Gereja Katolik St. Fransiskus Assisi Singkawang
Jl. P. Diponegoro No. 1 Singkawang
3 Sep 2019
WALIKOTA TURUT SERTA PAWAI BKSN 2019 DI PAROKI SINGKAWANG
19 Agu 2018
KURSUS MEMBANGUN RUMAH TANGGA DALAM LINGKUP GEREJA
KURSUS MEMBANGUN RUMAH TANGGA DALAM LINGKUP GEREJA
4 Jun 2017
Pelantikan Pengurus PWK Santa Monika Singkawang Periode 2017-2020
Minggu, 2 April 2017. Misa di Gereja Katolik St Fransiskus Assisi Singkawang digelar seperti biasa, dua kali, misa pertama pada pukul 6 dan misa ke dua pukul 8. Namun ada yang berbeda pada misa ke dua. Dalam prosesi misa diselipkan pelantikan para pengurus baru Warakawuri Santa Monica yang berdiri sejak 2014.
Pergantian kepengurusan kali ini sebenarnya tak jauh berbeda dengan para penggagasnya pada awal terbentuk perkumpulan single parent region Singkawang yang dapat dikatakan mengabdikan paruh waktunya bagi pelayanan terhadap gereja. Berikut adalah jajaran pengurusnya yang baru:
Ketua: Emiliana Karsiyah
Wakil ketua: Agustina Swarni
Sekretaris: Marsiana
Bendahara: Veronika Agustina
Seksi Kerohanian: Suryati
Seksi sosial: Maria Yohana
Akomodasi: Yuliana Fan
Moderator: Pastor Stephanus Gathot Purtomo, OFM.Cap.
Pendamping: Bruder Gregorius Petrus Boedi Sapto Noegrogo, MTB.
Penasihat: Teresia Istiarti
Pergantian dan pelantikan kepengurusan ini dilakukan dan dipimpin oleh Herkulana Louis Blaise, S.H., selaku Ketua PWK Katolik Santa Monika Keuskupan Agung Pontianak. Dalam rangkaian acara pelantikan ini para pengurus mengucapkan janji untuk bersedia mengambil bagian berkarya dalam rumah Tuhan di bawah payung PWK Santa Monika, usai janji diucapkan dan seluruh berkas ditandatangan, maka segenap pengurus diberkati oleh pastor paroki Singkawang.
Ditemui usai misa dalam acara ramah tamah, wanita cantik paruh baya Ketua PWK Keuskupan Agung Pontianak ini mengapresiasi jalannya pelantikan yang berlangsung lancar. Beliau juga menuturkan harapannya berkenaan dengan para pengurus PWK Singkawang yang baru, “Semoga kepengurusan yang baru ini dapat melayani umat terutama sesama anggota Santa Monika di wilayah Kota Singkawang sendiri dan mengedepankan pelayanan untuk gereja,” pungkasnya.
Senada dengan pernyataan Ketua PWK Keuskupan Agung Pontianak, ketua PWK Singkawang yang baru dilantik pun menggarisbawahi hal serupa, “Program kerja kami sederhana, tidak muluk-muluk, yang terpenting doa, rekoleksi, dan berbuat apa yang kami sanggup lakukan yang terbaik untuk gereja, melayani dengan membantu kegiatan-kegiatan sosial yang bersentuhan langsung dengan gereja.”
Adapun pergantian kepengurusan ini menjabat hingga tiga tahun ke depan yakni periode 2017-2020. Akhirnya selamat bekerja dan berkarya bagi pengurus PWK Santa Monika Singkawang yang baru. Berkat Tuhan selalu menyertai. (Hes)
25 Jun 2015
Ayo menjadi Ekaristi untuk yang lain!
“Dari kecil sebenarnya aku sudah rindu; pengen sekali menerima komuni. Sekarang perasaanku bahagia, sudah bisa menerima Tubuh Kristus. Dan aku berjanji akan rajin mengikuti misa di gereja”. Sepenggal kesaksian itu muncul dari seorang Krescentia, anak kelas VI yang baru saja dipermandikan dan boleh menyambut komuni untuk pertama kalinya. Untuk menggapai “mimpinya” itu, Krescentia harus menebusnya dengan usaha keras. Bayangkan saja dia perlu bersabar untuk menunggu selama lebih dari 2 tahun karena selama itu pula dia harus mengikuti persiapan katekumen. Belum lagi dia harus menempuh jarak sekitar 7 km dari rumahnya untuk bisa ikut pelajaran katekumen di Gereja Stasi Sagatani.
Krescentia adalah salah satu dari 45 anak yang mendapat anugerah boleh menerima Tubuh Kristus untuk pertama kalinya. Berbeda dari biasanya kali ini penerimaan Sakramen Baptis dan sambut baru yang dirayakan dalam Ekaristi diadakan para hari Senin 22 Juni di Stasi Sagatani, Paroki Singkawang pukul 16.00 sore. Kentara sekali bahwa para calon baptisan baru dan sambut baru sudah tidak sabar lagi menunggu momen yang sangat bersejarah dalam hidup mereka. Terbukti sejak pukul 14.00 mereka sudah berkumpul di gereja.
Perayaan kali ini terasa istimewa karena anak-anak putrinya didandani bak malaikat. Mereka memakai jubah putih dengan mahkota bunga di kepalanya. Sedangkan anak-anak putranya pun tak mau ketinggalan. Mereka memakai jubah putih dengan bunga di dada. Setiap anak diapit oleh orang tua atau wali mereka masing-masing sebagai bentuk tanggungjawab orangtua dalam membimbing iman anak-anaknya. Penampilan mereka membuat iri anak-anak yang menerima komuni pada tahun-tahun sebelumnya. Ada pula yang sempat berkomentar, “Rasanya mau ikut terima komuni pertama lagi ya”.
Di bawah sengatan matahari dan cuaca yang kurang bersahabat calon baptisan baru dan komuni pertama berarak menuju Gereja. Seolah tidak peduli dengan panasnya cuaca, rombongan tetap bersemangat, melangkah ke depan altar sambil menyanyikan lagu Biar Kanak-Kanak Datang Padaku. Begitu masuk gereja, Ekaristi pun segera dirayakan.
Demi menyelaraskan tema, bacaan Kitab Suci sengaja dipilih dari Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus. Dalam kotbahnya, Pastor Gathot menyerukan pentingnya berbagi kasih dengan sesama karena salah satu pesan yang paling kuat dari Perayaan Ekaristi adalah kerelaan Tuhan yang mau berbagi dengan manusia supaya manusia bisa hidup. Ini sekaligus menjadi undangan bagi manusia untuk mau berbagi. “Tugas kalian tidak selesai hanya dengan permandian dan komuni. Justru Tubuh Kristus yang kalian sambut hendaknya mendorong kalian untuk berbuat baik kepada teman-teman. Ayo menjadi Ekaristi untuk yang lain” pungkas Pastor Gathot dalam kotbahnya.
Selesai perayaan Ekaristi “pestawan dan pestawati” bersama dengan orangtua dan umat yang hadir masih melanjutkan kegembiraan mereka dengan acara makan bersama di aula. Kali ini OMK tidak mau ketinggalan peran. Merekalah yang mempersiapkan dan melayani acara makan bersama. Dengan demikian OMK Sagatani bisa memberi contoh bagaimana menjadi ekaristi untuk adik-adik mereka. (Steph)
12 Apr 2021
PENGALAMAN MENARIK MISA DI GEREJA CAHAYA KRISTUS STASI SARANGAN PAROKI SINGKAWANG
Paroki Singkawang. Hari ini, Minggu, 11 April 2021, penulis berkesempatan merayakan Misa di Gereja Katolik Cahaya Kristus Stasi Sarangan. Penulis belum pernah datang ke tempat ini. Penulis hanya mengandalkan google map untuk menuju ke lokasi ini. Setelah penulis masuk sekitar 2 km dari jalan raya Pontianak - Bengkayang, ternyata tidak ada sinyal seluler. Penduduk di jalan tersebut juga sangat jarang. Dengan berbekal tekad yang kuat, dan usaha untuk bertanya pada penduduk, akhirnya penulis bisa sampai di Stasi sarangan dalam kondisi baik dan selamat. Saat melewati jalan perkampungan, sebagian besar jalan rusak berat. Aspal banyak terkelupas. Perlu ekstra hati-hari saat melewati jalan tersebut. Penulis menempuh waktu 2,5 jam perjalanan.
Gereja Cahaya Kristus ini masuk wilayah kabupaten Bengkayang. Tetapi, secara administrasi Gereja Katolik, masuk Paroki Fransiskus Assisi Singkawang. Jarak dari Paroki Singkawang ke Stasi Sarangan adalah 60 km. Dapat ditempuh dalam 2 jam perjalanan dengan kendaraan.
Pagi ini, Misa di Stasi Sarangan dimulai sekitar pukul 09.45. Pada minggu ini, Gereja Katolik merayakan Hari Raya Kerahiman Ilahi. Perayaan ini biasanya dirayakan tiap minggu ke 2 masa Paskah. Di tempat ini, juga sekaligus dilangsungkan penerimaan Sakramen Perkawinan untuk 2 pasang. Misa ini dipersembahkan oleh Pastor Samri, OFMCap. Umat yang hadir dalam perayaan Ekaristi ini, ada lebih dari 100 orang. Umat sangat antusias mengikut Misa pagi ini. Sedangkan, jumlah umat Katolik di Stasi Sarangan adalah 200 orang lebih. (EHN)
3 Sep 2018
KEMERIAHAN PAROKI SINGKAWANG MENYAMBUT BULAN KITAB SUCI NASIONAL 2018
KEMERIAHAN PAROKI SINGKAWANG MENYAMBUT BULAN KITAB SUCI NASIONAL 2018
21 Apr 2019
REUNI MISDINAR MENAMBAH BAHAGIA DAN HARU PASKAH 2019 DI PAROKI SINGKAWANG
REUNI MISDINAR MENAMBAH BAHAGIA DAN HARU PASKAH 2019 DI PAROKI SINGKAWANG
16 Sep 2016
Kerudung Mantilla: Satu Dari Sejuta Tradisi Iman Katolik
Kerudung Mantilla: Satu Dari Sejuta Tradisi Iman Katolik
Kerudung adalah kain yang berfungsi untuk menutupi kepala seorang perempuan. Pada gambar di atas, ada banyak kerudung yang dipakai oleh para wanita dengan tujuan dan maksud yang mulia. Mantilla adalah kerudung yang dipakai oleh Wanita Katolik setiap akan menghadiri Adorasi maupun Misa Kudus. Pemakaian Mantilla pernah diwajibkan pada praKonsili Vatikan II kemudian direvisi dan diganti menjadi anjuran sehingga tidak ada salahnya jika ada umat yang memakainya di gereja saat misa atau pun melayani di altar. Dasar Kitab Suci mengenai penggunaan kerudung dalam liturgi terdapat dalam 1 Korintus 11:2-16 dimana dikatakan “Sebab itu, perempuan harus memakai tanda wibawa di kepalanya oleh karena para malaikat… Pertimbangkanlah sendiri: patutkah seorang perempuan berdoa kepada Allah dengan kepala yang tidak bertudung?” Walaupun dalam suratnya tersebut, St Paulus ingin menegur jemaat di Korintus tapi tidak ada salahnya bukan jika tradisi ini dibangkitkan kembali.
Berdasarkan kegunaannya antara Mantilla dan Jilbab memang sangat berbeda. Secara umum, jilbab dipakai dengan menutupi kepala, leher sampai dada dan penggunaannya untuk setiap hari. Sedangkan mantilla hanya dipakai untuk menutupi kepala seorang perempuan Katolik saat di hadapan Sakramen Maha kudus dimana ia (yang memakai Mantilla) menekankan feminimitas dan keindahan dirinya, namun ia secara bersamaan juga menunjukan dengan cara yang sedemikian rupa sehingga membangkitkan kesadaran bahwa Allah yang ada di atas Altar jauh lebih indah dari pada dirinya. Suatu sikap kerendahan hati yang ingin memperlihatkan Allah. Kerudung Misa menjadi sebuah tanda bagi orang lain, karena kerudung itu menyatakan bahwa ada sesuatu yang berbeda yaitu: bahwa Allah sungguh hadir di tengah kita. Dan apapun yang dapat kita lakukan untuk membantu memusatkan perhatian kepada-Nya, untuk menunjukkan bahwa Misa itu spesial, bahwa Misa itu khidmat, bahwa Misa itu sesuatu yang harus kita perlakukan dengan serius, dan bahwa kita perlu mempersiapkan seluruh diri kita untuk Misa Kudus. Kemudian memakai kerudung misa dapat mengajak umat lainnya untuk berpakaian yang pantas saat akan pergi ke gereja. Selain itu, kerudung misa dapat membuat Anda untuk lebih focus dalam Perayaan Ekaristi dan membantu Anda untuk melepas sejenak beban duniawi untuk menikmati kasihTuhan dalam perayaan Ekaristi.
Mantilla menyerupai kerudung pengantin, karena yang memakainya adalah para mempelai Kristus yang sungguh merasakan kehadiran-Nya yang penuh mesra; dimana Ia menyerahkan Tubuh dan Darah-Nya bagi dunia. Ah, betapa beruntungnya para biarawati yang seumur hidup menggunakan gaun dan kerudung pengantin mereka.
(Putri Altar St Tarsisius Paroki Singkawang)
2 Jul 2015
PEMBEKALAN GURU BINA IMAN ANAK MENJADI GURU BIA YANG KREATIF DAN MENYENANGKAN
“Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah.” (Mrk 10:14). Ayat ini sering dijadikan alasan kuat bagi gereja untuk memperhatikan iman anak-anak. Tentu sangat berbeda konteksnya anak-anak pada zaman Yesus dengan anak-anak sekarang. Jika dahulu anak-anak antusias datang kepada Yesus, apakah sekarang anak-anak juga antusias datang pada Yesus melalui Sekolah Minggu? Tidak bisa dimungkiri, gereja zaman sekarang berada di antara dua ketegangan. Ketegangan pertama, sebuah kesadaran bahwa anak-anak merupakan anggota gereja yang teramat penting karena mereka adalah yang empunya kerajaan Allah dan sekaligus mereka merupakan penerus gereja ini. Ketegangan kedua, justru pelayanan kepada anak-anak dirasakan sangat kurang maksimal, dan juga kurang merata menyentuh semua anak di paroki dan stasi. Sekolah Minggu belum sungguh mampu menjawab kebutuhan akan pem-Bina-an Iman Anak (BIA). Selain belum menyentuh semua anak paroki/stasi karena terbatasnya pembina (katekis) BIA juga karena proses Sekolah Minggu sering kali kurang menarik bagi anak-anak. Keprihatinan inilah yang kemudian mendorong para pegiat katekese anak Paroki Singkawang menyelenggarakan pembekalan bagi para guru Sekolah Minggu.
Pelatihan ini diselenggarakan selama dua hari, 15-16 Mei 2015. Frater Ferdinand, OFM.Cap sebagai fasilitator mengemas seluruh rangkaian acara dalam dua topik utama, yakni spiritualitas sebagai guru Sekolah Minggu dan teknik implementatif mengemas Sekolah Minggu yang menarik dan menyenangkan. Topik pertama menjadi teramat penting karena setiap orang yang hendak menjadi pelayan haruslah memiliki spiritualitas (dorongan roh) yang benar. Para guru Sekolah Minggu (peserta pembekalan) pada kenyataanya lebih banyak bukan dari kelompok profesional pendidik dan pengajar tetapi dari para Orang Muda Katolik (OMK) yang didorong oleh keinginan besar untuk melayani anak-anak. Justru berawal dari hati seperti inilah, Tuhan akan membentuk mereka menjadi rasul-rasul tangguh di Sekolah Minggu, sebuah sekolah Bina Iman Anak. Frater Ferdinand, OFM,Cap sadar bahwa kerelaan dan ketulusan hati untuk melayani belumlah cukup sebagai modal menjadi guru Bina Iman Anak. Mereka harus dibekali dengan pengetahuan yang cukup dan keterampilan yang memadai supaya mampu mengemas proses Sekolah Minggu menjadi menarik dan menyenangkan. Dengan cara yang sangat menarik dan kreatif, Frater memberikan trik-trik bagaimana mengajar sekolah minggu yang menarik dan menyenangkan. Berbagai model dan metode ditampilkan, seperti mendongeng, mewarnai gambar, aktivitas “Hasta Karya”, pujian dan permainan dan sejenisnya mampu membuat proses Sekolah Minggu menjadi sangat menarik. Dengan proses yang menarik dan menyenangkan kita mampu membawa anak-anak lebih dekat pada Yesus, Sang Juru Selamat. Dengan cara seperti ini pula para guru Sekolah Minggu akan mengalami bahwa hidup mereka sungguh akan diubah oleh Tuhan karena mereka akan sangat kreatif dan inovatif yang tergerak oleh hati yang tulus dan cinta kepada anak-anak.
Sekolah Minggu bukan hanya sebagai sebuah komunitas anak yang diwarnai dengan bermain dan bernyanyi melainkan juga sebagai komunitas yang berorientasi pada pendidikan rohani dan iman kepada Yesus. Oleh karena ini, anak-anak sejak dini telah dikenalkan dengan liturgi peribadatan dan Ekaristi. Pada kesempatan ini, Frater Ferdinand, OFM.Cap memberikan pembekalan bagaimana mengemas peribadatan yang sesuai dengan tata cara peribadatan gereja tetapi sekaligus menarik dan sesuai dengan karakteristik dunia anak. Dengan ini dimaksudkan agar warta kitab suci dapat masuk dan diterima oleh anak-anak sesuai dengan usia mereka (kontekstual).
Kita menyadari betapa pentingnya pewartaan kabar gembira kepada anak-anak melalui Sekolah Minggu. Kita pun sadar bahwa para katekis Sekolah Minggu masih jauh dari cukup, baik itu jumlah maupun kemampuan dan ketrampilan. Akan tetapi, kesiapsediaan hati untuk melayani dan belajar kepada Bunda Maria yang berucap “Sungguh aku ini hamba Tuhan” (Luk 1:38a) kita berharap para guru Sekolah Minggu Paroki Singkawang menjadi rasul-rasul yang militan dan nabi-nabi cinta kasih di antara anak-anak. Tuhan Memberkati. (SHe)
29 Feb 2016
SEJARAH PAROKI SINGKAWANG
SEJARAH PAROKI SINGKAWANG
SITUASI UMUM SINGKAWANG
SEJARAH SINGKAT PAROKI SINGKAWANG
6 Jul 2015
Keluarga Kuat, Gereja Kuat: Belajar Menjadi Orang Tua dari Maria dan Yusuf
Image by Google |
Kita dipanggil Allah untuk membangun keluarga yang kuat, mendidik anak-anak dengan pola cinta kasih Kristiani. Dari Maria dan Yusuf kita bisa belajar menjadi orang tua dalam mengasuh anak-anak secara benar sesuai dengan rencana Allah. Kita akan belajar bagaimana mereka mendidik dan membesarkan Yesus. Keteladanan Maria dan Yusuf dapat kita lihat dari Lukas 2 :41-52 “Yesus pada umur dua belas tahun dalam Bait Allah”
Konsep diri positif. Maria dan Yusuf memiliki konsep positif mengenai penciptaan. Bagi mereka Yesus adalah citra Allah (bdk.1:26-28). Allah memberkati setiap anak dengan berkat ilahi (bdk. Kej 1:27-28). Persepsi ini sangat menentukan pola asuh. Jika orang tua memiliki persepsi yang keliru mengenai anak, maka pola asuh pun akan keliru juga. Setiap anak apapun keadaannya, ia adalah gambar Allah. Mereka adalah citra Allah yang diutus ke dalam keluarga kita masing-masing dengan misi tertentu.
Mengajak vs memerintah/menyuruh. Maria danYusuf adalah tipe orang tua yang mengajak anak, bukan tipe orang yang suka memerintah tanpa melaksanakan. “Ketika Yesus telah berumur 12 tahun pergilah mereka ke Yerusalem seperti lazimnya pada hari raya Paskah” (bdk Luk 2:41-42). Ajakan menjadi model efektif karena mengandung peneguhan dan penguatan yang besar. Pola ini mau mengkritik kecenderungan orang tua zaman sekarang yang lebih cenderung menyuruh atau memerintah.
Memberi ruang demokrasi vs otoriter. Maria dan Yusuf adalah contoh orang tua demokratis. Mereka selalu memberi kesempatan kepada Yesus untuk menjelaskan apa yang dilakukan, dan dengan sabar mendengarkan Yesus, “Ibu, tidakkah Engkau tahu bahwa aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku”. Kesabaran Maria dan Yusuf pantas kita acungi jempol. Dengan memberi ruang demokrasi anak akan terbiasa bertanggung jawab atas apa yang dikerjakan. Anak akan menjadi pribadi yang tahu mengapa dia melakukan dan mengapa dia tidak melakukan. Inilah kemandirian diri. Otoritas diri anak sangat dihargai oleh Maria dan Yusuf. Dengan pola ini, anak merasa nyaman, aman, dan dihargai. Anak tidak merasa direndahkan. Perasaan ini menjadi pengalaman eksistensial anak dalam membangun konsep diri positif.
Memberi kebebasan yang tetap dikontrol. Maria dan Yusuf sadar betul makna penting kebebasan dalam perkembangan pribadi Yesus. Mengekang seorang anak dengan berbagai peraturan dan larangan tidak lebih memperlakukan anak sebagai objek. Maria dan Yusuf memberikan kepada Yesus kebebasan yang tetap dikontrol dan diawasi. Peristiwa ketika mereka pergi ke Yerusalem saat Yesus berumur 12 tahun di mana Maria dan Yusuf membiarkan Yesus berada di antara para kerabatnya merupakan bukti bahwa mereka memberi kebebasan. Sikap kontrol yang dilakukan Maria danYusuf ditunjukan dengan mencari Yesus kembali ke bait Allah. Banyak di antara orang tua sekarang, memberikan kebebasan kepada anak dengan sebebas-bebasnya, hingga orang tua tidak mengetahui lingkungan pergaulan si anak. Dan bahkan orang tua tidak “mencari” anak walau anak belum pulang ke rumah hingga larut malam. Kebebasan seperti ini identik dengan pembiaran. Hal ekstrem lainnya adalah mengekang anak dengan berbagai larangan dan aturan hingga anak tidak memiliki kesempatan belajar dari dunia “luar” diri dan keluarganya.
Mengikuti anak secara bijak. Sikap ini ditunjukkan oleh Maria dengan sangat baik, bahkan sampai ia mengikuti Yesus di jalan salib sampai di puncak Golgota. Dalam konteks pendampingan anak, mengikuti ini diartikan menemani anak. Memberikan waktu untuk menemani aktivitas anak, terutama ketika anak melakukan aktivitas terpenting dalam hidupnya, seperti ketika anak pertama kali tampil dalam acara tertentu di sekolah, menemani ke gereja, saat anak ulang tahun, saat ia sakit dan seterusnya. Ini akan memberikan kekuatan moral yang luar biasa besar kepada anak.
Tidak mendebat anak. Mendebat di sini diartikan sebagai bentuk perlawanan terhadap gagasan atau argumentasi anak. Kita tahu dan sadar bahwa tidak setiap gagasan dan argumentasi anak itu benar, tetapi bukan berarti benar juga ketika kita langsung mendebatnya pada saat itu. Memberikan ruang kepada anak berdemokrasi juga berarti mendengarkan argumentasi dan gagasan anak ketika dia berusaha menjelaskan kepada kita mengapa dia melakukan tindakan tertentu. Jika gagasan itu kurang benar, akan lebih baik jika kita menyampaikan kekeliruan atas gagasan itu pada kesempatan setelah itu. Maria prototype dari sikap ini “Maria menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya” ( Bdk. Luk 2:19,51)
Membawa dalam doa. Sikap Maria yang selalu menyimpan semua perkara yang tidak dia pahami di dalam hatinya dan merenungkannya merupakan sikap doa yang sangat mendalam. Banyak hal tidak dipahami selama membesarkan Yesus. Maria membawanya dalam doa. Bagi Maria, doa menjadi satu-satunya cara yang ampuh dalam pendampingan anak. Kekuatannya untuk tetap setia mendengarkan kehendak Allah dan melaksanakan terletak pada doa. Kita tahu setiap anak memiliki kelemahan dan kekurangan. Seringkali anak tidak mampu mengungkapkan keterbatasan dan keterbelengguan itu. Doa orang tua untuk anak adalah doa yang sangat ampuh. Yesus sendiri menyatakan kekuatan doa dan puasa mampu mengalahkan kekuatan roh jahat yang paling jahat (bdk. Mrk 9:29) Pernahkan kita sebagai orang tua melakukan doa dan puasa untuk anak kita?
Setiap orang barangkali bisa menjadi orang tua, tetapi tidak setiap orang tua mampu menjadi mitra Allah dalam mendidik anak sesuai dengan citra-Nya. Belajar dari keluarga Yusuf dan Maria serta parcaya akan penyertaan Allah, kita akan mampu melakukan misi itu. Membangun keluarga yang kuat berarti membangun gereja yang kuat. Dengan begitu kita telah ambil bagian dalam perwujudan Kerajaan Allah di dunia ini. Itulah misi kita sebagai pengikut Yesus. (Agustinus Purwanto, Katekis/Pengajar tinggal di Paroki Trinitas, Cengkareng Jakarta Barat)
13 Sep 2020
30 HARI PASCAPATAH HATI UMAT PAROKI SANTO FRANSISKUS ASSISI
16 Mar 2016
Kunjungan Muhibah Saudara Seiman dari Sabah
Kunjungan Muhibah Saudara Seiman dari Sabah
Menyandang predikat sebagai salah satu gereja yang didaulat menjadi tempat pemerolehan rahmat indulgensi oleh Bapa Uskup Agung Pontianak membuat Gereja Santo Fransiskus Assisi Singkawang sebagai rujukan destinasi bagi para peziarah iman. Seperti halnya pada Senin, 14 Maret 2016, gereja mendapat kunjungan dari rombongan Paroki Santo Yohanes Senjontoran, Sabah. Rombongan yang diketuai oleh Justin Stephen ini terdiri dari 30 orang dan tiba di Singkawang pukul 15.30 Wib.
Serta merta misa digelar dan dipimpin oleh Pastor Gathot Sri Purtomo, OFMCap. Umat yang hadir terlihat khusyuk mendengarkan homili dari pastor. Meski terdapat sedikit perbedaan dalam hal bahasa namun hal tersebut tak menjadi penghalang bagi kelompok wisatawan rohani untuk memahami dan menghayati khotbah singkat pastor paroki.
Usai mengikuti misa rombongan didapuk untuk mengabadikan momen ziarah di depan Gerbang Kerahiman Illahi Gereja Santo Fransiskus Assisi Singkawang. (Hes)