Selamat Datang Di Website Resmi Paroki Singkawang - Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut tanggal untuk kueri imam katolik. Urutkan menurut relevansi Tampilkan semua postingan
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut tanggal untuk kueri imam katolik. Urutkan menurut relevansi Tampilkan semua postingan

26 Nov 2016

Semangat OMK Keuskupan Agung Pontianak dalam INDONESIAN YOUTH DAY II MANADO 2016: Indonesian Youth Day 2016....Go IYD..Go IYD..Go IYD..

Semangat OMK Keuskupan Agung Pontianak
dalam INDONESIAN YOUTH DAY II MANADO 2016:   
Indonesian Youth Day 2016....Go IYD..Go IYD..Go IYD..

IYD atau Indonesian Youth Day adalah Hari Orang Muda Se-Indonesia yang merupakan perjumpaan OMK Se-Indonesia. Acara ini digagas oleh Komisi Kepemudaan Konferensi Waligereja Indonesia dan disetujui oleh para Uskup. IYD pertama kali diselenggarakan pada tahun 2012 di Sanggau. Melihat semangat dari kaum muda pada IYD yang pertama, maka disepakati bersama untuk melaksanakan kegiatan akbar ini setiap lima tahun sekali. Kegiatan Indonesian Youth Day II pun disepakati untuk dilaksanakan di Keuskupan Manado pada tahun 2016 dengan tema “Orang Muda Katolik: Sukacita Injil di Tengah Masyarakat Indonesia yang Majemuk”. 

Tahun ini Keuskupan Agung Pontianak mengutus 76 orang peserta dari berbagai paroki yang berada dalam lingkup Keuskupan Agung Pontianak. Sebelum berangkat ke Manado sebagian besar peserta mengikuti PRA IYD I di Wisma Immacullata pada 22 - 24 Juli 2016 dan PRA IYD II di Rumah Retret Tirta Ria pada 28-29 September 2016. Kedua kegiatan tersebut dilaksanakan di Pontianak dengan maksud menyatukan dan mengakrabkan seluruh peserta dalam memahami tema serta maksud dan tujuan diselenggarakannya IYD II  tersebut.

Tanggal 30 September 2016 seluruh peserta IYD Keuskupan Agung Pontianak berangkat dalam 2 kelompok terbang menuju Manado dari Bandara Internasional Supadio.  Kloter kedua tiba di Bandara Sam Ratulangi Manado tepatnya pukul 20:00 WITA, para peserta IYD KAP disambut dengan musik kolintang dan bersama kloter pertama yang sudah tiba lebih dahulu kami langsung dibawa Panitia lokal menuju Paroki Maria Ratu Damai, Uluindano, Tomohon sebagai tempat Live In peserta IYD KAP. Selama dalam perjalanan menuju Tomohon, kami merasakan sejuknya udara malam dan memperoleh banyak informasi tentang semua tempat yang dilalui. Akhirnya, peserta IYD KAP tiba di depan Gedung Kristianitas, di sana sudah ada begitu banyak umat paroki Maria Ratu Damai yang menunggu kedatangan peserta IYD KAP. Selanjutnya, kami disambut dengan Tari Kabasaran; tari penyambutan tamu khas Minahasa, yang membawa kami masuk gedung pertemuan paroki tersebut. Sambil bergerak masuk setiap peserta IYD KAP mendapatkan setangkai bunga segar dari umat paroki untuk merepresentasikan kota Tomohon sebagai kota bunga. Setelah itu acara dilanjutkan perkenalan dan makan malam bersama kemudian acara ramah tamah di mana kami dipertemukan dengan keluarga angkat yang dibagi panitia secara acak. Keseluruhan pelaksanaan IYD II di Keuskupan Manado berlangsung selama 6 hari. Dimulai dari hari Sabtu tanggal 1 Oktober 2016 sampai Kamis 6 Oktober 2016.

Peserta IYD KAP menghabiskan tiga hari pertama bersama keluarga angkat dan mengikuti berbagai macam kegiatan sehari-hari mereka. Banyak sekali kegiatan menyenangkan yang diikuti. Ada yang membantu orang tua angkatnya berjualan ikan, sayur, bertani, buka bengkel hingga menjadi tukang bangunan. Semua itu dilakukan dengan maksud agar para peserta mendapatkan pengalaman iman melalui interaksi lansung dengan keluarga angkat maupun masyarakat setempat dalam suasana persaudaraan penuh keakraban. Selain itu ada banyak sekali kegiatan rohani yang diikuti seperti bible sharing, misa dan doa rosario. Pada hari keempat peserta IYD KAP dan 0MK paroki Maria Ratu Damai Tomohon saling bertukar menu makanan. Dalam acara ini suasana kekeluargaan sungguh terasa erat sekali.

Setelah selesai bertukar makanan dan santap bersama, kami berangkat menuju garis start Defile IYD 2016 di Stadion Koni di Kota Manado. Defile atau pawai tersebut diikuti oleh seluruh kontingen IYD 2016 dari 37 keuskupan seluruh Indonesia ditambah dari keuskupan Kinabalu, Sabah, Malaysia. Defile dimulai pada pukul 15:00 WITA dan berakhir pada pukul 17:30 WITA di Stadion Klabat. Acara kemudian dilanjutkan dengan misa konselebrasi pembukaan IYD II Manado 2016 pada pukul 18:00 WITA, dipimpin oleh Uskup Manado, Yang Mulia Mgr.Yosef Suwatan, MSC bersama uskup lainnya, termasuk Uskup Agung Pontianak, Yang Mulia Mgr.Agustinus Agus. Selesai misa acara dilanjutkan dengan makan malam dan penampilan pentas seni oleh tuan rumah. Selesai acara di stadion Klabat ini, seluruh peserta diarahkan untuk menuju tempat puncak acara di Amphitheater Emmanuel Youth Center, di  Lotta, Pineleng. Peserta IYD Keuskupan Agung Pontianak mendapatkan tempat tinggal pada keluarga-keluarga di sekitar area komplek Amphitheater ini. 

Hari kelima tepatnya hari Rabu tanggal 5 Oktober 2016 dimulainya kegiatan inti dari seluruh rangkaian IYD II Manado 2016 yang dihadiri seluruh peserta. Kegiatan diawali dengan misa pagi dan dilanjutkan dengan NGOPI atau Ngobrol Pintar. NGOPI merupakan kegiatan sharing yang berisikan diskusi kelompok dan pembahasan materi yang dirancang menjadi 15 kelas terpisah dengan tema yang berbeda-beda dari berbagai narasumber : uskup, pejabat katolik, tokoh politik / masyarakat, maupun figur-figur orang muda katolik dalam bidang masing-masing. Beberapa tema yang menarik adalah: “OMK Mewartakan Evangeli Gaudeum (Sukacita Injil)”, “Aku Bangga Menjadi Katolik”, “OMK Berdialog Agama atau Kepercayaan Lain”, “OMK dan Budaya dalam Era Globalisasi atau MEA”, dan OMK Mendengar Panggilan Hidup Selibat atau Berkeluarga.” Tema-tema tersebut merupakan hal-hal yang harus dihadapi para Orang Muda Katolik dalam kehidupannya sehari-hari. Setelah mengikuti kegiatan sharing tersebut, diharapkan para peserta dapat membagi ilmu dan materi yang  didapatkannya kepada sesama. Setelah itu acara dilanjutkan dengan kegiatan jalan salib, makan malam, doa taize, pengakuan dosa dan berdialog dengan sosok orang tua.

Hari kamis tanggal 6 Oktober 2016 diawali dengan materi yang dibawakan antara lain oleh public figure seperti Daniel Mananta dan Wregas Bhanuteja. Setelah itu acara dilanjutkan dengan makan siang, menjelang misa penutup panitia IYD II Manado menghadirkan MENPORA Bp. Imam Nahrawi. Beliau memberikan motivasi dan semangat bagi Orang Muda Katolik agar semakin berkembang dan menjaga kesatuan NKRI dalam keberagaman. Setelah itu acara dilanjutkan dengan misa konselebrasi penutupan IYD II Manado 2016 dipimpin oleh Ketua Komisi Kepemudaan KWI, Mgr. Pius Riana Prapdi. Setelah misa berakhir acara diteruskan dengan makan malam bersama dan penampilan pentas seni dari setiap regio keuskupan. Peserta dari KAP menampilkan sendratari tentang kehidupan orang muda katolik dengan judul “Tanah Borneo”. Setelah semua rangkaian acara berakhir IYD II Manado 2016 resmi ditutup oleh Uskup Manado Mgr. Josef Swatan, MSC.

Hari Jumat tanggal 7 Oktober 2016 pagi kami dijemput oleh teman-teman OMK Paroki Maria Ratu Damai Tomohon dan rombongan untuk mengikuti city tour di sekitar kota Tomohon. Kami berjalan-jalan ke bukit doa, seminari, Danau Linau dan kembali ke rumah orang tua angkat masing-masing untuk persiapan menuju tempat acara perpisahan bersama umat Paroki Tomohon sekaligus menghadiri ulang tahun Pastor Paroki Maria Ratu Damai. Pada saat acara OMK Paroki Maria Ratu damai dan umat menampilkan berbagai macam penampilan dan dilanjutkan dengan pemberian souvenir kepada orang tua angkat masing-masing peserta IYD KAP. Sovenir-sovenir tersebut sebelumnya memang sudah dipersiapkan terlebih dahulu sebelum keberangkatan. Acara dilanjutkan dengan malam keakraban hingga pukul 02:00 WITA.


Akhirnya, Sabtu 8 Oktober 2016 dini hari kami melakukan persiapan menuju bandara untuk pulang. Pesawat kami berangkat pukul 06:15 pagi dan siang harinya kami tiba dengan selamat di Pontianak. Senang sekali bisa menghadiri IYD II di Manado karena kami bisa menyaksikan dan merasakan keramahtamahan umat di sana. Kami juga bisa merasakan bagaimana menyatu dalam kehidupan dengan budaya yang berbeda. Tema IYD II “OMK: Sukacita Injil di Tengah Masyarakat Indonesia yang Majemuk” pun sangat terasa sekali. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan juga sangat membantu kami dalam memaknai kehidupan sehari-hari agar menjadi lebih baik lagi di masa depan. Semoga dengan semangat IYD, Orang Muda Katolik bisa menghayati iman mereka di tengah masyarakat yang majemuk dengan mewartakan sukacita Injil. Go IYD! Go IYD! Go IYD!! Salam Sukacita Injil. (OMK-KAP)


12 Sep 2016

Harapan Mengharu Biru Warnai Sambut Baru

Harapan Mengharu Biru Warnai Sambut Baru


Telah menjadi agenda tahunan Gereja Katolik di seluruh dunia untuk menerimakan Sakramen Ekaristi perdana (sambut baru/komuni pertama) bagi anak-anak maupun remaja yang sudah mengikuti proses pembelajaran dan pendalaman iman Katolik. Tak terkecuali dengan Gereja Katolik Santo Fransiskus Assisi Singkawang yang pada Minggu, 29 Mei 2016 menerimakan Sakramen Ekaristi perdana pada 67 anak dan remaja. 

Rona gembira dan antusias terpancar tak hanya dari calon penerima Sakramen Ekaristi namun hal serupa juga menghiasi wajah para pembina Sekolah Minggu beserta orang tua yang selama setahun telah mempersiapkan sekaligus menanti salah satu momen paling berharga dalam nafas gereja dan keluarga Katolik ini. 


Misa pagi itu dipimpin oleh Pastor Paroki Singkawang, Stephanus Gathot Purtomo, OFM.Cap. Dalam homilinya, Pastor Gathot memaparkan hal-hal yang sangat esensial. Melalui kalimat-kalimat yang menyejukkan, beliau mengingatkan bahwa Allah melalui Yesus Kristus telah memberikan diri menjadi santapan rohani. Dalam kesempatan yang sama pula beliau mengajak seluruh yang hadir dalam perayaan Ekaristi tidak hanya sekadar merayakan Ekaristi namun menjadi Ekaristi itu sendiri melalui tindakan konkrit menolong orang lain dan tidak lari tanggung jawab. Beliau mengutip langsung pernyataan Sri Paus yang mengingatkan perihal tanggung jawab sebagai sesama manusia yang seyogyanya dapat berangkat dari hal sederhana namun sangat mendasar dengan tidak membuang makanan. Dengan membuang makanan berarti kita telah merampas hak orang miskin. Dari hal kecil tersebut dapat ditarik dua kesimpulan, kita diajak untuk peduli, kita juga diajak untuk menghargai makanan dan minuman, sekaligus memeriksa batin hal apa yang telah kita perbuat guna meringankan beban saudara-saudari kita yang kekurangan.

Usai merangkul umat yang hadir melalui khotbah sejuknya, pastor lantas memulai prosesi pemberkatan hosti. Syahdan, satu persatu calon penerima Tubuh dan Darah Kristus yang didampingi oleh orang tua maupun wali  masing-masing, maju menghampiri Pastor Gathot yang dengan tenang memegang piala berisi hosti dan memberikannya kepada putra-putri berjubah putih, pakaian khas sambut baru disusul kemudian oleh umat yang hadir. 

Usai menerima Tubuh dan Darah Kristus, penerima komuni pertama kembali menempati bangku-bangku di sayap kiri gereja berusia sembilan dasawarsa tersebut. Masing-masing larut dalam doa usai menjalani pengalaman pertamanya menerima salah satu dari tujuh sakramen dalam gereja Katolik.

Usai perayaan Ekaristi, semua penerima Sakramen Ekaristi perdana bersama orang tua dan wali diundang dalam acara ramah tamah yang bertempat di Gua Maria samping gereja. Dijumpai di sela-sela acara ramah tamah, Dionisius Liau, ayah dari Ignatius Widiawan Liau, salah satu penerima Sakramen Ekaristi asal SDS Cahaya Kebenaran ini mengungkap harapan yang mengharu biru,

“Semoga dengan sambut baru ini menjadikannya tumbuh lebih agamis, dekat dengan gereja, dijauhkan dari hal-hal buruk, dan kalau bisa saya sangat berharap ada panggilan sebagai imam atas dirinya,” pungkasnya mengakhiri wawancara singkat. (Hes)    


29 Mei 2016

Misa Perdana Empat Imam Baru Kapusin di Gereja St Fransiskus Assisi

Misa Perdana Empat Imam Baru Kapusin di Gereja St Fransiskus Assisi

 

 

Hari Minggu tepatnya tanggal 24 April 2016, halaman depan Gereja Katolik Santo Fransiskus Assisi Singkawang dipenuhi dengan tenda-tenda bazar. Pemandangan seperti ini menandakan ada sesuatu yang special pada hari tersebut. Ya! Benar saja, hari itu, keempat imam Kapusin muda akan menyelenggarakan misa perdananya di Singkawang. Keempat imam tersebut adalah  Pastor Lorenzo Helli, OFMCap, Pastor Kristian Mariadi, OFMCap, Pastor Dominikus Dedy Sabemayono, OFMCap, dan Pastor Alfonsus Hengky Musa, OFM Cap.

Tak kenal maka tak sayang. Begitulah pepatah mengatakan bahwa untuk mengasihi dan menyayangi seseorang kita harus mengenalnya terlebih dahulu. Oleh karena itu, Bulletin Likes akan menyajikan profil dari keempat pastor muda yang ditahbiskan di Paroki Balai Sebut beberapa waktu yang lalu.
Sosok: Empat Imam Kapusin

Pastor Lorenzo Helli, OFM Cap 

Anak pertama dari empat bersaudara. Pastor yang baru saja berumur 31 tahun pada tanggal 18 April lalu ini memang sejak kecil ingin sekali menjadi pastor. Beliau sangat terpesona ketika melihat jubah imam-imam Kapusin ketika aktif di gereja sebagai anggota SEKAMI. Itulah yang melahirkan sebuah tekad yang kuat dalam diri Pastor Lorenzo untuk menjadi seorang pastor Kapusin.
Beliau memiliki moto “Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjadi penjala manusia.” Moto tersebut diambil dari perkataan Yesus kepada Petrus ketika Ia menunjuknya sebagai salah satu rasul-Nya setelah membuat mukjizat di danau Genesaret yang sedang mengalami kelangkaan ikan. Pastor Lorenzo berpesan kepada kita semua bahwa semua orang itu dipanggil untuk melayani sesame sesuai dengan bidangnya masing-masing dalam semangat persaudaraan. Ia juga berpesan bagi orang-orang muda yang memiliki panggilan untuk hidup membiara agar jangan takut terhadap panggilan tersebut. Coba saja.
 
Pastor Kristian Mariadi, OFM Cap

Pria kelahiran 19 Maret 1987 ini sejak kecil tidak pernah terlintas di pikirannya untuk menjadi seorang imam. Ia mulai menyadari panggilannya ketika memperhatikan keadaan gereja di sekitarnya di mana imam yang melayani sangat sedikit sedangkan umat sangat banyak. “Dulu itu hanya ada dua pastor yang melayani di banyak stasi, itulah mengapa saya ingin membantu mereka dengan menjadi pastor.” Itulah yang dikatakan pastor yang merupakan anak kelima dari enam bersaudara saat diwawancarai oleh Bulletin Likes. Ketika masih menjadi Frater, Pastor Kris memiliki beberapa pengalaman lucu dan seru seperti tidak mendapatkan konsumsi ketika melaksanakan turney ke sebuah stasi pada hal sudah malam, harus meninggalkan motor di tengah hutan dan berjalan kaki ke sebuah stasi karena jalan yang ditempuh dilanda banjir. Tapi semua itu tidak menyurutkan semangat dan tekadnya untuk menjadi seorang imam.

Beliau memiliki moto “Sesungguhnya aku adalah hamba Tuhan. Jadilah padaku menurut perkataan-Mu itu.” Moto tersebut diambil dari perkataan Bunda Maria saat dikunjungi oleh Malaikat Gabriel dan diberi kabar bahwa Ia akan mengandung. Kata-kata tersebut merupakan penyerahan diris ecara total kepadaTuhan. Menjadi seorang imam pun merupakan bentuk penyerahan diri yang total dan radikal demi kemuliaan Tuhan. Beliau berpesan kepada kaum muda agar maju saja bila memiliki keingian untuk hidup membiara. Dan untuk para orang tuas upaya jangan menghalangi keinginan tersebut, karena akan menyusahkan anak itu sendiri. “Kalau mau hidup membiara itu kalau nggak dicoba ga bakal jadi,” tegasnya.

Pastor Dominikus Dedy Sabemayono, OFMCap

Ahe gek kao kasihka’ Aku? Begitulah moto panggilan Pastor Dedi. Moto tersebut kemudian dijawabnya dengan kalimat “Ya! Saya mengasihi Engkau!” Anak ketujuh dari delapan bersaudara ini merupakan pastor termuda dari keempat pastor Kapusin yang baru saja ditahbiskan di Paroki Balai tersebut beberapa waktu yang lalu. Kemampuanya dalam memainkan berbagai macam alat musik seperti gitar, biola dan piano memberikan warna tersendiri bagi sosok berjanggut tersebut.

Masa-masanya ketika menjadi frater dihiasi berbagai macam pengalaman yang seru seperti jatuh bangun di jalan berlumpur ketika turney ke pedalaman saat musim hujan. Salah satu pengalaman jatuh Pastor Dedi yang menarik adalah ketika ia terjatuh dalam perjalanan pulang dari Aris. Saat terjatuh, ia melihat sebuah bunga berbentuk hati yang memiliki corak seperti salib Tao di tengahnya. Bunga tersebut juga memiliki garis-garis yang bersusun-susun ke kiri dan ke kanan. Seketika itu juga, pastor berjanggut ini jatuh hati terhadap bunga tersebut karena ia menganggap bunga tersebut menggambarkan perjalanan hidupnya. Pastor Dedhy berpesan kepada kaum muda untuk aktif mengikuti berbagai macam kegiatan OMK. Masa depan kaum muda masih panjang. Kegiatan-kegiatan OMK sangat penting untuk mempersiapkan kaum muda Katolik supaya dapat menjadi penerus gereja.

Pastor Alfonsus Hengky Musa, OFM Cap 

Pastor yang dulu sempat bertugas sebagai frater di paroki Singkawang selama satu tahun ini juga sejak kecil tidak pernah terlintas di dalam benaknya untuk menjadi seorang pastor. Barulah saat beliau duduk di bangku SMA di Nyarumkop niat tersebut muncul. Pada saat itu beliau merasa haus dan berniat memetik buah kelapa. Saat berada di atas pohon kelapa, pelepah yang dipegangnya terlepas dan ia pun terjatuh dari pohon tersebut. Sesaat sebelum menyentuh tanah, ia bernazar apabila ia selamat dari peristiwa ini, ia akan menyerahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan. Dampak yang diterima anak bungsu dari empat bersaudara ini cukup fatal. Ia susah sekali berjalan dan bangun dari tempat tidur selama tiga bulan. Menya dari bahwa hidupnya terselamatkan dari ambang kematian, ia pun memutuskan untuk menjadi seorang imam.

Beliau memilki moto “Baiklah aku pergi ke sana untuk melihat penglihatan yang hebat itu.” Moto tersebut diambil dari kitab Keluaran 3:3 yang merupakan perkataan Nabi Musa ketika melihat nyala api pada semak-semak namun tidak membakarnya. Moto itulah yang membulatkan tekadnya untuk menjadi Imam Kapusin. Pastor kelahiran 10 Agustus 1986 ini menggemari sebuah lagu Once yang berjudul Aku Cinta Kau Apa Adanya. Menurutnya, lagu tersebut sangat menggambarkan Yesus yang mencintai tanpa syarat dan mau mendampingi siapa saja tanpa pandang bulu. Beliau menyarankan supaya kaum muda sering bergaul dan berkumpul di dalam kegiatan OMK. “Kalau kumpul ramai-ramai dengan OMK, kecenderungan untuk berbuat jahat dan negative akan berkurang,” tegasnya.
(Gebot)

EKM Capkala Bertabur Pesona Imam Baru Kapusin

EKM Capkala Bertabur Pesona Imam Baru Kapusin

Sore itu pelataran Gereja Santo Gregorius Agung Capkala dipenuhi oleh orang muda Katolik. Mereka datang dari berbagai macam stasi baik yang dekat maupun jauh untuk mengikuti Ekaristi Kaum Muda yang dirayakan setiap dua tahun sekali. Antusias orang muda Katolik untuk mengkuti acara ini sangat besar mengingat EKM kali ini sedikit berbeda dengan yang pernah diadakan sebelumnya. EKM yang dilaksanakan pada tanggal 23 April 2016 tersebut dihadiri dan dipimpin oleh empat imam muda yang baru saja ditahbiskan bersamaan dengan Pastor Paroki Singkawang. Ini merupakan EKM pertama yang dihadiri dan dipimpin oleh lima imam.

Acara pun di mulai pada pukul 18:30 dengan perarakan para imam yang diiringi oleh tarian Dayak. Pada pembukaan perayaan Ekaristi, Pastor Kristian Mariadi, OFMCap mengatakan bahwa orang muda Katolik harus menjadi insan yang bergembira dan penuh sukacita serta mau menghayati imannya. Tema EKM kali ini adalah “Aku datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani.” Lima imam tersebut mencerminkan murid Yesus yang dipanggil untuk melayani. Orang muda Katolik pun diharapkan agar mau menjawab panggilannya masing-masing dan menghayatinya dengan cara yang berbeda-beda demi kemuliaan Tuhan. Perayaan ekaristi pun berjalan dengan hikmat dan diakhiri dengan sebuah lagu ciptaan keempat imam Kapusin yang baru ditahbiskan. Lagu tersebut berisikan moto-moto yang menjadi pegangan hidup serta tiang besi yang memperkuat panggilan mereka untuk menjadi imam.

Acara kemudian dilanjutkan dengan sambutan Pastor Paroki Singkawang, Gathot OFMCap. Di dalam sambutannya, Pastor Gatot mempromosikan sebuah acara besar untuk orang muda Katolik yaitu Singkawang Youth Day 2016. Acara yang akan diadakan pada tanggal 24 s/d 26 Juni 2016 tersebut merupakan puncak dari seluruh rangkaian EKM dan puncak kegiatan orang muda Katolik Singkawang. Setelah itu kegiatan dilanjutkan dengan acara berupa bincang-bincang bersama keempat imam muda Kapusin.

Di dalam bincang-bincang tersebut, para imam muda Kapusin menceritakan tentang pengalaman, pandangan hidup dan perjuangan mereka di dalam menempuh proses studi untuk menjadi pastor. Dimulai dari Pastor Lorenzo Helli, OFMCap yang mengatakan bahwa proses untuk menjadi seorang imam tidak dapat ditempuh dalam waktu yang singkat. Paling cepat membutuhkan waktu 10 tahun. Oleh karena itu, untuk menjadi imam diperlukan tekad yang kuat untuk benar-benar menghayati panggilan.

Bincang-bincang kemudian dilanjutkan oleh Pastor Alfonsus Hengky Musa, OFMCap yang menyanyikan sebuah lagu yang dipopulerkan oleh Once yang berjudul “Aku Cinta Kau Apa Adanya.” Lagu tersebut diiringi oleh petikan gitar Pastor Dominikus Dedy Sabemayono, OFMCap dan dinyanyikan bersama seluruh peserta EKM. Setelah bernyanyi, Pastor Alfon mengatakan bahwa ia sangat menyukai lagu tersebut. “Aku mencintaimu bukan karena kamu orang kaya dan malaupun kamu menyakiti aku. Aku ingin mendampingimu dan mencintaimu tanpa syarat.” Begitulah pesan yang disampaikan oleh Pastor Alfon terkait dengan lagu yang baru saja dinyanyikannya. “Lagu tersebut benar-benar menggambarkan Yesus yang mau mencintai tanpa syarat,” tegasnya.

Tak hanya Pastor Alfon yang unjuk kemampuan bernyanyi, Pastor Dedi pun menyanyikan sebuah lagu yang berjudul Bunga di Tepi Jalan. Lagu tersebut dinyanyikannya karena menggambarkan sebuah pengalaman yang menguatkan tekadnya untuk menjadi seorang imam kapusin. Kejadian tersebut bermula ketika ia sedang dalam perjalanan pulang dari Aris. Kala itu jalan yang ditempuh Pastor Dedi sangat licin dan berlumpur karena hujan yang cukup deras. Karena kehilangan keseimbangan, ia pun jatuh dari motor yang ditumpanginya. Saat itu ia melihat setangkai bunga di tepi jalan yang berbentuk hati yang memiliki corak seperti salib tao di tengahnya. “Seketika itu juga saya langsung jatuh hati dengan bunga tersebut. Di dalam bunga itu juga terdapat garis-garis yang menggambarkan perjalanan hidup saya dan semuanya ada di dalam bentuk hati,” ujar Pastor Dedi ketika menceritakan pengalamannya tersebut.

Bincang-bincang pun dilanjutkan dengan sebuah pantun dari Pastor Kris. “Paling enak rebung muda. Lebih enak telor asin. Kutantang kau kaum muda! Untuk jadi pastor Kapusin!" Beliau mengatakan bahwa dalam perjuangan menjadi pastor, kadang ada jatuh dan kadang ada semangatnya. Di dalam perjalanannya menjadi pastor, Pastor Kris mengakui bahwa panggilannya dikuatkan oleh doa dan sharing dengan saudara/i yang ditemuinya. Ia pun memohon doa kepada peserta EKM agar ia dan imam lainnya tetap setia menjadi imam kapusin sampai di peti mati. Rangkaian kegiatan EKM Capkala diakhiri dengan renungan yang diiringi alunan musik sape’ dan biola. Renungan tersebut berjalan dengan tenang dan hikmat. Tak sedikit orang muda Katolik yang meneteskan air mata ketika renungan yang disampaikan menyinggung tentang masalah dan kekecewaan manusia yang mau ditanggung oleh Yesus. (Gebot)


16 Mei 2016

Ziarah Iman Bersama Acies Legio Maria

Ziarah Iman

Bersama Acies Legio Maria

 


Singkawang, 6 Maret 2016 epatnya pukul 10.00 Wib, sejumlah  100 peziarah utusan dari komisium ‘Acies Legio Maria’ di Keuskupan Agung Pontianak (KAP), bersama-sama berziarah di Gereja St Fransiskus Assisi Singkawang. Pasukan devosional yang berasal dari pelbagai usia ini penuh khidmat dan hening saat perarakan patung Bunda Maria dari Gua Maria menuju Altar sembari memegang bulir-bulir rosario yang indah dan menawan di jemari mereka.

Deny (39) dengan penuh semangat men-sharing-kan pengalaman imannya tentang sepak terjang dalam mengikuti kelompok doanya di Paroki St. Hieronimus Tanjung Hulu, Pontianak. Menurut wiraswasta muda ini kegiatan doa Legio Maria, menjadi salah satu style pribadi dalam menumbuhkan semangat hidup kerohaniannya. “Keunikan doa  ini tidak terlalu menonjol dalam publik gereja, karena kekhasannya terletak pada kegiatan devosional pada Bunda Maria dan diwujudnyatakan dalam kegiatan kerasulan atau pastoral awam yang praktis di Lingkungan Gereja,” papar Deny dengan nada  gembira.

Kelompok Legio Maria adalah kelompok kategorial yang di dalamnya umat Allah yang mau memperhatikan secara khusus berdevosi pada Bunda Maria. Legio Maria ini juga mempunyai kekhasan  yaitu perkumpulan orang Katolik yang dengan restu Gereja dan di bawah pimpinan kuat Bunda Maria yang dikandung tanpa noda dan pengantara segala rahmat, berkembang dengan pesat dari dari Gereja Katolik Roma sampai ke ujung dunia. 

Doa yang sudah hampir berusia satu abad lebih ini  mempunyai nilai-nilai yang pantas menjadi abdi Bunda Maria seperti sikap kesetiaan, pengorbanan, keberanian, pelayanan tulus, kerendahan hati dan ketabahan seperti yang dimiliki Bunda Maria yang sudah  menjadi ragi dan jiwa dalam diri pengikutnya. Perwujudannya melalui kunjungan kepada mereka yang sakit untuk didoakan baik yang terbaring di rumah sakit maupun di rumah pasien. Para Legioner (panggilan khusus bagi pribadi yang mengikuti Legio Maria)  ini sudah berkembang dan meluas maka para anggota yang aktif di dalamnya harus mengikuti peraturan dalam kegiatan doanya.

Robertus Setiapdry (16) yang juga merupakan ketua komisium Legioner dari Seminari Menengah St Paulus Nyarumkop, Kalbar, men-sharing-kan pengalaman doa dalam kelompoknya. “Kami setiap kamis malam  melakukan doa “Catena. Pada saat itu  kami bersama berbagi kisah pengalaman kerasulan yang nyata selama sepekan. Selain itu banyak hal yang saya timba dari doa ini selain menguatkan kami dalam mengikuti Yesus, yang menjadi fokus adalah bagaimana kami bersama Bunda Maria menyerahkan panggilan hidup kami agar terjawab apa yang menjadi cita-cita dan harapan kami sebagai inti sari dari perkumpulan doa ini,” papar seminaris  dari calon imam kongregasi Pasionis ini dengan mantap.

Dalam doa ini setiap anggota harus punya soul dan passion dalam dirinya. Spiritualitas hidupnya tercermin dalam doa-doanya. Jiwanya selalu terarah pada Yesus dengan meniru teladan Bunda Maria  menjadi persembahan hidup, yang kudus yang berkenan kepada Allah, dan tidak serupa dengan dunia ini (bdk. Rom 12:1-2),  sebagai salah satu  bagian cara menghayati dan menghidupi dalam kelompok doanya.

Pastor Aji dan Felix, OFMCap, turut hadir dalam kegiatan ini, sebagai imam yang mendampingi jiwa Legioner saat itu. Imam yang ramah ini memberi tanggapan yang positif dari semangat umat dalam menghayati hidup rohani secara khusus persembahan kepada Bunda Maria. “Setiap tahun Para Legioner Acies berkumpul dan kali ini kami memilih Gereja St Fransiskus Assisi karena tempat ini sebagai gereja kedua setelah Katedral untuk para Ziarah yang mencari ketenangan bathin di tahun  kerahiman ini,” ungkap mantan Magister Postulan ini yang sekaligus sebagai imam selebran utama Mmisa Kudus dalam kegiatan Acies Legio Maria saat itu.

Tampak juga saat itu kaum berjubah para Suster Slot, SFIC, Frater Henry dan Ferdi, OFMCap, ikut  berbaur dengan Komisium Legioner KAP sebagai bentuk dukungan dalam menguatkan ziarah batin bersama pasukan Maria ini agar tetap bertahan dan setia untuk selamanya di dalam kelompok doanya tiap hari. 

Ibu Bibiana, ketua kegiatan Acies Legio Maria Singkawang, mengungkapkan pengalamannya bahwa sangat senang dalam kegiatan Legio ini. “Saya sebagai ketua dengan gembira melayani kegiatan ini, karena ini juga perwujudan nyata dari nilai visi-misi para legioner. Selain itu gereja kita semakin banyak dikunjungi oleh para ziarah, itu tanda bahwa rahmat Tuhan tak pernah berhenti kepada kita untuk melayani mereka yang mau berkunjung ke gereja ini lebih-lebih para Legioner dari pelbagai komisium yang ada di Gereja Katolik Indonesia dan juga dari Sabah, Serawak,” ungkap ibu yang penuh senyum merekah ini ketika melayani tamu  di depan pintu gerbang gereja saat itu.

Selain misa kudus menjadi puncak dalam kegiatan Acies Legio Maria, acara yang tidak kalah penting adalah acara ramah tamah sebagai perwujudan nyata dalam bentuk persaudaraan Legio Maria dan juga kesempatan untuk sharing iman bersama. 

Semoga Legio Maria menjadi penyemangat bagi kelompok kategorial lain di Paroki St Fransiskus Asissi Singkawang. *** Bruf

 





19 Mar 2016

Ia di Antara Biola, Kamera dan Komuni untuk Lansia

Ia di Antara Biola, Kamera dan Komuni untuk Lansia


“Tahun-tahun yang memutih di kepala menandai tinggi batang usia kiranya bukan penghalang baginya yang sering terlihat masyuk dengan kamera. Di umur rambang senja, ia bahkan menjadi daya tarik tersendiri mengingat sosok lain yang seusia umumnya tak lagi menggubris perkembangan teknologi yang setia bergulir di dunia.”



Pastor Marius, OFMCap, gembala yang selalu tampil formal, berkemeja lengan panjang, dimasukkan rapi, bersemat salib kecil di kerah kiri, dan selalu beralas kaki hitam ini bukan sosok asing di lingkungan Gereja Katolik Santo Fransiskus Assisi. Putra kelima dari pasangan bapak Mateus Chen dan ibu Yohana Lay ini begitu tak terganggu manakala ratusan pasang mata memandang aksinya kala mengabadikan berbagai peristiwa yang berlangsung di gereja maupun hal lain yang sanggup menarik perhatiannya. Meskipun bersifat pribadi, betapa aktivitasnya sangat membantu gereja dalam mengabadikan setiap rangka masa. Entah telah menghabiskan berapa giga bahkan tera kapasitas hardisk guna membingkai laman waktu dalam gambar bergerak maupun slide-slide bisu. Tak berhenti sampai di situ, suaranya terdengar begitu ringan menandakan sama sekali tiada berkeberatan ketika hasil bidikan kameranya diunduh orang guna memenuhi berbagai kepentingan. 

Terlahir dengan nama Chen, semenjak kecil ia telah begitu terpesona pada kehidupan membiara. Chen kecil yang menunjukkan ketertarikannya pada kaum berjubah menggiring langkah remajanya menekuni panggilan iman hingga ke Holand. Pada 1947, dua tahun setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, ia telah melanglang buana ke negeri Belanda. Zaman dulu menempuh pendidikan menjadi imam kesempatannya tidak seluas sekarang. Ia harus berjibaku dengan teologi dan filsafat ilmu hingga ditahbiskan sebagai imam di negeri kembang tulip itu pada 1961. 

Empat belas tahun di benua Eropa, begitu banyak hal dipelajarinya. Selain kian mematangkan pendidikannya menjadi gembala, ia mulai akrab dengan biola. Secara otodidak ia mempelajari cara memainkan alat musik yang tak sekadar menggesek dawai belaka, namun juga mengandalkan kehalusan jiwa untuk mampu sampai ke hati penikmatnya. Kepiawaiannya mengalunkan nada melalui biola bak gayung bersambut manakala ia kembali ke negeri asalnya. Sempat menggembala umat selama setahun di Nyarumkop pada 1962 sebelum akhirnya di tahun  1963 ia kembali berkarya di Katedral, di jantung Khatulistiwa. 

Pada tarikh 1963−1997 penempatan tugas pastoral membuatnya mengabdikan diri di Gembala Baik. Di sinilah ia berkolaborasi dengan ketua Yayasan Persekolahan Gembala Baik yang sepaham dengannya mengenai pembelajaran ekstra bagi siswa. Ia seiya sekata dengan Bapak Yan Fredrik yang menggagas mengenai pembelajaran biola untuk menghaluskan jiwa para peserta didiknya. Dengan telaten dan sabar, ia menularkan kebisaannya memainkan biola pada siswa-siswinya. “Pak Yan mewariskan satu hal tidak diduga, ia mengajar musik terutama biola kepada murid karena ia mau muda-mudi kita tetap peka terhadap sesuatu yang indah. Contohnya jika ada berita orang yang mengalami musibah di sekitar kita dan kita melihatnya sebagai sesuatu yang biasa, hal ini terjadi karena tidak ada kepekaan terhadap yang indah. Mulanya saya tidak mengerti, tetapi akhirnya saya memahami dan sesuatu yang paling indah adalah yang dilakukan oleh Yesus di kayu salib, wafat bagi orang lain. Hal ini dapat terjadi karena jiwa yang peka. Karena sesuatu yang indah dapat memengaruhi kepekaan sikap jiwa. Sehingga dia merasa indah juga bisa menolong orang, malahan bila perlu berkorban untuk orang lain. Saya ambil warisan itu. Saya melanjutkan itu. Biarlah kelihatan atau tidak, berhasil atau tidak, tapi pasti tidak rugi jikalau dari anak-anak itu masih dapat kesempatan untuk mematangkan rasa mereka terhadap keindahan. Karena otomatis akan mempengaruhi mereka punya jiwa,” urainya. Hingga usianya hampir menginjak 87 tahun, ia tetap setia melatih bermain biola. Dan satu hal yang sungguh luar biasa, ia melatih tanpa memungut sepeserpun biaya dari para didikannya. “Saya melanjutkan semua itu bukan sebagai hobi saja, tapi dengan harapan dasar supaya muda mudi kita menyebarkan keindahan yang mereka rasa, yang secara otomatis meningkatkan sikap jiwanya.” 

Hal unik lain dari sosoknya, di tahun 1947 dimana bangsa ini baru mengecap haru biru hawa kemerdekaan bahkan mungkin saja masih latah terhadap perputaran zaman, ia telah selangkah lebih maju. Ia akrab dan paham dengan peralatan media rekam. Sungguh berada di luar duga bahwa ia memang mesra dengan kamera semenjak dulu kala. Di samping itu, ia juga memanfaatkan media sosial untuk berbagi banyak hal yang direkamnya. Bukan tanpa maksud, namun  aktivitas tersebut berkiblat pada manfaat berbagi dan menarik esensi dari berbagai hal baik yang sanggup menginspirasi. “Ya memang hobi, dengan arti, itu adalah media yang bisa menyampaikan sesuatu. Hasil rekamnan saya banyak simpan di Facebook dan Youtube. Dari yang dibagikan di Facebook dapat dibaca juga notes berisi keterangan di bawahnya. Di situ saya banyak menulis hasil-hasil pembicaraan, menjawab pertanyaan orang tentang berbagai hal, tentang perkawinan, tentang hidup, tentang kematian.” Ia tak gagap teknologi, bahkan sukses memanfaatkannya menjadi media untuk menggembala umatnya. 

Usianya memang tak lagi muda, namun ia tampak tak pernah menyerah begitu saja pada deret angka penanda masa hidup manusia. Ia masih selalu bersemangat melakukan berbagai aktivitasnya sendiri. Menyetir, bersepeda, berjalan kemana pun tugas gembala mengharuskan langkahnya berada, semua dijalaninya dengan suatu kesadaran bahwa kemandirian berdampak penuh terhadap kondisi kesehatan. Hingga kini, ia masih melayani, mengantar sendiri komuni suci bagi para lansia, baik di dalam maupun di luar kota. Jumlahnya pun tidak sedikit, terdapat dua putaran dalam hantaran yang totalnya berada di kisaran angka enampuluhan.
  
Meski menyadari sepenuhnya terhadap berbagai hal yang berpengaruh besar pada kesehatan, Pastor Marius bukan insan yang menyangkal kematian. Pernah dalam satu kurun waktu ia bolak-balik melewati jalan yang sama menuju kompleks pekuburan. Aktivitasnya itu disadari oleh seorang umat yang serta merta menanyakan alasannya. Dengan nada berkelakar ia mengungkap alasannya menjalani aktivitas yang tergolong tidak biasa itu dengan harapan ketika kematian menjemput, jiwanya bisa mandiri, berjalan sendiri karena sudah hafal jalan dari pastoran menuju kompleks pekuburan.

Pria yang terlahir pada 1 Agustus 1929 ini pernah mengalami mujizat dalam hidupnya. Dikisahkannya pada wawancara dengan tatapan bersungguh-sungguh pada tahun 2002 ia berada dalam perjalanan dari Pontianak menuju Singkawang. Kala itu di daerah Sungai Limau nasib tak mujur menghampirinya, ia terlibat dalam kecelakaan di jalan raya. Namun suatu hal yang benar-benar dirasanya adalah terdapat tangan seseorang yang memegangnya, menahannya agar tak terlalu kuat menghantam setir maupun dashboard mobil yang dikemudikannya. Saat kecelakaan terjadi ia bersama dengan dua orang lain yang duduk jauh di belakang setir yang dikendalikannya. Suatu kondisi dimana dua orang di belakangnya tidak mungkin melakukan hal yang dirasakannya sebagai ‘pegangan tangan seseorang’. Saat dievakuasi, tim medis yang menanganinya merasa tipis harapan nyawanya dapat diselamatkan mengingat kondisinya yang sangat memprihatinkan. Di luar dugaan, ketika Pastor Marius siuman dan satu hal yang langsung ia ingat saat itu ia harus memimpin misa berbahasa Tionghoa. Dengan kondisi luka dalam yang jika orang awam hanya bisa bertahan selama tiga jam, Pastor Marius merasa menerima sentuhan kekuatan hingga ia dapat bertahan selama delapan jam sebelum akhirnya mendapat perawatan lanjutan. Dalam kondisi itu ia menguatkan diri untuk pulang ke Singkawang. Tim medis di Singkawang hanya menggeleng-geleng takjub menyaksikan betapa mujizat Tuhan bekerja atas diri pastor ini. Usai merasakan kuasa keajaiban pada tahun 2002, Pastor Marius semakin meyakini segala keselamatan yang dialaminya tak lain karena campur tangan Bunda Maria. 

Hal lain yang juga menjadi kisah tersendiri dari diri pastor yang satu ini adalah dalam kurun masa tertentu, beliau pernah menggunakan peti mati sebagai fasilitas tidurnya. Tentunya hal ini menjadi kondisi tak biasa bagi orang kebanyakan yang secara general memandang segala hal yang berkaitan dengan kematian adalah sesuatu yang masih begitu menakutkan. Ya, pastor Marius memang sudah memesan sebuah peti kepada sahabatnya yang berprofesi sebagai pembuat peti demi kepentingannya sendiri di kemudian hari. Serta merta peti pesanannya dititipkan kepada si pembuat karena untuk membawa peti jenazah ke pastoran bukan hal yang mudah. Selain akan memakan banyak tempat, adalah tak lazim meletakkan peti dalam ruangan yang sebenarnya bukan tempatnya. Suatu waktu ketika sang sahabat pembuat peti berpulang ke penciptanya, peti jenazah pesanannya harus dibawanya ke kediamannya, ke pastoran. Ia lantas meletakkan peti pesanannya di dalam kamarnya dan menjadikannya sebagai tempat beristirahat. Ia tidur di dalam peti jenazah. Cukup lama keadaan itu dijalaninya hingga suatu ketika ia tak dapat bertahan lagi karena hawa panas yang menyelimuti ketika ia tidur di dalam peti. Suatu pengalaman jenaka yang tidak disangka terjadi atas dirinya. Meski kini peti itu tetap berada di kamarnya, kondisinya saat ini kokoh berdiri dan telah beralih fungsi menjadi almari. 

Pada akhirnya sekelumit kisah hidup yang terajut menjadi sisi lain bagi kita memandang sang gembala. Selamat berkarya, Pastor. Semoga selalu sehat dan dilindungi dalam setiap langkah. (Hes)      
NB: Bagi umat yang ingin berinteraksi dengan beliau dapat mengunjungi laman
Facebook: Mar Chen (Marius) dan Youtube: mari2chen.                    


16 Mar 2016

SAAT SUARA DARI TIMUR MENYAPA KOTA AMOI

SAAT SUARA DARI TIMUR MENYAPA KOTA AMOI

 


Suatu kegembiraan bagi Kota Singkawang dan khususnya warga paroki St Fransiskus Assisi (PSFA) atas kedatangan para imam dari berbagai keuskupan di Indonesia serta dua uskup dalam perayaaan Ekaristi Minggu, 21 Februari 2016. Bertepatan dengan penutupan perayaan Imlek, rangkaian acara diawali pawai lampion dan puncaknya adalah digelarnya festival Cap Go Meh.  Kaum berjubah yang hadir tak menyiakan kesempatan untuk turut menyaksikan rangkaian aktrasi perayaan Imlek 2016 di Kota Singkawang yang merupakan ritual memikat bagi para wisatawan baik dari lokal maupun mancanegara.

Aset Wisata
 
Misa pada Minggu itu dipimpin oleh dua uskup yaitu Mrg. Agustinus Agus, Pr dari Keuskupan Agung Pontianak dan Mgr. Dominikus Saku, Pr dari Keuskupan Atambua NTT sebagai selebran utama serta didampingi 14 imam sebagai konselebran, memberi warna tersendiri  di dalam gereja saat itu. Perayaan masa Prapaskah  kedua ini, semakin semarak oleh paduan suara dari koor St. Elisabet dengan dominasi lagu berbahasa latin.

Dalam pengantar kotbah yang disampaikan Oleh Mgr. Dominikus, bahwa Kota Singkawang merupakan aset wisata yang sudah dikenal di dunia internasional dalam perayaan Imlek. “Saya sangat senang karena boleh melihat langsung Kota Singkawang dan bisa ikut pawai  lampion bersama warga, berkat Mgr. Agus yang dengan segala kebaikannya memberi waktu saya untuk bertamu di tanah Borneo tercinta ini.” Tepukan tangan meriah dari umat semakin menggema saat itu ketika uskup memberi contoh bagaimana upaya umat Katolik dalam menghayati wajah Allah Yang Maha Rahim dalam segala dinamika hidup di PSFA tercinta ini. 

Usai perayaan ekaristi, uskup agung Pontianak memberi kesempatan kepada para pastor untuk memperkenalkan diri kepada umat sekaligus tujuan kedatangan tamu agung ini ke Kota Seribu Kelenteng. Delegatus imam dari aneka keuskupan ini ternyata ketua-ketua Komisi  Keadilan dan Perdamaian Pastoral Buruh Migran Perantau (KKPPBMP) di Gereja Katolik Indonesia. Merekalah sebagai tempat pelindung bagi keadilan kaum buruh, TKI, TKW hingga mereka yang di hukum mati di penjara pun kaum egaliter putih ini ikut berjuang bertapa mahal harga nyawa seseorang di hadapan sesama di muka bumi ini.

Aneka Kuliner Orisinil
 
Situasi keakraban para tamu berjubah semakin asyik karena mereka berkesempatan menikmati kuliner dari aneka bina ciptaan masakan  kue/kudapan  hasil karya orisinil umat  pelbagai lingkungan yang ada di PSFA Singkawang. 

Uskup dan kaum berjubah (rohaniwan, biarawan dan biarawati) menikmati berbagai sajian makanan dan minuman yang lezat dan bergizi ditambah suguhan hiburan  lagu-lagu rohani dari panitia yang sangat fantatis di siang itu semakin menyemarakkan suasana di depan halaman gereja. Rintik hujan pun seakan lenyap seketika karena suasana istimewa di bulan Februari 2016 ini.

Bapak Leonardus, Ketua Kring St Maria Singkawang, mengungkapkan kegembiraanya karena  keterlibatan umat dalam hidup menggereja sangat nyata bukan hanya seputar kegiatan rohani tetapi juga kegiatan mengadakan stand kuliner dari berbagai lingkungan yang ada. “Saya merasa juga bahwa hari ini umat sungguh menyatu dan bersatu untuk melihat karya nyata Allah dalam melayani dan menjamu tamu kehormatan dan umat yang hadir saat ini mau menikmati sajian kami dengan penuh gembira,” Komentar ketua panitia Open House sekaligus seksi penyambutan tamu agung ini dengan nada syukur.

Apa kata Mereka
 
Romo Koko, Pr  tidak dapat membendung kegembiraanya mengungkapkan, “Sangat senang dengan situasi gereja yang hidup. Umat  di sini sangat aktif dan terlibat penuh bukan hanya di seputar altar tetapi juga di dalam karya yang nyata. Tidak mudah mengajak umat di lingkungan kota  ini lho, untuk mau partisipatif tetapi di sini enak banget rasanya dech,” papar sekretaris eksekutif KKPPBMP yang berdomisili di Kota Jakarta ini  dengan logat Jakarta sembari dibarengi senyum merekah.

Selain itu Romo Pascal, Pr yang berkarya di Paroki Batam Keuskupan Pangkal Pinang inginnya satu bulan di Kota Singkawang. “Heemm, mimpiku terjawab dan rasanya enggan untuk meninggal kota yang eksotis ini.” Ketika disentil apa pendapatnya tentang suasana di gereja  PSFA hari ini, sembari tetap tersenyum beliau berujar,  “Wahh….pokoknya asyik dech, saya baru menemukan ketulusan umat dalam melayani gembalanya dengan heroik dan tulus. Selain itu  saya sendiri  sungguh-sunggu menemukan dan merasakan persaudaraan umat dengan kaum berjubah dan saya pikir ini pengaruh kedekatan Pastor Paroki dengan umat dengan modal humanis tinggi dan melayani dengan murah hati dan senyum yang tulus,” puji putra keturunan Flores yang suka  makanan bubur babi ini dengan mantap. Masih dengan nada bersemangat pastor penyuka penyuka badminton ini menuturkan, “Saya akan men-sharing-kan kepada umat saya di Batam sebagai oleh-oleh indah untuk saya dalam menggembala domba dari berbagai karakter yang saya temukan,” cetus si suara emas sambil menikmati kue di tangannya dengan antusias.

Uskup Dominikus tidak henti-hentinya memuji keramahtamahan umat di Singkawang dan sangat menikmati sajian di berbagi stand yang tersedia. Menurut Ketua KKPPBMP ini bahwa hidup menggereja di Singkawang sudah jauh berubah dari gaya  gereja piramidal menjadi gereja komunio. “Prinsip belarasa tahun kerahiman  Allah sepertinya diawali dari kebersamaan umat untuk bersama mengarungi langkah bersama Allah menuju tahta Allah di surga,” imbuh uskup yang penuh senyum ini sembari berbagi rasa pengalaman hidupnya dengan para pengungsi di perbatasan Timor Leste yang sampai saat ini masih menangani dengan ikhlas umat kegembalaanya di Atambua, NTT.

Bagaimana tanggapan Uskup Agung Pontianak? 
 
Beliau sengat senang sekali karena sudah sekian  kali mengunjungi PSFA selalu menemukan suasana gembira. Ia berharap, “Semoga PSFA sebagai barometer bagi paroki lain di Keuskupan Agung Pontianak dalam menyambut Tahun Kerahiman,” ungkap Bapa Uskup Agung ini penuh ramah.
Pastor Paroki juga tidak ketinggalan untuk mengungkapkan rasa kegembiraanya. Gathot yang  tidak pernah berhenti berkreasi dalam menggembalakan umatnya dengan spontan menyatakan bahwa, “Seturut  wejangan Paus Fransiskus sebagai gembala harus dekat dengan dombanya,” ujar pastor yang seringkali ber-stand up comedy dalam homili guna melayani kebutuhan siraman rohani umat ini. 

Mengakhiri open house yang meriah Bapa Uskup bersama kaum berjubah dan umat sama-sama menari kondan sebagai bentuk kebersamaan dari khas sang gembala dalam menikmati suasana gereja yang selalu gembira. Semoga momen ini menjadi kenangan manis dalam peziarahan hidup di muka bumi ini. *(Bruf)

 

6 Nov 2015

Mengapa menjadi suster Slot?

Mengapa menjadi suster Slot?



Menjadi suster Slot adalah pilihan Sr. Maria Serafin OSCCap sejak berusia 19 tahun. Ia masuk suster slot (Biara Klaris Kapusines) pada tanggal 8 September 1951 dan langsung menjadi postulan. 
Sebagai orang pribumi yang pertama diantara suster-suster Belanda, dia berjuang dengan tekun untuk belajar bahasa Belanda lewat pelajaran yang diterimanya melalui seorang suster SFIC di Nyarumkop.

Semangat dan penjuangannya untuk dapat menyesuaikan diri dengan suster-suster Belanda memampukannya untuk memasuki masa Novisiatnya pada tanggal 8 September 1952.  Pada tanggal 12 September 1953 dia berkaul sementara dan akhirnya menyerahkan diri secara depenitif dalam Ordo Santa Klara pada tanggal 12 September 1956. 

Beliau memilih cara hidup yang tertutup ini karena merasa bahwa cara hidup seperti ini mendukungnya untuk dapat banyak berdoa bagi gereja, dunia dan terutama bagi para penderma. Baginya berdoa adalah sesuatu yang menarik karena akan selalu bertemu dan ingat akan Tuhan yang menebus umat manusia dari dosa.  

Selama 60 tahun hidup membiara sr. Maria Serafin mengalami bahwa doanya tidak selalu dikabulkan oleh Tuhan dan meskipun doanya dikabulkan ia merasa bahwa itu bukan karena hasil doa dan tapa yang dipersembahkannya.  Karena itu baginya tidak begitu penting untuk mengetahui Apakah doanya dikabulkan Tuhan atau tidak.  Namun yang jelas tugas doa dia hayati sebagai penyerahan diri yang total kepada Tuhan melalui panggilan yang dia terima dari Tuhan.  Penyerahan diri yang total inilah yang mendorongnya untuk semangat menghadirkan sukacita bagi gereja dan dunia. 

Sr. Maria Serafin pernah menjadi abdis dari tahun 1989-1994 Beliau adalah seorang rubiah yang sederhana, polos, taat pada aturan, seorang karismatik dan seorang yang memiliki matiraga yang keras terutama terhadap dirinya sendiri. Semangat doanya tak pernah padam meskipun kini usianya telah 83 tahun. Dalam usia yang sudah senja ini ia mesih mampu bangun tengah malam setiap hari untuk berdoa bersama anggota komunitasnya. 

Misa syukur 60 Tahun Hidup Membiara

Pada tanggal 12 September 2015 Sr. Maria Serafin Daros OSC Cap merayakan Hari Ulang Tahun kaulnya nya ke-60 dalam Misa syukur yang dipimpin oleh P. Heribertus Hermes Pr yang adalah keponakannya sendiri dan didampingi oleh dua imam kapusin yaitu P. Harmoko OFM Cap Dan P. Krispinus OFM Cap dari Keuskupan Agung Pontianak.  Misa Syukur ini dihadiri oleh keluarga, Para fransiskan dan kenalan para suster. Karena diminta oleh Pastor yang menyampaikan homili Sr. M Serafin menyampaikan pesan untuk umat yang hadir agar tetap berdoa sebagai orang katolik sekurang-kurangnya pada hari minggu dan berdoa waktu makan dan tidur. Setelah Misa semua umat diundang makan bersama di Biara.  Acara Dibuka dengan menyanyikan lagu Ulang Tahun dengan beberapa bahasa, makan bersama dan beberapa suster menampilkan Lagu dan tarian Kipas untuk Sr. M.Serafin dan semua undangan yang hadir. Selamat atas HUT membiaranya suster semoga persembahan hidup suster mendatangkan kebahagiaan dan keselamatan bagi gereja dan dunia.
 (Sr. M. Agnes OSC Cap)





26 Okt 2015

MELAYANI DEMI KEMULIAAN NAMANYA

MELAYANI DEMI KEMULIAAN NAMANYA


Singkawang, Kamis, 24 September 2015 pukul 10.00 Wib, bertempat di Aula Paroki Singkawang  para undangan baik dari awam maupun religius berkumpul untuk memilih ketua Dewan Pastoral Paroki (DPP) St. Fransiskus Assisi Singkawang, Keuskupan Agung Pontianak periode 2015-2018.

Peserta yang hadir terdiri dari seluruh tokoh umat Katolik Singkawang, baik pengurus DPP lama, perwakilan stasi, wilayah, lingkungan, kring, organisasi maupun utusan dan beberapa lembaga religius yang berkarya di Paroki Singkawang. Acara ini dipandu langsung oleh  Bapak Ignas Nandang, S.Kep, Ners sebagai Master of  Ceremonial (MC) dengan ramah dan humanis.

Sebelum masuk pada termin pemilihan ketua DPP baru, MC mengajak peserta yang hadir bersama-sama memohon bimbingan Roh Kudus agar yang terpilih sungguh mau melayani umat di paroki sekaligus sebagai sayap kiri pastor paroki. Doa pembukaan  dipimpin langsung oleh Br.Flavianus, MTB, kemudian diteruskan dengan pembacaan laporan pertanggungjawaban ketua DPP periode 2012-2015.

Bapak Ambrosius Kingking, SH  menyampaikan secara terbuka kegiatan-kegiatan dan program yang telah dilakukan para pengurus  DPP lama selama satu periode baik yang terprogram, terencana dengan baik dan berjalan lancar. Setelah itu lagi-lagi MC memberi kesempatan kepada narasidang untuk memberi tanggapan atas laporan tersebut. Bapak Y. Kaswin selaku seksi pastoral keluarga memberi masukan agar sekiranya dari seksi pastoral keluarga dideskripsikan secara detail yang selama ini sudah dijalankannya dengan penuh tanggungjawab di lingkungan atau wilayah kota Singkawang dan sekitarnya.

Selain itu muncul ide baru dari Bapak Drs. Titus Pramana, M.Pd agar pada kepengurusan periode berikutnya ada seksi khusus pemerhati sekolah Katolik yang ada di Paroki Singkawang. Menurut ketua koordinator pengawas Dinas Pendidikan  Kota Singkawang yang sekaligus  dipercaya oleh pemerintah sebagai tim akreditasi sekolah-sekolah yang ada di Kalbar baik tingkat kota maupun kabupaten ini, bahwa wacana untuk pemerhati dalam bidang pendidikan, paroki mempunyai hak dan kewajiban untuk membantu mutu sekolah yang ada sebagai mana telah diatur dalam kitab hukum kanonik Gereja Katolik. 

Pada Segmen selanjutnya MC mengundang semua peserta untuk memilih ketua DPP periode 2015-2018. Tidak memakan waktu lama, maka muncul nama yang tak asing lagi yaitu Ambrosius Kingking, SH yang kembali dipercaya untuk memimpin dan melayani umat untuk periode 2015-1018. Semua umat yang hadir memberi aplaus dan apresiasi atas kesanggupannya  sebagai dukungan dan penyemangat bagi Ambrosius dalam mengembangkan tugas yang dipercayakan kepadanya. “Pastor dan bapak ibu yang terkasih, sebenarnya saya belum siap melaksanakan tugas yang mulia ini, namun karena ini adalah pelayan di gereja saya bersedia untuk menerima tugas mulia ini tanpa paksaan tetapi tulus dan Iklas,” mengawali  sambutan dari ketua DPP periode 2015-2018 yang juga merupakan Lurah Sagatani ini semakin menguatkan Pastor Gathot dalam sambutan terhadap ketua DPP terpilih. “Saudara/i terkasih, sejarah Gereja Katolik membuktikan bahwa sejak Konsili Vatikan ke-2, Pintu Gereja semakin terbuka untuk menghirup udara segar, di mana peran awam sangat kuat dalam membantu dan melayani untuk keberlangsungan Gereja Katolik hingga kokoh dan kuat kepemimpinannya sampai saat ini,” ungkap penyuka sinema Humaniora ini. Lanjutnya bahwa gereja yang terkesan dengan model ‘piramid’ dirombak total menjadi gereja berbentuk ‘comunio’, di mana kita semua bersatu untuk mewartakan visi dan misi kerajaan Allah di muka bumi ini tanpa disekat oleh gelar atau jabatan semuanya saling melayani.” Tepukan tangan meriah dari semua yang hadir menutup rangkaian dalam sambutan imam yang penuh pesona ini dengan mantap.

Sebelum mengakhiri kegiatan ini ketua DPP terpilih memilih pengurus inti dan seksi-seksi untuk membantu dalam kegiatan kegiatan berikutya. Selain itu untuk memperlancar kinerja pengurus inti maka lahirlah seksi-seksi berikut ini, yaitu sejumlah 9 seksi dan 1 seksi masih dalam wacana. Adapun bidang-bidang tersebut adalah liturgi, pewartaan, pembinaan iman anak, hubungan antar agama dan kepercayaan, pastoral keluarga, sosial paroki/pengembangan sosial ekonomi (PSE), humas, kepemudaan, inventaris/asset  gereja dan satu dalam tahap penjajakan yaitu: komisi pemerhati mutu sekolah Katolik yang ada di Paroki Singkawang. Selain itu tidak luput juga perwakilan organisasi dan dari lembaga religius yaitu Pemuda Katolik (OMK), Wanita Katolik RI, ISKA, PDKK, Legio Maria, PPKS  dan dari religius regular dan sekular yakni Kongregasi Suster SFIC, MTB dan OFS.

Semoga yang terpilih dapat melaksanakan job description tugasnya sehingga semuanya berjalan dalam visi misi yang sama yaitu melayani umat demi kemuliaan nama-Nya di muka bumi dan di surga. (Bruf)


23 Agu 2015

MERIAHNYA EKM DI SAGATANI

MERIAHNYA EKM DI SAGATANI   

 
Senja itu Sabtu, 22 Agustus 2015, pukul 17.00, rombongan Orang Muda Katolik (OMK) dari berbagai stasi di Paroki St. Fransiskus Assisi Singkawang, dengan penuh suka cita mengantre panjang mengisi buku tamu yang telah disediakan oleh panita OMK St. Kristoforus Sagatani. Perhelatan digelar mirip pesta pernikahan, dua orang muda berdiri di pintu masuk gereja dengan ramah mempersilakan rekan-rekannya untuk masuk ke Gereja Stasi Santo Kristoforus Sagatani. “Mari teman-teman silakan masuk dan jangan lupa mengisi buku tamunya ya!,” pinta salah satu pemudi yang senyumnya mengundang orang untuk tidak segan berjabatan tangan dengannya. Potret situasi sebelum EKM ini dimulai penerimaan tamu, seolah-olah mengajak kita masuk ke rumah Tuhan dan benar-benar disapa dengan senyum tulus, ikhlas sejati. Belum lagi musik bernuansa khas Dayak mengalun di senja itu, semakin menambah semarak suasana hati segenap umat yang hadir untuk bisa menangkap apa itu EKM bagi umat Katolik Sagatani.

Tibalah saatnya para penari berbaris bersama rombongan Imam di depan Gereja. MC mulai menyapa selamat datang kepada OMK dan sambutan musik Dayak dengan kelompok penari mulai masuk ke gereja mengundang umat untuk menyapa mari bergandeng bersama kami OMK yang sama-sama bergembira untuk memuji dan memuliakan Tuhan dengan cara dan gaya kami orang muda saat ini. Berbagai  piranti komunikasi dalam genggaman tangan pun tak ketinggalan sigap mengabadikan momen EKM perdana di gereja tersebut.

Budaya Pro-Life
 
Pastor Gathot dalam  homilinya menyapa orang muda sesuai tema Nasional dalam HUT kemerdekaan  ke 70  RI  “Ayo kerja” mengajak OMK untuk saatnya kita berjuang dan bekerja tiada henti-hentinya menuju generasi yang sehat baik jasmani maupun rohani dengan revolusi mental secara akariah. “Teman-teman, kita tahu bahwa tantangan yang dahsyat saat ini adalah bagaimana kita bisa bertahan hidup di masa muda ini, dengan tidak terjerumus dalam narkoba,” ujar Pastor Gathot dengan nada lantang.  “Kami para gembala bersama uskup Se-Indonesia, sama-sama berjuang agar kita tetap setia pada ajaran Yesus untuk mempertahankan pro-life/membela kehidupan dan bersama memberantas/menjaga diri dari narkoba dalam hidup kita. Kita sangat berharap melalui EKM ini kita sama-sama merefleksi bahwa teman-teman yang sudah terjerumus di dalam pengaruh narkotika, sebaiknya kita merangkul mereka dan mendekatinya dengan penuh kasih,” tegas Pastor Gathot yang terkenal ramah kepada siapa saja yang berjumpa dengannya.

Situasi EKM di malam Minggu itu, semakin semarak dengan adanya tarian persembahan serta lagu-lagu gaya anak muda yang menyelimuti atmosfer ruang ekspresi iman mereka dalam corak dan gaya EKM dari OMK Santo Kristoforus Sagatani. Tepuk tangan yang meriah dari OMK yang hadir saat itu memberi pujian yang memang pantas ditujukan bagi panitia, baik dari segi persiapan tempat, model liturgi, serta gaya dalam mengemas acara. 

Spiritualitas EKM
 
EKM sampai saat ini masih belum menjadi tempat yang istimewa bagi umat dewasa oleh karena pemahaman EKM masih seputar gaya anak muda. Padahal dalam liturgi EKM tidak pernah berubah sesuai dengan susunan resmi perayaan Ekaristi Gereja Katolik. Perbedaanya hanya terletak pada lagu bertematis dan disesuaikan dengan gaya anak muda, dan peserta yang hadir sebagai umat adalah  orang muda sendiri serta orang tua yang berjiwa dan semangat muda. EKM sebenarnya pintu dan jendela angin segar bagi ruang ekspresi iman orang muda sekaligus salah satu cara menemukan karakter iman sejati orang muda dalam mengikuti Yesus yang bahagia dan enjoy baginya. Maka roh/spiritual EKM adalah enjoy dan happy bersama Yesus dalam hidup orang muda setiap hari.

Yudhistira, pendamping OMK Sagatani dalam ruang terpisah mengungkapkan kepuasannya dalam EKM perdana tersebut. “Kami tidak menyangka semuanya  ini bisa berjalan dengan lancar dan OMK hadir begitu banyak malam ini. Waktu persiapan pun begitu singkat namun kami tetap yakin bahwa apa  yang  kami rancang bersama, Tuhan ikut terlibat di dalamnya dan kami enjoy banget,” ujar guru SMP Pengabdi ini dengan penuh semangat. Ungkapan dari pedamping OMK ini pun mendukung kesan dari ketua OMK sendiri. “Kami sangat bersyukur bahwa EKM perdana ini sebagai pengalaman pertama bagi kami panitia, sekaligus pemula dalam pelaksanaan EKM. Momen ini tidak bakal kami lupakan seumur hidup,” papar Aneng Supriady dengan bangga. “Semoga ke depannya, kami dapat lebih baik lagi dan mantap,” tegas Aneng dengan wajah gembira.

Pendamping OMK Angkat Bicara
 
Setelah EKM selesai para pendamping dari OMK Singkawang, Sijangkung, Pangmilang, Capkala, Sagatani, Sungai Duri dan juga dari Stasi yang jauh, berkumpul untuk membicarakan rencana pertemuan Bulan Kitab Suci di Sanggau Ledo di bulan September 2015, Temu Raya OMK Keuskupan Agung Pontianak di Nyarumkop di bulan November 2015 dan pertemuan akbar OMK Paroki Santo Fransiskus Assisi di bulan Juli 2016 bertempat di Kompleks SMP Santo Tarsisius Singkawang. 

Sementara itu di luar gereja semua yang hadir menikmati santapan malam bersama, sambil diringi musik dari OMK Santo Kristoforus Sagatani. Tampak hadir pula anak-anak Sekolah Minggu ikut meramaikan suasana dengan menyumbang tarian di atas pentas. Suguhan acara malam itu pun semakin memanjakan semua pasang mata yang hadir. Unjuk kebolehan dari berbagai OMK Stasi  di antaranya  vokal grup, pop singer, musik tradisonal maupun tarian-tarian berhasil memukau hati orang muda. Semua yang hadir malam itu seolah merasakan berat beranjak dari tempat duduk karena terhipnoptis oleh kepiawaian OMK dalam membawa acara yang super smart dan keren. 

Bravo OMK Sagatani yang menjadi pioner dan piloting untuk wilayah Singkawang Selatan. “Ciaoo dalam Yesus, Bro.  Next time kita jumpa dalam EKM di stasi berikutnya ya!,” tutup MC dalam perhelatan malam Minggu gembira bersama OMK Sagatani saat itu. Betul-betul fantatis, Man! (Bruf)


21 Jun 2015

Bruder dari Huijbergen Berenang ke Kota Amoi

  Bruder dari Huijbergen Berenang ke Kota Amoi 

 
Bruder MTB, Photo by Google Image


Apa Itu Bruder?

Bruder atau Brother atau Frater adalah 3 bahasa yang berbeda, yakni bahasa Belanda, Inggris dan Latin. Ketiga kata itu secara harafiah artinya: Saudara. Menjadi seorang brother atau bruder berarti ingin menjadi saudara bagi sesama, bersikap sebagai saudara, abang, kakak ataupun adik terhadap orang lain. Menjadi seorang brother atau bruder dengan jalan bergabung dengan suatu persekutuan persaudaraan atau disebut sebagai kongregasi atau tarekat.

Ikut Mencerdaskan Generasi  Bangsa

Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) atau sering disapa Bruder MTB merupakan salah satu konggregasi Kepausan yang masih bertahan berkarya di Kota Singkawang. Pada tahun 1921, lima orang bruder  dari  Huijbergen-Belanda  menginjak  kota Singkawang untuk membantu karya karitatif di bidang pendidikan. Kehadiran misionaris militan ini sebagai bentuk jawaban  atas undangan dari Mgr. Pasifcus Bos, OFMCap untuk melayani bagi pendidikan anak-anak kaum buruh di Singkawang. Karyanya  dimulai di bidang pendidikan, asrama dan di kemudian hari  membangun persekolahan serta menjadi pengajar di beberapa sekolah, yang sampai sekarang   lembaga itu masih bertahan di antaranya, SMP dan  SMA Santo Paulus Nyarumkop, SMP Pengabdi dan Bruder Singkawang dan lain sebagainya.

Menurut sejarah, selain mereka sebagai guru di Seminari Nyarumkop, para bruder juga menjadi pembina Asrama Santa Maria  putra dan putri yang sekarang masih bertahan adalah asrama putera beralamat di  Jl. Diponegoro No. 4 Singkwang. Pada tahun 1948 mereka membuka sekolah CVO (Cursus Volkschool Onderwijzer), OVVO, SGB dan SPG. Karya pendidikan Formal ini berakhir pada tahun 1980. Mungkin banyak orang tua atau umat katolik di Kota Singkawang dan sekitarnya sudah menjadi orang sukses saat ini. Setidaknya ada yang mendapat  sentuhan tangan humanis misionaris Belanda.Tentu saja banyak kisah kasih  dan kenangan indah bersama bruder MTB sebagai guru dan murid waktu itu. Sayangnya penulis belum melakukan liputan khusus mengenai hal ini.

Tahapan Menjadi Bruder

Kongregasi yang bersemangat spiritualitas Fransiskan ini berpusat di Huijbergen Keuskupan Breda Negara Belanda. Karyanya menyebar di Kalimantan Barat  (Singkawang-Pontianak-Sekadau Kualadua-Putusibau) serta di Pulau Jawa dan Merauke. Mungkin ada yang bertanya apakah setelah Bruder ada tahapan menjadi Imam. Panggilan Menjadi Bruder hanya sampai pada Bruder seperti panggilan menjadi suster. Mereka sampai pada tahap kaul kekal. Kaul inilah yang mereka hayati dalam hidup membiara yaitu: kemiskinan, kemurnian dan ketaatan. Dengan menghayati kaul-kaulnya mereka berkarya dalam karya pendidikan Formal,Non Formal dan Karya sosial lainya. Pendidikan menjadi bruder MTB mempunyai tahapannya yaitu: mas aspiran 1 tahun bertempat di Pati Jawa Tengah, postulan  1 tahun dan Pendidikan Novisiat 2 tahun bertempat di Jogyakarta dan kemudian masa Yunior selama 6 tahun dengan berkarya  dikomunitas karya atau  sambil belajar di berbagai perguruan Tinggi yang ada di Jogjakarta-Semarang, Malang dan Pontianak. Selama studi di perguruan Tinggi setiap bruder mengambil jurusan sesuai dengan bakat dan minatnya seperti Ilmu keperawatan, keguruan, teknik sipil, kemasyarakat, hukum, teologi, ekonomi. Singkatnya sesuai kebutuhan  karya dan umat yang  kita layani.

Pesyaratanya Muda

Kongregasi MTB mengundang orang muda untuk bergabung menjadi Bruder MTB. Persyaratannya mudah kog. Tamat SMA atau Sederajat. Syukur kalau sudah kuliah. Berusia 17 tahun keatas. Sudah dibaptis secara Katolik. Foto Copy Ijazah SMA. Surat Keterangan  kesehatan dokter, Batas usia maksimal 30 tahun dan terdapat pengecualian. Nah, di Paroki Santo Fransiskus Assisi mereka tinggal di Jl. Ponegoro No. 4 Singkawang Hari-hari hidupnya melayani  di yayasan,  sekolah, asrama, mengurus museum dan mengikuti  kegiatan hidup menggereja lainya. Ingin tahu lebih dalam siapa dan apa sih Bruder MTB itu, nah tunggu apa lagi,  kontak saja dengan Bruder Flavianus, via HP. 081256112666. Atau klik  di http://kongregasimtb.blogspot.com atau www.abcfh.nl/id . Di sana Anda akan mengetahui seluk belum kehidupan Bruder MTB. Bersama Kongregasi lain yang ada di dunia kami sama-sama berkarya demi maksud Injil yang nyata serta semakin dimuliakannya nama Tuhan di bumi dan di surga. (bruf)


6 Jun 2015

BLOOD FOR LIFE : Siapapun Bisa Berbagi Kehidupan

BLOOD FOR LIFE : Siapapun Bisa Berbagi Kehidupan




                  Kemanusiaan adalah hal yang terpenting yang harus didahulukan dibandingkan apapun juga. Apalagi jika itu menyangkut kehidupan seseorang. Menyumbangkan darah adalah menyambung nyawa, memberi kehidupan. Blood For Life, sebuah misi yang  mengusung penyelamatan manusia. Kegiatan ini digerakkan Ibu Emiliana Karsiah, dengan melibatkan orang muda katolik (OMK) Paroki kita yang diketuai Trifonia. Penyelenggaraan  Blood For Life kali ini merupakan tindaklanjut dari aksi kemanusiaan Seksi Sosial Paroki yang diselenggarakan dalam rangka merayakan HUT pertama Santa Monika yang jatuh pada tanggal 11 Agustus 2014 lalu. Kegiatan ini terselenggara berkat kerja sama dengan PMI Kota Singkawang.
                   Kegiatan Blood For Life pada tanggal 7 Desember 2014 setelah misa kedua diharapkan umat semakin menyadari betapa setetes darah yang disumbangkan adalah bentuk ambil bagian dalam karya penyelamatan Allah bagi saudara kita yang membutuhkan darah. Inilah saatnya umat Singkawang khususnya Paroki Singkawang meneteskan darah untuk saudara kita yang sedang dalam kesakitan seperti Yesus meneteskan darah di kayu salib untuk menyelamatkan manusia.
                   Donor darah sangat baik manfaatnya bagi kesehatan si pendonor, yaitu dapat menjaga kesehatan jantung, meningkatkan produksi sel darah merah, membantu penurunan berat tubuh, mendapatkan kesehatan psikologis, menditeksi penyakit si pendonor. Inilah salah satu paradoks cinta, ketika kita memberi maka kita juga akan mendapatkan. Ketika kita banyak memberi, kita akan banyak mendapatkan. Selain itu, ketika kita hendak donor darah, kita akan dilakukan cek kesehatan sebagai persyaratan. Dengan dilakukan pemeriksaan tensi sebelum donor,kita bisa mengetahui kondisi kesehatan sehingga kita bisa menjaga kesehatan secara lebih baik. Dokter Karsianto menganjurkan supaya kita rutin melakukan donor darah, selain sebagai bentuk tindakan mulia, juga meregenerasi sel darah merah, yang sangat baik bagi kesehatan tubuh kita. Bagi seluruh umat yang tergerak untuk melakukan donor darah secara rutin, PMI Kota Singkawang membuka posko donor darah 24 jam. Bagi para pendonor yang berminat boleh menyumbangkan darahnya secara teratur 3 bulan sekali datang ke kantor PMI Kota Singkawang.
                       Pendonor untuk bulan Desember ini berjumlah 37 orang. Sebenarnya 38 orang, namun dikarenakan 1 orang memiliki tensi yang tidak memenuhi syarat yaitu 100/60 mm Hg (tekanan darah rendah) terpaksa belum diperkenankan. Selain itu ada juga Ibu yang merasa lemas. Ibu Veronika, 34 tahun, Guru SMA St. Ignasius. Beliau menjelaskan "sudah belasan tahun tidak pernah donor, sebelum donor memang belum sarapan, dan langsung syok setelah diambil darahnya, merasa cutam, badan terasa dingin semua. Tetapi, sangat senang telah bisa mendonorkan darah AB nya karena sangat langka. Dengan harapan bisa dapat menolong sesama yang memerlukan."
                     Kegiatan kali menjadi sangat menarik ketika para pendonor bukan hanya umat Paroki Singkawang. Para Imam pun antusias memberikan darahnya untuk disumbangkan. Terlihat saudara Kapusin yang tinggal di Rumah Novisiat Kapusin Pontianak di Poteng, Singkawang. Mereka berjumlah empat orang. Pastor Cahyo, OFM.Cap (Pimpinan Novisiat Poteng) dan bersama 3 orang Frater. Setelah donor Pastor Cahyo, OFM.Cap berujar “tidak ada perubahan yang terlalu drastis, biasa saja, tambah sehat sepertinya.
                    Berikut persyaratan supaya seseorang bisa mendonorkan daranya,: umur 17 tahun-60 tahun, berat badan minimal 45 kilogram, temperatur tubuh 36,6-37,5 derajat Celsius, tekanan darah sistole bekisar 110 -160 mm Hg dan diastole bekisar 70 – 100 mm Hg, Hb minimal 12,5 gram, tidak sedang hamil, menyusui, haid, mengidap penyakit Hepatitis B & C, HIV AIDS, Sifilis, jumlah penyumbangan darah sekurang-kurangnya 3 bulan kemudian setelah donor. 
                  PMI Kota Singkawang melakukan penyimpanan paling lama 4 minggu. PMI telah bekerjasama dengan pihak Rumah Sakit di Kota Singkawang seperti RS St. Vincentius, DKT, RS Harapan Bersama, RS Abdul Azis, RS Serukam, sehingga untuk 1 minggu sudah terdistribusi dengan baik setelah masa pengolahan darah tersebut. Harga sekantong darah diberikan Rp.250.000,-/kantong. Peserta yang menggunakan Jamkesmas, Askes, BPJS tidak dikenakan biaya/gratis.
                       Kegiatan Blood for Life ini merupakan ungkapan Natal berupa pemberian diri kepada Allah. Semangat solidaritas hendaknya dibagikan kepada sesama. Natal akan memberikan kegembiraan bagi pendonor karena darah kita bisa bermanfaat untuk menolong orang lain.”
Kita dapat memaknai kegiatan Blood For Life sebagai bentuk terima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus atas anugerah kehidupan dan kesehatan yang kita terima dan kita diutus  untuk berbagi kepada mereka yang membutuhkan. Terimakasih untuk para panitia, penanggungjawab, pendonor, dan PMI atas kebaikan dan ketulusan hatinya sehingga kegiatan ini dapat  terlaksana dengan baik. Setetes darah yang kita sumbangkan, adalah kado terindah bagi bayi Yesus, yang akan memberi kehangatan bagi saudara kita yang kedinginan karena sakit dan derita. Hidup terindah adalah hidup yang terus berbagi. SELAMAT NATAL, TUHAN MEMBERKATI.(SHe)

2 Jun 2015

MISA NATAL LANSIA 2014 : MENJADI LANSIA BERKARYA MELALUI DOA DAN KEHENINGAN

MISA NATAL LANSIA 2014 :

MENJADI LANSIA BERKARYA MELALUI DOA DAN 

KEHENINGAN

                  Menjadi lansia (lanjut usia) acap kali merupakan hal yang mengkhawatirkan bagi banyak orang. Lansia sering dikonotasikan dengan tidak mampu secara fisik, kesepian, tidak punya banyak teman, penurunan daya pikir, finansial dan kesehatan. Tak jarang dalam kenyataan lansia tidak mampu melakukan aktivitas untuk diri sendiri dan harus dilayani orang lain. Sehingga secara psikis mereka merasa frustasi, kecewa dan marah pada diri sendiri. Realitanya, menjadi tua adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa ditolak.
                Gereja sebagai paguyuban orang yang saling berbagi kasih dan hidup berdasarkan kasih menyadari akan hal itu. Kasih Gereja St. Fransiskus Assisi kepada para lansia diwujudkan pada Misa Natal Lansia, Minggu 27 Desember 2014. Misa yang begitu istimewa ini dipimpin oleh dua orang Imam, yaitu Pastor Gathot, OFM.Cap dan Pastor Egidius, OFM,Cap. Saat homili Pastor Gathot, OFM, Cap mengajak para lansia untuk tidak berfikir menjadi lansia itu identik dengan tidak berdaya. Menjadi lansia itu masih bisa bekarya dan merasul. Karya kerasulan yang dapat dilakukan lansia yaitu membangun relasi yang akrab dengan Tuhan melalui keheningan doa. Doa tidak perlu diartikan harus pergi ke gereja dan berdoa berlama-lama. Doa Bapa Kami dan Salam Maria adalah dua doa yang sangat ampuh, yang akan menciptakan keheningan dan kedamaian hati. Inilah karya kerasulan lansia yang merupakan kerasulan gereja.
                Sebagai umat paroki Singkawang kita patut berbangga karena paroki kita memiliki rasa hormat dan cinta yang sangat besar kepada para lansia. Betapa tidak, setelah misa selesai, berderet dan berjejer kursi telah disiapkan oleh panitia untuk tempat duduk para lansia. Dibantu oleh Legio Maria dan WK, umat Kring Putra Daud mengarahkan dan menuntun para lansia duduk dengan tertib. Mereka duduk di depan Gereja seolah mengatakan kepada kita, merekalah perintis Gereja ini. Dalam kata sambutannya Pastor Gathot, OFM. Cap dan sesepuh lansia mengungkapkan betapa kita patut berterima kasih kepada umat dan Perduki (Persekutuan Doa Usahawan Katolik Indonesia) yang memberikan perhatian pada lansia.  Potret mengharukan ditampilkan kepada kita ketika lansia saling melayani dan dilayani ketika mengambil makanan santap siang. Yang bisa berjalan mengambil makan sendiri dan yang tidak bisa berjalan diambilkan. Sungguh perjamuan makan yang sangat indah. Pada saat itu, Yesus sungguh-sungguh dirasa lahir dalam hati para lansia dan umat yang hadir.
                Pada penghujung acara panitia membagikan kurang lebih 450 bingkisan (dari Perduki) kepada para lansia yang hadir. Bingkisan ini menjadi ungkapan cinta Gereja bagi para lansia. Sementara lansia yang tidak bisa hadir, bak Sinterklas, panitia melalui ketua kring  akan mengantarkan bingkisan-bingkisan itu ke rumah mereka ataupun pada saat pengiriman komuni. Seluruh rangkaian perayaan Natal Lansia kali ini mau menyampaikan pesan kepada kita “ Jangan takut menjadi lansia karena menjadi lansia tetap bisa berkarya dan merasul melalui doa dan keheningan. Menjadi lansia, menjadi makin dekat pada Tuhan.” Menegaskan kepada para lansia akan kebenaran Sabda Tuhan. “Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman”(Mat 28:20). (SHe)