Selamat Datang Di Website Resmi Paroki Singkawang - Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri katolik di indonesia. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri katolik di indonesia. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan

30 Jun 2015

KETIKA EKSOTISME BUDAYA MENYAPA DI BUMI KHATULISTIWA

KETIKA EKSOTISME BUDAYA MENYAPA DI BUMI KHATULISTIWA

 

 

Rabu, 27 Mei 2015. Matahari bersinar garang siang itu seolah paham bahwa hari sedang tak membutuhkan guyuran hujan demi menyukseskan pembukaan ‘gawe’ besar yang digelar oleh masyarakat Dayak di kota Singkawang. Naik Dango, merupakan geliat eksotisme budaya khas masyarakat Dayak, yang belakangan dikemas dalam bentuk festival. Esensi Naik Dango sendiri merupakan budaya lokal perwujudan rasa syukur terhadap hasil panen padi yang melimpah dan hasil panen tersebut disimpan ke dalam lumbungnya. Festival Naik Dango tahun ini diawali ritual yang dipimpin oleh tetua adat, dan didampingi oleh beberapa tokoh sentral dalam masyarakat Dayak Singkawang. Mantra dalam ritual budaya lantas dilangitkan pada para leluhur  dengan tujuan beroleh kelancaran dan keberkahan selama kegiatan dilangsungkan.

Ada yang tidak biasa, jika pada tahun-tahun sebelumnya pembukaan Gawai Dayak diawali dengan misa di gereja Katolik, namun tidak pada tahun ini. Hal ini didasari bahwasanya masyarakat Dayak tak hanya berlatar belakang agama Katolik, namun berdiri pada koridor kemajemukan agama serta kepercayaan.   Meski tak melangsungkan Ekaristi di Gereja Katolik, namun pada acara pembukaan, panitia mendaulat Pastor Yeri dan seorang pendeta untuk memimpin doa tanda kegiatan syukur tahunan ini dibuka.

Sementara itu gubernur yang diharapkan hadir dalam pembukaan Gawai Dayak kota Singkawang berhalangan. Melalui sambutannya yang diwakili oleh Asisten III Bidang Administrasi dan Umum, Robert Nusanto, S.Sos, M.M, Cornelis menggarisbawahi mengenai peran penting Festival Gawai Dayak Naik Dango yang diselenggarakan dan merupakan cara jitu sebagai ajang peningkatan perekonomian masyarakat setempat dari tinjauan pariwisata dan ekonomi kreatif. Pada kesempatan yang sama, Aloysius Kilim, S. Ag selaku Ketua Dewan Adat Dayak kota Singkawang memaparkan digelarnya Gawai Dayak ini ditujukan untuk melestarikan nilai-nilai budaya lokal yang masih sangat relevan untuk generasi saat ini, sekaligus sebagai  ajang silaturahmi antaretnis yang berada di kota Singkawang.           
  
Di sela proses pembukaan Gawai Dayang Naik Dango yang berkenan dilakukan oleh wakil walikota Singkawang, ditandatangani pula deklarasi bertema “Penanganan Ancaman Narkoba dalam Rangka Mewujudkan Indonesia Emas 2045” yang dilakukan oleh BNN, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama dan pemuda dalam upaya memerangi peredaran dan penggunaan narkoba khususnya di kota Singkawang.    

Kiranya ajang tahunan yang bersifat melestarikan eksotisme budaya di bumi Khatulistiwa ini dapat terus terselenggara, dan mampu menciptakan generasi yang berwawasan global, namun tetap bertutur kata dan berperilaku lokal. (Hes)

16 Mar 2016

Merayakan Kerukunan dalam Perbedaan

Merayakan Kerukunan dalam Perbedaan

 

Sabtu, 2 Januari 2016. Masih diliputi suasana kebahagiaan Natal dan semangat menyambut tahun baru, Gereja Katolik Santo Fransiskus Assisi ikut serta ambil bagian dalam kegiatan jalan santai yang diadakan oleh Kantor Kementrian Agama dalam rangka merayakan kerukunan umat beragama di Kota Singkawang.   

Memulai start pukul 07.30 WIB dari Kantor Agama di Jalan Alianyang, dengan rute melewati berbagai tempat ibadah di Kota Singkawang yang jaraknya cukup berdekatan satu sama lain dan berakhir di Kantor Agama kembali, sungguh menciptakan atmosfer kebersamaan yang hangat dan akrab. Hal ini tampak dari ekspresi seluruh peserta yang secara spontan langsung membaur dengan umat beragama lain dalam obrolan akrab penuh tawa dan canda.



Kegiatan yang melibatkan masyarakat dari enam agama dan berbagai lapisan usia ini pertama kali diadakan di kota Singkawang. Masyarakat Kota Singkawang kiranya boleh berbangga karena kota dengan julukan Bumi Betuah Gayung Bersambut  ini beberapa waktu yang lalu dinobatkan oleh lembaga riset Setara Institute sebagai penyabet peringkat ketiga kota dengan tingkat toleransi tertinggi di Indonesia setelah Pematang Siantar dan Salatiga. 


Di kesempatan yang sama, Kepala Kantor Kementrian Agama Kota Singkawang, Drs. H. Jawani Usman mengungkap bahwa jalan santai yang diadakan semata untuk merayakan kerukunan umat beragama di Kota Singkawang. “Kita patut bersyukur kepada  Tuhan. Kegiatan ini dihadiri umat Islam, Hindu, Budha, Kristen, Katolik, Konghucu. Dari semua lapisan, baik muda-mudi maupun warga yang hadir berkisar 1500 orang. Dari Kementrian Agama juga menyediakan doorprise sebanyak 167 hadiah. Untuk ke depannya kegiatan ini diharapkan berlanjut dan akan kita tingkatkan lagi dengan melibatkan seluruh stakeholder yang ada di masyarakat. Di kesempatan ini kami juga ingin berterima kasih kepada Kapolres dan Kasatlantas Kota Singkawang yang telah mengamankan dan membantu lancarnya acara ini. Cuaca hari ini juga baik dan cerah, ini juga berkat doa seluruh umat beragama di Kota Singkawang yang tentunya berharap acara pagi ini berlangsung lancar,” pungkasnya. (Hes)

3 Mar 2017

Menguji Kelestarian Panggilan dan Kesetiaan Pilihan dalam Pengalaman Hidup

Menguji Kelestarian Panggilan dan Kesetiaan Pilihan dalam Pengalaman Hidup


 “Bukan semudah membalikkan telapak tangan untuk setia pada satu pilihan, pilihan yang berlaku seumur hidup, sepenuh usia, sepanjang hayat. Sama seperti orang awam, kaum rohaniawan juga mengalami hal serupa. Jika jejak langkah awam dihadapkan pada jibaku persoalan hidup yang seolah tidak pernah surut, pun demikian halnya dengan mereka yang hidup di balik tembok biara. Masing-masing dengan perannya, masing-masing dengan tantangan hidupnya, masing-masing dengan persoalan yang membelit kesehariannya.” 

Mendung masih bergelayut enggan pupus meski langit sesiang tadi sempat memuntahkan hujan seperti tembikar sarat akan air yang pecah di udara manakala saya memacu kendaraan ke arah jantung kota. Hari itu hari Sabtu, dan saat itu tujuan saya satu, segera berada di sebuah biara yang bersebelahan dengan gereja, Biara Providentia. Kamis sebelumnya saya membuat janji dengan salah satu penghuninya. Melalui piranti komunikasi temu janji disambut suara ringan nan gembira yang siap menyambut kehadiran saya untuk melakukan wawancara. Suara yang terdengar semanis paras pemiliknya adalah suara Suster M. Laetitia, OSCCap. Maka Sabtu, kira-kira dua jam menjelang senja, rinai gerimis mengantarkan langkah saya menjumpainya. 

Kedatangan saya disambut senyumnya yang jernih seperti yang biasa tergambar pada jiwa yang menyerahkan sepenuhnya kesulitan dunia pada penciptanya dan selalu bersyukur pada setiap keriaan sekecil apapun bentuknya. Jabat erat saya dapat disertai kecup dan pelukan hangat. Kami berhadap-hadapan pada sebuah ruangan berukuran 3 x 4, dihalangi meja lengkap dengan minuman dan kudapan. Sepanjang wawancara senyum dalam binar mata ramah bersahaja membingkai di wajahnya. Ia begitu antusias ketika saya mulai menyoal ketertarikannya menanggapi panggilan hidup membiara. Segalanya berawal dari dalam keluarga. Tepat kata pepatah, buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Putri kedelapan dari dua belas bersaudara pasangan bapak Paulus Hendrikus Pawe dan ibu Katarina Irmina Meo ini memang berlatar ayah dan ibu yang merupakan mantan calon biarawan dan biarawati. Keinginan kedua orang tuanya di masa muda untuk menapaki hidup membiara terkendala karena jauh sebelum keduanya bersua, ternyata pihak keluarga telah seiya sekata menjodohkan keduanya hingga mereka menyatu dalam biduk rumah tangga. Namun bagai gayung bersambut oleh buah hati mereka, Laetitia muda menjadi penawar dahaga cita-cita yang tertunda. 

Laetitia tumbuh di lingkungan Katolik yang taat. Berlatar kedua orang tua yang paham benar tentang agama, segala ritual pujian bagi yang maha juga rapalan untaian doa merupakan menu wajib dilakukan dalam keluarga dan bukan hal yang sama sekali baru baginya hingga tak lagi mengejutkan ketika ia mulai menapaki kehidupan membiara. Rumah masa kecilnya pun menjadi saksi bisu perjalanan kegembalaan biarawati dan biarawan maupun para frater, calon balatentara Tuhan yang menggelar kegiatan pelayanan keagamaan. Tidak berhenti sampai di situ, keterbiasaan menyaksikan pemandangan yang berkait erat dengan pelayanan, ketika kecil, ia bersama teman acapkali bermain peran menjadi kaum rohaniawan, membagi hosti yang adalah roti dalam sebuah permainan perayaan Ekaristi.   

Sebelum menjalani hidup di biara, Suster Laetitia yang dulunya bernama Yosefina Basildis ini sempat menjalani pendidikan sebagai perawat kesehatan di sebuah SPK nun di gugusan Flobamora (Flores, Sumba, Timor, dan Alor). Seolah tumbuh menjadi mawar gurun yang mekar, kala itu tidak sedikit pemuda yang hatinya sanggup dibuatnya tergetar. Bukan hanya satu atau dua pemuda belaka, namun lebih dari hitungan jumlah jari pada kedua telapak tangan telah tercatat mencoba merebut hatinya dengan segala cara. Dari cara yang halus hingga yang ketus, dari yang terselubung hingga yang nyata-nyata mengajak pemuda lain tarung. Dengan rendah hati, ia menanggapi segalanya dengan tetap merangkul semua menjadi sanak saudara untuk tetap saling menjaga dalam doa. Baginya segala cinta dari lawan jenis yang silih berganti menghampiri tak ayal merupakan perpanjangan tangan Tuhan untuk menyentuh dan menyadarkannya bahwa tiada kasih yang lebih besar dari kasih Juru Selamatnya. “Semua hadir untuk menguji kelestarian panggilan dan kesetiaan pilihan dalam pengalaman hidup, kalau tidak ada tantangan, kita tidak bisa tahu bahwa panggilan ini benar-benar berharga. Panggilanku ini adalah pilihanku dan inilah yang dikehendaki Tuhan,” begitu ia berujar. Mungkin benar, untuk mengetahui kadar ketebalan iman seseorang, terkadang memang diperlukan ujian. Iseng saya bertanya untuk sekadar mengetahui siapa saja yang hadir  menawarkan hati pada suster yang sangat senang bersahabat ini, namun begitu rapat ia merahasiakan semua nama yang masih mencoba mendekatinya meski ia telah hidup dalam lingkup biara. Pernah pada suatu masa, sehari menjelang kaul kekalnya, ia menghadapi godaan yang sungguh luar biasa. Kala itu ada suara lain yang didengarnya yang sempat menggetarkan hatinya. Suara dari seseorang yang hampir saja membuatnya urung mengucap kaul kekal dan berpikir ulang untuk meneruskan panggilan. Ya, suara seorang dari antara kaum adam yang selama ia berada dalam masa pendidikan selalu memberikan perhatian. Pergulatan sungguh menjadi awan hitam yang meliputi batinnya, namun dalam seluruh kekuatan ia menyerahkan sepenuhnya ke tangan Bapa dalam doa. Lelah berdoa ia jatuh tertidur hingga akhirnya pada saat terbangun hal pertama yang dilihatnya adalah salib Kristus. Serta merta dipeluknya tanda penyelamat hidupnya. Seketika hilang rasa ragu, dengan mantap ia menjawab panggilan itu.

Rasanya sungguh padan jika kutipan catatan seorang maestro kesusastraan Indonesia disematkan pada suster yang hobi bernyanyi dan menari ini; “Orang bilang ada kekuatan-kekuatan dahsyat yang tak terduga yang bisa timbul pada samudera, pada gunung berapi, dan pada pribadi yang tahu benar akan tujuan hidupnya.”* Suster yang pada 31 Maret 2017 mendatang genap berusia 55 tahun ini sungguh lembut namun tegas, begitu halus tetapi kukuh. Pribadinya ibarat menolak tangan berayun kaki, memeluk tubuh mengajar diri. Sungguh, ia disiplin dan hanya sedikit berkompromi untuk hal-hal yang bersifat duniawi. Hedonisme ia tinggalkan, bersetia ia pada panggilan. Hal ini ditunjukkan ketika dengan segala kesempatan untuk berada di tengah-tengah keramaian, hati kecilnya tetap rindu untuk pulang. Biaralah rumahnya, sebagai suster pendoalah panggilan kemanusiaannya. 

Masih berkisar pada pengalaman panggilan yang dialaminya, suster yang ketika belia menjadi primadona remaja ini mengalami suatu kejadian tak terlupakan. Manakala bersama teman-teman seusianya berolah raga, matanya tiba-tiba terpaku pada sosok biarawati yang meski berada di tengah keriuhan tetap setia merapal doa dengan rosario dalam genggamannya. Saat itu tanpa banyak bicara, Laetitia berlari menjauh dari perkumpulan. Masuk kamar ia kembali merenungkan niatnya menanggapi panggilan. Dengan pemandangan sesederhana itu, Tuhan kembali hadir menyentuh inti kalbu. 

Suatu ketika dalam masa pencarian ordo yang benar-benar dirasa pas di hati, ia menemukan jawaban secara tak sengaja. Melalui majalah Hidup yang saat itu memuat profil dan foto Bapa Uskup Mgr Hieronimus Bumbun bersama dua orang suster OSCCap, Laetitia membulatkan tekadnya. Korespondensi dilakukan, harap-harap cemas ia menanti balasan. Tak berapa lama berselang, bagai tak bertepuk sebelah tangan, jawaban memuaskan ia dapatkan. Bapa Uskup menyambut baik keinginannya bahkan menunjukkan cara untuk memuluskan niat sucinya. Suatu kebetulan yang menyenangkan berselang beberapa waktu kemudian dalam urusan pekerjaan  Bapa Uskup mengunjungi provinsi tempat ia berdomisili. Dibantu oleh Bapa Uskup, Laetitia akhirnya sampai ke Biara Providentia yang sangat didambanya. Kesan pertama melihat bangunan biara, ia langsung merasa bahwa inilah tujuan hidupnya, inilah ‘rumah’ baginya.

Sejak awal hidup di biara, ia bersama teman-temannya saling menguatkan dalam doa. Rasa rindu pada orang tua serta sanak keluarga merupakan hal jamak dan tak terhindarkan. Laetitia sempat rapuh ketika di awal masa panggilan ia seolah sengaja diputus kontak oleh kedua orang tua. Seluruh surat yang dikirimnya ke kampung halaman tak jua kunjung ada balasan. Sedih dan merasa dikucilkan, rindu namun semacam terbuang. Ia tak mengetahui alasan di balik sikap kedua orang tua yang tidak pernah membalas surat-suratnya. Sedih tak tertahan, letih hati menahan rindu tidak berkesudahan, ia merasa sendirian, hanya Surat Rasul Paulus kepada umat yang termuat dalam Kitab Suci selalu menjadi hiburan. Pada suatu kesempatan ia menghadap Bapa Uskup Hieronimus Bumbun, mengadukan ihwal yang mengganggu batinnya. Jawaban tak terduga melipurkan laranya. Bapa Uskup menguatkannya hanya dengan kata-kata, “Buat apa bersedih, saya dan yang lain yang hidup dalam panggilan juga sendirian. Tidak sedang bersama orang tua, kita semua sama.” Dengan jawaban sederhana itu Laetitia merasakan kekuatan dan bahwa ia memang tidak sendirian. Hingga tiba pada suatu masa, ia diberi keleluasaan untuk kembali mengunjungi orang tua di kampung halamannya. Saat itu baru ia dapatkan jawaban atas segala yang menjadikannya ragu. Kedua orang tuanya tak ingin masa pendidikannya terusik rindu yang pada akhirnya akan mengganggu.  

Semua yang hidup akan tetap menemukan gairahnya jika ia masih meniupkan asa dalam cita-cita, dalam sebuah keinginan, dan dalam selaksa harapan. Pun demikian halnya dengan Laetitia. Hal yang belum terpenuhi dan menjadi sebuah harapan sepanjang pembaktian hidupnya dalam membiara dituturkannya, “Saya hanya merindukan menjadi seorang pendoa yang sungguh-sungguh menjadi penyalur rahmat bagi banyak orang, bisa menjadi seorang pribadi yang sungguh berguna bagi diri, keluarga, gereja dan dunia. Dan jika saya meninggal saya ingin menjadi kudus, tapi itu rasanya masih jauh dari bisa menjadi kudus,’ ungkapnya yang disusul sipu malu dalam senyumnya yang bersahaja.

4 Oktober 2016, tercatat tepat 25 tahun ia berkarya. Berbagai cobaan dan rintangan silih berganti menghampiri, namun tangan Tuhan kiranya terus bekerja, menjaga ia setia pada panggilan imannya. Selamat berkarya, Suster. Tetaplah menjadi pendoa kami semua. (Hes) 

NB: (*) kutipan tulisan Pramoedya Ananta Toer dalam Tetralogi Pulau Buru: Rumah Kaca.   
Biodata Singkat

Nama: Yosefina Basildis Anu Pawe.
Tempat tanggal lahir: Flores, Bajawa Mataloko, 31 Maret 1962 
Tahun 1977 tamat SD Katolik Toda Belu II.
Tahun 1981 Masuk SMP Kartini Mataloko.
Tahun 1982 pindah ke SMP Immaculata Ruteng Manggarai.
Tahun 1983 masuk ke SPK (Sekolah Pendidikan Kesehatan) di Lela Maumere.
Setelah tamat, bekerja di Rumah Sakit St. Gabriel Kewapante Maumere, sebagai pembantu bidan bersama Sr. Solmaris, S.Sps selama 2 tahun.
Pada tahun 1987 berkenalan dengan biara Providentia melalui majalah Hidup. 
Tanggal 6 Agustus 1988 berangkat ke Singkawang bersama Sr. Emiliana SFIC dan diantar ke biara Providentia oleh Sr. Paulin SFIC.
Tanggal 6 Agustus 1988: masuk sebagai calon (aspiran)
Tanggal 29 September 1988: Masuk Postulan
Tanggal 4 Oktober 1989: Masuk Novis
Tanggal 4 Oktober 1991: mengikrarkan Kaul sementara.
Tahun 1991-1992 tinggal di Biara St. Klara Sarikan Anjungan.
Tahun 1993 kembali ke Biara Providentia Singkawang.
Tanggal 4 Oktober 1994: Mengikrarkan kaul kekal meriah.
Tahun 1996 di tugaskan kembali ke Biara St. Klara Sarikan Anjungan.
Tahun 1997 kembali ke Singkawang.
Tahun 2003 ditugaskan kembali ke Biara St. Klara Sarikan Anjungan.
Tahun 2005 kembali ke Biara Providentia Singkawang sampai saat ini.
Tanggal 4 Oktober 2016, genap 25 tahun hidup kaul membiara.


      


18 Feb 2020

Fransiskus Assisi Gelar Pesta Syukur Episkopat Uskup Agung Keuskupan Agung Pontianak


PESTA SYUKUR 20 TAHUN EPISKOPAT MGR AGUSTINUS AGUS 

SINGKAWANG – "Instaurare Omnia in Christo," itulah moto yang digunakan Mgr Agus saat ditahbiskan menjadi Uskup Sintang 20 Tahun yang lalu yang berarti membangun kembali semua di dalam Kristus. Hal ini disampaikannya saat pesta syukur 20 tahun tahbisan episkopat yang digelar di Paroki St Fransiskus Assisi Singkawang pada Sabtu sore, 15 Februari 2020.
Acara ini dibuka dengan tarian bertajuk Pasti ke Singkawang yang disajikan dengan begitu apik oleh OMK St Fransiskus Assisi Singkawang.

Giat syukur ini dihadiri Drs. Libertus Merep, M.Si., staf ahli hukum, politik, dan pemerintahan, mewakili Walikota Singkawang yang berhalangan hadir saat itu. Di kesempatan itu tampak pula ketua DPRD Kabupaten Bengkayang, Fransiskus, M.Pd, anggota DPRD Provinsi Kalbar Bong Cin Nen, S.Pd., dan Drs. Ahyadi, M.Si., Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi Kota Singkawang.

Acara yang digelar tepat pukul 16.00 WIB itu juga dihadiri oleh lebih kurang 300 tamu undangan dari berbagai wilayah antara lain Nyarumkop, Sambas, Bengkayang, Sekura, berbagai stasi, dan perwakilan 14 lingkungan di Paroki Singkawang. Tercatat sejak pukul 15.00 WIB, para tamu sudah begitu antusias memadati area pesta syukur dua dasawarsa Tahbisan Episkopat Uskup Agung yang bertempat di halaman Gereja St Fransiskus Assisi Singkawang. 



MISA SYUKUR 20 TAHUN TAHBISAN EPISKOPAT MGR AGUS

Pesta syukur yang digelar pada Sabtu, 15 Februari 2020 berlanjut pada misa kedua, Minggu, 16 Agustus 2020. Diawali perarakan dari halaman gereja oleh misdinar, para petugas misa, para pastor konselebran, dan uskup sendiri sanggup menyita seluruh pasang mata umat yang hadir untuk mengikuti Misa perayaan syukur dengan khusyuk. Bertindak sebagai selebran utama, uskup agung, didampingi oleh imam konselebran lain yakni Pastor Stephanus Gathot Purtomo, OFMCap., Pastor Yosua Boston Sitinjak, OFMCap., Pastor Felik, OFMCap., Pastor Cahyo Widyanto, OFM.Cap., Pastor William Chang, OFMCap., Pastor Sahut, Pr., Pastor Alexius Alex Mingkar, Pr., Dan juga Romo Jesuit, yakni Romo Thomas Salimun Sarjumunarsa, SJ. 


Dalam homilinya, putra kedua dari pasangan Markus Budjang dan Maria Djoi ini mengungkap berbagai tantangan yang dihadapinya saat menjadi imam maupun ketika ia telah menjabat sebagai uskup. "Banyak sekali tantangan dan rintangan, suka duka yang dihadapi saat menjadi uskup selama 20 tahun," ungkapnya. 


Tak putus ia berharap, saat bertugas dimana pun, pribadinya mampu menjadi pemersatu umat Katolik maupun menjadi sosok pembawa kesatuan antar umat beragama, karena baginya keberagaman dan toleransi adalah suatu nilai penting agar bisa tetap menjaga persatuan dan kesatuan di bumi Kalimantan ini.


Dalam senandika maupun homilinya juga, Mgr Agus sempat meluruskan berita yang terlanjut viral di media sosial akhir-akhir ini, bahwasanya Sri Paus akan mengunjungi Kalimantan Barat. Beliau menegaskan hal itu adalah suatu yang tidak mungkin terjadi disebabkan kunjungan Sri Paus di Indonesia begitu singkat, lebih kurang hanya 2 jam di ibukota dan 2 jam di Ambon. Setelah lawatan singkat itu paus akan segera meninggalkan Indonesia untuk jadwal kunjungan ke negara lain. 

Usai perayaan Misa, seluruh umat diundang untuk ikut serta dalam kegembiraan pesta syukur. Panitia bersama lingkungan telah menyediakan jamuan yang dapat dinikmati bersama. Semua bergabung dalam suka cita.


Akhirnya, selamat atas ulang tahun tahbisan episkopat ke-20, mari kita selalu mendoakan Bapa Uskup Mgr Agustinus Agus agar semakin diberkati dan dilimpahi rahmat kesehatan dan panjang usia agar dapat melayani umat se-antero Keuskupan Agung Pontianak. "Instaurare Omnia in Christo" (Cinda)



10 Sep 2015

MISA SYUKUR UNTUK INDONESIA

MISA SYUKUR UNTUK INDONESIA


Derap langkah kaki yang tegap dan ritmis diperlihatkan oleh 17 siswa-siswi  SMA Santo Ignasius Singkawang.  Mereka dipilih dan didapuk sebagai “paskibra” yang membawa 17 bendera Merah Putih. Angka 17 sengaja dipilih sebagai lambang dari tanggal 17 Agustus. Perarakan mereka memasuki gereja paroki Singkwang mengawali Misa Syukur Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia. Acara yang dimulai pukul 18.00 sore pada hari Minggu 16 Agustus 2015 itu dihadiri oleh kebanyakan kaum muda. Hujan yang sempat mengguyur kota Singkawang beberapa jam sebelumnya tidak menyurutkan langkah anak muda untuk mengikuti gelaran peringatan kemerdekaan RI kali itu. Sejak awal semangat nasionalis dibangkitkan oleh paduan suara Orang Muda Katolik Singkawang yang mengiringi perarakan 17  Sang Merah Putih dengan lagu Satu Nusa Satu Bangsa dan lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Dengan berdiri tegak umat yang hadir di dalam gereja pun larut dalam suasana penuh khidmat.

Misa syukur HUT Kemerdekaan RI tahun ini memang dikemas secara khusus oleh Orang Muda Katolik sebagai panitianya. Diawali dengan upacara penghormatan kepada bendera Merah Putih dan pembacaan teks Proklamasi, gelaran dilanjutkan dengan misa syukur. Dalam kotbah singkatnya, Pastor Stephanus Gathot mengingatkan bahwa mengisi kemerdekaan tidak hanya sekedar mengikuti upacara bendera.  Mengutip tema nasional “Ayo Kerja”, Pastor Gathot mengajak umat untuk beraksi nyata. Mengisi kemerdekaan Republik Indonesia  adalah  dengan bekerja sesuai dengan tugas panggilan masing-masing. “Semoga dengan bekerja nyata, kita bisa menciptakan kebaikan untuk sesama sehingga kita bisa mengembalikan apa yang menjadi hak kaisar dan apa yang menjadi hak Allah,” pungkas P. Gathot dalam kotbahnya.



Lain dari biasanya, selesai kotbah Misa syukur diselingi dengan pembacaan puisi. Henri Permadi yang diberi kepercayaan, membawakannya dengan penuh ekspresif. Dalam puisinya anak muda yang gemar bermain bulutangkis ini memaparkan fakta adanya kesenjangan yang terjadi di Republik ini. Maka dia mengajak yang kuat untuk membantu yang lemah. Dengan demikian akan tercipta keseimbangan sehingga sebagai bangsa kita patut berbangga dengan Sang Merah Putih yang senantiasa berkibar.

Untuk mengiringi penerimaan komuni, jiwa patriotis dibangkitkan kembali oleh paduan suara. Kali ini mereka menyanyikan lagu-lagu populer yang bertemakan tentang Indonesia. Lagu Bendera-nya Coklat, Gebyar-Gebyar-nya Gombloh dan Jadilah Legenda-nya Superman Is Dead mengalun semarak memenuhi ruangan gereja. Pembawaan yang ditata dengan apik menyihir umat yang hadir. Tanpa dikomando mereka pun larut dalam suasana dan ikut bernyanyi bersama. Maklum lagu-lagu ini sangat akrab untuk telinga anak muda. Profisiat untuk Orang Muda Katolik yang telah mengekspresikan jiwa mudanya dalam Misa syukur HUT Kemerdekaan RI. Semoga Perayaan Misa syukur ini menjadi motivasi untuk berkarya nyata bagi Indonesia tercinta. (Steph)

19 Agu 2018

KURSUS MEMBANGUN RUMAH TANGGA DALAM LINGKUP GEREJA

KURSUS MEMBANGUN RUMAH TANGGA DALAM LINGKUP GEREJA





Pernikahan Katolik, monogami dan tak terceraikan. Berlatar belakang itulah Kursus Persiapan Pernikahan (KPP) yang kini berubah nama menjadi Kursus Membangun Rumah Tangga (MRT) digelar oleh gereja Katolik, tidak terkecuali Gereja Katolik Santo Fransiskus Assisi Singkawang.

Bertempat di Gedung Dewan Pastoral Paroki, kegiatan yang sudah memasuki angkatan ke XIII ini digelar pada Sabtu-Minggu, 18-19 Agustus 2018, dan kali ini diikuti oleh 9 pasang calon mempelai yang hendak membangun bahtera rumah tangga.

Dijumpai di kesempatan yang sama pada saat kegiatan berlangsung, Helaria Helena, A.Ma., selaku koordinator menyampaikan bahwasanya aktivitas yang kini rutin digelar beberapa kali dalam setahun ini merupakan salah satu program gereja di seluruh Indonesia. "Kegiatan ini berisi berbagai hal, yang pertama membahas tentang hukum kanonik, pernikahan dalam Katolik, ekonomi keluarga, kesehatan alat reproduksi, dan psikologi keluarga yang dalam hal ini membahas keseluruhan rangkuman dan diasuh oleh saya sendiri. Seluruh hal yang tim kami sampaikan bersumber dari buku Amoris Laetitia. Kegiatan ini juga dilaksanakan selama kurang lebih 2 jam dalam setiap pertemuan dan kita mengambil kebijakan menggelar kegiatan setiap Sabtu dan Minggu. Hal ini mengingat hari lain adalah hari kerja, " ujar wanita cantik yang juga merupakan pegawai Departemen Agama.

Di samping itu beliau juga menegaskan bahwa kursus MRT ini tidak hanya melingkupi pasangan yang akan segera melaksanakan pernikahan, namun boleh juga diikuti oleh pasangan dewasa yang berada dalam taraf penjajakan. "Jika sudah mengikuti kursus ini akan mendapat sertifikat, karena tanpa sertifikat maka tidak akan bisa mendaftar pernikahan kanoniknya nanti," lanjut wanita yang juga aktif dalam wadah WKRI cabang Singkawang ini.


Dicecar mengenai harapan digelarnya kegiatan bimbingan ini beliau mengungkap, "Kita mengadakan bimbingan ini untuk memperkecil kemungkinan perceraian antarpasangan dalam keluarga dan tentunya memberikan berbagai arahan bagaimana menjaga keharmonisan rumah tangga, karena belakangan ini banyak pasangan muda yang baru menikah sudah bercerai, jadi kita berusaha untuk bisa mengatasi dan menghindari hal-hal semacam itu," pungkasnya. (Hes)



3 Sep 2018

KEMERIAHAN PAROKI SINGKAWANG MENYAMBUT BULAN KITAB SUCI NASIONAL 2018

KEMERIAHAN PAROKI SINGKAWANG MENYAMBUT BULAN KITAB SUCI NASIONAL 2018




Ada yang berbeda dari Misa Ekaristi kedua pada Minggu, 2 September 2018. Misa kali ini yang mendaulat Pastor Stephanus Gathot Purtomo, OFM.Cap sebagai selebran utama merupakan misa pembukaan Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN) 2018. Perbedaan yang begitu menarik perhatian adalah ketika para petugas misa menggunakan baju adat dari berbagai daerah di Indonesia. 

Tercatat 6 orang mengenakan baju adat masing-masing daerah antara lain dari suku Batak, Dayak Kanayatn, Flores, Manado, Jawa, dan Dayak Kapuas Hulu, maju ke mimbar membacakan kutipan Injil yang berbunyi, "Pergilah beritakanlah Injil kepada segala makhluk," dengan bahasa daerahnya masing-masing. Di samping itu petugas misa lainnya yaitu lektor, petugas pengantar persembahan, petugas kolektan dari Kring St Paulus, paduan suara dari Kring Sta Elisabet, penari dan pemain musik dari anak-anak asrama juga tak kalah semarak mewarnai gereja St Fransiskus Assisi Singkawang dengan mengenakan baju daerah pada saat bertugas dalam misa. Hal ini tak lepas dari tema BKSN 2018 yang digagas oleh Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) yaitu "Mewartakan Kabar Gembira dalam Kemajemukan". 

Selain merupakan misa pembukaan BKSN 2018, pada misa yang berdurasi lebih kurang 1,5 jam ini juga dilakukan pelantikan terhadap pengurus Badan Pelayanan Pemakaman Katolik Singkawang (BPPKS) masa bakti 2017-2022. Di sela pelantikan, Pastor Paroki yang juga merupakan ketua BPPKS menyematkan harapan terhadap kinerja para anggota yang diharapkan mampu memberikan pelayanan jauh lebih baik bagi umat. 

Tak sampai di situ, pada pukul 14.00 Gereja Katolik Paroki Singkawang juga menggelar pawai pembukaan Bulan Kitab Suci Nasional 2018.  Pawai dalam rangka pembukaan BKSN ini sudah 2 tahun berturut-turut digelar, dan pada tahun 2018 ini diikuti lebih banyak peserta. Tercatat sebanyak 2047 peserta pawai dari berbagai kalangan baik dari biarawan biarawati berbagai ordo, persekolahan, stasi, kring, kelompok doa, perkumpulan aktivis gereja, maupun instansi turut memeriahkan pawai pembukaan BKSN 2018. 

Pawai yang dilepas oleh pastor paroki ini memulai start dari halaman persekolahan SDS Suster ini menempuh rute yang cukup panjang, mengelilingi Kota Singkawang yang akhirnya finish di halaman gereja. Tidak hanya sekadar pawai saja, namun tahun ini panitia penyelenggara BKSN 2018 juga menyiapkan berbagai bingkisan hadiah bagi peserta pawai dengan penampilan terbaik. (Nat) 













3 Sep 2019

WALIKOTA TURUT SERTA PAWAI BKSN 2019 DI PAROKI SINGKAWANG

Minggu, 1 September 2019. Menghidupi semangat Santo Fransiskus Assisi pelindung pelestari lingkungan dan pelindung Gereja Katolik Singkawang, gereja yang beralamat di Jalan P. Diponegoro no 1 itu sukses menggelar pawai Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN) 2019 bertema ekologi. 

Pawai yang disemarakkan dengan berbagai kostum dan properti daur ulang barang-barang bekas ini begitu istimewa karena dibuka dan diikuti oleh Walikota Singkawang, Tjhai Chui Mie, S.E., M.H., didampingi Kapolres Singkawang AKBP Marcelino Ronald Masengi, S.IK., M.H., Pastor Paroki Singkawang, Stephanus Gathot Purtomo, OFM. Cap., dan juga jajaran Forkopimda Kota Singkawang.

Pawai yang menempuh rute start dari SD Suster, Jalan Diponegoro, Jalan Budi Utomo, Jalan Bawal, Jalan Sejahtera, Jalan Diponegoro, dan berakhir di halaman Gereja St Fransiskus Assisi ini diikuti sekitar 3000 peserta. Berbagai instansi, sekolah, dan umat lingkungan ikut turun ambil bagian dalam pawai yang menyesuaikan tema BKSN 2019 yaitu Mewartakan Kabar Baik di Tengah Krisis Lingkungan Hidup. Di sela sambutannya, Walikota juga menegaskan mendukung gerakan yang digagas oleh Gereja Katolik Singkawang mengenai pembiasaan disiplin mengurangi penggunaan plastik dalam kehidupan sehari-hari. Beliau mengungkap keyakinannya berkaitan dengan disiplin yang dimulai dari diri sendiri dan lingkungan dapat mengantarkan Kota Singkawang tidak hanya menjadi kota paling toleran se-Indonesia, namun juga menjadi kota terbersih se-Indonesia.

Pawai ini merupakan penanda pembuka rangkaian kegiatan BKSN 2019 dan menjadi wadah sosialisasi sekaligus berkreasi umat gereja yang sudah dilakukan selama tiga tahun berturut-turut. (Hes)


Photo by Cinda

9 Jul 2019

PENERIMAAN SAKRAMEN KRISMA DAN PELANTIKAN PENGURUS DPP ST FRANSISKUS ASSISI SINGKAWANG 2019-2022 OLEH USKUP AGUNG KEUSKUPAN AGUNG PONTIANAK




Singkawang, Minggu, 7 Juli 2019. Sebanyak 181 orang boleh merasa sangat berbahagia karena baru saja menerima tanda penguatan berupa Sakramen Krisma dari Uskup Agung Keuskupan Agung Pontianak, Mgr. Agustinus Agus di Gereja Katolik St Fransiskus Assisi Singkawang. Para penerima Sakramen Krisma kali ini cukup istimewa karena dari para penerima Sakramen Penguatan tersebut terdiri dari berbagai kalangan usia. Jika biasanya Sakramen Krisma ini didominasi oleh usia remaja, namun kali ini hampir 1/3 penerima Sakramen ini adalah kalangan yang sudah berusia lanjut. Dalam khotbahnya, Uskup Agung mengungkap dengan diterimakannya Sakramen Krisma ini, kita disadarkan bahwasanya kita itu lemah. Bertindak sebagai konselebran misa pada kesempatan kali ini adalah Pastor Paroki Singkawang, Pastor Stephanus Gathot Purtomo, OFM.Cap. 

Tak berhenti pada penerimaan Sakramen Krisma, di kesempatan yang sama juga digelar pelantikan pengurus Dewan Pastoral Paroki (DPP) masa bakti 2019 – 2022 berdasarkan surat keputusan Uskup Agung Pontianak No 181.SK/SKR.KAP/VI/2019 yang bersumber dari Kitab Hukum Kanonik 1983, Kanon 536 tentang pembentukan Dewan Pastoral Paroki  dan partisipasi umat beriman Kristiani pelaksana reksa pastoral paroki. Adapun tugas-tugas pengurus DPP adalah segala hal yang berkaitan dengan liturgia, keryma, diakonia, koinonia, martyria serta mewartakan Injil sebagai inti pewartaan gereja. 

Berikut ini adalah susunan nama para pengurus DPP Santo Fransiskus Singkawang, Keuskupan Agung Pontianak, masa bakti 2019 – 2022:

I. PENGURUS HARIAN
1. Ketua Umum : Pastor Stephanus Gathot Purtomo, OFM.Cap. (Pastor Kepala Paroki Singkawang)
2. Sekretaris : Ns. Ignatius Nandang, S. Kep
Wakil Sekretaris : Drs. Titus Pramana, M.Pd.
3. Bendahara : Pastor Stephanus Gathot Purtomo, OFM.Cap.
Wakil Bendahara : Elisabet Buntoro

II. KETUA-KETUA BIDANG
1. KETUA BIDANG PERSEKUTUAN (KOINONIA)
Ketua :  Aben, S.Ag.
Seksi Kepemudaan : Trifonia Afridiana, A.Md, Kep.
Seksi Kerasulan Keluarga: Helaria Helena, A.Ma.
Sekami : Febronia Fatwati
Sekolah Minggu : Elisabeth Suharijani, A.Ma.

2. KETUA BIDANG KATEKESE (KERYGMA)
Ketua : Sumarni, S.Ag.
Seksi Pendidikan : R. Sitinjak, S.Ag.
Seksi Komunikasi Sosial : Natalia Hesty T.H., M.Pd.
Seksi Kerasulan Kitab Suci : Kristiani Murty, S.Ag.
Seksi Katekese : Adiran, S. Ag.

3. KETUA BIDANG PELAYANAN SOSIAL (DIAKONIA)
Ketua : dr. Liem Fong Chung
Seksi Kesehatan : dr. Tatang Supriana
Seksi Pengembangan Ekonomi : Hermanto Halim, S.E.
Seksi Perbendaharaan/aset : Robertus Adun

4. KETUA BIDANG PERIBADATAN (LITURGI)
Ketua : Stefanus Cahyadi, S.Ag.
Seksi Paduan Suara : Dra. Lucia Sutiono, M.M.
Seksi Pemazmur : Yuvita
Seksi Lektor : Dra. Lusiana Lidwina, M.M.

5. KETUA BIDANG MARTIRYA
Ketua : Drs. Benedictus Saidin
Seksi Panggilan : Br. Baptista, MTB
Seksi Hub AntarAgama : Aloysius Kilim, S.Ag.
Seksi Humas : Christian Valentino, S.H.
Seksi Keamanan : Gregorio Bambang

III. KETUA LINGKUNGAN
1. Ketua Lingkungan Santa Maria : Ridwan
2. Ketua Lingkungan Santa Theresia : Albertus
3. Ketua Lingkungan Santa Anna : Welly
4. Ketua Lingkungan Santa Caeilia : Asun AR
5. Ketua Lingkungan Santa Elisabeth : V. Marsiana
6. Ketua Lingkungan Santa Clara : Herkulanus, S.Ag.
7. Ketua Lingkungan Santo Yohanes : Aloysius Wahyu Tri Broto
8. Ketua Lingkungan Santo Paulus : Arry Hariadi, Apt
9. Ketua Lingkungan Santo Thomas : Suhartanto
10. Ketua Lingkungan Santo Clement : Idman
11. Ketua Lingkungan Santo Yoseph : Elisabeth Chen
12. Ketua Lingkungan Santo Fransiskus Assisi : Emilius Hardiyanta
13. Ketua Lingkungan Santo Leo Agung : Tobias, S.Sos.
14. Ketua Lingkungan Putra Daud : Fidelia Ngunadi

IV. KETUA STASI
1. Stasi Roban : Stephanus Aldriatno
2. Stasi St Paulus Sijangkung : Romanus, S.H.
3. Stasi St Michael Pangmilang : Vincentius Aplus
4. Stasi St Kristoporus Sagatani : Bartolomeus Solomon
5. Stasi St Clara Mayanus : Hendrikus Sinsoi Aman
6. Stasi St Maria Bunda Yesus : Rafael R.
7. Stasi St Dionisius Mandor : F. Sius
8. Stasi St Thomas Sebandut : Aphin
9. Stasi Cahaya Kristus Sarangan : Albertus Apuan
10. Stasi St Caecilia Medang : Epiphania Nuniani
Anggota : Lidia
11. Stasi St Gregorius Agung Capkala : Fransiskus
Anggota : Adrianus, Sebastianus
12. Stasi St Pio Parit Baru : Barnabas Salimin
13. Stasi Hati Kudus Yesus Setanduk : Samara
14. Stasi St Yoseph Aris : Apolonius Andus
Anggota : Antonius
15. Stasi Trans SP 1 : Herlina Elisabeth
16. Stasi Trans SP 2 : Angselmus Adi

V. KELOMPOK RELIGIUS
1. Kongregasi Bruder MTB : Br. Baptisa, MTB
2. Kongregasi Suster SFIC : Sr. Ursula, SFIC
3. Ordo Fransiskan Sekuler OFS : Yohanes Kaswin

VI. KELOMPOK KATEGORIAL
1. Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) : Helaria Helena, A.Ma.
2. ISKA : Kuria Rosa Mustica
3. Legio Presidium Ratu Rosario Yang Amat Suci : Yohana Tina
4. Presidium Ratu Para Malaikat : Bibiana, A.Md, Kep
5. New Katekumen : Elisabeth Cen, Yohana Maria
6. Santa Monika : Emilia Karsiah
7. BPPKS : Frumentius, S.H.
8. Bapakat : Arianto Ari
9. Sekami : Gregoria Laura Wivanda
10. Pemuda Katolik : Marsianus Dismas
11. OMK : Sinta

Usai misa perayaan Ekaristi istimewa berisikan penerimaan Sakramen Krisma dan Pelantikan DPP, digelar ramah tamah di halaman Gereja Katolik Paroki Singkawang yang diikuti oleh seluruh umat yang hadir pada misa kedua. 

Selamat bagi para penerima Sakramen Krisma, semakin dikuatkan dalam iman dan keyakinan, dan selamat berkarya bagi para pengurus DPP masa bakti 2019 – 2022. Tuhan beserta kita! (Hes)     



3 Sep 2015

INDAHNYA BERBAGI KEBAIKAN

INDAHNYA BERBAGI KEBAIKAN





Singkawang, 16 agustus 2015. Dalam rangka menyambut Hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-70, OMK Santo Fransiskus Asisi Singkawang bekerja sama dengan WK (Wanita Katolik) yang dibantu anggota PMI mengadakan Galang donor darah. Selain bertujuan untuk memperingati HUT Repoblik Indonesia yang ke-70 kegiatan ini juga merupakan wujud kepedulian OMK akan pentingnya berbagi dalam kebaikan. Dengan diselengarakannya kegiatan semacam ini merupakan bentuk kepedulian umat, dalam hal berbagi untuk meringankan beban orang lain karena dengan setetes darah yang disumbangkan adalah bentuk ambil bagian dalam karya penyelamatan Allah bagi saudara kita yang membutuhkan bantuan darah, seperti Yesus meneteskan darah di kayu salib untuk menyelamatkan kita umat manusia.  

Di edisi ini OMK mengangkat tema SETETES DARAHMU MENYELAMATKAN NYAWAKU. Kegiatan ini disambut baik serta mendapat respon positif oleh umat Khatolik. Hal ini dapat dilihat dari semangat dan antusiasme umat untuk mendonorkan darahnya usai perayaan misa ke-2 minggu lalu. Serentak usai perayan misa umat berbondong-bondong menuju posko donor darah, yang bertempat di Gedung Paroki Gereja Santo Fransiskus Assisi Singkawang. 

Canda dan kegembiraan tidak terlewatkan mewarnai kegiatan aksi donor darah kali ini, yang dapat dilihat dari ekspresi gembira yang terpancar melalui mimik wajah pendonor karna niat baik ini memang keluar dari dalam hati mereka masing-masing untuk menyumbangkan darah mereka secara suka rela. Keseruan lainnya juga dapat dilihat dari ramainya antrian pendaftar hingga antrian cek kesehatan yang merupakan sebagai persyaratan sebelum mendonorkan darah. Dengan melakukan pemeriksaan tensi sebelum donor, kita bisa mengetahui kondisi kesehatan sehingga kita bisa menjaga kesehatan secara lebih baik. Adapun manfaat dari donor darah itu sendiri ialah selain menjaga kesehatan jantung, dapat juga untuk meningkatkan produksi sel darah merah dan dapat menurunkan berat tubuh serta mendapatkan kesehatan pisikologi. 

Kegiatan ini merupakan wujud keiklasan dan kepedulian umat untuk saling membantu satu sama lain. Ini merupakan kali kedua OMK Santo Fransiskus Assisi mengadakan kegiatan galang donor darah, namun tidak kalah seru dengan pelaksanaan yang pertama karna dapat dibuktikan dari semangat dan antusiasme umat untuk mendonorkan darahnya. Berikut persyaratan agar seorang dapat mendonorkan darahnya: usia dari 17 sampai 60 tahun, berat badan minimal 45 kilogram, temperatur tubuh 36,6-37,5 derajat Celsius, tekanan darah sistole berkisar 70-100 mm Hg, Hb minimal 12,5 gram, tidak sedang hamil, menyusui, haid, mengidap penyakit hepatitis B&C, HIV AIDS, Sifilis, jumlah penyumbangan darah sekurang-kurangnya 3 bulan kemudian setelah donor. 

Kegiatan semacam ini merupakan agenda tahunan sejak tahun lalu, yang digelar di gedung paroki Santo Fransiskus Assisi Singkawang. Harapan ke depan agar kegiatan ini dapat berjalan maju serta bekerjasama dengan dukungan dari umat yang mau berbagi dalam hal kebaikan. Ujar salah satu panitia pelaksana ketika kami temui di tempat. (Adrian)

10 Sep 2015

HUT KE-2 PWK SANTA MONIKA : BAZAR DAN AKSI DONOR DARAH

HUT KE-2 PWK SANTA MONIKA : BAZAR DAN AKSI DONOR DARAH


PWK (Perhimpunan Warakawuri Katolik) Santa Monika  merupakan paguyuban dari ibu-ibu single parent (mengasuh anak seorang diri) dan para janda yang ditinggal oleh suami mereka.  Perasaan kehilangan dan ditinggalkan oleh pasangan yang sangat dicintai, membuat hidup terasa sendiri dan diliputi kesedihan.  Dengan situasi ini, mereka terpanggil untuk berkumpul bersama-sama saling berbagi dan mendukung. Oleh karena itu, para pelopor (Ibu Emmiliana Karsiah, dkk) membentuk PWK Santa Monika. Kegiatan PWK Santa Monika ini dikhususkan dalam doa  dan devosi. Melalui doa dan devosi, serta kunjungan ke rumah para anggotanya, diharapkan menjadi sumber penguatan dan penghiburan. Doa berperan sangat penting untuk pertumbuhan rohani bagi mereka yang dilanda kesepian. Perlu saling meneguhkan dan menolong satu sama lain, terutama bagi mereka yang sedang ditimpa kesusahan.

Pada tanggal 27 Agustus 2015, PWK Santa Monika merayakan Hari Ulang Tahunnya yang ke-2.  Dalam perayaan HUT kedua tersebut, PWK Santa Monika menggelar ‘bazar’ selama sebulan penuh. Dimulai dari Minggu pertama pada awal bulan Agustus sampai akhir bulan (30 Agustus 2015). Dalam kegiatan bazar ini, dijual beraneka ragam jajanan pasar, baju/kemeja batik, benda-benda rohani dan aksesoris lainnya. Selain itu, ada aksi donor darah (16 Agustus 2015) dan sekaligus memperingati HUT Republik Indonesia ke-70. Aksi sosial donor darah menjadi bentuk kepedulian umat paroki Singkawang yang mempunyai makna berbagi pada sesama. Setetes darah kita dapat menyelamatkan nyawa lainnya. Kita sebagai bangsa Indonesia terlebih umat Katolik, harus memiliki hati yang peduli terhadap kebutuhan sesama. Kita dapat memberikan apa yang dapat kita berikan melalui berbagai bentuk pelayanan/tindakan kasih lainnya. Mengutamakan mereka yang lemah dan terpinggirkan, menjadi bagian dari karya Kristus di tengah kehidupan bermasyarakat. Aksi donor darah merupakan pemberian diri kita dalam semangat kemerdekaan untuk mendarmabaktikan pada sesama. Sejatinya kita adalah satu. Satu bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa yaitu Indonesia.

Selamat Ulang Tahun Ke-2 PWK Santa Monika. Semoga semakin dikuatkan dalam doa. Selalu memiliki hati yang tak jemu-jemunya melayani Tuhan dan sesama.  Selamat Ulang Tahun Indonesia ke-70 semoga semakin jaya sentosa. Merdeka! (SHe)






17 Agu 2015

DIRGAHAYU REPUBLIK INDONESIA KITA BERSAMA


Gereja Katolik Santo Fransiskus Assisi mengucapkan :

SELAMAT MEMPERINGATI HARI KEMERDEKAAN INDONESIA KE-70 TAHUN

SEMOGA INDONESIA KITA

MEMILIKI SEMANGAT MERDEKA

JIWA, RAGA , MENTAL DAN SPIRITUAL

SEGALA KEBAIKAN DAN KEMAKMURAN

BERTUMBUH SUBUR DI NEGERI KITA

KESADARAN BERBAGI DI DALAM 

CINTA KASIH DAN DAMAI

PERSATUAN








19 Sep 2018

PELANTIKAN PENGURUS RANTING WKRI PAROKI ST FRANSISKUS ASSISI

PELANTIKAN PENGURUS RANTING WKRI PAROKI ST FRANSISKUS ASSISI


Minggu, 16 September 2018. Usai menyampaikan homili, Pastor Stephanus Gathot Purtomo, OFM.Cap selaku pastor paroki didaulat melantik para pengurus ranting Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) yang berada di lingkup Paroki Singkawang.

Terdapat tujuh ranting WKRI yang dilantik pada kesempatan itu. Ketujuh ranting tersebut meliputi Ranting St Thomas, Ranting Klement, Ranting St Fransiskus Assisi, Ranting St Paulus Sijangkung, Ranting Pangmilang, dan Ranting St Petrus Roban. Pada kesempatan itu prosesi dibuka dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, disusul dengan pembacaan Surat Keputusan (SK) Pengangkatan, pelantikan, pengucapan ikrar pengurus yang dipimpin oleh Ketua Cabang WKRI Paroki Singkawang yakni Ibu Helaria Helena, A.Ma., penandatanganan berita acara oleh pastor paroki, ketua cabang WKRI, ketua dan wakil ketua ranting, dan ditutup dengan pemberkatan oleh pastor paroki.

Usai acara pelantikan digelar, rangkaian acara dilanjutkan dengan ramah tamah yang dilakukan di Gedung Dewan Pastoral Paroki. Hadir pula ketua WKRI area Singkawang, Bengkayang, Sambas yakni Ibu Dahlia yang didapuk menyampaikan sosialisasi pembekalan berorganisasi. (Nath)

















6 Jan 2019

PELANTIKAN PENGURUS WKRI RANTING SANTA ELISABETH DAN SANTO LEO AGUNG SINGKAWANG

Singkawang, Minggu 6 Januari 2019.
Telah dilaksanalan pelantikan pengurus WKRI ranting St Elisabeth dan St Leo Agung. Pelantikan yang dilaksanakan di sela misa ke dua di Gereja St Fransiskus Assisi ini diawali dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Usai lagu kebangsaan berkumandang prosesi pelantikan dilakukan dengan pembacaan SK pengangkatan, dilanjutkan dengan pembacaan ikrar yang dipandu oleh Ketua WKRI Paroki Singkawang, Ibu Helaria Helena, A.Ma. Setelah ikrar diicapkan, acara dilanjutkan dengan penandatanganan SK dan  pemberkatan yang dilakukan oleh Pastor Paroki Singkawang, Pastor Stephanus Gathot Purtomo, OFM.Cap. Sebagai penutup dinyanyikan Mars Wanita Katolik Republik Indonesia. (Hes)