Selamat Datang Di Website Resmi Paroki Singkawang - Terima Kasih Atas Kunjungan Anda

6 Jun 2015

Pembangunan Kapel Lapas Singkawang

                  Pembangunan Kapel Lapas Singkawang




                 Warga binaan lapas (lembaga permasyarakatan ) kelas II B Singkawang kini boleh berbesar hati; terutama bagi mereka yang beragama Katolik/ Kristen karena di dalam Lapas tersebut telah berdiri sebuah kapel yg cukup representatif  berukuran 7 x 13 meter  di samping kelenteng dan surau yang sudah ada terlebih dahulu.
                       Berdirinya kapel  ini berkat inisiasi Bapak Pedro Halim, S.T., sebagai pengurus Gereja Bethel Indonesia (GBI) bersama  persekutuan gereja  yang memberikan pelayanan di  lapas tersebut, termasuk Gereja Katolik Singkawang serta pihak lapas kelas II B Singkawang dalam hal ini bapak Asep Sutandar, Amd. IP, S. Sos, . M. Si  selaku kalapas kelas II B Singkawang  yang telah berkenan menyediakan sebidang tanah tempat kapel  tersebut didirikan.
                       Peletakan batu pertama dilakukan pada tanggal 27 September 2014 oleh Kalapas Kelas II B Singkawang, disaksikan oleh Pdt. Palmanto dari GKPKB (Gereja Kristen Protestan Kalimantan Barat), Pedro Halim,ST, pegawai lapas serta warga binaan yg beragama Katolik/ Kristen. Kini kapel di Lapas kelas II B Singkawang telah rampung dan telah diresmikan pada Sabtu, 13 Desember 2014.
Untuk membantu merealisasikan berdirinya kapel  lapas ini, seksi sosial DPP (Dewan Pastoral Paroki) berinisiatif menggalang dana dari warga paroki Singkawang  dan donatur lainnya  dengan cara door to door  serta melalui  kotak derma di gereja. Puji Tuhan dari tanggal 18 Oktober 2014 hingga 29 November 2014, telah terkumpul dana sebesar  Rp24.085.000,00
                    Dalam periode berjalan, diperoleh informasi dari Pastor Paroki bahwa terdapat kerusakan pada kapel di daerah Trans SP2 dan yang perlu rehabilitasi serta Gereja di  Medang yang  memerlukan pengecatan ulang. berdasarkan rapat seksi sosial DPP dengan pastor paroki pada tanggal 4 November 2014, diputuskan bahwa sebagian kecil uang sumbangan akan dialokasikan untuk merehabilitasi  kapel  di Trans SP2 & SP3 serta pengecatan gereja di Medang. Serah terima sumbangan telah dilakukan pada tanggal 1 Desember 2014 antara pastor paroki dengan bapak Pedro Halim, S.T.,  disaksikan oleh bapak Frumensius dan Hermanto Halim, S.E., selaku koordinator seksi sosial DPP. (HH)



BLOOD FOR LIFE : Siapapun Bisa Berbagi Kehidupan

BLOOD FOR LIFE : Siapapun Bisa Berbagi Kehidupan




                  Kemanusiaan adalah hal yang terpenting yang harus didahulukan dibandingkan apapun juga. Apalagi jika itu menyangkut kehidupan seseorang. Menyumbangkan darah adalah menyambung nyawa, memberi kehidupan. Blood For Life, sebuah misi yang  mengusung penyelamatan manusia. Kegiatan ini digerakkan Ibu Emiliana Karsiah, dengan melibatkan orang muda katolik (OMK) Paroki kita yang diketuai Trifonia. Penyelenggaraan  Blood For Life kali ini merupakan tindaklanjut dari aksi kemanusiaan Seksi Sosial Paroki yang diselenggarakan dalam rangka merayakan HUT pertama Santa Monika yang jatuh pada tanggal 11 Agustus 2014 lalu. Kegiatan ini terselenggara berkat kerja sama dengan PMI Kota Singkawang.
                   Kegiatan Blood For Life pada tanggal 7 Desember 2014 setelah misa kedua diharapkan umat semakin menyadari betapa setetes darah yang disumbangkan adalah bentuk ambil bagian dalam karya penyelamatan Allah bagi saudara kita yang membutuhkan darah. Inilah saatnya umat Singkawang khususnya Paroki Singkawang meneteskan darah untuk saudara kita yang sedang dalam kesakitan seperti Yesus meneteskan darah di kayu salib untuk menyelamatkan manusia.
                   Donor darah sangat baik manfaatnya bagi kesehatan si pendonor, yaitu dapat menjaga kesehatan jantung, meningkatkan produksi sel darah merah, membantu penurunan berat tubuh, mendapatkan kesehatan psikologis, menditeksi penyakit si pendonor. Inilah salah satu paradoks cinta, ketika kita memberi maka kita juga akan mendapatkan. Ketika kita banyak memberi, kita akan banyak mendapatkan. Selain itu, ketika kita hendak donor darah, kita akan dilakukan cek kesehatan sebagai persyaratan. Dengan dilakukan pemeriksaan tensi sebelum donor,kita bisa mengetahui kondisi kesehatan sehingga kita bisa menjaga kesehatan secara lebih baik. Dokter Karsianto menganjurkan supaya kita rutin melakukan donor darah, selain sebagai bentuk tindakan mulia, juga meregenerasi sel darah merah, yang sangat baik bagi kesehatan tubuh kita. Bagi seluruh umat yang tergerak untuk melakukan donor darah secara rutin, PMI Kota Singkawang membuka posko donor darah 24 jam. Bagi para pendonor yang berminat boleh menyumbangkan darahnya secara teratur 3 bulan sekali datang ke kantor PMI Kota Singkawang.
                       Pendonor untuk bulan Desember ini berjumlah 37 orang. Sebenarnya 38 orang, namun dikarenakan 1 orang memiliki tensi yang tidak memenuhi syarat yaitu 100/60 mm Hg (tekanan darah rendah) terpaksa belum diperkenankan. Selain itu ada juga Ibu yang merasa lemas. Ibu Veronika, 34 tahun, Guru SMA St. Ignasius. Beliau menjelaskan "sudah belasan tahun tidak pernah donor, sebelum donor memang belum sarapan, dan langsung syok setelah diambil darahnya, merasa cutam, badan terasa dingin semua. Tetapi, sangat senang telah bisa mendonorkan darah AB nya karena sangat langka. Dengan harapan bisa dapat menolong sesama yang memerlukan."
                     Kegiatan kali menjadi sangat menarik ketika para pendonor bukan hanya umat Paroki Singkawang. Para Imam pun antusias memberikan darahnya untuk disumbangkan. Terlihat saudara Kapusin yang tinggal di Rumah Novisiat Kapusin Pontianak di Poteng, Singkawang. Mereka berjumlah empat orang. Pastor Cahyo, OFM.Cap (Pimpinan Novisiat Poteng) dan bersama 3 orang Frater. Setelah donor Pastor Cahyo, OFM.Cap berujar “tidak ada perubahan yang terlalu drastis, biasa saja, tambah sehat sepertinya.
                    Berikut persyaratan supaya seseorang bisa mendonorkan daranya,: umur 17 tahun-60 tahun, berat badan minimal 45 kilogram, temperatur tubuh 36,6-37,5 derajat Celsius, tekanan darah sistole bekisar 110 -160 mm Hg dan diastole bekisar 70 – 100 mm Hg, Hb minimal 12,5 gram, tidak sedang hamil, menyusui, haid, mengidap penyakit Hepatitis B & C, HIV AIDS, Sifilis, jumlah penyumbangan darah sekurang-kurangnya 3 bulan kemudian setelah donor. 
                  PMI Kota Singkawang melakukan penyimpanan paling lama 4 minggu. PMI telah bekerjasama dengan pihak Rumah Sakit di Kota Singkawang seperti RS St. Vincentius, DKT, RS Harapan Bersama, RS Abdul Azis, RS Serukam, sehingga untuk 1 minggu sudah terdistribusi dengan baik setelah masa pengolahan darah tersebut. Harga sekantong darah diberikan Rp.250.000,-/kantong. Peserta yang menggunakan Jamkesmas, Askes, BPJS tidak dikenakan biaya/gratis.
                       Kegiatan Blood for Life ini merupakan ungkapan Natal berupa pemberian diri kepada Allah. Semangat solidaritas hendaknya dibagikan kepada sesama. Natal akan memberikan kegembiraan bagi pendonor karena darah kita bisa bermanfaat untuk menolong orang lain.”
Kita dapat memaknai kegiatan Blood For Life sebagai bentuk terima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus atas anugerah kehidupan dan kesehatan yang kita terima dan kita diutus  untuk berbagi kepada mereka yang membutuhkan. Terimakasih untuk para panitia, penanggungjawab, pendonor, dan PMI atas kebaikan dan ketulusan hatinya sehingga kegiatan ini dapat  terlaksana dengan baik. Setetes darah yang kita sumbangkan, adalah kado terindah bagi bayi Yesus, yang akan memberi kehangatan bagi saudara kita yang kedinginan karena sakit dan derita. Hidup terindah adalah hidup yang terus berbagi. SELAMAT NATAL, TUHAN MEMBERKATI.(SHe)

4 Jun 2015

NATAL : SAAT UNTUK BERBAGI

Natal: Saat untuk Berbagi

 

Google Images.Jpg

            Aloysius hanyalah seorang pengusaha warung sederhana di kampungnya. Selain berjualan bahan kebutuhan sehari-hari, ia juga membeli karet  dari warga di sekitar rumahnya. Menjelang hari raya Natal, Idul Fitri dan Imlek, Aloysius menyisihkan sebagian dari penghasilannya untuk membeli bahan mentah pembuatan roti seperti mentega, terigu, susu kental manis, gula pasir, telur. Semuaya dikemas dalam paket-paket dan dibagikan kepada pelanggannya yang tidak mampu sesuai dengan keperluan mereka yang merayakan keyakinan agamanya. Kalau dihitung dengan rupiah nilainya tentu tidak seberapa. Tetapi  ada makna di dalamnya, seperti pernah diucapkannya, “Untuk orang kampung yang tidak mampu merayakan Natal, Idul Fitri dan Imlek mempunyai arti tersendiri dengan membuat kue”. Begitu juga menjelang natal tahun 2014 ini Aloysius tidak lupa melakukan rutinitasnya; berbelanja bahan mentah pembuatan roti untuk pelanggannya yang beragama Kristen dan Katolik. Bagi Aloysius yang beragama Katolik, Natal bukan hanya sekedar perayaan ritual yang selesai di gereja saja, tetapi dia memaknainya lewat aksi nyata mau berbagi dengan saudara-saudarinya yang kurang mampu.
             Bila ditengok peristiwa aslinya, makna Natal sejatinya adalah pemberian diri Allah. Dia yang maha segala-galanya rela memberikan diri-Nya dan menjelma menjadi manusia dalam diri Kanak-Kanak Yesus. Dialah Sang Imanuel: Allah beserta kita (Mat 1:23). Itulah yang terjadi pada natal pertama di Betlehem yang jauh dari hingar bingar pesta dan kemewahan. Dengan menjadi manusia Allah melakukan aksi nyata; setiakawan dengan manusia. Bahkan Dia hadir dalam sosok bayi yang papa-miskin.
             Kalau mau,  sebenarnya Allah bisa saja menyapa manusia dari surga. Maksudnya Dia tetap tinggal di surga sana, sedangkan manusia di dunia ini. Ibaratnya ketika mau menghubungi manusia Allah cukup menekan alat semacam remote control saja. Allah tidak perlu “repot-repot” turun ke dunia. Apalagi menjadi manusia segala. Tetapi “jalan aman” itu tidak dipilih oleh Allah. Justru Dia menggunakan jalan dengan “merepotkan diri-Nya” dan menjadi manusia. Mengapa Allah rela berbuat semua itu? Jawaban satu-satunya adalah karena Dia sangat mencintai kita. Di mata Allah kita semua sungguh berharga. Dia tidak rela kita menjadi binasa. Maka Dia datang dan hadir di tengah-tengah kita agar kita memperoleh hidup, bahkan hidup dalam segala yang kelimpahan (Yoh 10:10).
             Lalu bagaimana kita bisa memaknai natal? Penting artinya kita kembali kepada semangat natal pertama. Ketika melihat kandang atau gua natal pandangan kita harus bisa menembus dan merenungkan apa yang sebenarnya terjadi di sana. Kita tidak boleh larut  dengan perayaan natal yang diwarnai oleh gemerlapnya pesta dan hingar bingar kemewahan. Kita juga tidak boleh tinggal dalam keagungan peribadatan di dalam Gereja.  Memang peristiwa natal sering membuat kita hanyut dalam suasana romantis. Tetapi itu bukanlah makna natal yang sebenarnya. Makna natal harus bersambung dalam hidup sehari-hari. Natal harus menyapa umat manusia karena sejatinya natal tidak sama dengan pesta pora. Natal juga bukan sekedar perayaan liturgis semata. Natal adalah “sapaan” Allah kepada kita. Dia memberikan diri-Nya secara nyata kepada kita.
                Seperti Allah yang beraksi nyata kepada kita, begitu pula kita diundang untuk mengadakan aksi yang sama kepada sesama. Natal baru mendapatkan artinya yang penuh kalau kita mau berbagi dengan sesama, terutama mereka yang serba berkekurangan. Apa yang harus kita bagikan? Bukan terutama berbagi barang atau harta kekayaan. Tetapi kita diajak untuk berbagi perhatian dan cinta. Tuhan telah memberikan kepada kita masing-masing hati untuk mencintai dan tangan untuk melayani. Dengan itulah kita mewujudkan aksi pemberian diri lewat tindakan mencintai dan melayani. Natal menjadi saat yang indah untuk berbagi. Selamat Natal 2014 dan Tahun Baru 2015. Mari kita saling berbagi cinta dan pelayanan! (Gathot)

Kegiatan Sosial

Kegiatan Sosial

Kegiatan Donor Darah
Kunjungan Ke RS Alverno
Kunjungan Ke Panti Asuhan Abigael


3 Jun 2015

ORANG TUA SEBAGAI PENDIDIK PERTAMA & UTAMA

ORANG TUA SEBAGAI PENDIDIK PERTAMA & UTAMA

               


                Minggu 30 November 2014 Panitia Natal dari seksi sosial menggelar seminar yang ditujukan bagi calon orang tua maupun yang telah menjadi orang tua. Adapun tema yang diangkat berkait erat dengan tema Natal tahun ini yaitu “ Berjumpa Tuhan Dalam Keluarga”.  Seminar ini mengarah pada mereka yang  akan dan telah menjadi orang tua agar tahu dan paham akan pentingnya peran orang tua dalam mendidik anak-anaknya di dalam keluarga.
                Bruder Gabriel, MTB selaku Narasumber acara ini memaparkan tentang kasih yang menjadi dasar di dalam kehidupan berkeluarga.  Mengutip sepenggal puisi karya besar Kahlil Gibran yang mengatakan “Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu. Mereka adalah putra dan putri dari kehidupan itu sendiri. Mereka datang melalui kalian, tetapi tidak berasal dari dirimu. Dan walaupun mereka bersamamu, mereka bukan milikmu”. Demikianlah kalimat puisi yang memberikan makna bahwa anak-anak yang dihadirkan dalam keluarga kita adalah sebuah anugerah dan titipan dari Tuhan.  Pendidikan iman menjadi bagian yang penting dalam membentuk karakter anak. Selain itu iman dalam keluarga yang kuat akarnya dapat berperan dalam membantu misi Gereja yang nantinya dapat melanjutkan hidup perutusan para Pastor, Suster, Bruder dan Tuhan Yesus.
                    Pada sesi kedua seminar ini membahas mengenai Narkoba. Materi ini disampaikan oleh Bapak Sabar Mauliate Tua, S.Ikom dari BNN (Seksi pencegahan Narkotika Kota Singkawang). Bertujuan untuk memberikan informasi kepada orang tua tentang bahaya Narkoba dan cara pencegahan serta penanggulangannya.  Dalam materi Narkoba kepada orang tua, mereka diberikan pengetahuan bagaimana cara menciptakan lingkungan yang aman bagi anak dan menindaklanjuti kejadian pada korban pecandu Narkoba terlebih jika itu terkena terhadap anak mereka. Peran orang tua sangatlah penting dalam hal psikologis bagi anak mereka. Pantauan orang tua sangat diperlukan agar anak-anaknya terhindar dari Narkoba. Upaya yang dapat menghindari anak dari bahaya Narkoba antara lain adalak anak diajarkan untuk fokus mencapai cita-citanya, diarahkan mengikuti kegiatan organisasi yang positif , hobi yang baik bagi masa depannya sehingga menjadikan waktu lebih berharga, menjaga hubungan dengan keluarga agar harmonis, dan berhati-hati dalam memilih teman. (SHe)


AKSI SOSIAL OLEH POSKO NATAL

AKSI SOSIAL OLEH POSKO NATAL




              Singkawang, Selasa, 9 Desember 2014. Gelak tawa terdengar berderai ketika saya memasuki ruang  tengah  gedung Pastoran  Gereja Santo Fransiskus Assisi dari pintu sayap kanan, begitu semarak suasana di sini, semua asyik bekerja, semua wajah terlihat riang gembira. Tujuan saya satu, hendak mengambil gambar serta sedikit berbicang-bincang dengan sang koordinator posko natal yang pada tahun ini dipercayakan kepada Ibu Helena Halijah. Ketika saya jumpai, saya begitu terkesan pada sosoknya yang ramah serta berparas keibuan, seolah menerima dengan tangan terbuka dan menyilakan saya memuaskan kedahagaan meraup berbagai informasi berkenaan dengan aksi sosial yang dimotorinya. Jabat tangan hangat dan erat lantas saya ulurkan, memperkenalkan diri kepada beliau yang sore itu terlihat bersimbah keringat demi merampungkan pekerjaannya menyortir pakaian pantas yang akan disalurkan ke 16 stasi di bawah naungan Gereja Katolik Paroki Singkawang. Saat itu beliau tidak sendiri, ditemani beberapa ibu anggota Persatuan Warakawuri Katolik Santa Monika dan seorang Frater, beliau begitu sabar melayani berbagai pertanyaan saya dengan suara dan wajahnya yang begitu ekspresif.
               Sembari beranjak dari tempat penyortiran pakaian pantas, kami berjalan perlahan menyusuri ruang pastoran yang sore itu terlihat semarak oleh aktivitas mengemas sembako oleh ibu-ibu Wanita Katolik (WK) bersama beberapa anggota OMK. Tiada raut lelah terpancar dari  wajahnya meskipun saya paham beliau bersama rekan-rekan lain, setiap hari harus siap berada di tempat (pastoran) sedari pukul 15.00 WIB hingga 17.00 WIB. Beliau justru tampak begitu antusias memaparkan kepada saya berbagai informasi mengenai kegiatan seksi sosial yang dimulai sejak 29 November lalu dan berakhir pada 14 Desember 2014.   Menurut beliau, aksi sosial yang digagas oleh pastor paroki Singkawang  dan akhirnya menjadi “menu khusus” bagi panitia Natal setiap tahun sebenarnya telah dilakukan sejak Natal setahun yang lalu, hanya saja  tahun lalu kegiatan ini menyasar pada korban bencana alam banjir yang melanda hampir setiap kabupaten di Kalimantan Barat.
              Berbagai cara dilancarkan demi memuluskan jalan kegiatan “perpanjangan tangan Tuhan” ini,  di antaranya  melalui pengumuman tentang kegiatan terkait di gereja, surat edaran ke sekolah-sekolah hingga memanfaatkan media sosial semacam Facebook, Broadcast Messanger pada aplikasi BBM, SMS, telepon maupun ajakan secara lisan untuk ikut mengambil bagian dalam kesempatan berbagi dan peduli pada sesama. Hasilnya sungguh luar biasa, ratusan kardus berisi pakaian pantas, 800-an paket sembako, buku-buku layak baca dan sejumlah uang terkumpul serta siap didistribusikan pada 15 Desember 2014 dan dipusatkan di Capkala. 
              Di akhir obrolan yang menyenangkan itu, beliau mencebarkan asanya yang penuh-penuh berharap agar kegiatan serupa dapat selalu diejahwantahkan pada tahun-tahun yang akan datang, lebih banyak pihak yang berpartisipasi dan bantuan yang dihimpun dapat menjangkau segala kalangan. Pada pemungkas sapa beliau tak lupa menghaturkan jabat erat dan terima kasih kepada berbagai pihak yang ikut menyukseskan kegiatan ini antara lain Wanita Katolik (WK), Persatuan Warakawuri Katolik (PWK) Santa Monika, Legio Maria, OMK serta pihak lain yang tak bisa disebutkan satu persatu. Semoga berkat Tuhan selalu mengiringi langkah kita. (Hes)       

JANGAN MENGGUGAT TUHAN DONG

 “JanganMenggugat Tuhan Dong”

Google Images.Jpg

                 Di pagi itu aku biasanya menghidupkan motor lebih awal dari hari-hari sebelumnya. Entah  kenapa hari senin itu aku terlambat bangun dan enggan untuk pergi ke sekolah.
                “Huhhh.. Pelajaran hari  ini berat nih.., mendingan aku tidur lagi ahhh!...”
 Dari luar pintu kamarku terdengar suara ayah begitu keras.
               “Decky… Decky… Decky! Bangun, Nak! Sekarang sudah jam 08.00 pagi! Apa kamu sakit? Atau kamu memang hari ini malas ke sekolah? Decky..Decky… Kamu keras kepala ya!. Dasar kamu pemalas, Nak! Saya capek dengan sikapmu! Saya malu tiap hari selalu ada surat dari sekolah bahwa saya tidak memperhatikan kamu! Ayo bangun!”
              Teriakan ayahku begitu menggema di rumah hingga adikku juga ikut terbangun dari lelapnya tidur di kala itu. 
             Ya, aku memang tergolong anak yang tidak banyak bicara dan paling takut kalau melawan ayah sekalipun kurasa diriku benar. Aku cepat-cepat ke kamar mandi untuk cuci muka dan tanpa pamit pun  langsung menggeber gas motor kesayanganku ke sekolah.
                Ketika di pintu gerbang aku melihat petugas keamanan dan guru piket mereka menggeleng-gelengkan  kepala,  melihat tingkah lakuku. Dengan nafas ngos-ngosan aku langsung ke kantor  guru Bimbingan Konseling untuk menyelesaikan persoalanku.
             “Decky kamu masih punya keinginan untuk sekolah enggak sih? Namamu sudah tercatat sebagai anak yang seringkali terlambat,  belum lagi raport merah dari bapak ibu guru tentang kelakuanmu di sekolah ini! Sadarlah, Nak!! Kami lelah hanya memperhatikan tingkah lakumu tiap hari?”
                Aku terdiam dan kubiarkan guruku tetap marah sebab aku memang sadar bahwa aku pada posisi bersalah. Setelah kurasa amarah guru Bimbingan Konselingku mereda, aku lantas angkat bicara,
              “Pak, izinkan saya untuk mengungkapkan sesuatu mengapa saya terlambat dan mengapa saya selalu bermasalah di sekolah ini”, pintaku sambil menunduk di depan wajah guruku yang menurutku terkategori orang tuaku yang kedua. Curhatku dari hati ke hati ternyata membuat guruku ikut bersedih atas situasi dalam hidupku.
                Aku memang sakit hati untuk mengungkapkan permasalahan pribadiku pada guruku. Berat, sangat berat untuk membeberkan masalah peribadiku. Aku tidak tahu kepada siapa lagu aku mengungkapkan semuanya ini. Aku berpikir guru pasti akan menyimak dan juga ikut mencari jalan terbaik buat masa depanku.
               “Pak, saya dari keluarga yang cukup memprihatinkan. Saya tinggal dengan ayah dan ibu tiri. Mama sudah meninggalkan  kami sejak saya sekolah dasar. Untung ayah saya masih semangat membiayai hidup saya  yang membuat saya tetap bertahan hingga saya tetap mengenyam pendidikan hingga di bangku  di SMA. Kalau di rumah, saya tidak menemukan kedamaian mengapa di sekolah pun tak saya temukan tempat  yang dapat mendamaikan hati saya! Kemana lagi harus saya cari tempat yang dapat mendamaikan hati saya di dunia ini , Pak? Mengapa semua pintu rasanya tertutup untuk saya? Saya mohon kali ini saja, maafkan keterlambatan saya, Pak. Percayalah Pak, saya berjanji esok saya tidak mengulangi lagi!”, Pintaku dengan wajah lesu.
             Aku pulang rumah sambil menangis tersedu-sedu. Wajah ayah pun tidak bersahabat lagi. Ayah tidak mempedulikan aku lagi. Ayah merasa bahwa akulah yang membuat ayah menderita selama ini. Tetanggapun tahu bahwa aku emang anak yang tidak bisa berkawan dengan siapa-siapa hingga minder bergaul meski dengan tetangga.
              Pada malam sebelum tidur aku mengotik-atik laptopku.  Berawal dari sinilah, aku menulis segala kepenatanku hingga menggugat Tuhan. Aku berpikir tidak ada guna menulis begitu saja. Percuma! Barang kali aku bisa membagikannya di Grup Facebook teman-temanku siapa tahu mereka ada yang lebih  menderita dariku. Aku menulis seolah-olah menanyakan keberadaanku sebagai remaja yang tengah mencari identitas di tengah kepenatan dunia ini. “Who Am I ?” inilah pokok tulisanku. Siapakah aku. Aku lahir dari seorang ibu yang luar biasa. Tetapi mengapa ibu tega meninggalkanku? Mengapa juga ayah tidak mau menceritakan kepadaku mengenai masalah ini. Ah, masa bodohlah. Aku pikir akupun tidak sendirian banyak juga teman-teman yang mungkin senasib denganku.
                Pada alinea berikutnya kurasakan otakku buntu. Penat tak ada yang membuat aku  bertahan untuk terus merangkai kata-kata yang menarik bagiku. Tiba-tiba aku berteriak dengan penuh amarah,
 “Tuhan tidak adil! Tuhan tidak bijaksana! Mengapa aku diberi penderitaan terlalu dini diusia seperti ini! Huuhhh…. mengapa Tuhan juga membiarkan orang-orang di sekitarku menolak kehadiranku!”.
          Anehnya, di sela-sela kemarahanku, aku tetap percaya Tuhan tidak menguji di luar kemampuanku. Rupanya bathinku tetap proposional untuk tidak membenarkan diri sebagai mahluk lemah di hadapanNya.
                 Tulisanku ternyata diberi dukungan moral dan spirit dari rekan-rekanku.
               “Decky… kamu masih beruntung lho. Kamu termasuk remaja yang smart dan excellent lho! Kamu tahu enggak  sih, di belahan dunia ini susah mencari figur remaja yang mau jujur seperti kamu.  menurutku, kamu termasuk kategori remaja yang tangguh. Sebaiknya jangan mengguggat Tuhan dong. Tahu enggak di luar sana banyak remaja seusia kita menderita jauh dari yang kamu alami. Aku salah satu korbannya. Tetapi aku sudah bertobat. Tuhan mengangkat aku untuk menjadi anak yang hebat. Aku meskipun mandi dalam lumpur kedosaanku aku diangkat kembali menjadi remaja yang tangguh. Aku tidak mempersalahkan orang lain apa lagi Tuhan. Seberapapun dosa kita Tuhan tetap mencintai kita sebagai anak-anak-Nya yang luar biasa. Cukup enjoy bro!”
               Aku begitu kagum dengan kekuatan kata-kata  dari teman-temanku. Aku berpikir  bahwa ternyata penderitaanku jauh dari penderitaan mereka. Yang membuatku heran mereka juga buka-bukaan tentang pengalaman mereka yang sudah bercumbu dengan narkoba hingga masuk penjara. Ah, mengapa mereka juga harus  jujur kepadaku bahwa saat ini mereka sudah terjangkit AIDS. 
                 Tidaaak…!, teriakku  di malam itu.
             “Tuhan,  What  do You  want  me to do? Aku tak sanggup Tuhan! Aku harus berjuang bersama mereka. Aku mau menjadi bagian dari mereka. Aku mau memberi kekuatan baru bagi mereka agar di sisa kehidupan  mereka tetap semangat dan masih ada orang yang peduli dengan mereka. Aku memang anti Narkoba dan AIDS tetapi aku tidak pernah menolak peribadi mereka. Aku ingin menjadi bagian dari peribadi mereka saat ini.”
                Dalam keheningan tidak terasa hampir pukul 00.00. Aku tak mampu lagi memejamkan mata membayangkan teman-temanku di luar sana.
Di tengah keheningan malam itulah, tiba-tiba aku mendapat SMS dari teman-temanku bahwa dalam rangka menyambut Natal 2014 akan diadakan bakti sosial dan untuk kegiatan itu masih diperlukan tenaga pengisi sebagai narasumber seminar “Anti Narkoba”. Pada saat itu juga aku bersedia dan menyanggupi menjadi narasumber yang siap berbagi cerita tentang kondisiku dan penguatan yang kudapat dari teman-teman yang kondisinya lebih memprihatinkan dibanding kisahku.
               “Tidak terlambatkan teman-teman aku menyambut Natal dengan kegiatan ini”, tanyaku pada pemgirim sms.
“Oh, tentu saja tidak. Tiap hari kita merayakan Natal kok? Maksudnya, kita tiap hari melahirkan ide-ide yang keren dan oke demi meraih masa depan kita bro. Oke jangan menggugat Tuhan lagi dong!”
                   “Thanks so much bro.”, tutup obrolanku dengan penuh hangat malam itu. (Bruf)