Selamat Datang Di Website Resmi Paroki Singkawang - Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut tanggal untuk kueri imam katolik. Urutkan menurut relevansi Tampilkan semua postingan
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut tanggal untuk kueri imam katolik. Urutkan menurut relevansi Tampilkan semua postingan

23 Agu 2015

MERIAHNYA EKM DI SAGATANI

MERIAHNYA EKM DI SAGATANI   

 
Senja itu Sabtu, 22 Agustus 2015, pukul 17.00, rombongan Orang Muda Katolik (OMK) dari berbagai stasi di Paroki St. Fransiskus Assisi Singkawang, dengan penuh suka cita mengantre panjang mengisi buku tamu yang telah disediakan oleh panita OMK St. Kristoforus Sagatani. Perhelatan digelar mirip pesta pernikahan, dua orang muda berdiri di pintu masuk gereja dengan ramah mempersilakan rekan-rekannya untuk masuk ke Gereja Stasi Santo Kristoforus Sagatani. “Mari teman-teman silakan masuk dan jangan lupa mengisi buku tamunya ya!,” pinta salah satu pemudi yang senyumnya mengundang orang untuk tidak segan berjabatan tangan dengannya. Potret situasi sebelum EKM ini dimulai penerimaan tamu, seolah-olah mengajak kita masuk ke rumah Tuhan dan benar-benar disapa dengan senyum tulus, ikhlas sejati. Belum lagi musik bernuansa khas Dayak mengalun di senja itu, semakin menambah semarak suasana hati segenap umat yang hadir untuk bisa menangkap apa itu EKM bagi umat Katolik Sagatani.

Tibalah saatnya para penari berbaris bersama rombongan Imam di depan Gereja. MC mulai menyapa selamat datang kepada OMK dan sambutan musik Dayak dengan kelompok penari mulai masuk ke gereja mengundang umat untuk menyapa mari bergandeng bersama kami OMK yang sama-sama bergembira untuk memuji dan memuliakan Tuhan dengan cara dan gaya kami orang muda saat ini. Berbagai  piranti komunikasi dalam genggaman tangan pun tak ketinggalan sigap mengabadikan momen EKM perdana di gereja tersebut.

Budaya Pro-Life
 
Pastor Gathot dalam  homilinya menyapa orang muda sesuai tema Nasional dalam HUT kemerdekaan  ke 70  RI  “Ayo kerja” mengajak OMK untuk saatnya kita berjuang dan bekerja tiada henti-hentinya menuju generasi yang sehat baik jasmani maupun rohani dengan revolusi mental secara akariah. “Teman-teman, kita tahu bahwa tantangan yang dahsyat saat ini adalah bagaimana kita bisa bertahan hidup di masa muda ini, dengan tidak terjerumus dalam narkoba,” ujar Pastor Gathot dengan nada lantang.  “Kami para gembala bersama uskup Se-Indonesia, sama-sama berjuang agar kita tetap setia pada ajaran Yesus untuk mempertahankan pro-life/membela kehidupan dan bersama memberantas/menjaga diri dari narkoba dalam hidup kita. Kita sangat berharap melalui EKM ini kita sama-sama merefleksi bahwa teman-teman yang sudah terjerumus di dalam pengaruh narkotika, sebaiknya kita merangkul mereka dan mendekatinya dengan penuh kasih,” tegas Pastor Gathot yang terkenal ramah kepada siapa saja yang berjumpa dengannya.

Situasi EKM di malam Minggu itu, semakin semarak dengan adanya tarian persembahan serta lagu-lagu gaya anak muda yang menyelimuti atmosfer ruang ekspresi iman mereka dalam corak dan gaya EKM dari OMK Santo Kristoforus Sagatani. Tepuk tangan yang meriah dari OMK yang hadir saat itu memberi pujian yang memang pantas ditujukan bagi panitia, baik dari segi persiapan tempat, model liturgi, serta gaya dalam mengemas acara. 

Spiritualitas EKM
 
EKM sampai saat ini masih belum menjadi tempat yang istimewa bagi umat dewasa oleh karena pemahaman EKM masih seputar gaya anak muda. Padahal dalam liturgi EKM tidak pernah berubah sesuai dengan susunan resmi perayaan Ekaristi Gereja Katolik. Perbedaanya hanya terletak pada lagu bertematis dan disesuaikan dengan gaya anak muda, dan peserta yang hadir sebagai umat adalah  orang muda sendiri serta orang tua yang berjiwa dan semangat muda. EKM sebenarnya pintu dan jendela angin segar bagi ruang ekspresi iman orang muda sekaligus salah satu cara menemukan karakter iman sejati orang muda dalam mengikuti Yesus yang bahagia dan enjoy baginya. Maka roh/spiritual EKM adalah enjoy dan happy bersama Yesus dalam hidup orang muda setiap hari.

Yudhistira, pendamping OMK Sagatani dalam ruang terpisah mengungkapkan kepuasannya dalam EKM perdana tersebut. “Kami tidak menyangka semuanya  ini bisa berjalan dengan lancar dan OMK hadir begitu banyak malam ini. Waktu persiapan pun begitu singkat namun kami tetap yakin bahwa apa  yang  kami rancang bersama, Tuhan ikut terlibat di dalamnya dan kami enjoy banget,” ujar guru SMP Pengabdi ini dengan penuh semangat. Ungkapan dari pedamping OMK ini pun mendukung kesan dari ketua OMK sendiri. “Kami sangat bersyukur bahwa EKM perdana ini sebagai pengalaman pertama bagi kami panitia, sekaligus pemula dalam pelaksanaan EKM. Momen ini tidak bakal kami lupakan seumur hidup,” papar Aneng Supriady dengan bangga. “Semoga ke depannya, kami dapat lebih baik lagi dan mantap,” tegas Aneng dengan wajah gembira.

Pendamping OMK Angkat Bicara
 
Setelah EKM selesai para pendamping dari OMK Singkawang, Sijangkung, Pangmilang, Capkala, Sagatani, Sungai Duri dan juga dari Stasi yang jauh, berkumpul untuk membicarakan rencana pertemuan Bulan Kitab Suci di Sanggau Ledo di bulan September 2015, Temu Raya OMK Keuskupan Agung Pontianak di Nyarumkop di bulan November 2015 dan pertemuan akbar OMK Paroki Santo Fransiskus Assisi di bulan Juli 2016 bertempat di Kompleks SMP Santo Tarsisius Singkawang. 

Sementara itu di luar gereja semua yang hadir menikmati santapan malam bersama, sambil diringi musik dari OMK Santo Kristoforus Sagatani. Tampak hadir pula anak-anak Sekolah Minggu ikut meramaikan suasana dengan menyumbang tarian di atas pentas. Suguhan acara malam itu pun semakin memanjakan semua pasang mata yang hadir. Unjuk kebolehan dari berbagai OMK Stasi  di antaranya  vokal grup, pop singer, musik tradisonal maupun tarian-tarian berhasil memukau hati orang muda. Semua yang hadir malam itu seolah merasakan berat beranjak dari tempat duduk karena terhipnoptis oleh kepiawaian OMK dalam membawa acara yang super smart dan keren. 

Bravo OMK Sagatani yang menjadi pioner dan piloting untuk wilayah Singkawang Selatan. “Ciaoo dalam Yesus, Bro.  Next time kita jumpa dalam EKM di stasi berikutnya ya!,” tutup MC dalam perhelatan malam Minggu gembira bersama OMK Sagatani saat itu. Betul-betul fantatis, Man! (Bruf)


21 Jun 2015

Bruder dari Huijbergen Berenang ke Kota Amoi

  Bruder dari Huijbergen Berenang ke Kota Amoi 

 
Bruder MTB, Photo by Google Image


Apa Itu Bruder?

Bruder atau Brother atau Frater adalah 3 bahasa yang berbeda, yakni bahasa Belanda, Inggris dan Latin. Ketiga kata itu secara harafiah artinya: Saudara. Menjadi seorang brother atau bruder berarti ingin menjadi saudara bagi sesama, bersikap sebagai saudara, abang, kakak ataupun adik terhadap orang lain. Menjadi seorang brother atau bruder dengan jalan bergabung dengan suatu persekutuan persaudaraan atau disebut sebagai kongregasi atau tarekat.

Ikut Mencerdaskan Generasi  Bangsa

Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) atau sering disapa Bruder MTB merupakan salah satu konggregasi Kepausan yang masih bertahan berkarya di Kota Singkawang. Pada tahun 1921, lima orang bruder  dari  Huijbergen-Belanda  menginjak  kota Singkawang untuk membantu karya karitatif di bidang pendidikan. Kehadiran misionaris militan ini sebagai bentuk jawaban  atas undangan dari Mgr. Pasifcus Bos, OFMCap untuk melayani bagi pendidikan anak-anak kaum buruh di Singkawang. Karyanya  dimulai di bidang pendidikan, asrama dan di kemudian hari  membangun persekolahan serta menjadi pengajar di beberapa sekolah, yang sampai sekarang   lembaga itu masih bertahan di antaranya, SMP dan  SMA Santo Paulus Nyarumkop, SMP Pengabdi dan Bruder Singkawang dan lain sebagainya.

Menurut sejarah, selain mereka sebagai guru di Seminari Nyarumkop, para bruder juga menjadi pembina Asrama Santa Maria  putra dan putri yang sekarang masih bertahan adalah asrama putera beralamat di  Jl. Diponegoro No. 4 Singkwang. Pada tahun 1948 mereka membuka sekolah CVO (Cursus Volkschool Onderwijzer), OVVO, SGB dan SPG. Karya pendidikan Formal ini berakhir pada tahun 1980. Mungkin banyak orang tua atau umat katolik di Kota Singkawang dan sekitarnya sudah menjadi orang sukses saat ini. Setidaknya ada yang mendapat  sentuhan tangan humanis misionaris Belanda.Tentu saja banyak kisah kasih  dan kenangan indah bersama bruder MTB sebagai guru dan murid waktu itu. Sayangnya penulis belum melakukan liputan khusus mengenai hal ini.

Tahapan Menjadi Bruder

Kongregasi yang bersemangat spiritualitas Fransiskan ini berpusat di Huijbergen Keuskupan Breda Negara Belanda. Karyanya menyebar di Kalimantan Barat  (Singkawang-Pontianak-Sekadau Kualadua-Putusibau) serta di Pulau Jawa dan Merauke. Mungkin ada yang bertanya apakah setelah Bruder ada tahapan menjadi Imam. Panggilan Menjadi Bruder hanya sampai pada Bruder seperti panggilan menjadi suster. Mereka sampai pada tahap kaul kekal. Kaul inilah yang mereka hayati dalam hidup membiara yaitu: kemiskinan, kemurnian dan ketaatan. Dengan menghayati kaul-kaulnya mereka berkarya dalam karya pendidikan Formal,Non Formal dan Karya sosial lainya. Pendidikan menjadi bruder MTB mempunyai tahapannya yaitu: mas aspiran 1 tahun bertempat di Pati Jawa Tengah, postulan  1 tahun dan Pendidikan Novisiat 2 tahun bertempat di Jogyakarta dan kemudian masa Yunior selama 6 tahun dengan berkarya  dikomunitas karya atau  sambil belajar di berbagai perguruan Tinggi yang ada di Jogjakarta-Semarang, Malang dan Pontianak. Selama studi di perguruan Tinggi setiap bruder mengambil jurusan sesuai dengan bakat dan minatnya seperti Ilmu keperawatan, keguruan, teknik sipil, kemasyarakat, hukum, teologi, ekonomi. Singkatnya sesuai kebutuhan  karya dan umat yang  kita layani.

Pesyaratanya Muda

Kongregasi MTB mengundang orang muda untuk bergabung menjadi Bruder MTB. Persyaratannya mudah kog. Tamat SMA atau Sederajat. Syukur kalau sudah kuliah. Berusia 17 tahun keatas. Sudah dibaptis secara Katolik. Foto Copy Ijazah SMA. Surat Keterangan  kesehatan dokter, Batas usia maksimal 30 tahun dan terdapat pengecualian. Nah, di Paroki Santo Fransiskus Assisi mereka tinggal di Jl. Ponegoro No. 4 Singkawang Hari-hari hidupnya melayani  di yayasan,  sekolah, asrama, mengurus museum dan mengikuti  kegiatan hidup menggereja lainya. Ingin tahu lebih dalam siapa dan apa sih Bruder MTB itu, nah tunggu apa lagi,  kontak saja dengan Bruder Flavianus, via HP. 081256112666. Atau klik  di http://kongregasimtb.blogspot.com atau www.abcfh.nl/id . Di sana Anda akan mengetahui seluk belum kehidupan Bruder MTB. Bersama Kongregasi lain yang ada di dunia kami sama-sama berkarya demi maksud Injil yang nyata serta semakin dimuliakannya nama Tuhan di bumi dan di surga. (bruf)


6 Jun 2015

BLOOD FOR LIFE : Siapapun Bisa Berbagi Kehidupan

BLOOD FOR LIFE : Siapapun Bisa Berbagi Kehidupan




                  Kemanusiaan adalah hal yang terpenting yang harus didahulukan dibandingkan apapun juga. Apalagi jika itu menyangkut kehidupan seseorang. Menyumbangkan darah adalah menyambung nyawa, memberi kehidupan. Blood For Life, sebuah misi yang  mengusung penyelamatan manusia. Kegiatan ini digerakkan Ibu Emiliana Karsiah, dengan melibatkan orang muda katolik (OMK) Paroki kita yang diketuai Trifonia. Penyelenggaraan  Blood For Life kali ini merupakan tindaklanjut dari aksi kemanusiaan Seksi Sosial Paroki yang diselenggarakan dalam rangka merayakan HUT pertama Santa Monika yang jatuh pada tanggal 11 Agustus 2014 lalu. Kegiatan ini terselenggara berkat kerja sama dengan PMI Kota Singkawang.
                   Kegiatan Blood For Life pada tanggal 7 Desember 2014 setelah misa kedua diharapkan umat semakin menyadari betapa setetes darah yang disumbangkan adalah bentuk ambil bagian dalam karya penyelamatan Allah bagi saudara kita yang membutuhkan darah. Inilah saatnya umat Singkawang khususnya Paroki Singkawang meneteskan darah untuk saudara kita yang sedang dalam kesakitan seperti Yesus meneteskan darah di kayu salib untuk menyelamatkan manusia.
                   Donor darah sangat baik manfaatnya bagi kesehatan si pendonor, yaitu dapat menjaga kesehatan jantung, meningkatkan produksi sel darah merah, membantu penurunan berat tubuh, mendapatkan kesehatan psikologis, menditeksi penyakit si pendonor. Inilah salah satu paradoks cinta, ketika kita memberi maka kita juga akan mendapatkan. Ketika kita banyak memberi, kita akan banyak mendapatkan. Selain itu, ketika kita hendak donor darah, kita akan dilakukan cek kesehatan sebagai persyaratan. Dengan dilakukan pemeriksaan tensi sebelum donor,kita bisa mengetahui kondisi kesehatan sehingga kita bisa menjaga kesehatan secara lebih baik. Dokter Karsianto menganjurkan supaya kita rutin melakukan donor darah, selain sebagai bentuk tindakan mulia, juga meregenerasi sel darah merah, yang sangat baik bagi kesehatan tubuh kita. Bagi seluruh umat yang tergerak untuk melakukan donor darah secara rutin, PMI Kota Singkawang membuka posko donor darah 24 jam. Bagi para pendonor yang berminat boleh menyumbangkan darahnya secara teratur 3 bulan sekali datang ke kantor PMI Kota Singkawang.
                       Pendonor untuk bulan Desember ini berjumlah 37 orang. Sebenarnya 38 orang, namun dikarenakan 1 orang memiliki tensi yang tidak memenuhi syarat yaitu 100/60 mm Hg (tekanan darah rendah) terpaksa belum diperkenankan. Selain itu ada juga Ibu yang merasa lemas. Ibu Veronika, 34 tahun, Guru SMA St. Ignasius. Beliau menjelaskan "sudah belasan tahun tidak pernah donor, sebelum donor memang belum sarapan, dan langsung syok setelah diambil darahnya, merasa cutam, badan terasa dingin semua. Tetapi, sangat senang telah bisa mendonorkan darah AB nya karena sangat langka. Dengan harapan bisa dapat menolong sesama yang memerlukan."
                     Kegiatan kali menjadi sangat menarik ketika para pendonor bukan hanya umat Paroki Singkawang. Para Imam pun antusias memberikan darahnya untuk disumbangkan. Terlihat saudara Kapusin yang tinggal di Rumah Novisiat Kapusin Pontianak di Poteng, Singkawang. Mereka berjumlah empat orang. Pastor Cahyo, OFM.Cap (Pimpinan Novisiat Poteng) dan bersama 3 orang Frater. Setelah donor Pastor Cahyo, OFM.Cap berujar “tidak ada perubahan yang terlalu drastis, biasa saja, tambah sehat sepertinya.
                    Berikut persyaratan supaya seseorang bisa mendonorkan daranya,: umur 17 tahun-60 tahun, berat badan minimal 45 kilogram, temperatur tubuh 36,6-37,5 derajat Celsius, tekanan darah sistole bekisar 110 -160 mm Hg dan diastole bekisar 70 – 100 mm Hg, Hb minimal 12,5 gram, tidak sedang hamil, menyusui, haid, mengidap penyakit Hepatitis B & C, HIV AIDS, Sifilis, jumlah penyumbangan darah sekurang-kurangnya 3 bulan kemudian setelah donor. 
                  PMI Kota Singkawang melakukan penyimpanan paling lama 4 minggu. PMI telah bekerjasama dengan pihak Rumah Sakit di Kota Singkawang seperti RS St. Vincentius, DKT, RS Harapan Bersama, RS Abdul Azis, RS Serukam, sehingga untuk 1 minggu sudah terdistribusi dengan baik setelah masa pengolahan darah tersebut. Harga sekantong darah diberikan Rp.250.000,-/kantong. Peserta yang menggunakan Jamkesmas, Askes, BPJS tidak dikenakan biaya/gratis.
                       Kegiatan Blood for Life ini merupakan ungkapan Natal berupa pemberian diri kepada Allah. Semangat solidaritas hendaknya dibagikan kepada sesama. Natal akan memberikan kegembiraan bagi pendonor karena darah kita bisa bermanfaat untuk menolong orang lain.”
Kita dapat memaknai kegiatan Blood For Life sebagai bentuk terima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus atas anugerah kehidupan dan kesehatan yang kita terima dan kita diutus  untuk berbagi kepada mereka yang membutuhkan. Terimakasih untuk para panitia, penanggungjawab, pendonor, dan PMI atas kebaikan dan ketulusan hatinya sehingga kegiatan ini dapat  terlaksana dengan baik. Setetes darah yang kita sumbangkan, adalah kado terindah bagi bayi Yesus, yang akan memberi kehangatan bagi saudara kita yang kedinginan karena sakit dan derita. Hidup terindah adalah hidup yang terus berbagi. SELAMAT NATAL, TUHAN MEMBERKATI.(SHe)

2 Jun 2015

MISA NATAL LANSIA 2014 : MENJADI LANSIA BERKARYA MELALUI DOA DAN KEHENINGAN

MISA NATAL LANSIA 2014 :

MENJADI LANSIA BERKARYA MELALUI DOA DAN 

KEHENINGAN

                  Menjadi lansia (lanjut usia) acap kali merupakan hal yang mengkhawatirkan bagi banyak orang. Lansia sering dikonotasikan dengan tidak mampu secara fisik, kesepian, tidak punya banyak teman, penurunan daya pikir, finansial dan kesehatan. Tak jarang dalam kenyataan lansia tidak mampu melakukan aktivitas untuk diri sendiri dan harus dilayani orang lain. Sehingga secara psikis mereka merasa frustasi, kecewa dan marah pada diri sendiri. Realitanya, menjadi tua adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa ditolak.
                Gereja sebagai paguyuban orang yang saling berbagi kasih dan hidup berdasarkan kasih menyadari akan hal itu. Kasih Gereja St. Fransiskus Assisi kepada para lansia diwujudkan pada Misa Natal Lansia, Minggu 27 Desember 2014. Misa yang begitu istimewa ini dipimpin oleh dua orang Imam, yaitu Pastor Gathot, OFM.Cap dan Pastor Egidius, OFM,Cap. Saat homili Pastor Gathot, OFM, Cap mengajak para lansia untuk tidak berfikir menjadi lansia itu identik dengan tidak berdaya. Menjadi lansia itu masih bisa bekarya dan merasul. Karya kerasulan yang dapat dilakukan lansia yaitu membangun relasi yang akrab dengan Tuhan melalui keheningan doa. Doa tidak perlu diartikan harus pergi ke gereja dan berdoa berlama-lama. Doa Bapa Kami dan Salam Maria adalah dua doa yang sangat ampuh, yang akan menciptakan keheningan dan kedamaian hati. Inilah karya kerasulan lansia yang merupakan kerasulan gereja.
                Sebagai umat paroki Singkawang kita patut berbangga karena paroki kita memiliki rasa hormat dan cinta yang sangat besar kepada para lansia. Betapa tidak, setelah misa selesai, berderet dan berjejer kursi telah disiapkan oleh panitia untuk tempat duduk para lansia. Dibantu oleh Legio Maria dan WK, umat Kring Putra Daud mengarahkan dan menuntun para lansia duduk dengan tertib. Mereka duduk di depan Gereja seolah mengatakan kepada kita, merekalah perintis Gereja ini. Dalam kata sambutannya Pastor Gathot, OFM. Cap dan sesepuh lansia mengungkapkan betapa kita patut berterima kasih kepada umat dan Perduki (Persekutuan Doa Usahawan Katolik Indonesia) yang memberikan perhatian pada lansia.  Potret mengharukan ditampilkan kepada kita ketika lansia saling melayani dan dilayani ketika mengambil makanan santap siang. Yang bisa berjalan mengambil makan sendiri dan yang tidak bisa berjalan diambilkan. Sungguh perjamuan makan yang sangat indah. Pada saat itu, Yesus sungguh-sungguh dirasa lahir dalam hati para lansia dan umat yang hadir.
                Pada penghujung acara panitia membagikan kurang lebih 450 bingkisan (dari Perduki) kepada para lansia yang hadir. Bingkisan ini menjadi ungkapan cinta Gereja bagi para lansia. Sementara lansia yang tidak bisa hadir, bak Sinterklas, panitia melalui ketua kring  akan mengantarkan bingkisan-bingkisan itu ke rumah mereka ataupun pada saat pengiriman komuni. Seluruh rangkaian perayaan Natal Lansia kali ini mau menyampaikan pesan kepada kita “ Jangan takut menjadi lansia karena menjadi lansia tetap bisa berkarya dan merasul melalui doa dan keheningan. Menjadi lansia, menjadi makin dekat pada Tuhan.” Menegaskan kepada para lansia akan kebenaran Sabda Tuhan. “Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman”(Mat 28:20). (SHe)

MENGGAGAS MAKNA HIDUP DARI SUDUT PANDANG SANG USKUP

MENGGAGAS MAKNA HIDUP DARI SUDUT PANDANG SANG USKUP





                   Berbincang dengan sosoknya yang ekspresif, membuatnya serupa magnet, begitu energik sekaligus menarik. Monsignor Agustinus Agus, terlahir pada 22 Oktober 1949 di Lintang, Kapuas, Sanggau, Kalimantan Barat. Sang gembala umat yang ditahbiskan pada 3 Juni 2014 sebagai Uskup Agung di Keuskupan Agung Pontianak menggantikan pendahulunya Monsignor Hieronymus Herculanus Bumbun, OFM.Cap. Sebelum berkarya dalam tangan Tuhan di Keuskupan Agung Pontianak, ia lebih dahulu menjabat sebagai Uskup di Keuskupan Sintang.
                 Tak hanya cerdas, kesan hangat pun terpancar dari sosoknya yang mengaku menggemari tembang-tembang dari grup musik Koes Plus, D’lloyd dan Panbers.  Hal ini tampak ketika di tengah wawancara yang dilakukan redaksi LIKES pada kesempatan itu, beliau begitu terbuka melayani permintaan umat yang ingin mengabadikan momen bersamanya dalam slide-slide foto. Tak mengherankan, jika suatu ketika Anda berkesempatan untuk bertukar pikiran dengannya, maka prinsip hidup dan keramahannya tergambar seperti sosok pastor Almeida di film layar lebar besutan Hollywood, berjudul  Stigmata. 
  Berbincang tentang awal ketertarikan pada kehidupan membiara, diakui segalanya bermula ketika ketakjuban itu muncul tatkala ia berhadapan langsung dengan sosok misionaris asal Belanda. Ia yang saat itu masih kecil begitu terpesona pada pengabdian pastor dari belahan bumi Eropa tersebut. Dunia batinnya seolah berbisik bahwa orang Eropa yang begitu hebat dan maju saja mau menjadi pelayan umat bagi sesama, maka serta merta pula panggilan suara Tuhan seolah nyaring menggema dalam relungnya.
                 Banyak jalan membantu orang lain yang kurang beruntung secara ekonomi, namun ia lebih memilih jalan menjadi pastor karena sosok pastor dipandangnya dapat lebih total dalam melayani umat. Mengutip langsung pernyataannya, “Memandang kehidupan dari sisi paling logis tanpa mengesampingkan rohani, tidak cukup hanya berupa nasihat-nasihat kudus. Kesucian itu berhubungan dengan Tuhan. Kesucian nampak dari perbuatan. Seperti yang tertera dalam Injil  Matius, Segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraKu yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.”
            Mata beliau beberapa saat sempat menerawang saat ditanya mengenai kerikil dalam perjalanan kegembalaannya. Lantas dengan suara lirih, Monsignor berusia 65 tahun ini memaparkan saat terberat itu menghampiri ketika keinginannya ditahbiskan sebagai imam dengan disaksikan ayahanda tercinta tak terwujud. Beliau sempat berujar, pada saat itu terlintas pemikiran paling manusiawi, “Jika Tuhan betul-betul memilih saya, biarkan ayah saya melihat pentahbisan saya sebagai imam.”, namun kiranya sang penguasa perasaan manusia berkendak lain. Di saat-saat paling getir itu, munculah penguatan dari sesama biarawan yang mengutip Injil Lukas 9:60, “Biarlah orang mati menguburkan orang mati; tetapi engkau, pergilah dan beritakanlah kerajaan Allah di mana-mana.”    
            Di akhir obrolan singkat namun hangat, sang gembala umat yang juga memiliki kegemaran bermain bulutangkis ini mengetengahkan harapannya yang berkaitan dengan nafas gereja Katolik, “Semoga  di masa-masa yang akan datang, gereja lebih mendekatkan diri dengan pemerintah, gereja dapat lebih mendunia sekaligus lebih membumi.”, pungkasnya. (Hes)

         

BE A BROTHER FOR ALL

BE A BROTHER FOR  ALL


Selayang Pandang OFM.Cap

               Be A Brother For  All (Menjadi Saudara Bagi Semua) merupakan motto dari OFMCap (Ordo Fraterum Minorum Cappucinorum) yang dapat diartikan sebagai ordo saudara-saudara  dina dari Kapusin menjadi denyut dan aura jiwa bagi penghayatan para pengikutnya setiap hari. Ordo ini  didirikan oleh Santo Fransiskus dari Assisi  (1882-1226), menjadi magnet pribadi banyak orang sekaligus maestro yang dikagumi di abad 21 sebagai Santo yang spektakuler dalam spiritualitas kemiskinan dan hina dina.
               Dalam perjalanan waktu Ordo ini berkembang menjadi Ordo pertama untuk laki-laki  (OFM, OFMConv dan OFMCap). Ketiga Ordo pertama ini menghidupi anggaran dasar yang disusun oleh Fransiskus dari Assisi dan disahkan oleh Paus Honorius III. Ordo kedua untuk perempuan (para Suster Klaris) dan ordo ketiga untuk awam maupun imam sekular (regular dan secular). Ordo Kapusin dimulai oleh Matheus dari Bascio dan resmi berdiri pada 3 Juli 1528 dengan Bulla Religionis Zellus oleh Paus clement VII. Adapun anggota Ordo Kapusin ini terdiri dari ‘klerus’ (imam) dan  ‘laikus’ yang biasa disebut bruder.







Nama Kapusin
                  Panggilan nama Kapusin berawal dari sorakan anak-anak yang melihat para saudara dina yang memakai jubah dengan kap panjang dan runcing. Mereka meneriakkan:  “Scapucini!, Scapucini!” (menggunakan kap). Dari teriakan inilah lahir nama Kapusin.  Ordo Kapusin sudah tersebar luas ke seantero dunia di 106 negara. Saudara Kapusin mulai berkarya di Indonesia sejak tahun 1905 dan pada Februari 1994 dimekarkan menjadi 3 Propinsi: Medan, Sibolga, dan Pontianak. Kapusin Propinsi Pontianak, dengan nama pelindung Santa Maria Ratu Para Malaikat, didirikan secara resmi pada tanggal 21 Februari 1994.
             Adapun wilayah karyanya yaitu: Keuskupan Agung Pontianak, Keuskupan Sanggau, Keuskupan Sintang, Keuskupan Palangka Raya dan Keuskupan Agung Jakarta, dan pastinya di Singkawang beralamat Pastoran Katolik,  Jln. P. Diponegoro No. 1 Singkawang. Para saudara Kapusin yang berada di lima keuskupan ini dipimpin langsung oleh Minister Propinsial.
Jenis Karya dan Ciri Khas Hidupnya
                  Para saudara Kapusin lebih memperhatikan karya dan pengabdianya dengan fokus pada: pelayanan pastoral parochial dan kategorial, pembimbing rohani dan retret, pendamping kaum muda, pengelola pertukangan dan bangunan, pengurus rumah tangga komunitas, pelayanan di bidang medis, pertanian, dan pendidikan, pengembangan masyarakat, pemelihara, dan pendukung seni budaya, berkarya di daerah misi dan pendamping kaum terlantar.
                  Adapun ciri khas hidupnya adalah : (1) hidup dalam persaudaraan – Fraternitas, (2) doa menjadi nafas hidup dan karya setiap saudara, (3) para saudara Kapusin menghayati kemiskinan dan kedinaan dengan hidup sederhana baik dalam penampilan maupun dalam tutur kata, dan berpihak kepada orang kecil dan miskin (option for the poor), (4) terbuka pada setiap tugas yang dibutuhkan oleh ordo maupun gereja lokal, ikut mempromosikan keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan (Justice, Peace and Intergrity of Creation).
Ajakan
            Anda terpanggil menjadi calon dan mau bergabung dengan mereka, hendaklah memperhatikan hal-hal tersebut. Calon yang hendak melamar menjadi Kapusin haruslah seorang pria beriman Katolik (minimal 2  tahun setelah baptisan). Punya kemauan yang baik dan suci. Artinya, ingin mewujudkan dalam hidupnya cita-cita persaudaraan Kapusin. Sehat jiwa dan raga sehingga berdaya guna untuk mengemban salah satu jenis pengabdian dengan baik dan menggembirakan. Berpendidikan minimal SMU atau setingkatnya, demi menjamin mutu pemahaman atas cara hidup membiara dan terbuka kemungkinan untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat dan kemampuan.
                  Untuk itu kami mengajak, “Hai Kaum Muda Katolik, mari bergabung bersama kami mengikuti Tuhan Yesus Kristus menurut teladan St. Fransiskus Assisi dalam Ordo Saudara Dina Kapusin Propinsi Pontianak.” Sertakan surat lamaran Anda: surat keterangan pastor paroki, surat kesaksian dari pembimbing, atau surat rekomendasi dari sekolah atau tempat bekerja. Riwayat hidup singkat, pasfoto 3x4 (3 lembar), surat persetujuan orang tua/wali. Kirim ke Minister Propinsial Kapusin Pontianak: Jl. Adisucipto KM 9,6 Tirta Ria - Sungai Raya, Kotak Pos 6300. Pontianak-Kalbar 78391 Telp. (0561) 722430/78391. Fax: (0561)-724012.E-mail: kapusin.pontianak@kapusin.org.
                   Bila ingin mengetahui lebih mendalam  langsung pada contact person: P. Joseph Yuwono, OFMCap - Tirta Ria (081251154671) - P. Chrispinus, OFMCap (081345766156) - Nyarumkop. Nah, tunggu apa lagi, mungkinkah Anda salah satu insan yang terpanggil saat ini?
(Ditulis kembali oleh Bruf dengan bersumber pada Brosur OFMCap)

1 Jun 2015

LEBIH DEKAT DENGAN SANG GEMBALA UMAT


LEBIH DEKAT DENGAN SANG GEMBALA UMAT


“Perkenalkan, nama saya Gathot, singkatan dari Ganteng Total…”, umat yang awalnya meraba, menerka-terka seperti  apa sifat sang gembala barunya, sontak tak dapat menahan tawa mendengar celetukan bernada humor dari dia yang pagi itu memimpin misa di Gereja Katolik Santo Fransiskus Assisi Singkawang.
Sosoknya sederhana, ramah dan begitu menyejukkan dalam tutur kata serta tindakan, layaknya paradigma umum  khas gembala umat. Terlahir di salah satu desa yang begitu terkenal dengan lembaga pendidikan yang dikelola oleh yayasan Katolik sejak zaman Belanda, Kweekschool  (kini SMA Pangudi Luhur Van Lith, Muntilan) pada 16 April 1969, Pastor Stephanus Gathot Purtomo, OFMCap, terlahir sebagai anak pertama dari tujuh bersaudara, putra pasangan (alm.) Yohanes Sardjo dan (almh.) Elisabet Sunatri. Ia menghabiskan sebagian masa kecilnya di Ngawen, Muntilan sebelum akhirnya harus mengikuti  jejak sang ayah yang berpindah tugas ke kota Gethuk, Magelang.



Sejak kecil, ia telah begitu dekat dengan kehidupan para biarawan, tak mengherankan memang, selain karena Muntilan dikenal sebagai daerah yang kental dengan nafas Kristiani, almarhum ayahandanya merupakan salah satu prodiakon di lingkungan gereja Katolik stasi Ngawen. Pria yang ketika remaja begitu menggemari lantunan suara emas Dian Pramana Putra, Dedi Dukun dan memiliki kesan mendalam terhadap tembang Nostalgia SMA-nya Paramitha Rusadi ini mengaku, ketertarikannya terhadap kehidupan membiara  semacam love at the first sight (cinta pada pandangan pertama). Segalanya bermula ketika  ia melihat Romo (Pastor) yang memimpin misa mengenakan jubah putih, tampak begitu gagah dan tentunya mangkus memesona Gathot kecil. Keterpesonaan itu yang menggiringnya memilih jalan yang kini mendapuknya menjadi Pastor Paroki Gereja Santo Fransiskus Assisi Singkawang. 
Dalam perjalanan karirnya, silih berganti hal tak terlupa dan menarik seolah membentuk bingkai tersendiri bagi slide kehidupan pria berkulit sawo matang pehobi jogging ini, di antaranya saat pentahbisan imam pada  10 Oktober 1998, manakala ia tiarap memeluk bumi, mengantarnya pada kesadaran tentang esensi kerendahan hati, atau sepenggal kisah yang sulit diterjemahkan dari segi perasaan saat ia tak dapat melihat sang ayahanda untuk terakhir kali karena tengah menuntaskan studi di Roma, atau ketika sosoknya harus memimpin misa tanpa altar, umat duduk hanya beralas tikar dan masih berbonus umat yang mengikuti misa sambil merokok, syahdan sekelumit cerita jenaka tatkala ia seperti kebanyakan remaja pada umumnya yang memiliki sifat jail “menyelundupkan” radio ke Seminari padahal hal tersebut dilarang keras untuk dilakukan. Segalanya terasa sangkil membentuk pribadinya sebagai gembala.  
“Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil” (Yoh. 3:30) motto itu yang selalu menjadi pegangannya dimanapun ia berada. Di sela-sela obrolan, Pastor Gathot mengungkapkan, “Terkadang dari sisi manusiawi saya selaku romo atau pastor, kerap muncul rasa eksklusivisme,  ingin diperlakukan lebih istimewa dari orang lain. Saya masih terus-menerus mempelajari esensi rendah hati”. Ia mengakui, perasaan tersebut hingga kini masih seringkali menjadi batu sandungan dalam kehidupan membiara dan hal itu murni berasal dari internalnya.
Ketika ditanya mengenai harapan terhadap paroki yang kini digembalainya, beliau secara tenang dan penuh bijaksana mengungkap keinginan agar umat yang digembalai lebih militan terutama dalam hal keluarga. Ini secara otomatis akan berpengaruh pada kehidupan gereja. Hal serupa diungkapnya untuk kaum muda, “Saya berharap kaum muda Katolik menjaga militansi ke-Katolikannya.”, pungkasnya. (Hes)
Riwayat Pendidikan:
SD Kanisius Ngawen, Muntilan.
SMP Santo Yosef Mertoyudan, Magelang.
SMA Seminari Menengah Mertoyudan, Magelang.
Postulat Sanggau Kapuas, Kalimantan Barat.
Novisiat Parapat, Sumatera Utara.
STFT Santo Yohanes Pematang Siantar, Sumatera Utara.
Universitas Gregoriana Roma, Italia.

Riwayat Karir
Tahbisan 10 Oktober 1998 di Bengkayang
Paroki Jangkang, Keuskupan Sanggau (1998 − 2001)
Melanjutkan pendidikan di Universitas Gregoriana Roma, Italia (2001− 2003)
Post Novisiat Singkawang (2003 − 2004)
Biara Kapusin St. Lorenzo (2004 − 2011)
Balai Karangan, Sanggau (2011 − 2013)
Paroki Singkawang (2013 – sekarang)



    


31 Mei 2015

Surat Cinta Dari Pembaca


Surat Cinta Dari Pembaca 

Salam hangat,

Menjumpai pembaca Likes, beberapa waktu lalu redaksi menerima sepucuk ‘surat cinta’  dari yang terkasih Suster Pia, OSCCap. Sila disimak sapaan hangat beliau.
Sebuah tanggapan dan tawaran.

 

Ilustrasi Pengakuan Dosa


                Wah-wah luar biasa banget deh, Simbah jadi bangga, haru, kagum dan penuh syukur ikut baca buletin Likes edisi 001, Desember 2014 tentang berbagai kegiatan sosial dan seminar-seminar, melihat gambar, foto-foto yang ganteng, keren, dan cantik. Hanya entah mengapa, rupanya kacamata Mbah yang sedikit buram maka gambar agak sedikit bruwet. Soal apa yang di benakku/Mbah lihat wajah aslinya, kalian jauh lebih ganteng, keren, dan cantik, ya, iya dong tentu, kan kita adalah gambar-gambar  Allah yang hidup penuh gairah dan semangat untuk melayani.
Tapi hati ini juga menjadi tersentak, tersayat iba dan rasa prihatin ketika baca realita sekian banyak cucu di Singkawang jadi pengguna narkoba dan hal-hal yang negatif dibuatnya. Namun Mbah tidak tenggelam pada rasa doang, tapi kembali membuatku berefleksi. Dan, ah…! Mbah jadi lebih menyadari  bahwa tidak meras lebih baik dan hidup sudah safe, mbah juga seorang  residive lho…! Walaupun bukan dalam kasus pengedar dan pengguna narkoba. Tetapi residive sebagai seorang pendosa yang setiap kali jatuh dalam dosa dari sejak muda sampai tua, kasihan deh Mbah ini.
Memang sungguh benar, “Lebih exis tanpa narkoba tapi juga tanpa dosa,” di sana kita akan menjadi manusia-manusia yang memiliki kebebasan dan kemerdekaan yang sejati sebagai anak Allah. Nah, cucuku! Apa yang membuat Mbah ingin ikut ambil bagian dalam berbagi sebagai salah satu umat di Gereja Katolik Singkawang, bukan membagikan harta yang Mbah tak punya, melainkan membagi pengalaman yang amat berharga bagi kehidupan yang amat berharga bagi hidup yaitu: habitus menerima sakramen tobat sejak masa muda . bahwa menerima sakramen tobat sungguh merupakan rahmat besar yang cuma-cuma diberikan oleh Bapa Surgawi lewat iman. Sulit untuk melukiskan dengan kata-kata, tapi mungkin bisa Mbah coba bahasakan dengan kata-kata yang berdampak: mendamaikan, melegakan, menggembirakan, meringankan, mencegah tindakan yang lebih negatif, menyembuhkan, menjaga, melindungi, menguatkan, mendandani hidup, menjernihkan suasana batin, dan lain-lain yang sangat membantu tumbuh kembang hidup beriman Katolik dan merasa dibimbing untuk berjalan pada roh kehidupan yang benar.
Ya, sungguh benar sakramen tobat adalah berkat dan anugerah besar bagi kita semua tanpa terkecuali sebagai keluarga universal Katolik. Lalu, apakah sakramen yang satu ini telah menjadi habitus bagi hidup kita di sini? Atau masih sebatas kewajiban ‘NaPas’? (Natal Paskah). Kalau sudah, syukurlah,. Kalau belum, Mbah ingin dengan rendah hati memberanikan diri untuk menghimbau/ mempromosikan, “Mari…! Jangan lewatkan, jangan abaikan kesempatan, biasakan diri untuk menerima sakramen tobat ini.” Di sini kita punya gembala-gembala yang baik, ya, sungguh baik. Tapi seandainya menurut kaca mata cucuku lain, lihatlah dengan kaca mata iman bahwa entah apapun dan bagaimanapun imam kita, Allah tetap memakainya secara utuh dan penuh untuk menyalurkan rahmat dan berkat-Nya juga memiliki gereja yang megah lengkap dengan kamar pengakuan. Kiranya kita perlu memanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Jika kita bersama menghayai habitus sakramen tobat ini, dunia kita akan sungguh berubah. Mari kita berbaris melangkah maju ambil bagian untuk mempercantik diri berdandanan keselamatan. Pelan tapi pasti kita akan membentuk diri menjadi pribadi bermental dan berjiwa Kristiani yang handal dan militan. Juga akan jadi luar biasa sumbangan mental spiritual untuk diri sendiri, keluarga, lingkungan masyarakat dan bangsa. Inilah suatu hal kegiatan hidup menggereja secara internal, yang tidak kalah penting dari kegiatan-kegiatan apapun lainnya.
Semoga hal tersebut di atas mendapat respon positif, walaupun dalam setiap kali Ekaristi kita sudah mengaku bersama dan mendapat pengampunan, tetapi kita masing-masing ini sangat spesifik  dan sapaan kasih Tuhan juga sangat personal dalam sakramen tobat.
Semoga ya, semoga kita menjadi semakin seimbang dalam merias diri batiniah dan lahiriah.

(Penulis Sr. Pia, OSCCap yang senantiasa haus akan keselamatan jiwaku sendiri dan jiwa semua cucuku)