Selamat Datang Di Website Resmi Paroki Singkawang - Terima Kasih Atas Kunjungan Anda

3 Mar 2017

AIR YANG SETIA DENGAN WADAHNYA

AIR YANG SETIA DENGAN WADAHNYA



Pada liburan yang lalu, saya bersama siswa kelas XII MIA 1 mengisinya dengan berwisata ke sebuah pegunungan,  di sana terbentang pemandangan yang indah,  telaga warna. Di daerah yang berhawa dingin tersebut banyak budidaya tanaman sayur mayur khas wilayah daerah pegunungan seperti kubis, wortel, tomat maupun jenis sayuran yang lain tumbuh subur,dan kami kami membuat perkemahan di dekat telaga tersebut.

Perkemahan berlangsung akrab dan sangat menyenangkan. 
Para siswa banyak belajar tentang kehidupan masyarakat petani sayur mayur di sana, kegotong-royongan, toleransi maupun cara budidaya sayur mayur maupun tata airnya. 

Setelah acara perkemahan selesai para siswa bersepakat pergi ke sungai bersama-sama untuk mencuci tenda di sungai yang mengalir tidak jauh dari wilayah telaga. Mereka sangat senang melihat kebersihan dan kejernihan air yang mengalir di sungai tersebut yang berasal dari telaga itu.
Si Wawan salah seorang siswa, kelihatan merenung dan memperhatikan aliran air sungai tersebut. Dia berpikir dan heran melihat sifat air.

Di sungai, air mengalir mengikuti bentuk lekukan sungai, lalu di telaga tadi air juga juga berbentuk mengikuti bentuk telaga. Kemudian dia mengambil botol minumannya yang telah kosong dan mengisinya dengan air dari sungai tersebut dan ternyata air pun berubah bentuknya mengikuti bentuk botol.

“Oh air, aku betul-betul sangat mengagumi keberadaanmu, segala makhluk mengakui akan perananmu dalam menopang kehidupan makhluk hidup di dunia ini. Namun di lain pihak, aku sangat  kecewa denganmu karena kau tidak memiliki jati diri yang teguh,” kata Wawan. Rupanya air di sungai tersebut mendengar ucapan Wawan. Lalu dia bertanya.

“Lalu di mana kelemahanku itu, wahai manusia. Oh ya, namamu siapa? Kita belum berkenalan,”  air dalam sungai tersebut bertanya.

Lalu Wawan menjawab, “Namaku Wawan, seorang murid SMA di kota ini. Jadi begini, di tempurung, bentukmu menyerupai tempurung. Di botol, bentukmu seperti botol lalu di telaga di atas sana bentukmu pun menyerupai telaga dan di sini, di sungai ini engkau mengalir seperti kelokan sungai. Apa ini bukan bukti yang nyata bahwa engkau plin-plan, tidak teguh dengan pendirian.

“Karena aku sering berubah bentuk dengan tempatku itu yang kau anggap aku lemah dan tidak mempunyai jati diri, maksudmu?” air bertanya minta penjelasan.

“Benar, itulah buktinya kamu lemah dan tidak mempunyai  pendirian,”  jawab Wawan.

“Wan, justru di situlah kelebihanku dibandingkan dengan kehidupanmu. Coba bayangkan, bagaimana jadinya kalau aku tetap ngotot bersiteguh dengan salah satu bentuk,  sungai ini misalnya, maka kamu dan manusia akan kesulitan membawaku. 

Aku berubah bentuk sesuai dengan wadahku bukan berarti aku tidak punya pendirian, tidak punya jati diri, tetapi sebaliknya, karena dengan bersifat seperti ini, aku mudah menyesuaikan diri dengan lingkunganku dan itulah kehebatanku.

Aku tidak pernah menuntut suatu di luar wadahku,” air melanjutkan bicaranya. 
“Sebab aku tahu mana hakku. Di antara kalian, seringkali timbul pertengkaran karena kalian sering menuntut hak yang bukan haknya. Bahkan kalian sering menuntut orang lain untuk bisa berubah sesuai dengan kemauanmu, sesuai dengan kehendakmu.”

“Jadi menurutmu, manusia itu akan bahagia kalau tidak merubah lingkungannya?” tanya Wawan.
“Tidak juga, sebab kalian itu makhluk yang selalu berkembang, sehingga tidak mungkin tidak berubah bentuknya, baik secara fisik maupun rohaninya. Kebijaksanaan manusia itu sesungguhnya terletak pada kepandaiannya dalam melihat sesuatu yaitu mana yang dapat diubah dan mana yang dapat berubah. Sebab dalam kehidupan sehari-hari, manusia sering berdiam diri tatkala ia dituntut untu membawa perubahan yang lebih baik bagi lingkungannya.

Bahkan manusia sering kecewa karena ingin selalu mengubah hal-hal yang tak mungkin diubah. Coba camkan itu,” air mengakhiri pelajarannya.

Wawan sangat memahami dan merasa puas dengan penjelasan air dan dia segera menyusul teman-teman yang lain untuk berkemas dan kembali ke kotanya dengan membawa sebuah tekad dan penyegaran yang menyenangkan untuk membuat lingkungannya menjadi lebih baik. Ada yang bisa diubah dan ada yang tidak perlu diubah.

Singkawang, awal Februari 2017.



0 komentar: