Selamat Datang Di Website Resmi Paroki Singkawang - Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut tanggal untuk kueri nama katolik. Urutkan menurut relevansi Tampilkan semua postingan
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut tanggal untuk kueri nama katolik. Urutkan menurut relevansi Tampilkan semua postingan

19 Mar 2016

Ia di Antara Biola, Kamera dan Komuni untuk Lansia

Ia di Antara Biola, Kamera dan Komuni untuk Lansia


“Tahun-tahun yang memutih di kepala menandai tinggi batang usia kiranya bukan penghalang baginya yang sering terlihat masyuk dengan kamera. Di umur rambang senja, ia bahkan menjadi daya tarik tersendiri mengingat sosok lain yang seusia umumnya tak lagi menggubris perkembangan teknologi yang setia bergulir di dunia.”



Pastor Marius, OFMCap, gembala yang selalu tampil formal, berkemeja lengan panjang, dimasukkan rapi, bersemat salib kecil di kerah kiri, dan selalu beralas kaki hitam ini bukan sosok asing di lingkungan Gereja Katolik Santo Fransiskus Assisi. Putra kelima dari pasangan bapak Mateus Chen dan ibu Yohana Lay ini begitu tak terganggu manakala ratusan pasang mata memandang aksinya kala mengabadikan berbagai peristiwa yang berlangsung di gereja maupun hal lain yang sanggup menarik perhatiannya. Meskipun bersifat pribadi, betapa aktivitasnya sangat membantu gereja dalam mengabadikan setiap rangka masa. Entah telah menghabiskan berapa giga bahkan tera kapasitas hardisk guna membingkai laman waktu dalam gambar bergerak maupun slide-slide bisu. Tak berhenti sampai di situ, suaranya terdengar begitu ringan menandakan sama sekali tiada berkeberatan ketika hasil bidikan kameranya diunduh orang guna memenuhi berbagai kepentingan. 

Terlahir dengan nama Chen, semenjak kecil ia telah begitu terpesona pada kehidupan membiara. Chen kecil yang menunjukkan ketertarikannya pada kaum berjubah menggiring langkah remajanya menekuni panggilan iman hingga ke Holand. Pada 1947, dua tahun setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, ia telah melanglang buana ke negeri Belanda. Zaman dulu menempuh pendidikan menjadi imam kesempatannya tidak seluas sekarang. Ia harus berjibaku dengan teologi dan filsafat ilmu hingga ditahbiskan sebagai imam di negeri kembang tulip itu pada 1961. 

Empat belas tahun di benua Eropa, begitu banyak hal dipelajarinya. Selain kian mematangkan pendidikannya menjadi gembala, ia mulai akrab dengan biola. Secara otodidak ia mempelajari cara memainkan alat musik yang tak sekadar menggesek dawai belaka, namun juga mengandalkan kehalusan jiwa untuk mampu sampai ke hati penikmatnya. Kepiawaiannya mengalunkan nada melalui biola bak gayung bersambut manakala ia kembali ke negeri asalnya. Sempat menggembala umat selama setahun di Nyarumkop pada 1962 sebelum akhirnya di tahun  1963 ia kembali berkarya di Katedral, di jantung Khatulistiwa. 

Pada tarikh 1963−1997 penempatan tugas pastoral membuatnya mengabdikan diri di Gembala Baik. Di sinilah ia berkolaborasi dengan ketua Yayasan Persekolahan Gembala Baik yang sepaham dengannya mengenai pembelajaran ekstra bagi siswa. Ia seiya sekata dengan Bapak Yan Fredrik yang menggagas mengenai pembelajaran biola untuk menghaluskan jiwa para peserta didiknya. Dengan telaten dan sabar, ia menularkan kebisaannya memainkan biola pada siswa-siswinya. “Pak Yan mewariskan satu hal tidak diduga, ia mengajar musik terutama biola kepada murid karena ia mau muda-mudi kita tetap peka terhadap sesuatu yang indah. Contohnya jika ada berita orang yang mengalami musibah di sekitar kita dan kita melihatnya sebagai sesuatu yang biasa, hal ini terjadi karena tidak ada kepekaan terhadap yang indah. Mulanya saya tidak mengerti, tetapi akhirnya saya memahami dan sesuatu yang paling indah adalah yang dilakukan oleh Yesus di kayu salib, wafat bagi orang lain. Hal ini dapat terjadi karena jiwa yang peka. Karena sesuatu yang indah dapat memengaruhi kepekaan sikap jiwa. Sehingga dia merasa indah juga bisa menolong orang, malahan bila perlu berkorban untuk orang lain. Saya ambil warisan itu. Saya melanjutkan itu. Biarlah kelihatan atau tidak, berhasil atau tidak, tapi pasti tidak rugi jikalau dari anak-anak itu masih dapat kesempatan untuk mematangkan rasa mereka terhadap keindahan. Karena otomatis akan mempengaruhi mereka punya jiwa,” urainya. Hingga usianya hampir menginjak 87 tahun, ia tetap setia melatih bermain biola. Dan satu hal yang sungguh luar biasa, ia melatih tanpa memungut sepeserpun biaya dari para didikannya. “Saya melanjutkan semua itu bukan sebagai hobi saja, tapi dengan harapan dasar supaya muda mudi kita menyebarkan keindahan yang mereka rasa, yang secara otomatis meningkatkan sikap jiwanya.” 

Hal unik lain dari sosoknya, di tahun 1947 dimana bangsa ini baru mengecap haru biru hawa kemerdekaan bahkan mungkin saja masih latah terhadap perputaran zaman, ia telah selangkah lebih maju. Ia akrab dan paham dengan peralatan media rekam. Sungguh berada di luar duga bahwa ia memang mesra dengan kamera semenjak dulu kala. Di samping itu, ia juga memanfaatkan media sosial untuk berbagi banyak hal yang direkamnya. Bukan tanpa maksud, namun  aktivitas tersebut berkiblat pada manfaat berbagi dan menarik esensi dari berbagai hal baik yang sanggup menginspirasi. “Ya memang hobi, dengan arti, itu adalah media yang bisa menyampaikan sesuatu. Hasil rekamnan saya banyak simpan di Facebook dan Youtube. Dari yang dibagikan di Facebook dapat dibaca juga notes berisi keterangan di bawahnya. Di situ saya banyak menulis hasil-hasil pembicaraan, menjawab pertanyaan orang tentang berbagai hal, tentang perkawinan, tentang hidup, tentang kematian.” Ia tak gagap teknologi, bahkan sukses memanfaatkannya menjadi media untuk menggembala umatnya. 

Usianya memang tak lagi muda, namun ia tampak tak pernah menyerah begitu saja pada deret angka penanda masa hidup manusia. Ia masih selalu bersemangat melakukan berbagai aktivitasnya sendiri. Menyetir, bersepeda, berjalan kemana pun tugas gembala mengharuskan langkahnya berada, semua dijalaninya dengan suatu kesadaran bahwa kemandirian berdampak penuh terhadap kondisi kesehatan. Hingga kini, ia masih melayani, mengantar sendiri komuni suci bagi para lansia, baik di dalam maupun di luar kota. Jumlahnya pun tidak sedikit, terdapat dua putaran dalam hantaran yang totalnya berada di kisaran angka enampuluhan.
  
Meski menyadari sepenuhnya terhadap berbagai hal yang berpengaruh besar pada kesehatan, Pastor Marius bukan insan yang menyangkal kematian. Pernah dalam satu kurun waktu ia bolak-balik melewati jalan yang sama menuju kompleks pekuburan. Aktivitasnya itu disadari oleh seorang umat yang serta merta menanyakan alasannya. Dengan nada berkelakar ia mengungkap alasannya menjalani aktivitas yang tergolong tidak biasa itu dengan harapan ketika kematian menjemput, jiwanya bisa mandiri, berjalan sendiri karena sudah hafal jalan dari pastoran menuju kompleks pekuburan.

Pria yang terlahir pada 1 Agustus 1929 ini pernah mengalami mujizat dalam hidupnya. Dikisahkannya pada wawancara dengan tatapan bersungguh-sungguh pada tahun 2002 ia berada dalam perjalanan dari Pontianak menuju Singkawang. Kala itu di daerah Sungai Limau nasib tak mujur menghampirinya, ia terlibat dalam kecelakaan di jalan raya. Namun suatu hal yang benar-benar dirasanya adalah terdapat tangan seseorang yang memegangnya, menahannya agar tak terlalu kuat menghantam setir maupun dashboard mobil yang dikemudikannya. Saat kecelakaan terjadi ia bersama dengan dua orang lain yang duduk jauh di belakang setir yang dikendalikannya. Suatu kondisi dimana dua orang di belakangnya tidak mungkin melakukan hal yang dirasakannya sebagai ‘pegangan tangan seseorang’. Saat dievakuasi, tim medis yang menanganinya merasa tipis harapan nyawanya dapat diselamatkan mengingat kondisinya yang sangat memprihatinkan. Di luar dugaan, ketika Pastor Marius siuman dan satu hal yang langsung ia ingat saat itu ia harus memimpin misa berbahasa Tionghoa. Dengan kondisi luka dalam yang jika orang awam hanya bisa bertahan selama tiga jam, Pastor Marius merasa menerima sentuhan kekuatan hingga ia dapat bertahan selama delapan jam sebelum akhirnya mendapat perawatan lanjutan. Dalam kondisi itu ia menguatkan diri untuk pulang ke Singkawang. Tim medis di Singkawang hanya menggeleng-geleng takjub menyaksikan betapa mujizat Tuhan bekerja atas diri pastor ini. Usai merasakan kuasa keajaiban pada tahun 2002, Pastor Marius semakin meyakini segala keselamatan yang dialaminya tak lain karena campur tangan Bunda Maria. 

Hal lain yang juga menjadi kisah tersendiri dari diri pastor yang satu ini adalah dalam kurun masa tertentu, beliau pernah menggunakan peti mati sebagai fasilitas tidurnya. Tentunya hal ini menjadi kondisi tak biasa bagi orang kebanyakan yang secara general memandang segala hal yang berkaitan dengan kematian adalah sesuatu yang masih begitu menakutkan. Ya, pastor Marius memang sudah memesan sebuah peti kepada sahabatnya yang berprofesi sebagai pembuat peti demi kepentingannya sendiri di kemudian hari. Serta merta peti pesanannya dititipkan kepada si pembuat karena untuk membawa peti jenazah ke pastoran bukan hal yang mudah. Selain akan memakan banyak tempat, adalah tak lazim meletakkan peti dalam ruangan yang sebenarnya bukan tempatnya. Suatu waktu ketika sang sahabat pembuat peti berpulang ke penciptanya, peti jenazah pesanannya harus dibawanya ke kediamannya, ke pastoran. Ia lantas meletakkan peti pesanannya di dalam kamarnya dan menjadikannya sebagai tempat beristirahat. Ia tidur di dalam peti jenazah. Cukup lama keadaan itu dijalaninya hingga suatu ketika ia tak dapat bertahan lagi karena hawa panas yang menyelimuti ketika ia tidur di dalam peti. Suatu pengalaman jenaka yang tidak disangka terjadi atas dirinya. Meski kini peti itu tetap berada di kamarnya, kondisinya saat ini kokoh berdiri dan telah beralih fungsi menjadi almari. 

Pada akhirnya sekelumit kisah hidup yang terajut menjadi sisi lain bagi kita memandang sang gembala. Selamat berkarya, Pastor. Semoga selalu sehat dan dilindungi dalam setiap langkah. (Hes)      
NB: Bagi umat yang ingin berinteraksi dengan beliau dapat mengunjungi laman
Facebook: Mar Chen (Marius) dan Youtube: mari2chen.                    


14 Mar 2016

Kasih Natal dalam Sembako untuk Alverno

Kasih Natal dalam Sembako untuk Alverno

 

 

Semangat berbagi rasanya tak pernah mati. Sikap toleransi dan peduli menjelma menjadi jati diri. Masih dalam rangka perayaan Natal 2015, seksi sosial Gereja katolik Santo Fransiskus Assisi kali ini menyambangi Rumah Sakit Kusta Alverno Singkawang. Kehadiran seksi sosial yang dimotori oleh Hermanto Halim, S.E., dan juga melibatkan beberapa anggota OMK (Orang Muda Katolik)  ini merupakan kali kedua setelah tahun lalu sukses menggelar acara serupa. Sambutan hangat datang dari suster pengurus dan penghuni kompleks Rumah Sakit Kusta yang juga tercatat sebagai satu-satunya Rumah Sakit bagi penyandang kusta di regional Kalimantan.   

Penyampaian bantuan dilaksanakan pada Minggu, 27 Desember 2015. Dalam sambutannya Hermanto menuturkan bahwa kegiatan bakti sosial ini merupakan wujud nyata Gereja Katolik Santo Fransiskus Assisi dalam cinta dan kepedulian terhadap sesama. Pria berkacamata ini juga menegaskan bahwa bantuan yang diberikan tanpa memandang  latar belakang si penerima , “Kegiatan baksos ini merupakan rangkaian kegiatan perayaan Natal 2015. Maksud dari kegiatan ini adalah kita dapat bersilaturahmi saling mengenal satu sama lain hingga diharapkan tumbuh kasih di antara sesama umat beragama juga demi mempererat jalinan kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat. Kami berharap semoga bantuan ini dapat berguna bagi saudara saudari terkasih di Alverno ini. Semoga semua dapat merasakan sukacita dan penuh berkah dalam semangat natal,” paparnya. 

Bantuan yang disampaikan oleh seksi sosial kepada suster pengurus Rumah Sakit Kusta Alverno kali ini berupa sembako. Dalam kesempatan yang sama Suster Cristine, SFIC menyampaikan terima kasihnya mewakili pihak Rumah Sakit Kusta Alverno. “Puji Tuhan kami haturkan ke hadirat Yang Maha Kuasa atas  kasih karunia yang boleh kami terima di sini bersama pasien-pasien rumah sakit kusta alverno ini saya dari pihak suster SFIC dalam hal ini mewakili Sr Anjelita sebagai perngurus dan pendamping  harian nyang sedang berhalangan karena kondisi kesehatan dan atas nama perawat-perawat di sini. Dengan kedatangan pihak gereja katolik santo fransiskus assisi singkwang Kami mengucapkan banyak terima kasih atas makanan dan sembako yag disampaikan. Kami tidak dapat membalasnya tapi kasih Tuhanlah yang bekerja di sini dan dengan aksi ini kiranya telah mewartakan karya agung tuhan kepada orang yang miskin dan lemah. Bukan hanya lemah secara fisik juga secara psikologis. Dengan kegiatan ini juga diharapkan dapat menghapus stigma yang berkembang di masyarakat mengenai penderita penyakit kusta ini, ” pungkas suster berwajah teduh ini.
(Hes)                    


29 Feb 2016

SEJARAH PAROKI SINGKAWANG



SEJARAH PAROKI SINGKAWANG



SITUASI UMUM SINGKAWANG


Singkawang adalah sebuah kota yang terletak di Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia. Kota ini dikelilingi oleh pegunungan, yaitu gunung Pasi, gunung Poteng dan Sakok. Singkawang adalah sebuah nama yang berasal dari bahasa Cina Hakka atau Khek, San kew jong yang berarti sebuah di antara pegunungan dan kuala/muara dari beberapa sungai di tepi laut.
Sebagai sebuah Paroki, Paroki Singkawang dapat dikatakan terdiri atas dua bagian. Bagian pertama adalah bagian yang masuk dalam wilayah Pemkot Singkawang, kecuali wilayah Kecamatan Singkawang Timur yang merupakan bagian dari wilayah Paroki Nyarumkop. Jadi Bagian kedua ialah bagian yang masuk dalam wilayah Kabupaten Bengkayang, yang meliputi seluruh wilayah Kecamatan Capkala dan Sungai Raya.
Di sebelah utara Paroki Singkawang berbatasan dengan Paroki Pemangkat, di sebelah timur dengan Paroki Nyarumkop, dan di sebelah selatan dengan “Stasi” Mempawah, yang merupakan bagian dari Paroki Sungai Pinyuh.
Letak kota Singkawang di persimpangan jalan raya dari Pontianak (145 km) ke Sambas (75 km) dan jalan raya ke Bengkayang (70 km) dan daerah pedalaman menyebabkan bahwa kota ini dari zaman dulu menjadi pusat perdagangan.
Keadaan jalan dan hubungan lalu lintas baik sekali dan lancar kecuali jalan ke beberapa kampung yang terpencil di pedalaman. Penduduknya terdiri multietnis. Ada tiga etnis besar yang berada di wilayah ini, yaitu: Tionghoa, Dayak dan Melayu. Yang lainnya adalah Jawa, Madura, Batak, dll.
Selain pusat pemerintahan, kota Singkawang juga merupakan pusat perdagangan seluruh Kabupaten. Di luar kota bagian utara dan selatan Kecamatan Sungai Raya terutama di kampung-kampung Melayu terdapat banyak nelayan. Di sebelah timur dan selatan kota Singkawang di kampung-kampung orang Dayak terdapat areal-areal pertanian: persawahan dan perkebunan. Orang Tionghoa terkonsentrasi di pusat kota dengan pekerjaan bisnis dan perdagangan, meski tidak sedikit juga mereka yang bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan.

SEJARAH SINGKAT PAROKI SINGKAWANG

 

Singkawang pada awalnya adalah stasi pertama di Kalimantan bagian Indonesia. Sekarang merupakan sebuah paroki yang cukup besar di wilayah Keuskupan Agung Pontianak. Sejarah bermulanya gereja (misi) di Kalimantan dimulai dari Singkawang.
Pada mulanya Singkawang merupakan daerah turne pastor dari Jakarta. Menurut catatan paroki, tahun 1873 sudah ada umat yang dipermandikan oleh Pastor J. de Vries, SJ. Stasi ini didirikan tahun 1885, dengan Pater Staal SJ. sebagai pastor Paroki pertama. Sesudah Pater de Vries, SJ dan Pater Staal, SJ. di tarik ke Jawa, misi di Kalimantan tanpa pastor ini berlangsung dari tahun 1897 sampai tahun 1905.
Sejak masa itu pimpinan misi Yesuit berusaha mencari ordo lain yang bersedia untuk mengurus misi di Kalimantan. Pada tanggal 11 Februari 1905 Kongregasi Penyebaran Iman di Roma mendirikan Prefektur Apostolik Kalimantan yang meliputi seluruh pulau Kalimantan yang dikuasai oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan pusatnya Singkawang.
Prefektur baru itu dipercayakan kepada Ordo Kapusin. Kemudian Pimpinan Ordo menugaskan kepada Kapusin-Kapusin Negeri Belanda untuk mengurus misi itu.
Pada tanggal 10 April Pater Pacifikus Bos diangkat sebagai Prefek Apostolik. Pada tanggal 30 November 1905 Pater Prefek Pacifickus bersama tiga pastor dan dua bruder menjejakkan kakinya pertama kali di Singkawang, di mana mereka menemukan sebuah gedung gereja kecil dan sebuah rumah pastor yang sederhana. Mereka belum mengerti apa-apa mengenai bahasa dan kebiasaan setempat.
Mereka disambut hangat oleh umat yang terdiri dari orang-orang Tionghoa perantau (kurang lebih 150 orang Katolik). Seorang katekis, pemimpin umat, bertindak sebagai juru bahasa. Pada akhir tahun 1906 tenaga mereka ditambah dengan empat orang pastor, dua orang bruder dan lima orang suster Fransiskanes dari Konggregasi Veghel.
Suster-suster itu mulai mengasuh anak-anak yatim-piatu, mengobati orang sakit, dan mengunjungi tempat pengasingan bagi penderita penyakit kusta, yang terletak di luar kota Singkawang.
Awal 1907 dua orang pastor ditugaskan untuk membuka stasi di Kalimantan Timur. Dan sejak Oktober 1907 seorang pastor menetap di Pemangkat; ia mendirikan Gereja dan sekolah di tengah-tengah orang Daya di Pelanjau, yang tahun 1916 dipindahkan ke Nyarumkop.
Pada permulaan tahun 1909 stasi Pontianak di buka. Bersamaan dengan itu Pater Prefek memindahkan pusat kegiatan misi dari Singkawang ke Pontianak.
Metode yang dipakai oleh para misionaris baru ini tidak lain dari pada yang di pakai di daerah-daerah misi pada umumnya pada masa itu. Mereka berusaha untuk membangun sekolah-sekolah sebanyak mungkin dengan harapan agar anak-anak itu kemudian dipermandikan. Para Pastor, Bruder dan Suster sendiri mengajar di sekolah karena guru-guru belum ada pada waktu itu.
Anak-anak sekolah sedapat mungkin diasramakan, dan di luar jam sekolah dapat dididik secara Katolik. Kebun-kebun karet dan kelapa di sekitar Singkawang dibelikan, ini sebagai sumber materiil untuk misi. Pada tahun 1918 rumah sakit didirikan berkat bantuan subsidi pemerintah; begitu juga dengan rumah sakit kusta (1925).
Bagi sekolah-sekolah besar di kota misi mendapat tenaga baru dari Bruder-bruder MTB (Maria Tak Bernoda) dari Konggregasi Huijbergen yang sejak tahun 1921 memimpin Hollands Chinese School (HCS) di Singkawang, lalu menyusul di Pontianak 1924.
Pada tahun 1913 yang lalu Bruder Wenceslaus telah mulai mendidik beberapa orang untuk menjadi pembantunya dalam pembangunan (Pertukangan), tahun 1928 sekolah pertukangan di Pontianak didirikan.
Tahun 1937 para suster Klaris Kapusines mulai hidup dengan komtemplatif di bumi Kalimantan dalam sebuah biara yang didirikan di samping gedung gereja di paroki Singkawang. Mereka pada mulanya tidak menerima tugas dari luar tembok biara. Hidupnya dengan doa siang dan malam untuk mohon berkat dan rahmat Tuhan atas Umat Kalimantan.
Sampai disini kita melihat karya misi Katolik di Singkawang meliputi: Gereja, sekolah, asrama dan rumah sakit. Para Pastor sering masuk ke kampung-kampung sekitar yang merupakan bagian wilayah Paroki Singkwang. Sampai sekarang metode kerja itu masih berlaku. Hanya di pihak lain keterlibatan awam makin menonjol. Melalui Dewan Paroki dan pembentukan Kring-kring umat awam semakin banyak melibatkan diri dalam kegiatan Paroki. Stasi-stasi luar kota semakin sering dikunjungi oleh para pastor, yang dibantu oleh guru agama dan petugas pastoral awam lainnya. 

Sumber: www.parokisingkawang.blogspot.co.id

27 Okt 2015

SATU MALAM BERSAMA OMK

SATU MALAM BERSAMA OMK


Sabtu, 19 September 2015 pukul 19.00 WIB, 50 Orang Muda Katolik (OMK) berkumpul di depan Gereja St. Fransiskus Assisi Singkawang dalam  suasana gembira khas orang muda. Malam Minggu bagi kebanyakan orang muda adalah malam spesial untuknya, mereka biasa menghabiskan waktunya untuk nongkrong bersama teman-temannya di kafetaria, warung kopi, mall, berpacaran dan  mungkin ke bioskop serta tempat-tempat lain yang dipercaya menjadi barometer eksistensi kaula muda, namun sekelompok anak muda ini memilih kegiatan yg unik dan elegan. Malam itu OMK Paroki St. Fransiskus Assisi Singkawang menggelar gladi rohani persiapan BKSN 2015.

Canda ria terdengar begitu dominan saat mereka menjalani sesi ice breaking. Momen ini sangat penting untuk menciptakan semangat egaliter di antara mereka melalui permainan atau games yang ternyata sangat berkenan di hati orang muda. Dalam waktu singkat mereka terlihat kompak dan bisa bergurau satu sama lain oleh karena keterikatan batin rohani mereka yaitu satu visi dan misi mengembangkan pewartaan Yesus Kristus.

Malam itu mereka dipersiapkan secara mental, pengetahuan, spiritual dalam rangka mengikuti kegiatan Bulan Kitab Suci Nasional  (BKSN) yang akan diselenggarakan di Paroki Sanggau Ledo  dari tanggal 23 sampai 27 September 2015. Maka sebelum mereka tampil  diawali temu akrab dengan materi  motivasi dalam berorganisasi, menciptakan kekompakan dalam satu team work, tujuanya adalah agar pada saat mengikuti kegiatan di Sanggau Ledo, mereka memiliki kesadaran bahwa mereka bukan lagi membawa nama diri, stasi atau lingkungan namun OMK Paroki. Inilah alasan mendasar dari makrab OMK saat itu.

Malam minggu yang sarat dengan berbagai games  dan motivasi  dalam berorganisasi dipandu langsung  oleh  para pendamping OMK di antaranya Br. Greg, MTB, Om Willy dan Frater Hendri, OFMCap. Materi yang mereka siapkan dalam kegiatan BKSN 2015 meliputi lomba lektor, mazmur dan outbond juga seminar yang telah dipersiapkan untuk digelar oleh panitia Paroki Sanggau Ledo.

Semoga OMK St. Fransisikus Assisi Singkawang tetap semangat dalam melaksanakan kegiatan tersebut, sebab mereka adalah delegatus dari lintas stasi yang ada di wilayah Paroki Singkawang. Mereka terpilih karena ada kemauan dan tekad serta kemampuan untuk belajar saling melayani tulus dalam kegiatan OMK. Bravo OMK St. Fransiskus Assisi.  Kini  saatnya pintu gereja ada di pundakmu. Kamulah garam dan terang dunia.  Kamu menginjili orang muda lain yang belum bergabung bersama Yesus melalui kegiatan OMK. Tak heran jika kata-kata ‘Wow’ yang muncul pada saat makrab OMK St. Fransiskus  Assisi Singkawang itu berlangsung, sangat elegan dan menjadi sensasi tersendiri di bulan September 2015. (Bruf)

26 Okt 2015

NAMA PENGURUS DPP PERIODE 2015-2018

NAMA PENGURUS DPP PERIODE 2015-2018

A. PENGURUS INTI
1.    Ketua                        :Ambrosius Kingking, SH
       Wakil Ketua              :Drs. Yulianus Anus, M
2.    Sekretaris                  :Harsianto, SE
       Wakil Sekretaris       :Ignasius Nandang, S.Kep
3.    Bendahara                :P. Stephanus Gathot Purtomo, OFMCap
       Wakil Bendahara      :Melania, S.Ag
4.    Ketua Bidang I         :R. Sitinjak, S.Ag
5.    Ketua Bidang II        :Drs. Titus Pramana, M.Pd

B. SEKSI-SEKSI
1.    Seksi Liturgi                                             :Stephanus Cahyadi, S.Ag
2.    Seksi Pewartaan                                       :Adiran, S.Ag
3.    Sie Pembinaan Iman Anak                       :Silvia Kamu, S.Pd. SD
4.    Sie Hub. Antar Agama & Kepercayaan   :Y. Sriyanto
5.    Seksi Pastoral Keluarga                           :Helena Hilaria
6.    Seksi Sosial Paroki/PSE                           :Hermanto Halim, SE
7.    Seksi Humas                                             :IPTU Albertus Dono
8.    Seksi Invetarisasi Aset Gereja                  :Robertus
9.    Seksi Kepemudaan                                   :Lukas Ligan, S.Sos
10.  Seksi Pendidikan Katolik                         :Susy Bonardy

C. ORGANISASI INTERN GEREJA

1.    Pemuda Katolik                                          :Pransisko, S
2.    Wanita Katolik RI                                       :Helena Halijah, S.Ag
3.    ISKA                                                           :Drs. Benediktus Saidin
4.    PDKK                                                          :Kosmas
5.    Legio Maria                                                 :Yohana Tina
6.    Warakawuri St Monika                                :Emiliana Karsiah
7.    BPPKS                                                         :Y.F. Sudjianto

D. PERWAKILAN LEMBAGA RELIGIUS

1. Kongregasi MTB                :Br. Flavianus N., MTB
2. Kongregasi SFIC                :Sr. Anunsiata Sapina, SFIC


                                                                                     Singkawang, 29 September 2015

MELAYANI DEMI KEMULIAAN NAMANYA

MELAYANI DEMI KEMULIAAN NAMANYA


Singkawang, Kamis, 24 September 2015 pukul 10.00 Wib, bertempat di Aula Paroki Singkawang  para undangan baik dari awam maupun religius berkumpul untuk memilih ketua Dewan Pastoral Paroki (DPP) St. Fransiskus Assisi Singkawang, Keuskupan Agung Pontianak periode 2015-2018.

Peserta yang hadir terdiri dari seluruh tokoh umat Katolik Singkawang, baik pengurus DPP lama, perwakilan stasi, wilayah, lingkungan, kring, organisasi maupun utusan dan beberapa lembaga religius yang berkarya di Paroki Singkawang. Acara ini dipandu langsung oleh  Bapak Ignas Nandang, S.Kep, Ners sebagai Master of  Ceremonial (MC) dengan ramah dan humanis.

Sebelum masuk pada termin pemilihan ketua DPP baru, MC mengajak peserta yang hadir bersama-sama memohon bimbingan Roh Kudus agar yang terpilih sungguh mau melayani umat di paroki sekaligus sebagai sayap kiri pastor paroki. Doa pembukaan  dipimpin langsung oleh Br.Flavianus, MTB, kemudian diteruskan dengan pembacaan laporan pertanggungjawaban ketua DPP periode 2012-2015.

Bapak Ambrosius Kingking, SH  menyampaikan secara terbuka kegiatan-kegiatan dan program yang telah dilakukan para pengurus  DPP lama selama satu periode baik yang terprogram, terencana dengan baik dan berjalan lancar. Setelah itu lagi-lagi MC memberi kesempatan kepada narasidang untuk memberi tanggapan atas laporan tersebut. Bapak Y. Kaswin selaku seksi pastoral keluarga memberi masukan agar sekiranya dari seksi pastoral keluarga dideskripsikan secara detail yang selama ini sudah dijalankannya dengan penuh tanggungjawab di lingkungan atau wilayah kota Singkawang dan sekitarnya.

Selain itu muncul ide baru dari Bapak Drs. Titus Pramana, M.Pd agar pada kepengurusan periode berikutnya ada seksi khusus pemerhati sekolah Katolik yang ada di Paroki Singkawang. Menurut ketua koordinator pengawas Dinas Pendidikan  Kota Singkawang yang sekaligus  dipercaya oleh pemerintah sebagai tim akreditasi sekolah-sekolah yang ada di Kalbar baik tingkat kota maupun kabupaten ini, bahwa wacana untuk pemerhati dalam bidang pendidikan, paroki mempunyai hak dan kewajiban untuk membantu mutu sekolah yang ada sebagai mana telah diatur dalam kitab hukum kanonik Gereja Katolik. 

Pada Segmen selanjutnya MC mengundang semua peserta untuk memilih ketua DPP periode 2015-2018. Tidak memakan waktu lama, maka muncul nama yang tak asing lagi yaitu Ambrosius Kingking, SH yang kembali dipercaya untuk memimpin dan melayani umat untuk periode 2015-1018. Semua umat yang hadir memberi aplaus dan apresiasi atas kesanggupannya  sebagai dukungan dan penyemangat bagi Ambrosius dalam mengembangkan tugas yang dipercayakan kepadanya. “Pastor dan bapak ibu yang terkasih, sebenarnya saya belum siap melaksanakan tugas yang mulia ini, namun karena ini adalah pelayan di gereja saya bersedia untuk menerima tugas mulia ini tanpa paksaan tetapi tulus dan Iklas,” mengawali  sambutan dari ketua DPP periode 2015-2018 yang juga merupakan Lurah Sagatani ini semakin menguatkan Pastor Gathot dalam sambutan terhadap ketua DPP terpilih. “Saudara/i terkasih, sejarah Gereja Katolik membuktikan bahwa sejak Konsili Vatikan ke-2, Pintu Gereja semakin terbuka untuk menghirup udara segar, di mana peran awam sangat kuat dalam membantu dan melayani untuk keberlangsungan Gereja Katolik hingga kokoh dan kuat kepemimpinannya sampai saat ini,” ungkap penyuka sinema Humaniora ini. Lanjutnya bahwa gereja yang terkesan dengan model ‘piramid’ dirombak total menjadi gereja berbentuk ‘comunio’, di mana kita semua bersatu untuk mewartakan visi dan misi kerajaan Allah di muka bumi ini tanpa disekat oleh gelar atau jabatan semuanya saling melayani.” Tepukan tangan meriah dari semua yang hadir menutup rangkaian dalam sambutan imam yang penuh pesona ini dengan mantap.

Sebelum mengakhiri kegiatan ini ketua DPP terpilih memilih pengurus inti dan seksi-seksi untuk membantu dalam kegiatan kegiatan berikutya. Selain itu untuk memperlancar kinerja pengurus inti maka lahirlah seksi-seksi berikut ini, yaitu sejumlah 9 seksi dan 1 seksi masih dalam wacana. Adapun bidang-bidang tersebut adalah liturgi, pewartaan, pembinaan iman anak, hubungan antar agama dan kepercayaan, pastoral keluarga, sosial paroki/pengembangan sosial ekonomi (PSE), humas, kepemudaan, inventaris/asset  gereja dan satu dalam tahap penjajakan yaitu: komisi pemerhati mutu sekolah Katolik yang ada di Paroki Singkawang. Selain itu tidak luput juga perwakilan organisasi dan dari lembaga religius yaitu Pemuda Katolik (OMK), Wanita Katolik RI, ISKA, PDKK, Legio Maria, PPKS  dan dari religius regular dan sekular yakni Kongregasi Suster SFIC, MTB dan OFS.

Semoga yang terpilih dapat melaksanakan job description tugasnya sehingga semuanya berjalan dalam visi misi yang sama yaitu melayani umat demi kemuliaan nama-Nya di muka bumi dan di surga. (Bruf)


13 Sep 2015

WISATA KRISTIANI SHOW DI GEREJA SINGKAWANG

WISATA KRISTIANI SHOW DI GEREJA SINGKAWANG


Hatiku mengagungkan Tuhan, jiwaku memuliakan Tuhan, mata batinku tercengang menyaksikan Injil yang hidup di gereja kebangganku Singkawang. Taman jiwa-jiwa kesayangan Tuhan. Torehan Buletin Likes edisi 2-3 dengan bahasa gaul anak muda yang lincah mengalir bening tenang menyejukkan rasa penuh makna. Anak-anak kecil lincah sehat penuh gerak namun diam hening tanda sudah mengerti pada suasana perayaan Liturgi/Ekaristi, sudah tampak biasa pada mereka berbaris ke depan menyongsong komuni (berkat) lalu kembali dengan wajah-wajah berseri gembira tanda mereka kembali membagikan berkat dengan siapa yang dijumpainya. Semoga pengalaman sederhana itu membekas penuh makna dan mengembang dalam hidup berimannya. Sudah selayaknya ini kita syukuri bersama.

Oh ya, kehadiran foto dan berita Sherlyn dengan kasus atresia billiar, betapa berat deritamu, Sherlyn, tapi Anda sudah dimampukan menanggung derita ini dengan damai dan tenang melebihi anak-anak seusiamu. Ah, Sherlyn, dengan keadaanmu ini  ambil bagian untuk mengajarku menyadari serta mensyukuri akan fisikku yang diberi normal ini, semoga dengan berbekal fisik normal ini dapat lebih mampu patuh kepada Yesus. Trims juga atas mukzizat Tuhan bagimu, semoga lekas sembuh.

Hem…. Siapa dia? Yang berlenggang lenggok dengan wajah berbinar di antara tebaran huruf, memacuku untuk tahu apa yang terjadi di situ. O…., Diva dapat hadiah baju cantik berlabelkan harga kemurahan hati dari saudarinya, Rp2000,- cukup untuk sayang teman. Ah, memang kasih itu murah meriah namun menghidupkan dan membahagiakan. Juga spesial wajah-wajah gembira penuh daya khas ABG (Anak Baru Gede) beracara EKM. Whow…! Jangan kira siapa kita, bukan sekadar anak-anak orang biasa, atau anak presiden lho! Kita ini sungguh anak Allah, Raja yang Maha Tinggi dan Maha Kuasa, dan bukan pula sekadar penguasa sistem kontrak lima tahunan, tapi Bapa kita juga penguasa cinta sepanjang segala masa. Itulah sebabnya kita masing-masing perlu menghargai martabat hidup kita yang luhur ini dengan penuh percaya diri, memperlakukan diri dan saudara/i-nya dengan penuh hormat dan tawakal. Sungguh luar biasa ajaib, bahwa kita benar-benar satu saudara dalam roh pembabtisan. Nama babtis bukan sekadar atribut untuk KTP tapi untuk dihidupi antara lain seperti kalian dalam kesatuan merayakan Ekaristi dilanjutkan kumpul penuh bangga dan percaya diri unjuk kebolehan untuk menyelenggarakan pesta dari hasil panen sendiri dengan sajian meriah, bersama menikmati betapa renyahnya rebung muda, segarnya daun ubi, dan gurihnya ikan teri. 
Hehe…, semuanya menyehatkan dan membuat stamina tubuh mejadi terjaga. Bagiku adalah suatu yang amat mengagumkan, betapa tidak, karena di zaman ada sejuta tawaran sajian kuliner, Anda berani tampil seadanya ala Kristiani show dan di mana apapun yang dibumbui dengan kasih akan terasa nikmat. Profisiat dan terima kasih. Ini oleh-oleh pangon kita menjemput bola di lapangan di taman-taman jiwa yang sudah mulai mekar nan elok. Harum semerbak aroma kebaikan membangkitkan rasa kagum dan bangga. Karena kita memiliki benih-benih orang Samaria yang baik hati, sumber daya manusia potensial semua memiliki benih batu karang rohani yang perlu digali, diolah, dihidupi, dikembangkan, dan dibagikan satu sama lain, dan  sudah dimulai sekarang, di lingkungan dan masyarakat.

Beranjak ke pertunjukan peragaan doa Jalan Salib, memperjelas bagaimana ekspresi wajah dan gerak tubuh Yesus hamba Yahwe yang tidak melawan pun tidak mundur, tidak memalingkan wajah-Nya dari cercaan dan hinaan. Tidak goncang menghadapi perendahan, penghinaan, penyiksaan sampai disalib mati, karena berpegang teguh pada opsi fundamental-Nya yaitu karena kasih setia-Nya untuk menyelamatkan semua manusia, termasuk Anda dan saya. Dengan pola pikir, pola bicara, pola bertindak secara konsisten. Mekanisme-mekanisme, cara beradu gerak dan langkah Yesus kali ini membangunkan kesadaranku dari kebiasaan-kebiasaan yang suam-suam kuku atau sikap ya dan tidak sekaligus (dualisme) Saudara/i, trims ya, jerih lelahmu untuk mewartakan kebenaran Yesus sampai di hatiku, sekaligus maafkan daku yang tidak memberi teladan baik. Itulah sebabnya saya perlu belajar sampai mati, untuk menapaki jalan yang makin terjal berbatu. Doakan, ya!

Lanjut menyusur laman jiwa kepunyaan-Nya, beraneka eksistensi kehidupan, ah…! Betapa mata batinku terpukau memandang dari kejauhan cakrawala kehidupan para pangon yang berjajar rapat menyatu bagai keperkasaan gunung es muncul di permukaan laut sebagai wujud kasih Bapa di surga yang siap menjadi alat belas kasih kerahiman-Nya, meski di balik figur-figur sederhana, bersahaja dan biasa-biasa saja. Mari lihat dan perhatikan, siapa tidak terinspirasi mengikuti jejak itu, menjadi pahlawan surgawi, dengan gagah berani berdiri tegak di garda depan demi jalan kebenaran dan hidup sejati dalam Allah.

Itulah tawaran Allah yang menunggu jawaban bebas dari kawula muda yang siap sedia menjadi alat-Nya. “Semua perlu persiapan jangka panjang dan jangka pendek.”
Seperti kita lahir kembali oleh gereja dan terus dibesarkan oleh sabda dan sakramen-sakramen dalam rahim gereja, berarti menjadi dewasa secara Kristiani tidak dengan meninggalkan rahim gereja, tapi justru dengan masuk semakin dalam dari waktu ke waktu, bahkan kita tetap menyatu dengan pribadi-pribadi yang sudah sampai ke pangkuan Bapa di surga. 

Persekutuan keluarga besar Katolik pangon domba, laki-laki dan perempuan semua umur selalu berkumpul bersama merayakan liturgi/Ekaristi memperoleh berkat lalu pergi menyebar untuk diutus secara holistik dalam keberadaan dan sepak terjang kehidupan harian masing-masing di masyarakat dengan kunci dasar, Yesus.  

Setiap saat Anda dan saya diundang untuk menyadari makna hidup dengan pikiran, mata, telinga, hati yang bening lalu mengambil pilihan dan tindakan walau sekecil apapun yang sesuai dengan opsi fundamental Yesus yaitu kasih dan keselamatan diri dan sesama. Di sanalah rahasia kebahagiaan sejati ditemukan apapun dan status yang bagaimanapun. Dengan demikian kita sudah berada dalam cakupan kerajaan Allah walau masih berjuang, nanti lama-kelamaan kita akan mampu berdiri tegak menginjak ular dengan damai seperti Ibu kita Maria yang penuh rahmat dan cinta, corak hidup cinta dan pengampunan tanpa syarat member peluang dan harapan pada manusia untuk kembali bangkit dari dosanya. Berarti juga berani menanggung derita secara ksatria dan kepahlawanan surgawi.

Mari tengok dan lihatlah di seberang sana, ada romo-romo yang sudah sepuh, seperti Rm. Charles Patrick Edwartd Burrows, OMI atau lebih dikenal sebagai Rm. Carolus, OMI, Rm. B.  Kieser, SJ, Rm. Magnis, S, tapi masih berjuang gigih mendampingi domba-domba di penjara dan lain-lain perjuangan bagi kemanusiaan. Sekali lagi pertanyaannya, siapa anak muda yang tidak tertantang untuk meneruskan perjuangan-perjuangan beliau, menjadi gembala yang berani mati demi dombanya. Sudah waktunya kita bangkit dari tidur, seperti Samuel siap siaga mendengarkan dan melaksanakan kehendak Tuhan. Berani berjuang menempuh jalan kebenaran dan hidup (yang adalah Yesus sendiri).

Terima kasih yang sedalam-dalamnya atas gotong royong kita semua warga gereja untuk membagikan berkatnya masing-masing baik pada keluarga kecilnya (anak, ibu, bapak, asisten rumah tangga), lingkungan dan masyarakat. Lingkungan yang baik adalah seminari diri yang baik, yang menanam benih baik akan menuai hasil baik. Kebaikan dan kasih sejati yang diterima waktu kecil/usia dini akan menjadi warisan hidup yang melebihi harta benda apapun yang tidak luntur oleh terpaan arus zaman apapun.

Keselamatan masa depan (hidup kekal) adalah keselamatan masa kini dan keselamatan masa kini adalah tugas dan tanggung jawab yang harus kita kerjakan dalam hidup keseharian yang biasa-biasa saja tapi dilakukan dengan hati penuh cinta, bernyala, dan dengan jiwa besar, dalam kesatuan Roh Allah Tritunggal Kudus. Semoga batu karang-batu karang rohani gereja kita semakin cemerlang menyinari jagat raya. Amin.
(Sr. Pia, OSCCap)

*Pangon (berasal dari bahasa Jawa) artinya gembala.  

30 Jun 2015

TENDA CINTA OMK DALAM KEMPING ROHANI

TENDA CINTA OMK DALAM KEMPING ROHANI

 


Momen pertama 13 Mei 2015, langkah kaki kompak penuh semangat menuju gereja Paroki St. Fransiskus Asisi Singkawang dengan penuh suka cita. Tepat pukul 15.00 Wib, semua anggota Orang Muda Katolik (OMK) yang hadir untuk mengikuti  Kemping Rohani bersiap-siap untuk berangkat ke Pantai Cemara (Fa Jie Land). Suasana menjadi sunyi ketika Pastor Gathot  memimpin doa sebelum keberangkatan, namun di balik kesunyian tersebut tersemat senyum semangat dan hati penuh harapan dari setiap titik aura yang berdoa. Setelah berdoa kami pun berkonvoi menuju ‘pantai OMK penuh harapan’, ucap salah satu anggota OMK yang antusias untuk segera sampai ke tempat tujuan.

Setelah menempuh perjalanan selama lebih kurang 45 menit dengan kecepatan rata-rata 40 km/jam, maka tiba saatnya rombongan OMK menderai tawa dan semangat untuk menikmati suasana pantai. Banyak acara yang telah disiapkan oleh panitia, setelah bersenang-senang dengan beberapa permainan yang digagas oleh panitia. Tepat pukul 18.00 Wib teman-teman OMK bergegas untuk mandi dan makan bersama. Seusai makan, tiba saatnya a melanjutkan permainan yang dipandu oleh Bruder Flavianus MTB, Frater Ferdinand OFMCap, Trifonia Tili, Yudhistira dan Santo Satriawan.

Acara Kemping Rohani tersebut membuka cakrawala OMK untuk tersenyum hangat melihat gereja-Nya penuh sukacita karena Kasih Persaudaraan, terbukti malam itu cuaca sangat mendukung dan bersahabat. Senyum dan kehangatan melawat setiap pribadi yang mengikuti permainan tersebut. Tawa suka-cita terpancar saat mata saling bertatapan menyapa antara satu dan lainnya dalam permainan ‘Mengungkapkan Cinta’ dan masih banyak lagi permainan yang tidak kalah serunya. Memang perlu kita sadari bahwa begitu besar dan kuat peran semangat  OMK untuk membangun Gereja yang pasif menjadi aktif. Kekompakan dan semangat tersebut dapat kita lihat dari peran OMK dalam liturgi gereja maupun kegiatan-kegiatan lain yang mendukung aktifnya gereja. Kini OMK bukan hanya membangun semangat  dalam gereja (bangunan secara fisik) tapi di luar dan lapangan terbuka pun OMK membuktikan bisa membangun gereja (anak Allah/umat Allah) yang aktif. Setelah acara permainan selesai, tepat pukul 24.00 WIB semua diwajibkan masuk ke dalam tenda untuk istirahat.

Momen kedua 14 Mei 2015 juga menjadi sejarah bagi OMK karena hari ini akan ada pemilihan ketua OMK yang baru. Pukul 04.00 WIB semua OMK membuka mata dan hatinya untuk bersiap-siap mandi dan merayakan Misa Ekaristi Kenaikan Yesus Kristus yang di pimpin oleh Pastor Stephanus Gathot Purtomo, OFMCap. Dalam suasana misa di alam terbuka tepatnya di pinggir pantai, OMK dapat melihat dan merasakan sosok seorang pastor paroki yang familiar dan penuh hangat kedamaian yang kerap disapa Pastor Gathot dan seorang frater yang tidak asing lagi dengan penampilan dan gaya kocaknya, Frater Ferdinand OFMCap serta Bruder Flavianus MTB yang selalu tampak ceria menjadi inspirator dan motivator bagi kaum muda untuk selalu semangat dalam berkarya dan bertindak demi gereja tercinta.

Mudah-mudahan ada OMK yang terpanggil mengikuti jejak dalam kehidupan membiara. Selesai misa dan makan pagi tampak kegembiraan OMK muncul ketika sesi permainan dimulai kembali, “Saat itulah kami mulai saling mengenal antara satu dan yang lainnya dan membangun keakraban,” komentar salah satu anggota OMK dari Stasi Sagatani saat diwawancarai.

Sekitar 40’an OMK menggegapgempitakan semangat muda untuk bersama-sama saling menyemangati dan mengenal saudara seiman yang dihadiri oleh beberapa OMK dari berbagai Kring dan Stasi antara lain Stasi Sagatani, Sijangkung, Roban serta OMK dari pusat Paroki St. Fransiskus Asisi Singkawang sendiri. Setelah bersenang-senang, kini saatnya dilangsungkan pemilihan Ketua OMK Paroki St. Fransiskus Asisi Singkawang yang baru, menggantikan Saudari Tili. Pemilihan dimulai dengan kandidat yang telah dipilih menjadi calon ketua OMK dan akhirnya nama Ayu terpilih menjadi pemenang dalam pemilihan demokrasi OMK. Terima kasih kepada Trifonia Tili yang sudah berkarya baik untuk membangun organisasi OMK selama tiga tahun silam. Sungguh momen dan sejarah yang tak bisa dilupakan. Semoga semangat dan persatuan persaudaraan dan Cinta Orang Muda Katolik selalu hidup dan menjadi citra yang baik untuk gereja dan lingkungan masyarakat. Amin. Selamat kepada Ayu. Selamat berkarya. Salam OMK! (SS)

21 Jun 2015

Bruder dari Huijbergen Berenang ke Kota Amoi

  Bruder dari Huijbergen Berenang ke Kota Amoi 

 
Bruder MTB, Photo by Google Image


Apa Itu Bruder?

Bruder atau Brother atau Frater adalah 3 bahasa yang berbeda, yakni bahasa Belanda, Inggris dan Latin. Ketiga kata itu secara harafiah artinya: Saudara. Menjadi seorang brother atau bruder berarti ingin menjadi saudara bagi sesama, bersikap sebagai saudara, abang, kakak ataupun adik terhadap orang lain. Menjadi seorang brother atau bruder dengan jalan bergabung dengan suatu persekutuan persaudaraan atau disebut sebagai kongregasi atau tarekat.

Ikut Mencerdaskan Generasi  Bangsa

Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) atau sering disapa Bruder MTB merupakan salah satu konggregasi Kepausan yang masih bertahan berkarya di Kota Singkawang. Pada tahun 1921, lima orang bruder  dari  Huijbergen-Belanda  menginjak  kota Singkawang untuk membantu karya karitatif di bidang pendidikan. Kehadiran misionaris militan ini sebagai bentuk jawaban  atas undangan dari Mgr. Pasifcus Bos, OFMCap untuk melayani bagi pendidikan anak-anak kaum buruh di Singkawang. Karyanya  dimulai di bidang pendidikan, asrama dan di kemudian hari  membangun persekolahan serta menjadi pengajar di beberapa sekolah, yang sampai sekarang   lembaga itu masih bertahan di antaranya, SMP dan  SMA Santo Paulus Nyarumkop, SMP Pengabdi dan Bruder Singkawang dan lain sebagainya.

Menurut sejarah, selain mereka sebagai guru di Seminari Nyarumkop, para bruder juga menjadi pembina Asrama Santa Maria  putra dan putri yang sekarang masih bertahan adalah asrama putera beralamat di  Jl. Diponegoro No. 4 Singkwang. Pada tahun 1948 mereka membuka sekolah CVO (Cursus Volkschool Onderwijzer), OVVO, SGB dan SPG. Karya pendidikan Formal ini berakhir pada tahun 1980. Mungkin banyak orang tua atau umat katolik di Kota Singkawang dan sekitarnya sudah menjadi orang sukses saat ini. Setidaknya ada yang mendapat  sentuhan tangan humanis misionaris Belanda.Tentu saja banyak kisah kasih  dan kenangan indah bersama bruder MTB sebagai guru dan murid waktu itu. Sayangnya penulis belum melakukan liputan khusus mengenai hal ini.

Tahapan Menjadi Bruder

Kongregasi yang bersemangat spiritualitas Fransiskan ini berpusat di Huijbergen Keuskupan Breda Negara Belanda. Karyanya menyebar di Kalimantan Barat  (Singkawang-Pontianak-Sekadau Kualadua-Putusibau) serta di Pulau Jawa dan Merauke. Mungkin ada yang bertanya apakah setelah Bruder ada tahapan menjadi Imam. Panggilan Menjadi Bruder hanya sampai pada Bruder seperti panggilan menjadi suster. Mereka sampai pada tahap kaul kekal. Kaul inilah yang mereka hayati dalam hidup membiara yaitu: kemiskinan, kemurnian dan ketaatan. Dengan menghayati kaul-kaulnya mereka berkarya dalam karya pendidikan Formal,Non Formal dan Karya sosial lainya. Pendidikan menjadi bruder MTB mempunyai tahapannya yaitu: mas aspiran 1 tahun bertempat di Pati Jawa Tengah, postulan  1 tahun dan Pendidikan Novisiat 2 tahun bertempat di Jogyakarta dan kemudian masa Yunior selama 6 tahun dengan berkarya  dikomunitas karya atau  sambil belajar di berbagai perguruan Tinggi yang ada di Jogjakarta-Semarang, Malang dan Pontianak. Selama studi di perguruan Tinggi setiap bruder mengambil jurusan sesuai dengan bakat dan minatnya seperti Ilmu keperawatan, keguruan, teknik sipil, kemasyarakat, hukum, teologi, ekonomi. Singkatnya sesuai kebutuhan  karya dan umat yang  kita layani.

Pesyaratanya Muda

Kongregasi MTB mengundang orang muda untuk bergabung menjadi Bruder MTB. Persyaratannya mudah kog. Tamat SMA atau Sederajat. Syukur kalau sudah kuliah. Berusia 17 tahun keatas. Sudah dibaptis secara Katolik. Foto Copy Ijazah SMA. Surat Keterangan  kesehatan dokter, Batas usia maksimal 30 tahun dan terdapat pengecualian. Nah, di Paroki Santo Fransiskus Assisi mereka tinggal di Jl. Ponegoro No. 4 Singkawang Hari-hari hidupnya melayani  di yayasan,  sekolah, asrama, mengurus museum dan mengikuti  kegiatan hidup menggereja lainya. Ingin tahu lebih dalam siapa dan apa sih Bruder MTB itu, nah tunggu apa lagi,  kontak saja dengan Bruder Flavianus, via HP. 081256112666. Atau klik  di http://kongregasimtb.blogspot.com atau www.abcfh.nl/id . Di sana Anda akan mengetahui seluk belum kehidupan Bruder MTB. Bersama Kongregasi lain yang ada di dunia kami sama-sama berkarya demi maksud Injil yang nyata serta semakin dimuliakannya nama Tuhan di bumi dan di surga. (bruf)


2 Jun 2015

BE A BROTHER FOR ALL

BE A BROTHER FOR  ALL


Selayang Pandang OFM.Cap

               Be A Brother For  All (Menjadi Saudara Bagi Semua) merupakan motto dari OFMCap (Ordo Fraterum Minorum Cappucinorum) yang dapat diartikan sebagai ordo saudara-saudara  dina dari Kapusin menjadi denyut dan aura jiwa bagi penghayatan para pengikutnya setiap hari. Ordo ini  didirikan oleh Santo Fransiskus dari Assisi  (1882-1226), menjadi magnet pribadi banyak orang sekaligus maestro yang dikagumi di abad 21 sebagai Santo yang spektakuler dalam spiritualitas kemiskinan dan hina dina.
               Dalam perjalanan waktu Ordo ini berkembang menjadi Ordo pertama untuk laki-laki  (OFM, OFMConv dan OFMCap). Ketiga Ordo pertama ini menghidupi anggaran dasar yang disusun oleh Fransiskus dari Assisi dan disahkan oleh Paus Honorius III. Ordo kedua untuk perempuan (para Suster Klaris) dan ordo ketiga untuk awam maupun imam sekular (regular dan secular). Ordo Kapusin dimulai oleh Matheus dari Bascio dan resmi berdiri pada 3 Juli 1528 dengan Bulla Religionis Zellus oleh Paus clement VII. Adapun anggota Ordo Kapusin ini terdiri dari ‘klerus’ (imam) dan  ‘laikus’ yang biasa disebut bruder.







Nama Kapusin
                  Panggilan nama Kapusin berawal dari sorakan anak-anak yang melihat para saudara dina yang memakai jubah dengan kap panjang dan runcing. Mereka meneriakkan:  “Scapucini!, Scapucini!” (menggunakan kap). Dari teriakan inilah lahir nama Kapusin.  Ordo Kapusin sudah tersebar luas ke seantero dunia di 106 negara. Saudara Kapusin mulai berkarya di Indonesia sejak tahun 1905 dan pada Februari 1994 dimekarkan menjadi 3 Propinsi: Medan, Sibolga, dan Pontianak. Kapusin Propinsi Pontianak, dengan nama pelindung Santa Maria Ratu Para Malaikat, didirikan secara resmi pada tanggal 21 Februari 1994.
             Adapun wilayah karyanya yaitu: Keuskupan Agung Pontianak, Keuskupan Sanggau, Keuskupan Sintang, Keuskupan Palangka Raya dan Keuskupan Agung Jakarta, dan pastinya di Singkawang beralamat Pastoran Katolik,  Jln. P. Diponegoro No. 1 Singkawang. Para saudara Kapusin yang berada di lima keuskupan ini dipimpin langsung oleh Minister Propinsial.
Jenis Karya dan Ciri Khas Hidupnya
                  Para saudara Kapusin lebih memperhatikan karya dan pengabdianya dengan fokus pada: pelayanan pastoral parochial dan kategorial, pembimbing rohani dan retret, pendamping kaum muda, pengelola pertukangan dan bangunan, pengurus rumah tangga komunitas, pelayanan di bidang medis, pertanian, dan pendidikan, pengembangan masyarakat, pemelihara, dan pendukung seni budaya, berkarya di daerah misi dan pendamping kaum terlantar.
                  Adapun ciri khas hidupnya adalah : (1) hidup dalam persaudaraan – Fraternitas, (2) doa menjadi nafas hidup dan karya setiap saudara, (3) para saudara Kapusin menghayati kemiskinan dan kedinaan dengan hidup sederhana baik dalam penampilan maupun dalam tutur kata, dan berpihak kepada orang kecil dan miskin (option for the poor), (4) terbuka pada setiap tugas yang dibutuhkan oleh ordo maupun gereja lokal, ikut mempromosikan keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan (Justice, Peace and Intergrity of Creation).
Ajakan
            Anda terpanggil menjadi calon dan mau bergabung dengan mereka, hendaklah memperhatikan hal-hal tersebut. Calon yang hendak melamar menjadi Kapusin haruslah seorang pria beriman Katolik (minimal 2  tahun setelah baptisan). Punya kemauan yang baik dan suci. Artinya, ingin mewujudkan dalam hidupnya cita-cita persaudaraan Kapusin. Sehat jiwa dan raga sehingga berdaya guna untuk mengemban salah satu jenis pengabdian dengan baik dan menggembirakan. Berpendidikan minimal SMU atau setingkatnya, demi menjamin mutu pemahaman atas cara hidup membiara dan terbuka kemungkinan untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat dan kemampuan.
                  Untuk itu kami mengajak, “Hai Kaum Muda Katolik, mari bergabung bersama kami mengikuti Tuhan Yesus Kristus menurut teladan St. Fransiskus Assisi dalam Ordo Saudara Dina Kapusin Propinsi Pontianak.” Sertakan surat lamaran Anda: surat keterangan pastor paroki, surat kesaksian dari pembimbing, atau surat rekomendasi dari sekolah atau tempat bekerja. Riwayat hidup singkat, pasfoto 3x4 (3 lembar), surat persetujuan orang tua/wali. Kirim ke Minister Propinsial Kapusin Pontianak: Jl. Adisucipto KM 9,6 Tirta Ria - Sungai Raya, Kotak Pos 6300. Pontianak-Kalbar 78391 Telp. (0561) 722430/78391. Fax: (0561)-724012.E-mail: kapusin.pontianak@kapusin.org.
                   Bila ingin mengetahui lebih mendalam  langsung pada contact person: P. Joseph Yuwono, OFMCap - Tirta Ria (081251154671) - P. Chrispinus, OFMCap (081345766156) - Nyarumkop. Nah, tunggu apa lagi, mungkinkah Anda salah satu insan yang terpanggil saat ini?
(Ditulis kembali oleh Bruf dengan bersumber pada Brosur OFMCap)

1 Jun 2015

LEBIH DEKAT DENGAN SANG GEMBALA UMAT


LEBIH DEKAT DENGAN SANG GEMBALA UMAT


“Perkenalkan, nama saya Gathot, singkatan dari Ganteng Total…”, umat yang awalnya meraba, menerka-terka seperti  apa sifat sang gembala barunya, sontak tak dapat menahan tawa mendengar celetukan bernada humor dari dia yang pagi itu memimpin misa di Gereja Katolik Santo Fransiskus Assisi Singkawang.
Sosoknya sederhana, ramah dan begitu menyejukkan dalam tutur kata serta tindakan, layaknya paradigma umum  khas gembala umat. Terlahir di salah satu desa yang begitu terkenal dengan lembaga pendidikan yang dikelola oleh yayasan Katolik sejak zaman Belanda, Kweekschool  (kini SMA Pangudi Luhur Van Lith, Muntilan) pada 16 April 1969, Pastor Stephanus Gathot Purtomo, OFMCap, terlahir sebagai anak pertama dari tujuh bersaudara, putra pasangan (alm.) Yohanes Sardjo dan (almh.) Elisabet Sunatri. Ia menghabiskan sebagian masa kecilnya di Ngawen, Muntilan sebelum akhirnya harus mengikuti  jejak sang ayah yang berpindah tugas ke kota Gethuk, Magelang.



Sejak kecil, ia telah begitu dekat dengan kehidupan para biarawan, tak mengherankan memang, selain karena Muntilan dikenal sebagai daerah yang kental dengan nafas Kristiani, almarhum ayahandanya merupakan salah satu prodiakon di lingkungan gereja Katolik stasi Ngawen. Pria yang ketika remaja begitu menggemari lantunan suara emas Dian Pramana Putra, Dedi Dukun dan memiliki kesan mendalam terhadap tembang Nostalgia SMA-nya Paramitha Rusadi ini mengaku, ketertarikannya terhadap kehidupan membiara  semacam love at the first sight (cinta pada pandangan pertama). Segalanya bermula ketika  ia melihat Romo (Pastor) yang memimpin misa mengenakan jubah putih, tampak begitu gagah dan tentunya mangkus memesona Gathot kecil. Keterpesonaan itu yang menggiringnya memilih jalan yang kini mendapuknya menjadi Pastor Paroki Gereja Santo Fransiskus Assisi Singkawang. 
Dalam perjalanan karirnya, silih berganti hal tak terlupa dan menarik seolah membentuk bingkai tersendiri bagi slide kehidupan pria berkulit sawo matang pehobi jogging ini, di antaranya saat pentahbisan imam pada  10 Oktober 1998, manakala ia tiarap memeluk bumi, mengantarnya pada kesadaran tentang esensi kerendahan hati, atau sepenggal kisah yang sulit diterjemahkan dari segi perasaan saat ia tak dapat melihat sang ayahanda untuk terakhir kali karena tengah menuntaskan studi di Roma, atau ketika sosoknya harus memimpin misa tanpa altar, umat duduk hanya beralas tikar dan masih berbonus umat yang mengikuti misa sambil merokok, syahdan sekelumit cerita jenaka tatkala ia seperti kebanyakan remaja pada umumnya yang memiliki sifat jail “menyelundupkan” radio ke Seminari padahal hal tersebut dilarang keras untuk dilakukan. Segalanya terasa sangkil membentuk pribadinya sebagai gembala.  
“Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil” (Yoh. 3:30) motto itu yang selalu menjadi pegangannya dimanapun ia berada. Di sela-sela obrolan, Pastor Gathot mengungkapkan, “Terkadang dari sisi manusiawi saya selaku romo atau pastor, kerap muncul rasa eksklusivisme,  ingin diperlakukan lebih istimewa dari orang lain. Saya masih terus-menerus mempelajari esensi rendah hati”. Ia mengakui, perasaan tersebut hingga kini masih seringkali menjadi batu sandungan dalam kehidupan membiara dan hal itu murni berasal dari internalnya.
Ketika ditanya mengenai harapan terhadap paroki yang kini digembalainya, beliau secara tenang dan penuh bijaksana mengungkap keinginan agar umat yang digembalai lebih militan terutama dalam hal keluarga. Ini secara otomatis akan berpengaruh pada kehidupan gereja. Hal serupa diungkapnya untuk kaum muda, “Saya berharap kaum muda Katolik menjaga militansi ke-Katolikannya.”, pungkasnya. (Hes)
Riwayat Pendidikan:
SD Kanisius Ngawen, Muntilan.
SMP Santo Yosef Mertoyudan, Magelang.
SMA Seminari Menengah Mertoyudan, Magelang.
Postulat Sanggau Kapuas, Kalimantan Barat.
Novisiat Parapat, Sumatera Utara.
STFT Santo Yohanes Pematang Siantar, Sumatera Utara.
Universitas Gregoriana Roma, Italia.

Riwayat Karir
Tahbisan 10 Oktober 1998 di Bengkayang
Paroki Jangkang, Keuskupan Sanggau (1998 − 2001)
Melanjutkan pendidikan di Universitas Gregoriana Roma, Italia (2001− 2003)
Post Novisiat Singkawang (2003 − 2004)
Biara Kapusin St. Lorenzo (2004 − 2011)
Balai Karangan, Sanggau (2011 − 2013)
Paroki Singkawang (2013 – sekarang)