Selamat Datang Di Website Resmi Paroki Singkawang - Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut tanggal untuk kueri foto di dalam gereja. Urutkan menurut relevansi Tampilkan semua postingan
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut tanggal untuk kueri foto di dalam gereja. Urutkan menurut relevansi Tampilkan semua postingan

27 Jul 2015

Mencintai Alam Lewat Pendakian Gunung Poteng

Mencintai Alam Lewat Pendakian Gunung Poteng

 

 

Tahun 1979 memiliki catatan sejarah tersendiri  untuk lingkungan hidup karena pada tahun itu Paus Yohanes Paulus II mengangkat St. Fransiskus Assisi sebagai pelindung ekologi. Pengangkatan ini dilatarbelakangi oleh kecintaan Sang Santo kepada alam ciptaan. Bahkan melalui alam ciptaan, Fransiskus bisa berjumpa dengan Tuhan sendiri. Sebagai warga paroki yang berlindung di bawah naungan St. Fransiskus Assisi, Orang Muda Katolik Singkawang mau mewujudkan semangat Santo Fransiskus akan kecintaannya terhadap alam. Semangat itu diejawantahkan dengan acara naik Gunung Poteng pada tanggal 8 Juli 2015.

Pendakian ke Gunung Poteng diawali dengan misa pagi bersama yang dipimpin oleh P. Gathot di Biara Nopisiat Kapusin Gunung Poteng. Dalam kotbah singkatnya P. Gathot menyampaikan perhatian Gereja terhadap alam ciptaan yang semakin hari semakin memprihatinkan. Ini dibuktikan dengan terbitnya ensiklik terbaru dari Paus Fransiskus yang berbicara tentang ekologi. Paus sendiri bahkan mengangkat syair yang didoakan oleh St Fransiskus, Laudato si’: Terpujilah Engkau Tuhan dan menjadikannya sebagai judul dari ensiklik itu. Berlatar belakang ensiklik tersebut Pastor yang gemar jogging ini lebih lanjut  mengatakan, “Teman-teman kita bukan hanya sekedar mendaki gunung. Tetapi kita mengemban  misi lain yang jauh lebih bermakna. Pendakian ini hendaknya menghantar kita pada sikap memuji karya Tuhan lewat ciptaan-Nya yang begitu indah. Dan saya berharap kita semakin mencintai lingkungan sekitar kita. Dengan demikian ada misi rohani dalam kegiatan yang akan kita lalui ini.”


Selesai sarapan, acara pendakian pun digelar dengan mengambil start di Nopisiat Kapusin Gunung Poteng. Sebanyak 30 OMK, gabungan dari OMK Paroki Singkawang dan OMK Gunung Poteng larut dalam kegembiraan bersama. Disertai canda ria dan selingan nyanyian semua berangkat dengan penuh semangat. Sengatan matahari yang begitu panas tak menyurutkan langkah dengan satu harapan bisa mencapai puncak Gunung Poteng. Suasana berbeda pun langsung terasa ketika memasuki kawasan hutan. Aroma hutan nan asri langsung menyergap para pendaki. Ditambah lagi dengan suara kicauan burung dan semilirnya angin gunung semakin menambah indahnya suasana. Namun tak bisa dimungkiri bahwa rasa letih mulai menghinggapi. Tergambar jelas dalam wajah-wajah para pendaki. Tetapi semangat tak luntur sama sekali. 

Tiga  jam berlalu tanpa terasa. Sampai akhirnya rombongan pun mencapai puncak Gunung Poteng. Rasa letih dan capai terbayar sudah, dengan melihat panorama pemandangan nan indah dari puncak yang tersaji di depan mata.  Hamparan pepohonan hijau membungkus Gunung Poteng membuat mata yang memandang tak henti-hentinya berdecak kagum. Seraya mengagumi karya Tuhan beberapa OMK menyampaikan syukur dan pujian kepada Tuhan yang keluar dari mulut  secara spontan. “Rugi banget kalau kita gak ikutan kegiatan ini. Baru kali ini saya melihat ciptaan Tuhan yang sangat indah”, komentar salah seorang peserta. Momen yang sangat langka ini pun langsung diabadikan dalam bentuk foto, baik foto bersama maupun sendiri-sendiri. Setelah beberapa waktu berada di puncak, para peserta pun segera turun dengan perasaan sangat puas. Sebagai wujud konkrit kecintaan OMK terhadap alam ciptaan, segala bungkus makanan dan minuman tidak dibuang begitu saja, tetapi harus dibawa pulang kembali agar tidak mengotori puncak Gunung Poteng. Tentu gelaran naik Gunung Poteng akan menjadi kenangan indah yang tak terlupakan. Harapan yang disematkan tentunya bahwa OMK semakin mencintai alam ciptaan Tuhan. (Steph)

2 Jun 2015

MENGGAGAS MAKNA HIDUP DARI SUDUT PANDANG SANG USKUP

MENGGAGAS MAKNA HIDUP DARI SUDUT PANDANG SANG USKUP





                   Berbincang dengan sosoknya yang ekspresif, membuatnya serupa magnet, begitu energik sekaligus menarik. Monsignor Agustinus Agus, terlahir pada 22 Oktober 1949 di Lintang, Kapuas, Sanggau, Kalimantan Barat. Sang gembala umat yang ditahbiskan pada 3 Juni 2014 sebagai Uskup Agung di Keuskupan Agung Pontianak menggantikan pendahulunya Monsignor Hieronymus Herculanus Bumbun, OFM.Cap. Sebelum berkarya dalam tangan Tuhan di Keuskupan Agung Pontianak, ia lebih dahulu menjabat sebagai Uskup di Keuskupan Sintang.
                 Tak hanya cerdas, kesan hangat pun terpancar dari sosoknya yang mengaku menggemari tembang-tembang dari grup musik Koes Plus, D’lloyd dan Panbers.  Hal ini tampak ketika di tengah wawancara yang dilakukan redaksi LIKES pada kesempatan itu, beliau begitu terbuka melayani permintaan umat yang ingin mengabadikan momen bersamanya dalam slide-slide foto. Tak mengherankan, jika suatu ketika Anda berkesempatan untuk bertukar pikiran dengannya, maka prinsip hidup dan keramahannya tergambar seperti sosok pastor Almeida di film layar lebar besutan Hollywood, berjudul  Stigmata. 
  Berbincang tentang awal ketertarikan pada kehidupan membiara, diakui segalanya bermula ketika ketakjuban itu muncul tatkala ia berhadapan langsung dengan sosok misionaris asal Belanda. Ia yang saat itu masih kecil begitu terpesona pada pengabdian pastor dari belahan bumi Eropa tersebut. Dunia batinnya seolah berbisik bahwa orang Eropa yang begitu hebat dan maju saja mau menjadi pelayan umat bagi sesama, maka serta merta pula panggilan suara Tuhan seolah nyaring menggema dalam relungnya.
                 Banyak jalan membantu orang lain yang kurang beruntung secara ekonomi, namun ia lebih memilih jalan menjadi pastor karena sosok pastor dipandangnya dapat lebih total dalam melayani umat. Mengutip langsung pernyataannya, “Memandang kehidupan dari sisi paling logis tanpa mengesampingkan rohani, tidak cukup hanya berupa nasihat-nasihat kudus. Kesucian itu berhubungan dengan Tuhan. Kesucian nampak dari perbuatan. Seperti yang tertera dalam Injil  Matius, Segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraKu yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.”
            Mata beliau beberapa saat sempat menerawang saat ditanya mengenai kerikil dalam perjalanan kegembalaannya. Lantas dengan suara lirih, Monsignor berusia 65 tahun ini memaparkan saat terberat itu menghampiri ketika keinginannya ditahbiskan sebagai imam dengan disaksikan ayahanda tercinta tak terwujud. Beliau sempat berujar, pada saat itu terlintas pemikiran paling manusiawi, “Jika Tuhan betul-betul memilih saya, biarkan ayah saya melihat pentahbisan saya sebagai imam.”, namun kiranya sang penguasa perasaan manusia berkendak lain. Di saat-saat paling getir itu, munculah penguatan dari sesama biarawan yang mengutip Injil Lukas 9:60, “Biarlah orang mati menguburkan orang mati; tetapi engkau, pergilah dan beritakanlah kerajaan Allah di mana-mana.”    
            Di akhir obrolan singkat namun hangat, sang gembala umat yang juga memiliki kegemaran bermain bulutangkis ini mengetengahkan harapannya yang berkaitan dengan nafas gereja Katolik, “Semoga  di masa-masa yang akan datang, gereja lebih mendekatkan diri dengan pemerintah, gereja dapat lebih mendunia sekaligus lebih membumi.”, pungkasnya. (Hes)

         

31 Mei 2015

Surat Cinta Dari Pembaca


Surat Cinta Dari Pembaca 

Salam hangat,

Menjumpai pembaca Likes, beberapa waktu lalu redaksi menerima sepucuk ‘surat cinta’  dari yang terkasih Suster Pia, OSCCap. Sila disimak sapaan hangat beliau.
Sebuah tanggapan dan tawaran.

 

Ilustrasi Pengakuan Dosa


                Wah-wah luar biasa banget deh, Simbah jadi bangga, haru, kagum dan penuh syukur ikut baca buletin Likes edisi 001, Desember 2014 tentang berbagai kegiatan sosial dan seminar-seminar, melihat gambar, foto-foto yang ganteng, keren, dan cantik. Hanya entah mengapa, rupanya kacamata Mbah yang sedikit buram maka gambar agak sedikit bruwet. Soal apa yang di benakku/Mbah lihat wajah aslinya, kalian jauh lebih ganteng, keren, dan cantik, ya, iya dong tentu, kan kita adalah gambar-gambar  Allah yang hidup penuh gairah dan semangat untuk melayani.
Tapi hati ini juga menjadi tersentak, tersayat iba dan rasa prihatin ketika baca realita sekian banyak cucu di Singkawang jadi pengguna narkoba dan hal-hal yang negatif dibuatnya. Namun Mbah tidak tenggelam pada rasa doang, tapi kembali membuatku berefleksi. Dan, ah…! Mbah jadi lebih menyadari  bahwa tidak meras lebih baik dan hidup sudah safe, mbah juga seorang  residive lho…! Walaupun bukan dalam kasus pengedar dan pengguna narkoba. Tetapi residive sebagai seorang pendosa yang setiap kali jatuh dalam dosa dari sejak muda sampai tua, kasihan deh Mbah ini.
Memang sungguh benar, “Lebih exis tanpa narkoba tapi juga tanpa dosa,” di sana kita akan menjadi manusia-manusia yang memiliki kebebasan dan kemerdekaan yang sejati sebagai anak Allah. Nah, cucuku! Apa yang membuat Mbah ingin ikut ambil bagian dalam berbagi sebagai salah satu umat di Gereja Katolik Singkawang, bukan membagikan harta yang Mbah tak punya, melainkan membagi pengalaman yang amat berharga bagi kehidupan yang amat berharga bagi hidup yaitu: habitus menerima sakramen tobat sejak masa muda . bahwa menerima sakramen tobat sungguh merupakan rahmat besar yang cuma-cuma diberikan oleh Bapa Surgawi lewat iman. Sulit untuk melukiskan dengan kata-kata, tapi mungkin bisa Mbah coba bahasakan dengan kata-kata yang berdampak: mendamaikan, melegakan, menggembirakan, meringankan, mencegah tindakan yang lebih negatif, menyembuhkan, menjaga, melindungi, menguatkan, mendandani hidup, menjernihkan suasana batin, dan lain-lain yang sangat membantu tumbuh kembang hidup beriman Katolik dan merasa dibimbing untuk berjalan pada roh kehidupan yang benar.
Ya, sungguh benar sakramen tobat adalah berkat dan anugerah besar bagi kita semua tanpa terkecuali sebagai keluarga universal Katolik. Lalu, apakah sakramen yang satu ini telah menjadi habitus bagi hidup kita di sini? Atau masih sebatas kewajiban ‘NaPas’? (Natal Paskah). Kalau sudah, syukurlah,. Kalau belum, Mbah ingin dengan rendah hati memberanikan diri untuk menghimbau/ mempromosikan, “Mari…! Jangan lewatkan, jangan abaikan kesempatan, biasakan diri untuk menerima sakramen tobat ini.” Di sini kita punya gembala-gembala yang baik, ya, sungguh baik. Tapi seandainya menurut kaca mata cucuku lain, lihatlah dengan kaca mata iman bahwa entah apapun dan bagaimanapun imam kita, Allah tetap memakainya secara utuh dan penuh untuk menyalurkan rahmat dan berkat-Nya juga memiliki gereja yang megah lengkap dengan kamar pengakuan. Kiranya kita perlu memanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Jika kita bersama menghayai habitus sakramen tobat ini, dunia kita akan sungguh berubah. Mari kita berbaris melangkah maju ambil bagian untuk mempercantik diri berdandanan keselamatan. Pelan tapi pasti kita akan membentuk diri menjadi pribadi bermental dan berjiwa Kristiani yang handal dan militan. Juga akan jadi luar biasa sumbangan mental spiritual untuk diri sendiri, keluarga, lingkungan masyarakat dan bangsa. Inilah suatu hal kegiatan hidup menggereja secara internal, yang tidak kalah penting dari kegiatan-kegiatan apapun lainnya.
Semoga hal tersebut di atas mendapat respon positif, walaupun dalam setiap kali Ekaristi kita sudah mengaku bersama dan mendapat pengampunan, tetapi kita masing-masing ini sangat spesifik  dan sapaan kasih Tuhan juga sangat personal dalam sakramen tobat.
Semoga ya, semoga kita menjadi semakin seimbang dalam merias diri batiniah dan lahiriah.

(Penulis Sr. Pia, OSCCap yang senantiasa haus akan keselamatan jiwaku sendiri dan jiwa semua cucuku)