Selamat Datang Di Website Resmi Paroki Singkawang - Terima Kasih Atas Kunjungan Anda

3 Jun 2015

JANGAN MENGGUGAT TUHAN DONG

 “JanganMenggugat Tuhan Dong”

Google Images.Jpg

                 Di pagi itu aku biasanya menghidupkan motor lebih awal dari hari-hari sebelumnya. Entah  kenapa hari senin itu aku terlambat bangun dan enggan untuk pergi ke sekolah.
                “Huhhh.. Pelajaran hari  ini berat nih.., mendingan aku tidur lagi ahhh!...”
 Dari luar pintu kamarku terdengar suara ayah begitu keras.
               “Decky… Decky… Decky! Bangun, Nak! Sekarang sudah jam 08.00 pagi! Apa kamu sakit? Atau kamu memang hari ini malas ke sekolah? Decky..Decky… Kamu keras kepala ya!. Dasar kamu pemalas, Nak! Saya capek dengan sikapmu! Saya malu tiap hari selalu ada surat dari sekolah bahwa saya tidak memperhatikan kamu! Ayo bangun!”
              Teriakan ayahku begitu menggema di rumah hingga adikku juga ikut terbangun dari lelapnya tidur di kala itu. 
             Ya, aku memang tergolong anak yang tidak banyak bicara dan paling takut kalau melawan ayah sekalipun kurasa diriku benar. Aku cepat-cepat ke kamar mandi untuk cuci muka dan tanpa pamit pun  langsung menggeber gas motor kesayanganku ke sekolah.
                Ketika di pintu gerbang aku melihat petugas keamanan dan guru piket mereka menggeleng-gelengkan  kepala,  melihat tingkah lakuku. Dengan nafas ngos-ngosan aku langsung ke kantor  guru Bimbingan Konseling untuk menyelesaikan persoalanku.
             “Decky kamu masih punya keinginan untuk sekolah enggak sih? Namamu sudah tercatat sebagai anak yang seringkali terlambat,  belum lagi raport merah dari bapak ibu guru tentang kelakuanmu di sekolah ini! Sadarlah, Nak!! Kami lelah hanya memperhatikan tingkah lakumu tiap hari?”
                Aku terdiam dan kubiarkan guruku tetap marah sebab aku memang sadar bahwa aku pada posisi bersalah. Setelah kurasa amarah guru Bimbingan Konselingku mereda, aku lantas angkat bicara,
              “Pak, izinkan saya untuk mengungkapkan sesuatu mengapa saya terlambat dan mengapa saya selalu bermasalah di sekolah ini”, pintaku sambil menunduk di depan wajah guruku yang menurutku terkategori orang tuaku yang kedua. Curhatku dari hati ke hati ternyata membuat guruku ikut bersedih atas situasi dalam hidupku.
                Aku memang sakit hati untuk mengungkapkan permasalahan pribadiku pada guruku. Berat, sangat berat untuk membeberkan masalah peribadiku. Aku tidak tahu kepada siapa lagu aku mengungkapkan semuanya ini. Aku berpikir guru pasti akan menyimak dan juga ikut mencari jalan terbaik buat masa depanku.
               “Pak, saya dari keluarga yang cukup memprihatinkan. Saya tinggal dengan ayah dan ibu tiri. Mama sudah meninggalkan  kami sejak saya sekolah dasar. Untung ayah saya masih semangat membiayai hidup saya  yang membuat saya tetap bertahan hingga saya tetap mengenyam pendidikan hingga di bangku  di SMA. Kalau di rumah, saya tidak menemukan kedamaian mengapa di sekolah pun tak saya temukan tempat  yang dapat mendamaikan hati saya! Kemana lagi harus saya cari tempat yang dapat mendamaikan hati saya di dunia ini , Pak? Mengapa semua pintu rasanya tertutup untuk saya? Saya mohon kali ini saja, maafkan keterlambatan saya, Pak. Percayalah Pak, saya berjanji esok saya tidak mengulangi lagi!”, Pintaku dengan wajah lesu.
             Aku pulang rumah sambil menangis tersedu-sedu. Wajah ayah pun tidak bersahabat lagi. Ayah tidak mempedulikan aku lagi. Ayah merasa bahwa akulah yang membuat ayah menderita selama ini. Tetanggapun tahu bahwa aku emang anak yang tidak bisa berkawan dengan siapa-siapa hingga minder bergaul meski dengan tetangga.
              Pada malam sebelum tidur aku mengotik-atik laptopku.  Berawal dari sinilah, aku menulis segala kepenatanku hingga menggugat Tuhan. Aku berpikir tidak ada guna menulis begitu saja. Percuma! Barang kali aku bisa membagikannya di Grup Facebook teman-temanku siapa tahu mereka ada yang lebih  menderita dariku. Aku menulis seolah-olah menanyakan keberadaanku sebagai remaja yang tengah mencari identitas di tengah kepenatan dunia ini. “Who Am I ?” inilah pokok tulisanku. Siapakah aku. Aku lahir dari seorang ibu yang luar biasa. Tetapi mengapa ibu tega meninggalkanku? Mengapa juga ayah tidak mau menceritakan kepadaku mengenai masalah ini. Ah, masa bodohlah. Aku pikir akupun tidak sendirian banyak juga teman-teman yang mungkin senasib denganku.
                Pada alinea berikutnya kurasakan otakku buntu. Penat tak ada yang membuat aku  bertahan untuk terus merangkai kata-kata yang menarik bagiku. Tiba-tiba aku berteriak dengan penuh amarah,
 “Tuhan tidak adil! Tuhan tidak bijaksana! Mengapa aku diberi penderitaan terlalu dini diusia seperti ini! Huuhhh…. mengapa Tuhan juga membiarkan orang-orang di sekitarku menolak kehadiranku!”.
          Anehnya, di sela-sela kemarahanku, aku tetap percaya Tuhan tidak menguji di luar kemampuanku. Rupanya bathinku tetap proposional untuk tidak membenarkan diri sebagai mahluk lemah di hadapanNya.
                 Tulisanku ternyata diberi dukungan moral dan spirit dari rekan-rekanku.
               “Decky… kamu masih beruntung lho. Kamu termasuk remaja yang smart dan excellent lho! Kamu tahu enggak  sih, di belahan dunia ini susah mencari figur remaja yang mau jujur seperti kamu.  menurutku, kamu termasuk kategori remaja yang tangguh. Sebaiknya jangan mengguggat Tuhan dong. Tahu enggak di luar sana banyak remaja seusia kita menderita jauh dari yang kamu alami. Aku salah satu korbannya. Tetapi aku sudah bertobat. Tuhan mengangkat aku untuk menjadi anak yang hebat. Aku meskipun mandi dalam lumpur kedosaanku aku diangkat kembali menjadi remaja yang tangguh. Aku tidak mempersalahkan orang lain apa lagi Tuhan. Seberapapun dosa kita Tuhan tetap mencintai kita sebagai anak-anak-Nya yang luar biasa. Cukup enjoy bro!”
               Aku begitu kagum dengan kekuatan kata-kata  dari teman-temanku. Aku berpikir  bahwa ternyata penderitaanku jauh dari penderitaan mereka. Yang membuatku heran mereka juga buka-bukaan tentang pengalaman mereka yang sudah bercumbu dengan narkoba hingga masuk penjara. Ah, mengapa mereka juga harus  jujur kepadaku bahwa saat ini mereka sudah terjangkit AIDS. 
                 Tidaaak…!, teriakku  di malam itu.
             “Tuhan,  What  do You  want  me to do? Aku tak sanggup Tuhan! Aku harus berjuang bersama mereka. Aku mau menjadi bagian dari mereka. Aku mau memberi kekuatan baru bagi mereka agar di sisa kehidupan  mereka tetap semangat dan masih ada orang yang peduli dengan mereka. Aku memang anti Narkoba dan AIDS tetapi aku tidak pernah menolak peribadi mereka. Aku ingin menjadi bagian dari peribadi mereka saat ini.”
                Dalam keheningan tidak terasa hampir pukul 00.00. Aku tak mampu lagi memejamkan mata membayangkan teman-temanku di luar sana.
Di tengah keheningan malam itulah, tiba-tiba aku mendapat SMS dari teman-temanku bahwa dalam rangka menyambut Natal 2014 akan diadakan bakti sosial dan untuk kegiatan itu masih diperlukan tenaga pengisi sebagai narasumber seminar “Anti Narkoba”. Pada saat itu juga aku bersedia dan menyanggupi menjadi narasumber yang siap berbagi cerita tentang kondisiku dan penguatan yang kudapat dari teman-teman yang kondisinya lebih memprihatinkan dibanding kisahku.
               “Tidak terlambatkan teman-teman aku menyambut Natal dengan kegiatan ini”, tanyaku pada pemgirim sms.
“Oh, tentu saja tidak. Tiap hari kita merayakan Natal kok? Maksudnya, kita tiap hari melahirkan ide-ide yang keren dan oke demi meraih masa depan kita bro. Oke jangan menggugat Tuhan lagi dong!”
                   “Thanks so much bro.”, tutup obrolanku dengan penuh hangat malam itu. (Bruf)

BURUNG RAKSASA DAN SANG PUTRI

CERPEN : BURUNG RAKSASA DAN SANG PUTRI


                 Alkisah, berabad-abad yang lalu hiduplah seekor burung raksasa dan seorang putri dari suatu kerajaan. Suatu hari Sang Putri tengah berjalan-jalan di hutan demi mencari berbagai tanaman yang akan diracik menjadi obat untuk persediaan kerajaan. Di hari ketika Sang Putri berjalan di tengah hutan tersebut, tanpa sengaja Sang Putri menemukan burung raksasa. Burung itu dalam keadaan kesakitan karena pada sayapnya terdapat luka bekas tombak dari para pemburu. Sang putri iba melihat rintihan sang burung, diobatinya luka  burung raksasa itu dengan tanaman ajaib yang ia peroleh serta diraciknya dengan tangannya yang dingin yang mampu menyembuhan. 
                  Alhasil sayap burung raksasa itu sembuh dalam waktu yang sangat singkat. Sang burung raksasa berseru kegirangan, suaranya terdengar sangat menggelegar dan ternyata setelah sembuh burung raksasa itu terlihat begitu gagah dan  perkasa. Diajaknya Putri untuk berkeliling melihat indahnya dunia. Setiap kali burung itu rindu kepada Sang Putri, ia selalu mengajaknya terbang menaikkan Sang Putri ke atas sayapnya yang kekar hangat dan nyaman. Bulu-bulu dari sang burung sangat lembut dan wangi ternyata burung itu adalah seekor burung yang jatuh dari Negeri Langit dan merupakan kendaraan dari kesatria Negeri Langit.


Google Images.Jpg
           
              
                Atas kebaikan Sang Putri yang pada saat itu menolongnya, burung raksasa lantas jatuh cinta pada sang putri. Hingga akhir hayatnya sang burung hanya mencintai sang putri dan selalu membuatnya bahagia dengan menjadi kendaraan di saat diperlukan dan kapanpun sang putri membutuhkan tumpangan.
                  Pesan yang dapat kita petik dari dongeng ini adalah kita harus memiliki hati yang baik dan suka menolong. Jika kita memiliki hati yang baik dan suka menolong, maka kebaikan pula yang dapat kita peroleh. Milikilah hati yang lembut seperti Sang Putri, dan rasa terima kasih menjalin persahabatan yang baik seperti burung raksasa tersebut. (SHe)

LANGIT DI NEGERI LANGIT

CERPEN : LANGIT DI NEGERI LANGIT
 
Google Images.Jpg

               Setiap langkah hidupnya ia meninggalkan jejak-jejak keemasan merubah kehidupan seseorang. Pemuda bernama Langit. Ia adalah seorang yang sangat rendah hati, sehigga seluruh berkat dan kasih Tuhan selalu turun atas Nya. Setiap pagi Ia selalu bersujud kepada Tuhan atas segala kebaikan dan augerah kehidupan yang diterimanya. Ucapan syukur dan terima kasih selalu disenandungkan dalam hatinya. Dalam perjalanan hidupnya Langit selalu memiliki niat dan prasangka yang baik pada setiap orang.  Pikiran dan hatinya hanya ingin selalu meringankan beban hidup orang lain sehingga tindakannya menjadi bukti nyata akan kebaikan dan ketulusan hatinya. Langit memiliki keyakinan setiap kita meringankan beban orang lain dan selalu melakukan kebajikan serta selalu berdoa bagi kebahagiaan semua makhluk hidup, hal itu akan membuat hatinya  terselimuti angin yang dingin dan sejuk yang bernama kedamaian dan perasaan sukacita yang timbul membuat tubuh, pikiran, raut wajah Langit menjadi ringan dan lembut dalam menjalani kehidupan. Langit tidak pernah menilai orang lain dalam segala bentuk dan rupanya. Ia lebih mengkedepankan hatinya karena semua orang pada dasarnya adalah baik. Ia menganggap semua orang sama dan semua memiliki hak untuk merasakan kebahagiaan. Langit dalam bersahabat tidak pernah membeda-bedakan baik seseorang dari golongan atas maupun bawah selalu dirangkulnya. 
               Pribadi Langit yang sangat mulia itu, terlihat oleh Bidadari Langit yang bernama Riayanamona. Riayanamona adalah salah satu bidadari dari Negeri Langit, Bidadari itu meminta kuda terbangnya untuk membawa Langit ke Negeri mereka. Ketika sore hari, Langit sedang akan menutup jendela kamarnya dilihat kuda putih bermata biru, dikeningnya terdapat permata kuning bersinar kemerah-merahan, bulu-bulunya sangat lebat, harum, lembut dan putih bersih. Ia meringkik kemudian berbicara kepada Langit, “Langit aku adalah Jengala Putih kendaraan kuda terbang milik Bidadari Langit, ia sangat ingin bertemu denganmu. Maukah kau kuajak terbang menuju kediaman Bidadari berada?”. Langit menjawab,”Dengan senang hati Jengala Putih”. Langit naik kepunggung Jengala Putih itu, kemudian kuda itu mengepakan sayap keemasannya menuju Negeri mereka melewati berlapis-lapis Negeri Awan, Negeri Pelangi dan akhirnya mereka sampai di Negeri langit yang sangat indah, banyak para Bidadari Langit dan Kesatria Langit yang tinggal disana. Mereka berpakaian sangat anggun dan megah laksana putri dan pangeran dari Kerajaan Langit. Langit sangat takjup dan senang. Ia bisa merasakan semua menyambut kehadiran nya dengan sukacita. Banyak hewan, tumbuhan, bunga-bunga, pemandangan yang indah di Negeri Langit itu semuanya teratur, rapi, sejuk dan ada nuansa kedamaian menyelimuti tempat yang dipijaknya. Kicauan burung yang bertengger rapi dibatang pohon menyiul-nyiulkan nama Langit, suara segala pohon dan bunga mengatakan selamat datang Langit secara serempak.  Para Kesatria dan Bidadari berbaris menyambut Langit dengan melakukan penghormatan khusus memberikan sorak sorai dan tepuk tangan yang meriah.  Mereka para penjaga awan dan pelangi juga diundang datang menyambut Langit dengan memberikan sambutan dengan meniupkan terompet dan seruling yang bergemuruh merdu, serta tarian ala khas dari Para Bidadari Negeri Pelangi.
                    Kemudian diantara mereka, keluarlah Bidadari Riayanamona yang cantik jelita, anggun dan penuh pesona. Suaranya lembut dan merdu yang membuat Langit tercengang kagum. Riayanamona mengeluarkan toples-toples miliknya. Katanya,” Langit selama Engkau di Bumi Engkau adalah seseorang yang telah banyak membuat perubahan terhadap kehidupan orang lain. Dari mereka yang sedih, tepuruk, putus asa, kesakitan dan kesusahan. Engkau yang selalu hadir dan menolong mereka. Engkau pula yang selalu mendoakan mereka baik mereka yang masih tinggal di Bumi dan yang telah tiada serta selalu berucap syukur atas kehidupan yang Engkau miliki hingga sekarang. Kami para Bidadari  Negeri Langit mengumpulkan doa-doa orang yang tulus dan ditoples-toples ini doa-doa yang membaikan dan mendamaikan semua makhluk kami tampung hingga kemudian kami mengolahnya menjadi benih-benih cinta dan kesembuhan bagi mereka yang Engkau doakan sehingga kami dapat pula menebarkannya kembali ke Bumi. Itu sangat meringankan beban dan membuat hati mereka sedikit lega, karena cinta kasih tanpa syarat yang benar-benar Engkau berikan Langit kepada mereka. Kami sangat senang dengan apa yang kamu perbuat di Bumi. Untuk itu kami, memanggil dan menjamu Langit untuk merayakan keberhasilan usahamu dalam membantu para manusia di Bumi.  Langit kemudian diajak bersantap ria menikmati hidangan yang dipersiapkan khusus baginya. Suatu kebahagiaan yang luar biasa bagi Langit dapat berada di sana. Setelah selesai menikmati jamuan, Langit berpamitan pulang kepada Para Kesatria dan Bidadari di Negeri itu. Bersama Jengala Putih, ia kembali diantarkan turun ke Bumi. Pesan terakhir yang masih tergiang dan meresap dalam hatinya adalah Riayanamona berkata,” Terima kasih telah menjadi bagian dari kami untuk menjalankan misi kami di Bumi, tetaplah menjadi Langit yang rendah hati dan selalu mengutamakan orang lain.” Dengan perasaan yang tak dapat terlukiskan Langit berkata dalam hatinya terima kasih Tuhan dan Para Penghuni Langit, Bidadari Riayanamona atas pengalaman yang sangat ajaib yang belum pernah dialaminya selama ini. Langit kembali kehidupan alaminya di Bumi. Dia merasa sangat bahagia dan selalu gembira dalam menjalankan kehidupannya karena ia tahu apapun yang Dia kerjakan akan selalu terlihat dan diawasi oleh Para Kesatria dan Bidadari di Negeri Langit yang menjadi sahabat dalam mewujudkan kebahagiaan di Bumi. (SHe)






2 Jun 2015

CIUM PERTOBATAN DAN CINTA KASIH

CIUM PERTOBATAN DAN CINTA KASIH

 

             
               Dony….! Dony…! Ada apa kamu, Nak?
               Apa salahku!
               Kamu tidak pernah mengubah sikapmu! Dengarkan saya!
              Teriakan mamaku tidak kupedulikan. Aku cepat-cepat masuk ke dalam mobil. Dari kejauhan aku  juga melihat papa dengan wajah kecewa. Dan mama lari ke dalam rumah sambil menangis dengan kuat. Tapi aku tak peduli situasi di pagi itu. Yang jelas aku mau ingin lari dari rumah. Aku lebih memilih bergabung dengan rekan-rekanku ketimbang situasi di rumah yang bak kapal pecah. Yeahh, aku memang anak remajayang beranjak  dewasa yang tak sudi diatur seperti anak kecil lagi. Omelanku menggoda temanku di mobil hingga mereka tertawa terbahak-bahak.
             “Haaa, Dony..Dony…Dony…  Kamu memang pandai akting di rumah”, sambung Denis.
 “Ngapain kamu bersikap seperti itu dengan papa dan mamamu! Kitakan bukan anak kecil lagi! Haaa…hari gini masih ada ya gaya nasehat seperti itu haaa!”, ejekan Tony semakin memojok perasaanku saat itu.
             “Sialan kalian! Busyet! Sudahlah pokoknya aku mau bebas kayak kalian!”, teriakku.
           Ketika malam hari aku pulang ke rumah, dan keluarga tetap dengan ramah mengajak  aku untuk makan bersama di malam itu. Aku begitu lahap dengan menu yang disediakan oleh mama. Tetapi rasanya ada yang tak beres dalam kebersamaan dengan mereka. Menu mie pangsit pun terasa pahit bagiku. Sungguh ada yang ga beres dengan orang tuaku. Aku terlalu egoiskah?, pikirku dalam hati. Tetapi mengapa papa memandang saya dengan tatapan menuduh? Sadis benar sih Papa nih! Batinku saat itu sambil melirik ke piring adik sebelahku. Mengapa tak ada satu pernyataanpun yang keluar dari papa kalau aku telah mengecewakan mereka? Papa diam penuh misteri. Aku pikir biarlah papa dan mama semakin jauh dariku. Untuk apa aku menikmati malam bersama keluarga, tak ada satu senyumpun yang bisa menghiasi makan malam saat itu. Aku semakin cuek dan sepertinya memang sengaja aku akting tidak peduli di hadapan mereka.
             “Papa dan mama tak pernah memahami perasaanku”. Aku dikekang seperti di penjara saja hidup ini. Papa selalu mengintip saya dari balik tirai saat aku asyik tidur-tiduran di sofa. Sambil tertawa ria  aku chating dengan teman-temanku, untuk mengimbang kejengkelan terhadap sikap papa.
             “Bro… Dony.. Let’s go, Boy!”, teriakan satu team basket memanggilku dengan gembira di pagi itu.
             Tiap hari kerjaku hanya kumpul dengan teman-teman tanpa memikirkan bagaimana masa depanku nanti.  Hari itu juga semaki lesu semangat hidupku. Aku kecewa dengan timku. Kompetisi basket kali ini kalah lagi, padahal persiapan kita udah satu tahun.
             “Wahh kalian mematahkan semangatku coi…”, tulis statusku di twitter, mengundang kicauan miring dari dari teman-temanku.
               Tiba-tiba, pintuku kamar digedor,
            “Ini sudah tengah malam Dony! Jam segini orang sudah tidur!  Malahan kamu asyik dengan handphone tanpa menghiraukan apapun! 
             Kata-kata papa seperti sambaran petir di telingaku. Entah setan apa yang menggodaku malam itu aku langsung mendorong pintu kamar dan melemparkan buku yang ada di meja belajar di kamarku kea rah wajah ayah.
            “Anak durhaka kamu ya, keluar. Dan jangan ada tanpangmu lagi di rumah ini!”
Aku cepat lari dan lompat lewat jendela belakang rumah dan untungnya ada temanku yang bersedia memberi tumpangan tidur bagiku di malam itu.
           “Huhhh…, kalau ga konflik seperti ini, belum tentu aku kuat menghadapi masalahku. Aku juga tidak tahu bagaimana cara menghadapi permasalahannya!”, runtukku dalam hati sambil menghisap sebatang rokok kesukaanku.
             Aku tak bisa tidur hingga pagi memikirkan kemarahan papa.
“Tak bakal kulupakan selamanya peristiwa ekstrim ini!”, terikan suaraku begitu meggema hingga temanku terbangun dari lelap tidurnya di saat itu.
“Aku harus mandiri! Aku tidak mau merepotkan mereka lagi.”, aku berjanji demi rasa kehormatan sebagai remaja yang bertanggung jawab atas hidupku.
          Keesokan harinya aku berangkat kerja. Kerja di bangunan hotel begini, aku tidak suka. Kesalku sambil mengepalkan tangan di dadaku.
          “Tuhan jangan menguji aku, dong! Mengapa memberikan pekerjaan seperti ini!  Lepaskan aku dari derita ini!”, gugatku pada Tuhan di pagi itu.
         “Jujur bahwa  aku ingin  suatu tantangan baru sesuai dengan kemampuaku. Aku merasa tidak nyaman dengan pekerjaanku saat ini. Ini bukan pilihanku. Aku sebenarnya di dunia panggung hiburan. Dunia entertaiment. Entah kenapa nasibku bisa berubah seperti ini. Tetapi aku tetap bersyukur kepada Tuhan karena hampir setahun aku menjalaninya meskipun hatiku berontak atas nasib ini.”, gerutuku sambil membolak balik album kenangan bersama keluarga besarku.
Suatu hari, aku mengalami despresi. Aku mulai membayangkan kasih sayang papa dan mama di masa kecilku. Aku merindukan lagi sosok Papa yang adalah seorang dokter dan penuh perhatian kepadaku. Aku ingin lagi  papa yang setia mengajarkanku berjalan, berlari, hingga menjadi  pengemudi yang handal. Kenangan itu menjadi kilas balik yang tidak bisa terulang lagi. Saat itulah aku baru sadar kalau aku jatuh dari hotel lantai tiga  dankala itu  posisiku di rumah sakit.
          “Tidak! Tidak! Oh no! Tidak dokter, aku tidak mau hidup seperti ini! Aku tidak siap menerima penderitaan ini!”, jeritku ketika dokter dan perawat meninggalkan aku sendirian di kamar. Aku berjuang sekuat tenaga  melepas infus yang menggangguku bernapas.
         “Aku mau mati, Dok! Aku tidak mau mengecewakan orang yang mencintaku selama ini! Papa… Mama… di mana kalian! Kalian jahat! Kenapa kalian melahirkan saya dengan menderita seperti ini!”, umpatku.
            Setiap pagi aku diterapi oleh dokter untuk bisa berjalan normal seperti biasa, namun sakitnya luar biasa, seperti sendi terlepas semua dari sambungan otot kakiku. Sungguh Tuhan mengujiku dengan menderita seperti ini. Apakah Sakitku ini sebagai awal pertobatanku?. Apakah melalui derita orang baru bertobat? Gumulku dalam hati sambil mata memandang kosong di rumah sakti saat itu. Makanan yang mama bawapun tak kusentuh.
           “Pulang kalian! Pulang! Aku tidak butuh kasih sayang kalian! Biarkan aku sendiri di sini!”, teriakku.
          Aku melihat mama dengan air mata berlinang dan tak  bisa dibendung lagi untuk merangkulku. Aku merasakan benar dekapan dan sentuhan tangan mama, seolah-olah  tidak mau aku menderita berkepanjangan di rumah sakit.
      Kira-kira pukul 09.00 pagi, tiba-tiba ada lelaki yang begitu kuat menggedongku dan mengajarkanku berjalan perlahan-lahan. Aku berteriak dengan keras,
           “Jangan lakukan itu. Mendingan racuni aku supaya aku tidak hidup seperti ini.”
 Aku digendong dari rumah sakit dan direbahkannya tubuhku di kamar yang begitu lama aku tinggalkan. Lelaki itu ternyata papaku. Teriakanku semakin kuat hingga Papa tidak mau lepas tanganku dari dekapannya. 
         “Please…  Papa lepaskan aku dari gendonganmu! Papa… Mama…. ! Aku minta maaf!.” Aku berjalan terseok-seok  menuju meja makan. Menu itu ternyata menyadarkanku kalau hari itu adalah hari kebersamaan keluarga besarku. Menu Sam sip puam adalah menu yang istimewa dalam perayaan hari itu.
         “Pa. Ma.. Akong.. Ama…Cece, Dede’,  makan ya. Maafkan aku untuk segalanya.”, ujarku.
Hari itu menjadi sukacita yang terbesar dalam hidupku dan memang di hari Imlek itulah aku merasa sukacita kasih sayang Tuhan dan Orang tuaku. 
         “GONG XI FA CAI”  ke 2566 ya, Papa dan Mama”.
Ku cium tangan mereka dengan penuh cinta kasih, sebagai cium pertobatan dan cinta kasihku pada mereka. (bruf)

BUAH SUKA CITA DARI KINERJA PANITIA

BUAH SUKA CITA DARI KINERJA PANITIA


          Semarak perayaan natal 2014 telah usai. Namun rasanya begitu banyak hal manis serta suka cita enggan lewat dan masih begitu melekat kuat dalam piranti pengingat. Geliat aksi sosial, menggagas, mewadahi dan menjembatani berbagai perkara yang kiranya hanya menyisakan cerita bahagia di akhir masa ini tak lepas dari campur tangan Tuhan yang berkarya lewat kinerja panitia.
           Bapak Frumentius yang didapuk menjadi ketua panitia perayaan natal 2014 bersama seluruh koordinator panitia perayaan natal 2014 pantas mendapatkan standing applause dari seluruh warga Katolik khususnya di Paroki Singkawang. Bagaimana tidak, melalui tangan dingin mereka, seluruh rangkaian perayaan natal 2014 boleh dikatakan mendekati kesempurnaan dalam seluruh pelaksanaannya. Dijumpai di sela-sela kesibukannya, beliau selaku ketua panitia perayaan natal 2014  menegaskan rangkaian perayaan natal dapat terlaksana tak lepas dari keseriusan dan kerja keras seluruh panitia,  sumbangsih para donatur dan kerja sama seluruh umat Katolik Paroki Singkawang yang masing-masing mengambil andil dan terlibat aktif di dalamnya. Profisiat untuk panitia perayaan Natal 2014, semoga kerja sama yang berbuah manis ini dapat terulang di masa-masa yang akan datang. (Hes)     

NATAL PENUH WARNA BERSAMA USKUP DAN WALIKOTA

NATAL PENUH WARNA BERSAMA 
USKUP DAN WALIKOTA


            Suasana semarak dan hangat pagi itu benar-benar dirasakan warga paroki Singkawang, khususnya  di Gereja Santo Fransiskus Assisi. Wajar kiranya ketika Sang gembala umat yang baru diangkat sebagai Uskup Keuskupan Agung Pontianak, Monsignor Agustinus Agus, berkenan memimpin misa perayaan natal di gereja yang beralamat di Jalan Diponegoro tersebut.  Sedari pagi warga telah menunjukkan antusiasnya. Hal ini tampak ketika lautan umat seperti tak terbendung memenuhi seluruh bangku baik yang tersedia di dalam gereja maupun bangku-bangku tambahan di luar gereja yang disiapkan oleh panitia. Dalam misa perdananya di Paroki Singkawang sebagai uskup, Monsignor Agus mengetengahkan homili bertema “Membina iman dalam keluarga.” Secara gamblang, beliau menggarisbawahi peran penting keluarga dalam tumbuh kembang iman Katolik yang akan berdampak bagi gereja. Di samping itu, Monsignor Agus juga mengingatkan kepada warga gereja agar tidak alergi terhadap pemerintah. Hal tersebut kiranya menjadi salah satu tolok kemajemukan umat Kristiani dalam bermasyarakat.
                Pada kesempatan yang sama, berselang beberapa saat setelah misa perdana sang uskup baru digelar, walikota Singkawang, Drs. H. Awang Ishak, M.Si  berkenan hadir memenuhi undangan gereja Katolik yang menggelar open house di lingkungan gereja. Dalam sambutannya yang disampaikan di mimbar , Awang Ishak mengucapkan selamat Natal dan tahun baru bagi seluruh warga Katolik di kota Singkawang. Beliau juga membahas beberapa hal yang esensial di antaranya perdamaian di tengah perbedaan keyakinan yang tidak perlu dijadikan  jurang pemisah karena kita semua berasal dari nenek moyang yang sama, Adam dan Hawa. Masih dalam sambutannya, beliau juga mengetengahkan tentang pembangunan infrastruktur kota Singkawang yang dapat dinikmati oleh seluruh warga kota Singkawang tanpa terkecuali. (Hes)            

KASIH NATAL DI BATAS PAROKI

 KASIH NATAL DI BATAS PAROKI


                Bulan Desember adalah satu bulan yang paling ditunggu-tunggu oleh begitu banyak orang di seluruh dunia. Berbagai alasan yang menyebabkan Desember menjadi bulan yang paling dinantikan, bukan hanya umat Kristiani namun umat non-Kristiani juga turut menantikan bulan Desember ini. Bagi kalangan non-Kristiani mereka memberikan sebuah argumen bahwa libur yang diberikan pada penutup tahun itu cukup panjang. Satu alasan lagi yang menyebabkan kalangan non-Kristiani begitu menanti-nantikan datangnya Desember yaitu bahwa begitu banyak kejutan ikut meramaikan Natal dan tahun baru. Tidak sedikit dari toko baju, sepatu dan lainnya memberikan potongan harga yang begitu besar bagi para pengunjungnya.
                Bagi umat Kristiani, yang menyebabkan Desember menjadi istimewa adalah perayaan hari kelahiran Kristus yang jatuh pada tanggal 25 Desember setiap tahunnya. Detak langkah kompak mengiringi suasana Natal, Jantungpun berdebar seakan malaikat masuk ke dalam sanubari gereja. Semangat hadir menghiasi kegembiraan umat di batas Paroki.

             Suatu pengalaman yang sangat luar biasa di mana saat umat Sagatani merayakan Natal bersama pada tanggal 29 Desember 2014. Sagatani adalah sebuah stasi yang berada pada batas akhir bagian selatan antara Paroki Santo Fransiskus Asisi Singkawang dengan Paroki Santa Maria Nyarumkop. Dekapan kasih sungguh nyata dihadirkan dalam perayaan ekaristi, saat kerinduan umat menjadi sebuah kenyataan. Tahun ini Natal bersama dipusatkan pada stasi Sagatani yang juga dihadiri oleh beberapa stasi yaitu Stasi Roban, Stasi Sijangkung, Stasi Pangmilang dan Sagatani sendiri. Semangat umat semakin berapi-api ketika perayaan misa ekaristi selesai karena  masing-masing stasi bersaing dalam pergulatan suara emas di panggung perlombaan koor yang diikuti oleh 3 stasi (Roban, Sijangkung, Sagatani). Detik demi detik berlalu dan tiba saatnya suara stasi berlomba dengan nomor urut 1 (Sagatani), 2 (Sijangkung), 3 (Roban).
             Kurang lebih menghabiskan waktu setengah jam, kini saatnya para peserta lomba koor mendengarkan hasil yang telah dinilai dan ditetapkan oleh para Juri, dan akhirnya keputusan juri dibacakan dengan penetapan Juara 1 (Sijangkung), 2 (Sagatani), 3 (Roban). Selamat kepada stasi pemenang lomba Koor, semoga suara emas yang dimiliki selalu indah dikumandangkan untuk kemuliaan Yesus Kristus Sang penyelamat! (SS)