaulnya. Semua suster memandang bahwa bukan si novis yang salah tetapi pemimpinnya. Kemudian pemimpin novisnya diganti.

Ketika menerima jubah ia membayangkan kepalanya dipenggal dan diletakkan di kaki salib. Margareta tetap setia, dia tidak mengikuti kehendaknya tetapi memperhatikan apa yang suster harapkan dari dia. Semua pekerjaan ia lakukan dengan hati gembira dan wajah berseri.  Dia semakin maju dalam kesempurnaan. Dia pernah berjanji bahwa ia akan selalu berpikir dan berkata serta berbuat apa yang lebih sempurna. Dia memandang keutamaan sebagai berikut:
  • Kerendahan hati, kesabaran dan cinta kasih.
  • Doa yang terus menerus, kesamadian bermatiraga dalam segala hal, memanggul setiap salib dengan hati gembira.
  • Selensium, hidup dihadirat Tuhan dan
  • Penyangkalan kehendak diri.

Inilah yang dipersembahkan kepada keagungan Tuhan. Dikemudian hari dia menjadi Abdis, penjaga pintu dan pemimpin novis.  Dia sering mendaraskan doa St. Paulus “Tuhan Yesus berikanlah saya penderitaan dan kasihanilah kami pendosa”.

Pada tahun 1728  dia jatuh sakit, hatinya terdorong untuk mengaku dosa, pengakuannya diiringi dengan tangisan dan banyak keluhan sehingga tidak dapat menyelesaikan pengakuannya dalam satu hari. Oleh karena itu Bapa pengakuan menunda absolusinya sampai keesokan harinya.  Malam itu dia dilewatinya dengan doa, dia berlutut pada kaki altar didepan Sakramen Mahakudus dan memohon kerahiman Yesus.  Tiba-tiba dia melihat Yesus berdiri didepannya mengenakan pakaian seorang Imam dan menaruh tangannya diatas kepala Magdalena dan berkata:”Anakku segala dosamu Kuampuni.” Penglihatan itu menghilang. Dia mengalami kebahagiaan surgawi dan pagi berikutnya dia menerima absolusi. Magdalena seumur sangat menghormati Ekaristi suci. 

Peristiwa berikut adalah bukti bahwa ia menghormati Tuhan dalam Komuni suci. Dia pernah menyantap hosti yang dimuntahkan oleh seorang Novis sebab dia melihat Yesus didalam hosti suci itu. Pada suatu hari ketika Don Yoanes Baptist Moreti membagikan komuni suci kepada para suster maka dengan tiba-tiba Hosti itu melayang dari tangannya langsung menuju ke lidah Magdalena. Dengan komuni seringkali dia merasa dikuatkan dari sakitnya. Pada tanggal 27 Juli 1736 dia menerima sakramen  minyak suci, dia merasa lemah dan sambil tersenyum dia menundukkan kepalanya dan meninggal. Ia digelar beata pada tanggal 3 Juni 1900 oleh Paus leo XIII.

Sumber: Dari buku orang kudus dalam bahasa Belanda terjemahan Indonesia oleh suster OSC Cap, Diringkas oleh Sr.M. Agnes OSC Cap.




   


St. Agnes dari Asissi

St. Agnes dari Asissi


Google Images.Jpg


Gambar santa Agnes sering ditampilkan menggendong Kanak-kanak Suci Yesus dan pestanya dirayakan pada tanggal 19 November. Ia lahir pada tahun 1197/1198 di Asissi dan dibaptis dengan nama Katarina. Dia adalah anak ke empat dari lima bersaudara, satu diantaranya tidak diketahui namanya. Tiga diantaranya bernama Penenda, Beatrice dan Santa Klara. Santa Agnes berasal  dari keluarga bangsawan Asissi Favarone di Offreducio dan ibunya bernama Hortulana. Santa Agnes adalah adik dari Santa Klara.  Agnes mengabungkan diri dengan kakaknya 16 hari setelah Klara mengikuti jejak Fransiskus dari Asissi.

Ketika keluarganya mendengar bahwa Agnes bergabung dengan Klara maka pada hari berikutnya, pamannya pergi ke tempat tinggal Klara bersama 12 orang pria. Secara lahiriah mereka menyembunyikan maksud mereka yang jahat dan bersikap secara damai masuk ke biara. karena dahulu mereka gagal membawa Klara pulang maka secara langsung mereka berpaling pada Agnes dan mengajak Agnes pulang tetapi Agnes tidak mau meninggalkan Klara. Pamannya mendekati Agnes, memukul dan menyepaknya tanpa belaskasihan. Agnes seperti diterkam oleh singa dan diseret keluar sementara yang lain mendorongnya dari belakang. Agnes berteriak minta tolong pada kakaknya, melihat itu Klara bertiarap sambil berdoa dan menangis. Klara memohon kepada Tuhan agar adiknya diberi kekuatan Ilahi untuk bertahan. Tiba-tiba saja badan Agnes yang terbaring ditanah menjadi begitu berat sehingga mereka tak sanggup mengangkat badan Agnes. Petani-petani yang sedang bekerja dikebun Anggur berdatangan menolong tetapi mereka tidak bisa mengangkat Agnes dari tanah itu.  Karena mereka gagal mengangkatnya, pamannya Monaldo menjadi begitu marah sehingga ia memukul Agnes dengan  tangannya tetapi tiba-tiba tangannya menjadi sakit dan sakit itu harus ia derita cukup lama.

Setelah perjuangan itu Klara datang untuk menghentikan perlakuan keluarganya. Akhirnya Pamannya menyerahkan Agnes pada Klara dan mereka pulang dengan kecewa. Setelah mereka pergi Agnes berdiri dengan hati gembira karena boleh merasakan derita salib  karena Kristus. Sejak saat itu Agnes menyerahkan diri selama-lamanya dalam pengabdian pada Allah. Fransiskus memotong rambut Agnes dan mengajarkan padanya jalan Tuhan Yesus Kristus.   

Kira-kira tahun 1229, diusia yang masih 30 tahun, Agnes diutus oleh Klara ke sebuah biara di Montecelli dekat Florence untuk membimbing biara itu, yang ingin menggabungkan diri dengan putri-putri miskin yang dibentuk oleh Klara.  Selama berada di sana jiwanya merasa menderita dan sedih karena secara badani terpisah dengan kakaknya Klara. Padahal dia pernah berharap akan hidup dan mati didunia ini bersama-sama dengan Klara dan para suster di San Damiano.  Pada akhirnya dia percaya bahwa satu kematian dan satu kehidupan akan menyatukan mereka  di Surga.  Di dalam biara yang ia pimpin ditemukan kerukunan yang besar, tidak ada perpecahan dan ramah.  Semua susternya menaruh pasrah, hormat dan taat kepadanya. Dan pada Klara, Agnes mengatakan bahwa dia bersedia melaksanakan dengan setia ajaran dan peraturan yang dibuat oleh  Klara untuk cara hidup yang mereka jalani. Dalam suratnya kepada santa Klara dikatakan bahwa dia adalah seorang pelayan Kristus, yang rendah hati dan yanh tak berarti.

Agnes tinggal di Biara Montecelli sampai pada tahun 1253, pada tahun ini juga Agnes kembali ke Biara San Damiano bersama Ermentrudis seorang pertapa yang ingin  bertemu dengan Klara di San Damiano Assisi dan sekaligus untuk mengunjungi Klara yang sedang sakit.  Pada tanggal 27 Agustus 1253 Agnes meninggal, dia tidak lagi hidup pada masa beatifikasi Klara menjadi orang kudus sebab dikatakan bahwa dia meninggal tepat 2 minggu sesudah Klara wafat tetapi menurut tradisi pada tanggal 16 november 1253 Agnes wafat. St Agnes dikanonisasi pada tahun 1753 oleh Paus Pius Benedictus XIV. 

Disadur oleh Sr. Maria Agnes Cap (Biara Providentia) dari buku Hal Ikhwal dan Warisan St. Klara karya Goenen OFM, Klara Van Assisi oleh Anni Holleboom, Surat St. Agnes dari Assisi kepada St. Klara,

Mengapa menjadi suster Slot?

Mengapa menjadi suster Slot?



Menjadi suster Slot adalah pilihan Sr. Maria Serafin OSCCap sejak berusia 19 tahun. Ia masuk suster slot (Biara Klaris Kapusines) pada tanggal 8 September 1951 dan langsung menjadi postulan. 
Sebagai orang pribumi yang pertama diantara suster-suster Belanda, dia berjuang dengan tekun untuk belajar bahasa Belanda lewat pelajaran yang diterimanya melalui seorang suster SFIC di Nyarumkop.

Semangat dan penjuangannya untuk dapat menyesuaikan diri dengan suster-suster Belanda memampukannya untuk memasuki masa Novisiatnya pada tanggal 8 September 1952.  Pada tanggal 12 September 1953 dia berkaul sementara dan akhirnya menyerahkan diri secara depenitif dalam Ordo Santa Klara pada tanggal 12 September 1956. 

Beliau memilih cara hidup yang tertutup ini karena merasa bahwa cara hidup seperti ini mendukungnya untuk dapat banyak berdoa bagi gereja, dunia dan terutama bagi para penderma. Baginya berdoa adalah sesuatu yang menarik karena akan selalu bertemu dan ingat akan Tuhan yang menebus umat manusia dari dosa.  

Selama 60 tahun hidup membiara sr. Maria Serafin mengalami bahwa doanya tidak selalu dikabulkan oleh Tuhan dan meskipun doanya dikabulkan ia merasa bahwa itu bukan karena hasil doa dan tapa yang dipersembahkannya.  Karena itu baginya tidak begitu penting untuk mengetahui Apakah doanya dikabulkan Tuhan atau tidak.  Namun yang jelas tugas doa dia hayati sebagai penyerahan diri yang total kepada Tuhan melalui panggilan yang dia terima dari Tuhan.  Penyerahan diri yang total inilah yang mendorongnya untuk semangat menghadirkan sukacita bagi gereja dan dunia. 

Sr. Maria Serafin pernah menjadi abdis dari tahun 1989-1994 Beliau adalah seorang rubiah yang sederhana, polos, taat pada aturan, seorang karismatik dan seorang yang memiliki matiraga yang keras terutama terhadap dirinya sendiri. Semangat doanya tak pernah padam meskipun kini usianya telah 83 tahun. Dalam usia yang sudah senja ini ia mesih mampu bangun tengah malam setiap hari untuk berdoa bersama anggota komunitasnya. 

Misa syukur 60 Tahun Hidup Membiara

Pada tanggal 12 September 2015 Sr. Maria Serafin Daros OSC Cap merayakan Hari Ulang Tahun kaulnya nya ke-60 dalam Misa syukur yang dipimpin oleh P. Heribertus Hermes Pr yang adalah keponakannya sendiri dan didampingi oleh dua imam kapusin yaitu P. Harmoko OFM Cap Dan P. Krispinus OFM Cap dari Keuskupan Agung Pontianak.  Misa Syukur ini dihadiri oleh keluarga, Para fransiskan dan kenalan para suster. Karena diminta oleh Pastor yang menyampaikan homili Sr. M Serafin menyampaikan pesan untuk umat yang hadir agar tetap berdoa sebagai orang katolik sekurang-kurangnya pada hari minggu dan berdoa waktu makan dan tidur. Setelah Misa semua umat diundang makan bersama di Biara.  Acara Dibuka dengan menyanyikan lagu Ulang Tahun dengan beberapa bahasa, makan bersama dan beberapa suster menampilkan Lagu dan tarian Kipas untuk Sr. M.Serafin dan semua undangan yang hadir. Selamat atas HUT membiaranya suster semoga persembahan hidup suster mendatangkan kebahagiaan dan keselamatan bagi gereja dan dunia.
 (Sr. M. Agnes OSC Cap)





Ma.....Aku Rindu

Ma.....Aku Rindu


Malam itu terjadi perang di kampung halamanku, aku tak tahu persis perang apa itu.  Namun yang jelas orang-orang di kampungku malam itu ramai-ramai meninggalkan rumahnya untuk mencari tempat yang aman. Demikian juga dengan keluargaku, dalam kegelapan malam kami menyusuri jalan-jalan gelap, bebatuan bahkan kami berjalan diantara pepohonan sebab pada masa itu kampungku belum tersentuh cahaya PLN. Situasi malam itu membuatku terpisah dari Orangtua, abang, dan adik-adikku. Aku dan Nenek selamat dari peristiwa naas itu. sejak saat itu pula aku tinggal bersama nenek dan kami tak pernah mendengar kabar tentang keluargaku.

Pada usia yang masih kira-kira masih 12 tahun nenek  meninggalkanku untuk selamanya. Namun aku bersyukur kepada Tuhan karena Ia tidak menelantarkanku sendirian. Sebelum meninggal nenek menitipkanku pada seorang biarawati yang berkarya di daerah kami.  Aku tinggal di Asrama dan menyelesaikan pendidikanku dari SMP sampai SMA di sekolah mereka. Merekalah yang menjadi keluargaku dan aku sendiri dianggap seperti anak sendiri.

Para biarawati pula yang memperhatikan dan memenuhi segala kebutuhanku. Dari mereka aku belajar mengenal, mencintai Tuhan Yesus dan Bunda-Nya. Dan Bunda Maria kupanggil dengan sebutan “Mama” baik dalam berdoa maupun ketika aku sedang bercerita tentang kebahagiaan dan kesedihanku.  Setiap hari ketika memasuki kamarku, aku selalu menyapa bunda Maria dengan mengucapkan Doa Salam Maria lalu berkata padanya: ”Ma...aku rindu...izinkan aku bertemu keluargaku.” Kata-kata ini selalu ku ucapkan setiap hari. Tahun berganti tahun, rasa rinduku semakin bertambah, rasa ini tak pernah berkurang malah setiap tahun semakin bertambah apalagi menjelang Natal dan Tahun Baru. Kadang-kadang aku sedih dan menangis pilu sendirian karena dilanda rasa rindu yang tak kunjung padam. Ya, aku rindu Bapak, Mama, abang dan adik-adikku.

Setelah Tamat SMA aku memutuskan untuk mempersembahkan hidupku kepada Tuhan dengan masuk Biara tempat para biarawati itu mengabdikan hidupnya kepada Tuhan untuk seumur hidup. Dalam masa pendidikan, aku merasa bahagia mendengar berita tentang keluargaku yang masih hidup dari para suster yang berkarya ditempat nenek dulu tapi mereka hanya mendengarnya dari orang lain dan dikatakan bahwa mereka berada di salah satu provinsi yang masih satu pulau dari tempatku berada. Maka untuk mencari mereka, aku menunda masuk tahun kanonik dan minta izin pada pimpinan biara untuk mencari keluargaku lebih dahulu sebelum melanjutkan panggilanku. Satu bulan berada diluar biara, aku merasa lelah mencari mereka. Akhirnya aku kembali ke Biara dan mnyerahkan segalanya pada kehendak Tuhan. 

Setengah tahun kemudian aku memasuki tahun kanonikku. Dalam masa ini meskipun doaku lebih intens, penyakit rindu tetap melanda jiwaku. Seorang teman seangkatan yang juga teman rohaniku sering menghibur dan menguatkanku. Darinya aku juga mendapat kasih sayang, padanya aku sering bermanja-manja dan dia tidak pernah menegur sikapku yang kekanak-kanakan. Aku bersyukur karena Tuhan memberiku teman yang begitu mengerti dengan keadaanku dan menyayangiku  seperti keluarganya sendiri.

Sehari sebelum berangkat retret tepat pada hari minggu, aku mendengar rombongan keluargaku datang satu mobil ke Biara khusus untuk mengunjungiku. Mendengar itu aku sangat bahagia dan serasa tak percaya. Dengan cepat aku berlari menuju kamarku dan menghadap Arca Bunda Maria, sambil berlari bersyukur kepada Tuhan karena telah membawa keluargaku kesini dan di depan Bunda Maria aku berlutut berkata: ”Ma...terima kasih karena engkau menghantar mereka kesini...terima kasih  Ma...trima kasih untuk bantuanmu.” Rasa bahagia menyelimuti jiwaku, aku menangis terharu merasakan kebaikan Tuhan untukku. Perlahan-lahan aku berjalan keluar melewati lorong kamar biara dan aku menyambut mereka dengan pelukan kerinduan yang sangat dalam dan tak kusadari air mataku berderaian membasahi seluruh pipiku.  Pertemuan itu begitu singkat namun membahagiakan. Mereka kembali pulang setelah 3 jam bersamaku. Peristiwa itu terjadi 10 tahun yang lalu, kini aku boleh mengunjungi keluargaku sesuai dengan aturan biara. Dan enam bulan yang lalu bapakku meninggalkan kami selamanya.  Saat berduka begini aku tak lupa menghubungi teman rohaniku dan sekali lagi aku mendapat kekuatan dan dukungan doa darinya. Terima kasih Tuhan karena Engkau telah menjadikan segala sesuatu indah pada waktunya.(Sr. M.Agnes OSC Cap)




4 Nov 2015

BPKA (Berguru Pada Kebijaksanaan Alam) MENGAIL DI AIR JERNIH

BPKA (Berguru Pada Kebijaksanaan Alam)

MENGAIL DI AIR JERNIH

 

Suatu hari yang cerah, terjadi sebuah percakapan imajiner antara seorang pemuda dengan sebuah sungai di kampungnya pak Tegar. 

Ada seorang pemuda yang sedang galau, pikirannya sumpek. Gelar kesarjaan  yang telah disandangnya setelah kuliah hampir lima tahun dan hampir  satu tahun ijazah itu digenggamnya, ia masih tetap seorang pengangguran. Walaupun ia telah membuat banyak lamaran, namun tak satupun perusahaan yang mau menerimanya. 

Untuk menghilangkan rasa kejenuhan hidup, ia memutuskan untuk mengail di sungai, dan dia mulai mencari suatu tempat yang enak untuk memulai aktivitasnya yaitu memancing. Sudah hampir empat jam dia duduk di tepi sungai beralaskan batu, menunggu kalau-kalau ada ikan yang menyantap umpannya. Sampai tengah hari ternyata tak seekor ikan pun mendekati kailnya. Ia merasa ditipu oleh teman-temannya, katanya di sungai   tempat   ia   mengail   itu  terdapat berbagai jenis ikan. 

Kekecewaan sang pemuda memuncak, dia berdiri kesal dan bermaksud mematahkan joran pancingnya dan membuangnya  ke sungai. Tetapi niat itu segera diurungkannya setelah mendengar suara teguran.

“Hai kawan, janganlah kau patahkan kailmu itu!” si pemuda bingung, melihat ke kiri dan ke kanan, dia hanya sendiri tiada siappun lalu siapa yang berani menegurnya.

“Engkau akan menyesal di kemudian hari, sebab engkau tidak bisa datang ke tempatku lagi untuk mengail kembali“. Barulah si pemuda sadar yang telah menegurnya adalah si sungai itu sendiri.

“Aku kecewa, karena dari pagi-pagi sampai sesiang ini tak seekorpun ikan yang mendekat pada kailku. Aku merasa ditipu oleh teman-temanku,“  sahutnya.

“Kawan, kegagalanmu untuk mendapatkan ikan itu bukan karena kailmu, dan juga bukan karena teman-temanmu. Kegagalanmu itu murni karena kesalahanmu sendiri.”

“Karena aku sendiri?” sahut si pemuda.

“Benar kawan, Cobalah kamu lihat dirimu sejenak agar kamu tahu kesalahanmu,“ kata si sungai melanjutkan.

“Jadi aku yang salah?” sahut si pemuda sengit. “Tunjukan kesalahanku secara jelas, aku sudah jenuh dengan nasihat.“

“Aku bertanya dulu, mengapa engkau memancing di tempat ini,“ tanya si sungai.

“Aliran air di sini bersih, sehingga aku akan dapat melihat dengan jelas gerak-gerik ikan yang mendekat pada umpanku. Dengan demikian aku akan dapat bersiap-siap untuk menangkap ikan yang mendekat pada pancingku. Lagi pula kan ditempat ini suasanya sangat nyaman, teduh tidak panas, sebaliknya kalau di kelokan itu banyak lumpur, pakaianku akan kotor,“ si pemuda berusaha menjelaskan alasannya.

“Kawan, ikan yang besar yang seperti kamu inginkan itu tidak suka tinggal di air yang jernih. Sebaliknya ikan-ikan itu akan lari ketika melihatmu, karena ikan-ikan itu sadar kedatanganmu akan membawa ancaman bagi mereka. Ikan-ikan itu lebih suka tinggal di tempat yang gelap agar orang-orang tidak melihatnya. Kamu ini datang untuk mengail atau untuk pameran busana?. Di tempat ini, kamu tidak akan mendapat ikan tetapi justru di kelokan itulah yang banyak ikannya. Nah, itu kesalahanmu yang pertama, bekerja hanya mencari tempat yang enak, yang nyaman dan tidak berani bekerja secara total,” si sungai berhenti sejenak, sambil mengamati wajah si pemuda.

“Lalu apa kesalahanku yang lain?” si pemuda melanjutkan bertanya.

“Kamu menggunakan umpan yang tidak lazim seperti yang dilakukan pemancing yang lain yang menggunakan cacing sebagai umpannya.“

“Tetapi bukankah umpan roti itu lebih enak dan lebih mahal dari pada cacing yang menjijikkan! Aku yakin dengan umpan roti, ikan-ikan yang ada akan datang untuk menyantap umpanku,“ jawab si pemuda membenarkan dirinya. 

“Kamu ingin mengail ikan, atau mengail dirimu sendiri? Memang, roti lebih enak dan lebih mahal dari pada cacing, tetapi itu untuk kamu bukan untuk ikan.“

Tiba-tiba dari kejauhan ada seorang anak yang berpakaian kotor berlumpur. Anak itu memegang joran pancing di tangan kirinya sementara tangan kanannya menenteng serenteng ikan yang besar-besar, kegagalannya dalam memancing membuat si pemuda bertanya dalam hatinya,
“Mungkinkah kegagalan dalam hidupku selama ini karena aku egois, kurangnya totalitas dan hanya mencari tempat yang enak yang sesuai ukuranku, seperti kegagalanku dalam memancing?”

Memancing adalah sebuah seni hidup. Sebab hanya orang yang memasang umpan dengan benar saja yang akan didatangi berbagai jenis ikan. Dalam hidup pergaulan sehari-hari, orang sering mengalami kesepian karena tidak mempunyai teman yang sungguh-sungguh mau bersahabat dengannya. Kegagalan persahabatan itu disebabkan orang tidak mau memberi umpan yang tepat sehingga orang lain mau mendekat dan mau bersahabat dengannya.

Untuk memengaruhi orang lain, orang sering memberikan nasihat bijak, supaya orang lain bertindak sesuai dengan gambarannya. Tetapi orang lupa untuk membangkitkan semangat orang lain agar nasihat yang diberikan tidak hanya dipandang sebagai sesuatu yang menggurui. Nasihat bijak tidak selamanya menyelesaikan masalah, karena orang lebih suka menggunakan kacamatanya sendiri untuk melihat sesuatu, padahal kejelian melihat dengan menggunakan kacamata orang lain merupakan tindakan bijak yang sesungguhnya. Orang tidak mau melihat keadaan orang lain karena terlalu egois dan hanya memandang dirinya sebagai sumber kebenaran. Di lain pihak, cara pandang orang lain dianggap sebagai suatu kebodohan yang harus dibetulkan. Sebagaimana si pemuda tadi yang memasang umpan  berupa roti pada mata pancingnya, karena dia menganggap bahwa roti itu lebih enak dan lebih mahal dari pada daging cacing. Itu semua terjadi karena sebagian orang lebih berorientasi pada apa yang diinginkan dirinya dari pada melihat apa yang diinginkan orang lain. Dengan mencoba memikirkan apa yang dipikirkan orang lain, manusia akan mampu mengurangi rasa kuatir dan ketakutan dalam menyelusuri peziarahan hidup ini. Semoga.

Singkawang, awal Oktober 2015
Disadur oleh Kong Arie.

1 Nov 2015

Perlombaan BKSN 2015 di Stasi Aris

Perlombaan BKSN 2015 di Stasi Aris

Aris merupakan salah satu Stasi terpencil yang ada di wilayah Paroki Singkawang, tepatnya di Kecamatan Capkala - Kabupaten Bengkayang, yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Sadaniang-Toho, Kabupaten Mempawah. Jarak tempuh dari pusat Paroki kurang lebih delapan puluh kilo meter dengan kondisi jalan menuju Aris rusak dan hanya bisa ditempuh dengan sepeda motor atau berjalan kaki apabila dimulai dari Desa Capkala.

Setiap bulan September, umat Katolik memperingati Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN). Dan dalam rangka untuk memeriahkan bulan Kitab Suci ini, umat Katolik di Stasi Aris khususnya anak-anak usia sekolah dari tingkat SD, SMP, dan SMA mendaftarkan diri untuk mengikuti perlombaan. Maka diadakanlah sejumlah kegiatan lomba di Hari Minggu, 20 September 2015 yang diselenggarakan oleh tim lomba Kitab Suci yang dikoordinir oleh ibu Agnes Sri Mulatsih bersama kawan-kawan. Diantaranya bapak Anton, bapak Antonius Ajun, ibu Emeliana Herti, ibu Dina, bapak Agustinus Anor, Apolonius, dan Iswanto. Dengan mengusung tema: “Keluarga yang Melayani Seturut Sabda Allah”.

Dalam sambutannya sebelum perlombaan dimulai ibu Agnes menyampaikan bahwa tujuan utama diadakannya lomba adalah agar anak senang dan lebih mengenal Kitab Suci sedikit demi sedikit, walaupun sederhana namun anak-anak mampu mengerjakan dengan baik dan tekun serta menumbuh kembangkan cinta anak-anak pada Kitab Suci dan mengingatkan kembali pengetahuan umum agama serta membiasakan mereka berani dan ikut serta terlibat dalam tugas liturgi di gereja. 

Lagi dalam sambutannya ia menambahkan bahwa menjadi pemenang dalam lomba lektor dan lomba-lomba lainnya bukan segala-galanya tetapi lebih daripada itu semangat untuk melayani adalah hal yang harus dipupuk dan kemudian diharapkan menjadi petugas lektor yang baik. Lanjutnya, dengan terselenggaranya lomba ini karena partisipasi umat terlebih dukungan dan bantuan dari Pastor Paroki Singkawang, Pastor Stephanus Gathot, OFM. Cap. Ibu Agnes sebagai koordinator yang juga guru agama Katolik di SDN 04 Aris mengucapkan selamat berlomba.

Perlombaan dimulai setelah Ibadat Sabda Hari Minggu, tepatnya pukul 11.00, tempatnya di gedung gereja dan diawali dengan pendaftaran. Adapun berbagai kegiatan perlombaan tersebut antara lain: lomba mewarnai gambar untuk tingkat SD Kelas 1 - 3, lomba membuat Tanda Salib untuk tingkat SD Kelas 1 - 3, lomba cerdas cermat (LCC) untuk tingkat SD Kelas 4 - 6, SMP, SMA (digabung) dengan cara perkelompok, lomba lektor atau lomba membaca Kitab Suci untuk tingkat SD Kelas 4 - 6, SMP dan SMA, lomba nyanyi lagu rohani untuk tingkat SD Kelas 4 - 6, SMP, SMA, dan yang terakhir lomba menyusun kalimat dari perikop ayat Kitab Suci untuk tingkat SD Kelas 4 - 6, SMP, SMA (digabung) dengan cara perkelompok.

Tim juri dalam acara tersebut adalah bapak Anton Martono, bapak Antonius Ajun, dan Apolonius untuk perlombaan cerdas cermat, lektor, nyanyi lagu rohani, dan menyusun kalimat dari perikop ayat Kitab Suci. Kemudian ibu Emeliana Herti dan Iswanto untuk juri lomba mewarnai gambar dan membuat Tanda Salib. Untuk konsumsi ditangani oleh ibu Dina dan bapak Agustinus Anor.

Seluruh rangkian kegiatan berjalan baik dan lancar serta berakhir pukul 15.00. Dari 24 peserta yang ikut berlomba didapatkan dengan hasil: Pemenang lomba mewarnai gambar cerita Kitab Suci SD yaitu juara I Erwin, juara II Aldianto, juara III Seli. Pemenang lomba membuat Tanda Salib SD yaitu juara I Erwin, juara II Celsi, dan juara III Agustina. Lomba cerdas cermat tingkat Tingkat SD, juara I kelompok Herkulanus Riski dkk, juara II kelompok Katarina Jesika Asian dkk, juara III Susi dkk. Tingkat SMP dan SMA juara I kelompok Leni dkk, juara II kelompok Arwianti dkk, juara III kelompok Endriana dkk. 

Pemenang lomba lektor atau membaca Kitab Suci Tingkat SD yaitu juara I Aching, juara II Susi, juara III Santini. Tingkat SMP dan SMA, juara I Leni, juara II Endriana, juara III Ena. Pemenang lomba nyanyi lagu rohani adalah juara I Esi, juara II Arwianti, juara III Leni. Dan yang terakhir lomba menyususun kalimat dari perikop ayat Kitab Suci, yaitu juara I kelompok Endriana dkk, juara II kelompok Aching dkk, juara III kelompok Arwianti dkk.

Selamat kepada seluruh pemenang, selamat kepada seluruh peserta, selamat kepada tim lomba yang telah menyelenggarakan dan memperlancar kegiatan ini, serta terimakasih atas segala partisipasi dalam memeriahkan acara ini sehingga dapat berjalan dengan lancar. Semoga bibit yang baik kelak sungguh berbuah di ladang Gereja Santo Yosep Stasi Aris yang kita cintai.  *(AM)*

Lomba Mewarnai Tingkat SD

Lomba Nyanyi Lagu Rohani

Pembagian Hadiah

Pembagian Hadiah































TAK KENAL MAKA TAK SAYANG, SUDAH KENAL TAK JUGA SAYANG

TAK KENAL MAKA TAK SAYANG, SUDAH KENAL TAK JUGA SAYANG

Google Images.Jpg

Sebagian orang menganggap bahwa sebuah perkenalan adalah hal yang biasa. Benar-benar biasa hingga dapat dilakukan lain waktu, sebatas bersalaman dan tersenyum, mengatan Hi atau Hello lalu menghilang. Tapi kita tidak sedang bermain ‘salah-salahan’ atau pembenaran/justifikasi  terhadap hal itu. Terkadang memori menuntun kita untuk menjaga jarak terhadap dunia dan orang-orang yang baru kita temui. Ada juga orang yang lebih nyaman dengan dirinya sendiri dan puas dengan temannya saat ini, atau yang lebih mengerikan, ketakutan untuk bertemu dengan orang baru. 

Namun sejatinya, dalam perkenalan harus ada yang namanya tarik ulur. Bayangkan perkenalan terbaru sahabat being adalah dengan seorang pria/wanita yang  belum pernah sahabat being lihat di ‘dunia nyata’, mungkin pernah dilihat namun memori tentang dia mengendap terlalu dalam di alam bawah sadar. Sahabat being mendengar dari orang lain tentang namanya dan kebetulan dia menekuni hal yang being suka. Keinginan untuk mengetahui siapa sosok itu langsung merangsang hasrat sahabat being untuk bertemu dengannya. Apa yang akan sahabat being lakukan?

Ketika sahabat being berkenalan dengan seseorang, sahabat being biasanya mulai mempelajari nama orang tersebut. Sama benarnya berkenalan dengan Yesus. “Apa arti sebuah nama? Itu yang kita sebut sebuah mawar/ Dengan kata lain akan beraroma manis,”  tulis Shakespeare. 

Berkenalan dengan Yesus sama halnya berkenalan dengan orang lain. Sahabat being berani menyebut bahwa Yesus adalah anak Allah.  Setidaknya jika sahabat being  mengakui kepercayaan teistik. Lalu siapa yang berani menyebut bahwa kita semua bukan anak Allah? Ketika kita ingin mengenal Yesus, kita memberikan semua yang kita punya. Berserah seutuhnya. Meskipun di depan-Nya terkadang kita menampilkan atau menambahkan sejumput kepribadian lain yang sebenarnya bukan diri kita. Sadar atau tidak kita melakukannya. Kehadiran orang lain, persepsi sekitar, rasa simpatik dan hal-hal duniawi lain terasa lebih kuat sehingga di depan-Nya kita harus menampilkan topeng. Padahal Dia tahu betul siapa kita. Pernahkah sahabat being menyadari hal itu? Saya menyadarinya saat ini,..hehehe….

Begitu juga ternyata hal yang kita lakukan kepada sesama. Figur dan persepsi awal yang hinggap di sisi lain kepala ini memengaruhi intensi sahabat being untuk menerima atau menolak perkenalan. Baik secara verbal maupun lewat bahasa tubuh. Sahabat being melakukan itu sadar atau tidak. Seperti cerita di awal tadi, penolakan bisa saja terjadi terhadap keinginan sahabat being untuk berkenalan. Tidak semua orang bisa membuka diri dengan perkenalan. Persepsi awal yang sahabat being bangun sangat memengaruhi jalannya perkenalan. 

Berkenalan dengan anak-anak Allah yang lain sama halnya kita berkenalan dengan Yesus. Sahabat being  mengenal dulu namanya. Siapa itu Yesus? Dia divisualisasikan sebagai pria berambut panjang berwarna coklat, wajah teduh dan jambang serta kumis yang tumbuh di wajahnya. Kenapa digambarkan demikian? Padahal siapapun belum belum pernah melihat-Nya. Bolehkah sahabat being memvisualisasikan jika Yesus adalah sosok pria yang pendek, tambun, dengan potongan rambut rapi dan wajah bersih? Figur tentang sosok Yesus yang pertama begitu terpatri di dalam diri kita sehingga kita seolah-olah mengenal-Nya walaupun hanya dengan melihat gambar-Nya. Ada masa-masa ketika kita mempertanyakan pengaruh Yesus dalam diri kita, terutama ketika jatuh. Rasa tidak puas hadir ketika hasil yang kita dapatkan tidak sesuai dengan usaha dan doa yang kita lakukan. Persepsi awal kita tentang kebesaran-Nya terlalu tinggi sehingga kita hanya berharap hal yang baik saja yang datang pada diri kita. Inikah bentuk kalau kita sudah berkenalan dengan Yesus? 

Seorang teman pernah berkata “Salib itu ada untuk dipikul. Bukan untuk di jadikan beban. Dengan memikul salib kita akan terjatuh dan dalam dalam kejatuhan itu kita merasakan betapa besar kasih-Nya. Bukan ketika kita bahagia. Ketika Yesus terjatuh banyak yang ingin membantu-Nya, di situlah kita merasakan persaudaraan. Bukan ketika kita mampu berdiri tegak.” Sosoknya sederhana, namun dedikasinya untuk kehidupan sosial dan gereja, patutlah kita angkat topi.

Sahabat being, sebelumnya saya berusaha membayangkan seperti apa sosok Pemred “Likes”. Saya berusaha menggugah idealisme yang dimilikinya untuk menarik perhatiannya. Sayang, saya tidak bisa melakukannya pada Yesus, karena Dia telah mengambil ruang di dalam diri ini sehingga Dia tahu siapa saya, lebih daripada saya mengenal diri sendiri. 

Tak kenal maka tak saying, bahkan setelah berkenalanpun belum tentu sayang. Berkenalan dengan anak-anak Allah mungkin harus dilakukan perlahan. Sejatinya sedikit demi sedikit sahabat being akan membuka diri, bahkan ditambahkan dengan sedikit kamuflase jika perlu. Namun semuanya tetap harus dilakukan dengan tulus. Tujuannya bahwa kita ingin membiarkan orang lain menjadi bagian dari diri kita. Sehingga hidup ini menjadi bermakna. Seperti kata Pastor Paroki kita yang ganteng, “Jika tidak bisa menjadi pensil untuk menulis kebahagian orang lain, jadilah penghapus untuk menghapus kesedihan orang lain.”  Yang menjadi pertanyaan adalah, “Kenapa pensil? Kenapa bukan pena, Pastor?”

Kita semua bagian dari Yesus. Jika sahabat being membiarkan Yesus ada di dalam diri sahabat being dan sahabat being ada di dalam Dia, maka sahabat being juga harus siap menjadi bagian dari orang lain dan sebaliknya. Berkenalan dengan Yesus tidak bisa perlahan-lahan namun harus total. Tidak ada istilah menarik diri dari perkenalan dengan Yesus. Yesus sudah mengenal sahabat being dengan sangat baik namun masih butuh waktu yang panjang sampai sahabat being menyadari bahwa ternyata sahabat being  juga mengenal Yesus. Jika begitu kenapa tidak dicoba sambil berkenalan dengan anak-anak Allah yang lain? Meskipun anak Allah yang sedang sahabat being kenal itu tidak sesuai yang sahabat being bayangkan. Mungkin lewat  jalan itu kita bisa lebih kenal dengan Yesus. Dia hadir dalam baik dan buruknya dunia ini, manis dan pahitnya pengalaman, tulus dan liciknya manusia. Sebab Dia itu Tuhan. (Sabar Panggabean)