Selamat Datang Di Website Resmi Paroki Singkawang - Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri istilah gereja. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri istilah gereja. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan

1 Nov 2015

TAK KENAL MAKA TAK SAYANG, SUDAH KENAL TAK JUGA SAYANG

TAK KENAL MAKA TAK SAYANG, SUDAH KENAL TAK JUGA SAYANG

Google Images.Jpg

Sebagian orang menganggap bahwa sebuah perkenalan adalah hal yang biasa. Benar-benar biasa hingga dapat dilakukan lain waktu, sebatas bersalaman dan tersenyum, mengatan Hi atau Hello lalu menghilang. Tapi kita tidak sedang bermain ‘salah-salahan’ atau pembenaran/justifikasi  terhadap hal itu. Terkadang memori menuntun kita untuk menjaga jarak terhadap dunia dan orang-orang yang baru kita temui. Ada juga orang yang lebih nyaman dengan dirinya sendiri dan puas dengan temannya saat ini, atau yang lebih mengerikan, ketakutan untuk bertemu dengan orang baru. 

Namun sejatinya, dalam perkenalan harus ada yang namanya tarik ulur. Bayangkan perkenalan terbaru sahabat being adalah dengan seorang pria/wanita yang  belum pernah sahabat being lihat di ‘dunia nyata’, mungkin pernah dilihat namun memori tentang dia mengendap terlalu dalam di alam bawah sadar. Sahabat being mendengar dari orang lain tentang namanya dan kebetulan dia menekuni hal yang being suka. Keinginan untuk mengetahui siapa sosok itu langsung merangsang hasrat sahabat being untuk bertemu dengannya. Apa yang akan sahabat being lakukan?

Ketika sahabat being berkenalan dengan seseorang, sahabat being biasanya mulai mempelajari nama orang tersebut. Sama benarnya berkenalan dengan Yesus. “Apa arti sebuah nama? Itu yang kita sebut sebuah mawar/ Dengan kata lain akan beraroma manis,”  tulis Shakespeare. 

Berkenalan dengan Yesus sama halnya berkenalan dengan orang lain. Sahabat being berani menyebut bahwa Yesus adalah anak Allah.  Setidaknya jika sahabat being  mengakui kepercayaan teistik. Lalu siapa yang berani menyebut bahwa kita semua bukan anak Allah? Ketika kita ingin mengenal Yesus, kita memberikan semua yang kita punya. Berserah seutuhnya. Meskipun di depan-Nya terkadang kita menampilkan atau menambahkan sejumput kepribadian lain yang sebenarnya bukan diri kita. Sadar atau tidak kita melakukannya. Kehadiran orang lain, persepsi sekitar, rasa simpatik dan hal-hal duniawi lain terasa lebih kuat sehingga di depan-Nya kita harus menampilkan topeng. Padahal Dia tahu betul siapa kita. Pernahkah sahabat being menyadari hal itu? Saya menyadarinya saat ini,..hehehe….

Begitu juga ternyata hal yang kita lakukan kepada sesama. Figur dan persepsi awal yang hinggap di sisi lain kepala ini memengaruhi intensi sahabat being untuk menerima atau menolak perkenalan. Baik secara verbal maupun lewat bahasa tubuh. Sahabat being melakukan itu sadar atau tidak. Seperti cerita di awal tadi, penolakan bisa saja terjadi terhadap keinginan sahabat being untuk berkenalan. Tidak semua orang bisa membuka diri dengan perkenalan. Persepsi awal yang sahabat being bangun sangat memengaruhi jalannya perkenalan. 

Berkenalan dengan anak-anak Allah yang lain sama halnya kita berkenalan dengan Yesus. Sahabat being  mengenal dulu namanya. Siapa itu Yesus? Dia divisualisasikan sebagai pria berambut panjang berwarna coklat, wajah teduh dan jambang serta kumis yang tumbuh di wajahnya. Kenapa digambarkan demikian? Padahal siapapun belum belum pernah melihat-Nya. Bolehkah sahabat being memvisualisasikan jika Yesus adalah sosok pria yang pendek, tambun, dengan potongan rambut rapi dan wajah bersih? Figur tentang sosok Yesus yang pertama begitu terpatri di dalam diri kita sehingga kita seolah-olah mengenal-Nya walaupun hanya dengan melihat gambar-Nya. Ada masa-masa ketika kita mempertanyakan pengaruh Yesus dalam diri kita, terutama ketika jatuh. Rasa tidak puas hadir ketika hasil yang kita dapatkan tidak sesuai dengan usaha dan doa yang kita lakukan. Persepsi awal kita tentang kebesaran-Nya terlalu tinggi sehingga kita hanya berharap hal yang baik saja yang datang pada diri kita. Inikah bentuk kalau kita sudah berkenalan dengan Yesus? 

Seorang teman pernah berkata “Salib itu ada untuk dipikul. Bukan untuk di jadikan beban. Dengan memikul salib kita akan terjatuh dan dalam dalam kejatuhan itu kita merasakan betapa besar kasih-Nya. Bukan ketika kita bahagia. Ketika Yesus terjatuh banyak yang ingin membantu-Nya, di situlah kita merasakan persaudaraan. Bukan ketika kita mampu berdiri tegak.” Sosoknya sederhana, namun dedikasinya untuk kehidupan sosial dan gereja, patutlah kita angkat topi.

Sahabat being, sebelumnya saya berusaha membayangkan seperti apa sosok Pemred “Likes”. Saya berusaha menggugah idealisme yang dimilikinya untuk menarik perhatiannya. Sayang, saya tidak bisa melakukannya pada Yesus, karena Dia telah mengambil ruang di dalam diri ini sehingga Dia tahu siapa saya, lebih daripada saya mengenal diri sendiri. 

Tak kenal maka tak saying, bahkan setelah berkenalanpun belum tentu sayang. Berkenalan dengan anak-anak Allah mungkin harus dilakukan perlahan. Sejatinya sedikit demi sedikit sahabat being akan membuka diri, bahkan ditambahkan dengan sedikit kamuflase jika perlu. Namun semuanya tetap harus dilakukan dengan tulus. Tujuannya bahwa kita ingin membiarkan orang lain menjadi bagian dari diri kita. Sehingga hidup ini menjadi bermakna. Seperti kata Pastor Paroki kita yang ganteng, “Jika tidak bisa menjadi pensil untuk menulis kebahagian orang lain, jadilah penghapus untuk menghapus kesedihan orang lain.”  Yang menjadi pertanyaan adalah, “Kenapa pensil? Kenapa bukan pena, Pastor?”

Kita semua bagian dari Yesus. Jika sahabat being membiarkan Yesus ada di dalam diri sahabat being dan sahabat being ada di dalam Dia, maka sahabat being juga harus siap menjadi bagian dari orang lain dan sebaliknya. Berkenalan dengan Yesus tidak bisa perlahan-lahan namun harus total. Tidak ada istilah menarik diri dari perkenalan dengan Yesus. Yesus sudah mengenal sahabat being dengan sangat baik namun masih butuh waktu yang panjang sampai sahabat being menyadari bahwa ternyata sahabat being  juga mengenal Yesus. Jika begitu kenapa tidak dicoba sambil berkenalan dengan anak-anak Allah yang lain? Meskipun anak Allah yang sedang sahabat being kenal itu tidak sesuai yang sahabat being bayangkan. Mungkin lewat  jalan itu kita bisa lebih kenal dengan Yesus. Dia hadir dalam baik dan buruknya dunia ini, manis dan pahitnya pengalaman, tulus dan liciknya manusia. Sebab Dia itu Tuhan. (Sabar Panggabean)

12 Sep 2016

Istimewanya Menjadi Misdinar

Istimewanya Menjadi Misdinar


Misdinar St Tarsisius Paroki Singkawang telah mengadakan rekoleksi yang bertemakan “Istimewanya Menjadi Misdinar” yang diadakan dari tanggal 8 s/d 9 Maret 2016 di GerejaParoki St Fransiskus Assisi Singkawang, tepatnya di Gedung Sekretariat Paroki. Acara rekoleksi kali ini diikuti oleh anggota Misdinar sebanyak 104 orang, Big Brothers Team, dan Frater Hendri.

Acara reoleksi tersebut ditujukan untuk semua anggota misdinar Paroki Singkawang untuk menyadari betapa istimewanya mereka menjadi seorang misdinar. Keistimewaan tersebut tentunya tidak bias dirasakan oleh semua anak didunia, bahkan anak-anak di sekitaran paroki kita pun belum tentu dapat merasakannya. Keistimewaan tersebut antara lain dapat melayani Tuhan secara lebih dekat dan akrab dalam Ekaristi Kudus, menjadi umat pertama yang menerima Tubuh Tuhan saat komuni, berkesempatan memakai pakaian liturgi, bisa berdiri, duduk, dan berlutut di sekitaran Altar Tuhan/Panti Imam, menjadi teladan atau contoh bagi umat dan lain-lain.

Rekoleksi dibuka dengan berdoa Rosario bersama di Goa Maria Paroki. Ujud-ujud yang disampaikan pun tak lepas dari kehidupan sehari-hari antara lain bagi para Misdinar, bagi orang sakit, bagi orang tua, bagi pendidikan para peserta, bagi Bapa Suci dan kaum biarawan/biarawati, bagi jiwa-jiwa di Api Pencucian,  dan bagi para pendosa yang belum tergerak hatinya untuk bertobat. Setelah itu, para peserta akhirnya dipecah menjadi    sembilan kelompok yang namanya diambil dari nama-nama peralatan saat Misa yang tentu nama tersebut tidak asing di telinga para Misdinar,  yaitu kelompok Tabernakel, Monstran, Ampul, Piala, Candella, Lonceng, Gong, Wiruk, dan Patena. Setelah pembagian kelompok,  acara dilanjutkan dengan santap malam bersama kemudian dilanjutkan dengan malam keakraban. Dengan dikomando oleh Big Brothers Team malam keakraban bias dilaksanakan dengan begitu menyenangkan di antaranya penampilan yel-yel tiap kelompok, beberapa permainan yang mengasah otak, dan lain-lain. Untuk menutup malam keakraban, acara dilanjutkan dengan refleksi dan ibadat malam yang dipimpin oleh Frater Hendri.

Antusias peserta terhadap acara rekoleksi sangat tinggi. Hal ini terbukti ketika jam tiga subuh para peserta sudah mempersiapkan diri untuk mengikuti kelanjutan rangkaian acara rekoleksi, padahal panitia sedianya menyediakan waktu untuk mempersiapkan diri mulai pukul 05.00 pagi.

Setelah persiapan pribadi, acara dilanjutkan denga ibadat pagi yang dipimpin oleh Frater Hendri, kemudian dilanjutkan dengan sarapan bersama. Setelah itu para peserta diajak untuk masuk ke dalam gedung paroki untuk menerima materi yang akan disampaikan oleh Frater Hendri seputar keistimewaan-keistimewaan yang dimiliki oleh seorang misdinar. Tentunya di sela-sela materi para peserta diajak untuk menyanyi dan menari bersama atau yang dikenal dengan istilah Ice Breaking demi memecah suasana yang mungkin saja menimbulkan rasa kantuk. Setelah menerima materi, panitia mengajak semua kelompok untuk menuliskan komitmen mereka pada sebuah kertas warna-warni dan menempelnya pada sebuah karton, kemudian harus dihias dengan menarik. Waktu yang diberikan oleh panitia sangat singkat, sehingga membuat para peserta sangat geregetan. Namun, hasilnya lumayan juga.

Setelah menuliskan komitmen mereka, dimulailah arak-arakan menuju gereja dengan membawa lilin bernyala dan meletakannya pada papan-papan di bawah Arca Maria Bunda Allah. Tahun Kerahiman Ilahi pun dimanfaatkan oleh para panitia. Hal tersebut terlihat dengan penerimaan sakramen tobat secara pribadi yang dibantu oleh tiga orang pastor yaitu Pastor Gathot, Pastor Marius dan Pastor Yeri.

Acara rekoleksi tahun 2016 ditutup dengan Misa Kudus yang dipimpin oleh Pastor Gathot. Setelah Misa, para peserta dipersilakan untuk berkemas-kemas. Semoga dengan acara rekoleksi tahun ini, para Misdinar di paroki kita semakin giat bertugas dan tidak takut salah ketika bertugas. Misdinar St. Tarsisius, Istimewa! (Nicolas Gratia Gagasi)