Selamat Datang Di Website Resmi Paroki Singkawang - Terima Kasih Atas Kunjungan Anda

14 Sep 2015

RUMPUN BAMBU "GERAK LEMBUT YANG MENYEJUKKAN"

BERGURU PADA KEBIJAKSANAAN ALAM (BPKA)  

RUMPUN BAMBU "GERAK LEMBUT YANG MENYEJUKKAN"

Di pagi hari itu, ayam jantan berkokok saling bersahutan, pertanda hari baru telah tiba. Dan Pak Tegar, si petani itu sedang duduk beralaskan jerami kering di dalam gubuk yang beratapkan ilalang, di sawahnya. Dikeluarkannya ‘slepen’ tempat rokoknya, dia mengeluarkan isinya, lalu mulai menggulung tembakau yang diletakkannya di atas kulit jagung, lalu dibubuhinya dengan klembak (seperti kemenyan) kesukaanya lalu mulai menghisapnya. Dia sangat menikmati kepulan demi kepulan asap rokonya, namun ini bukan berarti Pak Tegar adalah petani yang malas, tetapi dia tahu, karena kepekaannya dengan tanda-tanda alam bahwa pagi ini akan turun hujan lebat disertai angin yang bertiup kencang. Awan tebal yang menggelantung di langit disertai tiupan angin yang kencang serta bunyi petir yang menyambar-nyambar seakan tidak mau bersahabat dengan kampungnya.

Tak lama kemudian hujan memang turun dengan deras disertai angin kencang mengoyak pepohonan. Dari dalam gubugnya, Pak Tegar melihat amukan angin kencang menumbangkan pohon besar di pinggiran sungai. Matanya tidak berkedip menyaksikan hal itu. Sudah dua batang pohon besar yang tumbang, tetapi si pohon bambu masih tegak berdiri padahal  dua batang pohon besar di sebelahnya yang telah mengakar kuat puluhan tahun tumbang berserakan di pinggir sungai.

Sambil menunggu hujan reda Pak Tegar mengamati lebih serius gerik-gerik bambu di pinggir sungai, di dekat sawahnya. Pucuknya senantiasa bergoyang-goyang mengikuti tiupan angin yang mengamuk, meniup kencang.

Akhirnya hujanpun berhenti dan angin mereda dari amarahnya. Sebelum melangkah menuju petak-petak sawahnya untuk memulai pekerjaannya, Pak Tegar menyempatkan diri berjalan ke tepi sungai untuk bertanya kepada si bambu yang perkasa.

“Kawan, Anda adalah pohon yang hebat. Anda dapat bertahan mengahadapi terpaan angin kencang padahal pohon-pohon besar itu tumbang tak berdaya tergeletak di pinggiran  sungai!” kata Pak Tegar kepada si rumpun bambu.

“Terima kasih atas pujianmu, Pak Tegar. Pujianmu itu akan kukenang dan menguatkanku agar tetap bertahan menghadapi angin kencang yang sering datang dikampung kita ini !” sahut bambu.

“Aku sangat heran kawan, tubuhmu kurus, panjang menjulang tinggi ke atas dan akarmu pun kecil-kecil. Engkau pantas digolongkan pada pohon yang lemah, namun ternyata engkau perkasa. Dalam menghadapi ancaman angin kencang langganan desa kita, engkau dan kawan-kawanmu ternyata termasuk ciptaan yang paling kuat. Apakah engkau mempunyai rahasia tertentu sehingga menjadi kuat menghadapi amukan angin yang dahsyat itu?” tanya Pak Tegar kepada rumpun bambu dengan penuh keheranan.

“Pak Tegar, kalau Bapak ingin tahu rahasia kekuatanku, janganlah melihat batang atau akarku, tetapi lihatlah rahasia itu ada pada pucukku!” kata si bambu.

“Kawan, bukankah pucuk rantingmu itu malah bagian yang paling kecil dan mestinya yang paling lemah pula dari yang kau miliki?” sambung Pak Tegar

“Bukan, Pak Tegar. Tetapi malah sebaliknya. Berkat pucukku yang selalu bergerak lembut maka kekerasan angin dapat kuhadapi. Pucukku selalu bergerak kemana arah angin itu bergerak. Sebab aku sadar, bahwa aku adalah pohon yang lemah, yang tak mungkin melawan arus angin yang begitu dahsyat itu. Apabila aku melawan angin itu, mungkin dalam waktu sekejap saja  aku juga akan tumbang seperti pohon-pohon besar itu. Mereka tumbang karena tidak mau menggerakkan pucuknya secara lembut. Dengan gerakan itulah batangku menjadi lentur dan akarku pun kuat menyangga beban tubuhku. Begitu juga dengan engkau, Pak Tegar, aku yakin, ancaman akan sangat kecil kemungkinannya untuk menumbangkan kehidupanmu, asal Pak Tegar mau bersikap lemah lembut kepada sesamamu. Ingatlah bahwa kelembutan dalam tindakan atau ucapan, bukan berarti orang itu lemah, tetapi sebaliknya justru dengan kelembutannya menunjukkan bahwa orang tersebut telah menemukan kepribadiannya. Bukankah semua kebijaksanaan selalu mengandung kelembutan? Sifat keras atau kekakuan itu hanya dimiliki oleh orang mati. Maka orang yang bersikap kaku sama dengan orang yang sudah mendekati kematiannya. Aku yakin semua manusia yang senang akan kehidupan selalu merindukan kelembutan. Karena dari kelembutan itulah hati akan mengalirkan sikap sopan santun, welas asih, suka mengampuni bila terjadi kesalahan!”

Mendengar uraian si bambu, Pak Tegar tertegun. Setelah mengucapkan terima kasih, dia mohon diri untuk kembali melajutkan pekerjaannya di sawah. Dia bekerja penuh semangat, matahari seolah berjalan begitu cepat sehingga tak terasa mentari sudah di atas kepala. Dia menghentikan pekerjaannya dan berjalan menuju pancuran bambu, tempat yang selalu didatangi untuk membersihkan dirinya. 

Di sini, seperti biasanya dia ketemu dengan sahabatnya Pak Iman, dan pak Tegar menceriterakan pengalaman yang dialaminya kepada sahabatnya itu.

“Benar, kawan. Rumpun bambu yang tumbuh tinggi itu, selalu berkembang seruas demi seruas. Melalui sebuah proses. Dan dia bambu selalu tumbuh lurus ke atas, dan hidup kita ini memang selalu melewati proses demi proses. Kemudian selalu diharapkan menuju ke atas artinya selalu jujur dan lurus. Lewat pengalaman itulah, kita dituntut agar mempunyai sikap sabar tidak memaksakan kehendak kita kepada orang lain maupun kepada keluarga kita sendiri agar mereka tumbuh lurus ke atas, kepada Sang Pencipta yang merupakan asal dan tujuan dari hidup kita ini,” sambung pak Iman, sebelum akhirnya mereka bersama-sama pulang menuju rumahnya masing-masing.

Singkawang, Agustus 2015