Selamat Datang Di Website Resmi Paroki Singkawang - Terima Kasih Atas Kunjungan Anda

13 Sep 2015

APOGRAF APEL

APOGRAF APEL

                                                                                                              Sitok Srengenge

Apel itu tak enyah mereka kunyah
Adam melempar bijinya keluar surga
tumbuh sebagai pohon hayat tak sempurna

Hawa terkesiap ketika buah itu tanggal dari tangkai
 jatuh tepat di ubun-ubun seorang lelaki yang tertegun
lalu mendadak sorak “Eureka! Semesta ini puisi.”

Di langit yang masih belia lelaki itu menulis nubuat
tentang bunga apel yang lena dalam mimpi,
terlambat membentang kelopak-kelopaknya  sampai matahari benam,
dan menjelma kupu-kupu malam dengan sepasang sayap muram

Aku tidur, pekik perempuan itu, bukan berarti aku tak peduli.
Aku bahagia ketika tidur,
sebab mimpi tak mencurahkan hujan hujatan para pecundang
yang tak paham derita orang terbuang.
Aku merasai perih kuntum urung semerbak atau buah busuk sebelum masak.
Tuhan menjadikanku ibu

Lelaki itu tahu, perlu waktu cukup lama untuk bisa tidur bersama seperti dulu.
Ia juga tahu, perempuan itutak senang dibangunkan.
Tapi ia tak tahu, apa yang mesti ia lakukan tiap kali rasa bersalah
berkesiur
membuatnya resah meski sedang tidur



Lebih baik aku bermimpi, tekadnya dalam hati,
tapi ia sangsi bisakah mimpi dikehendaki.
Surga juga impian bukan?
Berlintasan iklan panduan jalan ke surga,
tapi ia cuma butuh plesir, kunjungan singkat sebelum waktunya berakhir,
cukup ke pesuk pesisir di mana ia bebas bermain pasir
sembari asyik mencari batuan yang diukir air
atau serpih selendang peri yang tersangkut di cangkang kerang pelangi.
Ia iangin kembali menjadi bocah yang terpesona pada hal-hal kecil,
demi memahami tamsil tentang lautan rahasia yang mustahil terjangkau tangan mungil

Sesuatu jatuh ke ubun-ubun, membuatnya terbangun
Ia saksikan belantara lambang, lapis-lapis anasir mewakili yang tak hadir,
seperti puisi - kata-kata
pucat pasi di mana ia bebas menanam dan menuai arti
Ruang terhampar, waktu bergerak.
Ia sadar bisa bertindak
Melihat lautan, ia berniat membuat kolam,
memandang hutan ia bertekad mencipta taman

Biji apel ini akan tumbuh sebagai pohon pertama di tamanku, pikirnya.
Kelak, jika berbuah, kupersembahkan untukmu
Silakan petik dan makan, tak perlu khawatir,
kau tak akan diusir


 2014