Selamat Datang Di Website Resmi Paroki Singkawang - Terima Kasih Atas Kunjungan Anda

6 Jul 2015

BPK BERGURU PADA KEBIJAKSANAAN ALAM "PANCURAN AIR"

BPK BERGURU PADA KEBIJAKSANAAN ALAM

PANCURAN AIR

 

Saat sang mentari muncul di ufuk timur menyambut fajar, Pak Togar sang petani, dengan langkah tegap menuju ke sawahnya. Dengan segenap tenaga, dia mengayunkan cangkul, mengolah sawah menyongsong musim tanam yang segera tiba.

Keringat mengucur membasahi sekujur tubuhnya. Dan tak terasa matahari mulai bergeser ketengah, maka Pak Togar berjalan menuju pancuran bambu yang berada di pinggir sungai  tak  jauh dari sawahnya. Sambil melepas rasa lelahnya, Pak Togar duduk di bawah pohon sambil melinting rokok yang sudah dibumbui cengkeh kesukaannya dan mulailah Pak Togar menghisap rokok kretek buatannya sendiri. Kepulan asap keluar dari mulutnya, tetapi matanya begitu tajam menatap air pancuran, seakan ada sesuatu yang istimewa yang datang dari pancuran bambu tersebut.

Pak Togar begitu terkejut ketika disapa oleh temannya Pak Iman yang juga bermaksud mandi untuk membersihkan diri dan menikmati kesegaran air pancuran tersebut.
“Hai kawan, mengapa tidak segera mandi, malah duduk melamun!”, katanya menghardik Pak Togar yang lagi asyik memandangi pancuran bambu tersebut.

 “Aku tidak melamun, kawan. Tetapi aku sedang merenungkan air yang deras mengalir dari pancuran bambu itu. Pak Iman, tahukah mengapa air itu dapat menyatu dan keluar dari bambu dengan leluasa?”, ujar Pak Togar.

 “Ah gampang itu, karena tidak ada sekat di dalam bambu itu, sehingga air dapat mengalir tanpa hambatan. Lalu apa istimewanya?”, kata pak Iman.

“Betul jawabmu, Kawan. Namun,yang menjadi masalah adalah bagaimana kita juga dapat hidup seperti bambu itu yang mengalirkan air dengan sempurna !”

“Maaf, aku kok nggak mudeng dengan pertanyaanmu itu?”, tukas pak Iman.

“Gini lho, maksudku, bagaimana dalam hidup kita ini kita juga mampu menyediakan ruang yang luas dalam hati kita sehingga saudara-saudara kita dapat keluar masuk dalam kehidupan kita sehari-hari”,  jawab Pak Togar.

Pak Iman berdiam diri mencari jawaban, karena selama ini tidak terlintas bahwa begitu besar kebijaksanaan si pancuran bambu, yang menyediakan ruang sepenuhnya untuk perjalanan si air. 

Setelah mereka saling diam tanpa dapat menemukan jawabannya, tiba-tiba si bambu berkata:
“Kawanku para petani, kalau tidak keberatan aku akan membantu kalian memecahkan persoalan ini.”

“Dengan senang hati kami akan mendengarkanmu, bambu.” kata Pak Togar dan Pak Iman serentak.

“Tetapi, jawabanku, tidaklah sempurna, karena aku hanyalah pancuran bambu. Manurutku kalian juga akan mengalami seperti diriku yang mampu mengucurkan air dengan sempurna kalau kalian juga menyediakan ruang yang cukup bagi sesamamu.”, kata pancuran bambu melanjutkan.

“Yang menjadi masalah bagaimana kami dapat menyediakan ruang bagi saudara-saudara kami?”, sahut Pak Togar dan Pak Iman serentak seperti paduan suara.

“ Begini, pertama-tama adalah sikap ramah. Sikap ramah tamah akan membuat orang lain menjadi tamu di dalam hati kita, bukan sebagai orang asing. Dengan dijadikan tamu, maka akan membuat orang lain akan merasa bebas bersahabat dengan kita karena tidak ada lagi hati yang tersekat-sekat oleh kepentingan diri sendiri. Kalau sikap ramah tamah itu sudah menjadi sikap semua orang, maka semua makluk hidup akan menjadi bahagia. Bahkan si musuhpun akan datang karena sikap yang ramah tamah itu.

Kedua, bersiaplah untuk mendengar. Berilah kesempatan seluas-luasnya untuk membuka telinga dan mendengarkan keluhan, kegembiraan, pandangan hidup yang sedang diperjuangkan orang lain. Ingatlah bahwa pembicara yang baik sebenarnya justru apabila kita mampu menjadi pendengar yang baik pula. Dengan mampu mendengarkan orang, maka kita akan dijauhkan  dari sikap yang hanya menyalahkan dan mengadili orang lain sesuai dengan ukuran kita sendiri.

Bila ada masalah pada saudaramu, berhati-hatilah dalam menyumbangkan saran. Kekeliruan sedikit saja, saran akan menjadi sumbang, bagi saudaramu. Kalau saudaramu datang kepadamu untuk memecahkan masalah yakinkan bahwa saudaramu adalah orang bijak. Sehingga dengan perjuangannya sendiri, ia akan mampu memecahkan masalah yang sedang dihadapinya. Oleh sebab itu hindarilah untuk selalu membuat kalimat perintah, tetapi buatlah suatu kalimat tawaran, maka, saudaramu akan selalu datang kepadamu untuk membuka kesalahan yang telah dibuatnya, tanpa kita harus menunjukkan letak kesalahannya.
Hanya sebuah permenungan.

(Singkawang, 25 Mei  2015, FX. Arie Koeswoyo)