Selamat Datang Di Website Resmi Paroki Singkawang - Terima Kasih Atas Kunjungan Anda

16 Sep 2016

Kerudung Mantilla: Satu Dari Sejuta Tradisi Iman Katolik

Kerudung Mantilla: Satu Dari Sejuta Tradisi Iman Katolik


Kerudung adalah   kain yang berfungsi untuk menutupi kepala seorang perempuan. Pada gambar di atas, ada banyak kerudung yang dipakai oleh para wanita dengan tujuan dan maksud  yang mulia. Mantilla adalah kerudung yang dipakai oleh Wanita Katolik setiap akan menghadiri Adorasi maupun Misa Kudus. Pemakaian Mantilla pernah diwajibkan pada praKonsili Vatikan II kemudian direvisi dan diganti menjadi anjuran sehingga tidak ada salahnya jika ada umat yang memakainya di gereja saat misa atau pun melayani di altar. Dasar Kitab Suci mengenai penggunaan kerudung dalam liturgi terdapat dalam 1 Korintus 11:2-16 dimana dikatakan “Sebab itu, perempuan harus memakai tanda wibawa di kepalanya oleh karena para malaikat… Pertimbangkanlah sendiri: patutkah seorang perempuan berdoa kepada Allah dengan kepala yang tidak bertudung?” Walaupun dalam suratnya tersebut, St Paulus  ingin menegur jemaat di Korintus tapi tidak ada salahnya bukan jika tradisi ini dibangkitkan kembali.

Tak bisa dimungkiri bahwa tradisi pemakaian Mantilla pernah hidup dalam Gereja Katolik dan pernah menjadi kewajiban. Namun seiring perkembangan zaman, tradisi ini mulai terlupakan. Akhirnya kebanyakan mindset atau pola pikir seseorang beranggapan bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan kerudung, pasti berkaitan dengan Wanita Muslim. Bahkan ada celotehan yang mengatakan Mantilla itu Jilbab dan mirip nenek-nenek. Padahal wanita-wanita Yahudi, wanita Katolik di Korea Selatan dan Amerika Latin, para biarawati, wanita Hindu-India dan dari banyak Negara juga memakai penudung kepala sehingga tidak ada istilah “ikut-ikutan” di antara semuanya ini. Bahkan, Bunda Maria sering digambarkan dengan memakai kerudung dan jika kita memperhatikan pada lukisan Dewi Kwan Im dalam agama Buddha Ia pun digambarkan mengenakan kerudung. Maka, sesungguhnya kerudung adalah hal yang lumrah yang sudah begitu lama dikenal di peradaban manusia.

Berdasarkan kegunaannya antara Mantilla dan  Jilbab memang sangat berbeda. Secara umum, jilbab dipakai dengan menutupi kepala, leher sampai dada dan penggunaannya untuk setiap hari. Sedangkan mantilla hanya dipakai untuk menutupi kepala seorang perempuan Katolik saat di hadapan Sakramen Maha kudus dimana ia (yang memakai Mantilla) menekankan feminimitas dan keindahan dirinya, namun ia secara bersamaan juga menunjukan dengan cara yang sedemikian rupa sehingga membangkitkan kesadaran bahwa Allah yang ada di atas Altar jauh lebih indah dari pada dirinya. Suatu sikap kerendahan hati yang ingin memperlihatkan Allah. Kerudung Misa menjadi sebuah tanda bagi orang lain, karena kerudung itu menyatakan bahwa ada sesuatu yang berbeda yaitu: bahwa Allah sungguh hadir di tengah kita. Dan apapun yang dapat kita lakukan untuk membantu memusatkan perhatian kepada-Nya, untuk menunjukkan bahwa Misa itu spesial, bahwa Misa itu khidmat, bahwa Misa itu sesuatu yang harus kita perlakukan dengan serius, dan bahwa kita perlu mempersiapkan seluruh diri kita untuk Misa Kudus. Kemudian  memakai kerudung misa dapat mengajak umat lainnya untuk berpakaian yang pantas saat akan pergi ke gereja. Selain itu, kerudung misa dapat membuat Anda untuk lebih focus dalam Perayaan Ekaristi dan membantu Anda untuk melepas sejenak beban duniawi untuk menikmati kasihTuhan dalam perayaan Ekaristi.

Mantilla menyerupai kerudung pengantin, karena yang memakainya adalah para mempelai Kristus yang sungguh merasakan kehadiran-Nya yang penuh mesra; dimana Ia menyerahkan Tubuh dan Darah-Nya bagi dunia. Ah, betapa beruntungnya para biarawati yang seumur hidup menggunakan gaun dan kerudung pengantin mereka.
 
Di paroki kita, selain Putri Altar pertama yang memakai Mantilla di Kalimantan, ternyata Tuhan juga telah mengetuk hati seorang wanita yang baru setahun menjadi Katolik; dimana Tuhan memanggilnya untuk lebih dekat, lebih mendalami kasihNya dan lebih militant dalam gereja-Nya. Dia akrab disapa dengan nama Maria Venny. Ia merasa terpanggil untuk memakai Mantilla setelah ia melihat postingan foto dimana dua orang idolanya memakai Mantilla untuk lebih menghormati Tuhan saat Misa dan panggilan tersebut semakin kuat saat ia melihat Putri Altar memakainya saat bertugas. Saat memakai Mantilla untuk pertama kalinya di MisaPertama, ia tidak merasa malu, karena ia sudah siap di dalam hatinya dan terbukti baginya bahwa Mantilla membantunya untuk lebih focus saat misa. Dan ini sudah menjadi minggu ke-lima ia bermantilla bagi Tuhan. Ia tidak peduli dengan keadaan orang sekitarnya, dimana mungkin banyak yang melihat atau mungkin mencibirnya karena memakai semacam ‘jilbab’ di kepalanya karena tujuan awalnya untuk datang ke gereja yaitu hanya untuk bertemu dan mendengarkan Tuhan; bukan untuk mendengarkan apa kata orang, sehingga dia enjoy saat memakainya.
 
Mantilla adalah simbol ketaatan, kemurnian dan kesederhanaan. Hal tersebut itu harus dimengerti dan dihayati, tidak sekadar dipakai. Selain itu juga harus tercermin dalam ucapan dan tindakan dalam membangun persaudaraan sejati dan perdamaian dengan sesama. Ketika simbol hanya menjadi simbol dan tidak berbicara dalam hidup, maka ia menjadi simbol yang mati. Bagi Anda yang sudah siap bermantilla, Anda bias mendapatkannya di Instagram @twideemantilla atau kunjungi website  twideemantilla.blogspot.co.id. Semoga dengan hadirnya kembali mantilla dalam p perayaan Ekaristi di paroki kita, makna Misa sebagai misteri yang kudus tetap terjaga. Tuhan menunggu mempelai-Nya dalam Misa Kudus. Ayo bermantilla bagi Tuhan!
(Putri Altar St Tarsisius Paroki Singkawang)

Pernikahan Katolik: Satu, Tak Terceraikan, Selalu Dibaharukan

Pernikahan Katolik: Satu, Tak Terceraikan, Selalu Dibaharukan

 


Jumat, 6 Mei 2016. Usai perayaan Ekaristi Jumat pertama bulan, sebanyak 49 pasangan suami istri dengan antusias mengikuti pembaharuan janji pernikahan. Acara yang sebelum-sebelumnya acapkali digelar namun tanpa mengambil waktu khusus, kali ini dipimpin oleh Pastor Paroki, Stephanus Gathot Purtomo, OFMCap.

Berbeda dari yang sudah-sudah, pada kesempatan ini pembaharuan janji pernikahan pasutri secara khusus dijadwalkan. Hal tersebut ternyata digagas oleh para pengurus Dewan Pastoral Paroki Seksi Keluarga. Bukan tanpa maksud prosesi sederhana namun sarat makna ini digadang. Selain tujuan utama yakni pembaharuan janji pernikahan dilangsungkan, syahdan setelah itu berbagai game-game seru diadakan. Hal ini diharapkan sekaligus sebagai ajang silaturahmi antarpasangan maupun keluarga dalam lingkup Gereja St Fransiskus Assisi Singkawang.


Permainan dalam ajang kali ini dipandu oleh Br Gregorius Petrus Boedi Sapto Noegroho, MTB. Permainan itu sendiri terdiri dari tiga jenis, yakni merayu pasangan, mengukur kekompakan dengan menjawab berbagai hal yang berkaitan dengan pasangan, dan lomba peragaan busana berpasangan. Selama permainan berlangsung, derai tawa tak surut mewarnai lingkup Gereja St Fransiskus Assisi, tempat di mana acara tersebut digelar.

Para pasangan yang hadir tampak begitu antusias dengan digelarnya acara ini. Beberapa di antara mereka berharap agar acara serupa dapat menjadi agenda tahunan dan mengalami peningkatan, baik dari segi jumlah peserta maupun berbagai bentuk kegiatan lainnya. (7539)

14 Sep 2016

Berbelas Kasih Seperti Bapa

Berbelas Kasih Seperti Bapa

 

Siang itu selesai melayani sakramen perminyakan orang sakit saya langsung kembali ke pastoran. Terik matahari yang tak kenal kompromi, membuat saya mempercepat langkah supaya segera tiba di rumah. Di halaman pastoran saya melihat rekan pastor sekomunitas baru saja memarkir mobilnya. 

“Ah kebetulan”, pikir saya dalam hati. “Saya harus menyampaikan berita ini kepada beliau karena yang baru saja saya layani adalah ‘pasien’nya”.  Saya membuat istilah pasien untuk menyebut orang sakit yang setiap bulan mendapat kunjungan dari saudara saya ini dan menerima komuni suci dari tangannya.

“Selamat siang, Pater”, sapa saya begitu sampai di dekatnya.

“Hei, selamat siang juga. Pastor dari mana?” tanyanya ramah kepada saya.

“Dari rumah sakit. Tadi ada permintaan pelayanan sakramen minyak suci. Oh ya Pater, barusan saya menerimakan sakramen orang sakit  kepada ‘pasien’ yang Pater layani dalam komuni suci,” kata saya sambil memberikan informasi kepadanya.

“Oh. Siapa kira-kira ya? Tahu namanya? Sekarang dia masih bisa menyambut komuni apa tidak? Di ruang apa dan nomor berapa ya?” deretan pertanyaan yang begitu banyak langsung ditujukan kepada saya.

“Mohon maaf Pater saya gak tanya namanya.  Saya pun gak ingat di ruang apa dan nomor berapa. Tapi dia pasti bisa menyambut komuni karena tadi masih bisa diajak bicara. Saya pun lupa mengantarkan komuni suci kepadanya.”

“Oh gak papa. Terimakasih informasinya ya,” jawabnya singkat.

Saya pun menjawabnya dengan anggukan kepala. Dengan langkah cepat, saudaraku ini langsung menuju kamarnya. Tak sampai hitungan menit, dia pun sudah keluar lagi dengan membawa piksis (sibori kecil tempat hosti kudus) di tangannya. Dan dia terus melangkah. Saya tahu arah yang akan ditujunya. Pasti akan segera ke rumah sakit untuk mengunjungi ‘pasien’nya dan menerimakan komuni suci kepadanya.

“Harus secepat itukah?” pikir saya penuh rasa heran dan kaget. “Bukankah beliau baru saja kembali dari stasi yang cukup jauh? Harusnya kan istirahat dan makan siang dulu (maklumlah beliau  hanya mau makan kalau di pastoran). Lagipula menerimakan komuni suci kan bisa ditunda sampai nanti sore atau besok”. Terbersit rasa bersalah juga dalam diri saya karena waktu yang tidak tepat menyampaikan berita ini kepadanya. Tetapi saya pun hanya diam dan terpaku. Tiba-tiba rasa haru membuncah dalam hati saya melihat saudaraku yang selalu siap melayani. Bahkan pelayanannya tidak setengah-setengah. Dia melayani sampai tuntas, walaupun tanpa ada pemintaan. Dia tahu apa yang harus dilakukannya.

Dalam ketenangan dan kesendirian saya mencoba merenungkan dan memaknai apa yang telah dilakukan oleh saudaraku ini. Sikap tanggapnya dan tanpa menunda-nunda waktu mengingatkan saya akan motto Tahun Kerahiman Ilahi yang sedang  dirayakan oleh dunia, Berbelas Kasih seperti Bapa. Dengan tindakannya yang sangat sederhana saudaraku ini telah menghidupi apa yang disampaikan oleh Bapa Suci, Paus Fransiskus dalam ajaran-ajarannya. Sikapnya yang selalu mau melayani menjadi bukti bagaimana dia mengambil tindakan nyata untuk memperlihatkan wajah Allah yang berbalas kasih itu kepada sesama.

Berulang kali Paus Fransiskus selalu mengingatkan agar Gereja berani meninggalkan ‘zona aman’ untuk pergi dan menjumpai manusia, terutama mereka yang lemah dan sakit. Gereja tidak boleh berdiam diri melihat penderitaan umat manusia. Mau tidak mau, Gereja harus hadir dan terlibat secara aktif dalam setiap kegembiraan dan kesedihan umat manusia. Dan siapa Gereja itu sebenarnya? Tidak lain adalah kita semua yang berhimpun dan percaya akan Yesus Kristus.

Inspirasi dari tindakan berbelas kasih ini adalah tindakan Allah sendiri. Dia yang tidak bisa berdiam diri untuk selalu mencintai umat manusia. Dialah Allah yang tidak tahan untuk tidak mencintai manusia. Meskipun berulang kali ditolak oleh manusia,  Dia tetap mendekati dan memanggil manusia untuk datang kepada-Nya. Keterbukaan hati Allah yang selalu siap menerima disimbolkan dengan pintu suci yang juga ada di paroki kita. Dan wajah belas kasih Bapa itu menjadi nyata dalam diri Yesus Kristus. Dialah penampakan wajah Allah Bapa yang tidak kelihatan. Dia datang kepada umat manusia bukan untuk menghukum dan mengadili. Tetapi untuk merangkul dan menerima manusia, terlebih mereka yang sedang menderita sakit dan disingkirkan.

Seiring dengan sikap Allah yang berbelas kasih itulah, Bapa Suci mengajak Gereja untuk memperlihatkan wajah belas kasih Allah ini sehingga sebanyak mungkin orang bisa mengalami belas kasih-Nya. Sudah bukan zamannya lagi Gereja menghakimi dan menghukum orang lain. Tetapi Gereja harus berani membuka diri, menerima setiap orang yang datang sehingga Gereja sungguh-sungguh menjadi tempat di mana belas kasih Allah ini sungguh dialami. Dan sikap itu sudah dipraktekkan oleh saudara sekomunitasku. Dengan cara yang sangat sederhana tetapi sarat makna, dia sudah memberikan teladan bagaimana menerima manusia. Tanpa diminta dia telah menghantar “Tuhan Yesus” kepada ‘pasien’nya yang sedang menderita.

Terimakasih, Saudara. Anda telah menjadi inspirasi bagi kami bagaimana mewujudnyatakan belas kasih Allah dalam pelayanan konkrit tanpa mengenal waktu. Kapanpun dan dimanapun selalu siap melayani mereka yang menderita.(Gathot)


Perayaan Yubileum Saudara-Saudara Kapusin di Singkawang

Perayaan Yubileum Saudara-Saudara Kapusin di Singkawang

Senin, 1 Agustus 2016 merupakan hari yang tak akan terlupakan bagi Saudara-Saudara Kapusin. Pasalnya di hari itu para saudara yang identik dengan jubah coklat itu merayakan yubileum yang dipusatkan di Kota Amoy, Singkawang. Adapun agenda perayaan yang telah digagas jauh hari tersebut meliputi tiga rangkaian yakni ziarah ke makam Saudara-Saudara Kapusin, misa bersama umat, dan temu umat dengan para Kapusin.

Pada agenda pertama ziarah ke makam diisi dengan pembacaan riwayat  tujuh belas Saudara Kapusin yang dimakamkan di pemakaman Singkawang. Riwayat para Saudara Kapusin tersebut dibacakan oleh P. Yeri. Secara singkat P. Yeri menjelaskan siapa mereka, apa karyanya dan dimana mereka berkarya. Harapannya supaya para Kapusin zaman sekarang bisa menimba semangat awal dari para misionaris awal dan mengenal siapa mereka dan karya mereka dalam misi awal. Teranyata masih ada juga beberapa saudara Kapusin yang dimakamkan di tempat lain spt di Kuching, Bengkayang, Sambas, Pontianak, Sanggau Kapuas. Beliau mengajak supaya mereka inipun dikenal dan didoakan. Selesai pembacaan riwayat hidup dilanjutkan  dengan Ibadat sore bersama. Dihadiri juga oleh para Suster SFIC, sebagian Panitia Kerahiman Ilahi dan beberapa umat. Selesai Ibadat sore diteruskan dengan tabur bunga dan meninjau lokasi “rumah masa depan” bagi para Kapusin. Lokasi ini ditawarkan sebagai salah satu kemungkinan “rumah masa depan” Saudara-Saudara Kapusin.


Usai ziarah dilaksanakan, acara berikutnya adalah Misa bersama umat. Bertempat di Gereja Paroki  pada pukul 18.00 dirayakan misa konselebrasi para imam Kapusin. Tercatat kurang lebih 50 saudara Kapusin yang terdiri atas para imam, bruder dan frater Kapusin menghadiri misa tersebut. Sebagai selebran utama Mgr Hieronymus Bumbum, Uskup Emeritus Keuskupan Agung Pontianak dan P. Amandus Ambot selaku Propinsial Kapusin Pontianak bertindak sebangai pengkotbah. Dalam kata pengantarnya Mgr Bumbun berkisah tentang karya misi awal dan perjuangan para Kapusin di bumi Kalimantan. Para Propaganda Fidei (Komisi Pewartaan Iman) menyerahkan tugas  pelayanan pewartaan iman di Bumi Kalimantan seluruhnya kepada para Kapusin dan karya misi ini berawal di kota Singkawang yang akhirnya menyebar ke hampir seluruh Kalimantan. Dalam kotbahnya P. Ambot menyampaikan beberapa alasan : pertama, untuk mengisi Tahun Kerahiman Ilahi yang dicanangkan oleh Paus Fransiskus para Kapusin juga ingin berziarah ke tempat yang ditunjuk oleh Bapa Uskup Agung Pontianak. Kedua, mau mengenang karya misi Kapusin awal sehingga bisa menimba semangat mereka dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, mau menyampaikan ucapan terima kasih atas dukungan umat paroki Singkawang terhadap karya misi Kapusin dari dulu hingga sekarang. 

Usai Misa digelar, para Saudara Kapusin berkesempatan untuk mengadakan temu umat. Bertempat di Gua Maria, umat yang dimotori oleh Panitia Kerahiman Ilahi telah menyediakan semacam “pesta rakyat”.  Disediakan makanan dan minuman khas kota Singkawang yang bisa dinikmati oleh setiap orang secara gratis. Sambil menikmati makanan ringan ada iringan musik. Sebagian umat dan Kapusin menari bersama sehingga tercipta  interaksi yang hangat dan merakyat antara umat paroki Singkawang dengan Kapusin. (Gathot)

 

Yang Muda yang Berkarya dalam Militansi Kehidupan Menggereja

Yang Muda yang Berkarya dalam Militansi Kehidupan Menggereja


Minggu, 24 Juli 2016. Berlatarhalaman Gereja St Fransiskus Assisi Singkawang, Komisi Kepemudaan panitia pra IYD (Indonesian Youth Day) Keuskupan Agung Pontianak yang dimotori oleh Kasianus Kurniawan melakukan perarakan replika Salib IYD 2016 yang lantas diserahkan kepada Ketua Dekenat Singkawang, Pastor Krispinus Endi, OFM. Cap., dan untuk selanjutnya diserahkan kepada Pastor Paroki Singkawang yang merupakan tempat peziarahan  pertama Salib IYD 2016. 

Penyerahan replika Salib IYD yang melibatkan seluruh OMK di stasi-stasi yang ada di wilayah Paroki Singkawang ini bukan tanpa maksud dan tujuan. Ditemui usai perayaan Ekaristi, pria yang akrab disapa Kas ini mengungkap, “Prosesi penyerahan salib dari Komisi Kepemudaan panitia pra IYD Keuskupan Agung Pontianak diantarkan dari komisi kepemudaan pra IYD pertama kali ke Paroki Singkawang. Salib sebagai tanda Kerahiiman Allah menjadi pemersatu dan terang bagi seluruh kegiatan OMK di seluruh paroki di Keuskupan Agung Pontianak. Agar seluruh teman-teman OMK mengalami merasakan sukacita kehadiran Allah di tengah-tengah mereka, tidak hanya OMK yang menjadi utusan paroki untuk ikut dalam even IYD, namun salib yang akan kita bawa dalam IYD yang akan digelar di Manado nanti bisa menjadi lambang pemersatu dan sukacita bagi seluruh OMK.”

Adapun Salib IYD 20016  dibawa ke Paroki Singkawang merupakan replika. Aslinya tetap berada di Keuskupan Agung Pontianak. Salib ini dirancang oleh tim IYD 2016 dari Komisi Kepemudaan Kesuskupan Agung Pontianak. Setelah melewati berbagai diskusi maka dirancang sekaligus dipilihlah berbagai bahan dasar pembuatannya. Bahan-bahan yang dipilih untuk membuat Salib IYD 2016 ini kiranya mengusung segala kearifan lokal. Dari bahannya saja menunjukkan bahwa pemilihan dan penetapannya berdasar kekayaan alam yang mudah dijumpai pada ranah lokal. Salib IYD ini berbahan dasar rangka rotan. Filosofi begitu kental dan sarat makna menjadikan rotan dipilih sebagai rangkanya. Rotan sendiri merupakan tanaman yang tumbuh hampir di seluruh dan begitu mudah dijumpai di seluruh pelosok Kalimantan Barat. Rotan tumbuh menjalar panjang mengikuti tinggi dan lebat pepohonan tempatnya bernaung, bisa mencapai puluhan meter panjangnya. Rotan sangat lentur, sederhana, kuat, dan memberikan banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Demikian hal yang sama diharapkan berlaku pula pada OMK agar dapat menjadi ‘rotan’ di dalam sisi kehidupannya; menjadi pribadi yang memiliki kelenturan/fleksibilitas dalam sikap dan perilaku, sederhana; memiliki tekad dan kemauan yang kuat dalam segala tindakan, pemersatu, sehingga sungguh-sungguh siap mewartakan sukacita Injil dan membawa manfaat bagi masyarakat di lingkungannya.

Bahan berikutnya adalah kulit kayu/kapuak. Kapuak merupakan kulit tanaman kayu tertentu yang sudah diolah sedemikian rupa sehingga dapat dimanfaatkan bagi keperluan hidup manusia, dan hingga saat ini masih bisa didapatkan di beberapa tempat, khususnya Kalimantan Barat maupun Kalimantan pada umumnya. Untuk siap digunakan kulit kayu mengalami proses yang ‘berat’ sampai menjadi kapuak, dan banyak digunakan untuk pengikat maupun berbagai keperluan hidup lainnya serta sekalipun dengan tampilan sederhana kapuak dapat diolah menjadi kostum/pakaian adat yang unik, alami, dan memiliki nilai ekonomis. OMK-pun setelah mengalami proses yang ‘berat’ dalam berbagai sisi kehidupannya diharapkan mampu menjadi pribadi yang tangguh, ulet dalam mewartakan Injil serta bermanfaat bagi kehidupan masyarakat di lingkungannya. Bahan dasar lain yang juga digunakan adalah korpus dan pengikat dari kawat berunsur logam. Dalam hal ini bahan dasar logam merupakan elemen yang berasal dan ditemukan dari perut bumi dan mengalami proses pemurnian, baik itu proses sederhana maupun berulang. Setelah mengalami bentuknya yang baru, logam dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan dan manfaat yang beragam. Dalam Salib IYD juga terdapat simbol lingkaran dengan tiga duri di setiap sudutnya. Lingkaran sendiri merupakan sebuah bentuk yang tidak terputus, satu kesatuan, berkesan dinamis, dan siklus yang berulang. Lingkaran ‘berduri’ dan berwarna merah dan putih, melengkapi Salib yang merupakan wujud Kerahiman Ilahi, Allah Tritunggal Maha Kudus sendiri; merupakan kesatuan langkah hidup dan perjuangan OMK mewujudnyatakan iman Katoliknya di tengah keberagaman hidup berbangsa dan bernegara, serta sebagai bangsa Indonesia, dan dalam bimbingan Roh Allah sendiri menajdi100% Katolik, 100% Indonesia. 

Demikian kisah perjalanan Salib IYD 2016 yang menyambangi Paroki Singkawang sekaligus pemaknaan yang mendalam, melebihi sekadar tampilan fisik dan diharapkan mampu mewakili mengobarkan semangat kehidupan menggereja dan militansi iman kaum muda. (7539)
 

13 Sep 2016

SYD, Kobarkan Semangat Kaum Muda dalam Militansi Hidup Menggereja

SYD, Kobarkan Semangat Kaum Muda dalam Militansi  Hidup Menggereja

 


Singkawang Youth Day atau yang disingkat SYD sukses digelar pada 24 hingga 26 Juni 2016 lalu. Kegiatan yang merupakan wadah berkumpulnya Orang Muda Katolik se-Paroki Singkawang  dan diisi dengan berbagai hal positif tersebut bertempat di persekolahan Katolik SMP St Tarsisius Singkawang. Pemusatan digelarnya segala aktivitas dengan lokasi SMP St Tarsisius bukan tanpa sebab. Setidaknya dua hal menjadi alasan dipilihnya sekolah yang berlokasi di Jalan Gunung Bawang Pasiran, Singkawang Barat itu didapuk sebagai tempat digelarnya sebagian besar kegiatan SYD. Alasan pertama karena SMP St Tarsisius merupakan persekolahan yang dikelola oleh Pastoran Paroki Singkawang, dan alasan kedua karena letaknya yang strategis didukung lingkungan asri dan nyaman hingga memungkinkan segala aktivitas yang berkaitan dengan kegiatan SYD dapat digelar.

Segala rangkaian kegiatan yang dimotori oleh OMK Paroki Singkawang dan mendaulat  Sdr Gabriel Fileas, S.Ip sebagai ketua panitia penyelenggara ini terbilang sukses. Pasalnya jika dirunut dari segala persiapan yang dilakukan panitia penyelenggara dituntut berjibaku dengan waktu untuk menghimpun dana yang bersifat swadaya. Segala upaya dikerahkan dari mulai menggelar bazar, mengamen di berbagai kesempatan, hingga sebagian kecil diperoleh dari hasil kolekte umat sebagai alternatif terakhir yang ditempuh panitia. Tak tanggung-tanggung puluhan juta rupiah diggelontorkan demi menyukseskan SYD 2016.

Selama tiga hari sebanyak 199 peserta yang berasal dari berbagai stasi di Paroki Singkawang tampak antusias mengikuti seluruh kegiatan yang telah disusun sedemikian rupa oleh panitia. Tak hanya dijejali teori-teori tentang keimanan, para peserta juga secara tak langsung dibimbing psikisnya, dikobarkan semangatnya untuk menjadi militan terhadap kehidupan gereja dan  diajak turut serta dalam giat aktif, berbaur, berkreasi, dan berkompetisi memunculkan dan mengasah segala kompetensi diri.

Begitu banyak komentar positif yang terujar dari para peserta SYD 2016. Sebagian besar dari mereka merasa beruntung dapat menjadi bagian dari giat yang digagas dalam lingkup Gereja Katolik. Di sisi lain terdapat pula komentar bernada asa dari perwakilan OMK Paroki Pemangkat yang berharap penuh agar ikut dilibatkan dalam rangkaian kegiatan SYD, tak sekadar sebagai undangan dalam pembukaan yang kala itu diawali dengan misa. Felix Lawira perwakilan OMK Paroki Pemangkat menuturkan, “Kami sangat tertarik dengan digelarnya SYD, sayangnya hanya melibatkan OMK dari stasi yang ada di Singkawang. Semoga ke depannya jika diadakan acara serupa bisa mengundang OMK dari paroki lain, contohnya dari Paroki Pemangkat.”

Sedianya SYD 2016 akan dibuka oleh Gubernur Kalimantan Barat dan Walikota Singkawang, namun karena satu dan lain hal urung dilakukan. Sebagai gantinya dari pihak gubernur mengutus Alexander  Wakum, S.E., yang menjabat sebagai  Kasubag  Agama Kristen dan Katolik Kalimantan Barat dan walikota Singkawang diwakili oleh Kepala Dinas Badan Kesatuan bangsa dan Politik, Drs. Ahyadi, M.M. 

Ditemui  langsung usai membuka SYD, Alexander Wakum, S.E mengungkapkan bahwa kegiatan SYD merupakan momentum yang sangat baik untuk Gereja Katolik mengajarkan kepada muda-mudi Katolik agar mereka bisa hidup berlandaskan iman yang Kristus ajarkan, mereka bisa hidup jujur, berbaur, tidak menganggap diri eksklusif, dapat pula menjadi wadah yang membuat mereka melakukan hal-hal positif agar mereka bisa terhidar dari bahaya narkotika, seks bebas dan hal-hal tidak memuliakan Tuhan.

Besar harapan kegiatan serupa dapat kembali diselenggarakan dengan skala yang lebih besar dan kegiatan yang lebih beragam. (7539) 


Peresmian dan Pemberkatan `Santo Mikael` Pangmilang



Peresmian dan Pemberkatan `Santo Mikael` Pangmilang


Di ambang sore 18 Juni 2016, nun pada kilometer 12 kecamatan Singkawang Selatan dihelat gawe besar peresmian sekaligus pemberkatan Gereja Katolik Santo Mikael Pangmilang. Di tengah guyuran hujan yang tanpa ampun mendera sebagian besar wilayah Kota Singkawang ternyata tak menyurutkan iring-iringan kendaraan walikota, Drs. Awang Ishak, M.Si yang didaulat meresmikan gereja yang pengerjaannya memakan waktu menahun ini. Kala rombongan walikota hadir, Bapa Uskup Keuskupan Agung Pontianak, Mgr. Agustinus Agus yang telah tiba terlebih dahulu dengan sigap menyambut kehadiran orang nomor satu di kota Singkawang tersebut.

Berjarak beberapa meter dari gereja, rombongan walikota bersama uskup diarak dengan tarian penyambutan yang menampilkan kebolehan dan aksi bujang dan dara-dara Dayak dalam gemulai gerakannya. 

Prosesi awal walikota yang didampingi uskup didapuk menebas bambu penanda gereja yang dikunjungi oleh walikota terbuka bagi umat Katolik pada umumnya maupun warga yang berkepentingan. Tak berhenti sampai di situ, walikota dalam sambutannya juga menggarisbawahi mengenai dana bantuan sosial yang akan dialirkan kembali guna menyempurnakan Gereja Pangmilang. Sontak hal tersebut mendapat tepukan meriah dari hadirin. Usai menyampaikan sambutannya walikota yang masih didampingi Bapa Uskup Agustinus Agus meresmikan Gereja Santo Mikael. Peresmian ini ditandai dengan dibukanya tirai yang menutup nama gereja sekaligus penandatanganan prasasti. 

Usai peresmian yang dilakukan oleh pemerintah kota, prosesi selanjutnya diambil alih oleh Bapa Uskup. Pemberkatan gereja dimulai dengan pembukaan pintu gereja oleh tokoh setempat lantas seluruh bagian gereja didupai dan direciki air suci oleh Bapa Uskup. 

Ditemui di tempat yang sama, Angguang, S.H., selaku ketua panitia pembangunan Gereja Santo Mikael Pangmilang mengungkapkan harapan atas dibangunnya Gereja Santo Mikael ini, “Semoga dengan dibangunnya gereja ini umat Katolik di Pangmilang dapat lebih mudah dalam beribadah sekaligus lebih bersemangat dalam membangun iman Katolik. Terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya juga kami haturkan kepada pemerintah kota Singkawang  dalam hal ini Bapak Walikota yang berkenan hadir meresmikan dan juga memberikan bantuan yang selama ini sudah kami terima dan kami manfaatan secara bertanggung jawab dalam pembangunan gereja ini, juga Bapa Uskup Keuskupan Agung Pontianak yang sudah menyiapkan waktu khusus untuk memberkati. Di samping itu terima kasih juga untuk seluruh umat dan donatur yang telah membantu secara moril maupun materil,” pungkasnya mengakhiri wawancara singkat. (7539)