Selamat Datang Di Website Resmi Paroki Singkawang - Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut tanggal untuk kueri arti gereja. Urutkan menurut relevansi Tampilkan semua postingan
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut tanggal untuk kueri arti gereja. Urutkan menurut relevansi Tampilkan semua postingan

16 Sep 2015

JELAJAH WAKTU, SINGKAWANG ‘TEMPO DOELOE’

JELAJAH WAKTU, SINGKAWANG ‘TEMPO DOELOE’

Kemudian, atas nama rindu, kutelusuri bayangan pada cerita yang pernah menggiringku menyusuri sudut-sudut kota itu. Di antara pecinan tua, bangunan serta gereja bergaya Belanda, kuil-kuil bersahaja dengan semarak aroma dupa yang mesra bertetangga dengan Masjid Raya. Ingatkah kau tentang tower PDAM kota kita yang menjulang gemilang serta kokoh melegenda. Taman Burung yang sudah ditinggalkan seluruh penghuninya, hingga keruhnya sungai yang tetap setia dan mesra membelah jantung kota. Bukankah setiap langkah dari kaki sanggup membawa pergi ke tempat manapun yang kita ingini, tapi bagaimana halnya dengan hati yang terlanjur tertinggal di kota ini? Masih atas nama rindu, karena jika kau mencintai sesuatu, setiap kali bayangannya sirna dan berlalu, kau akan kehilangan sebagian dari dirimu.   

Apa yang istimewa dari sebuah kota selain eksotisme budayanya, selain denyar keramahan penduduknya, selain cita rasa kuliner khasnya yang pantang enyah karena terlanjur lengket di lidah. Tak lain tak bukan jawabannya berkisar pada kenangan. Sebuah sejarah berlabel kenangan menjadi sesuatu yang mutlak tak tertawar dan mangkus menyita sebagian besar memori  hidup setiap manusia. Keberadaan suatu kota yang sanggup melestarikan cagar budayanya  seolah menjadi jawaban untuk menaungi kenangan  masa silam setiap orang yang sempat terlibat secara emosional. 

Edisi Likes kali ini bermaksud memanjakan mata dan ingatan pembaca dengan mengajak bernostalgia, menjelajah waktu, kembali ke masa lalu. Menelusuri sudut-sudut Kota Amoi, yang dari sumber utama yakni Pastor Yerry maupun Kearsipan Perpustakaan Daerah Singkawang, gambar-gambar pengingat masa lalu yang terserak itu didapatkan. Foto-foto yang didapat dari Pastor Yerry bersumber dari buku yang beliau miliki. Sekadar informasi, objek gambar  lebih banyak mengetengahkan hal yang berkaitan dengan kegiatan misi di kota ini.  Tak lupa di beberapa objek foto terdahulu yang masih dapat ditelusuri keberadaannya kami sertakan sebagai pembanding sekaligus sebagai pemutar kenangan masa silam.    
























Hidup ini penuh warna jika dalam ingatan, kita berhasil merekam begitu banyak kenangan. Hidup ini sarat arti jika kita menilainya dari sudut pandang hati. Hidup ini indah jika kita sanggup menertawakan segala keluh kesah tanpa melupakan sejarah. Kita seringkali terus menerus melihat ke luar, namun lupa menengok ke dalam diri karena menganggap terlalu hambar. Kita berulang kali lebih peduli dengan sejarah sesuatu yang asing dan justru abai pada kisah bumi kelahiran yang sebenarnya sanggup jadi pembanding. Kita acapkali sukses menancapkan cerita tentang tanah seberang di dalam kepala, sementara kisah tanah berpijak kita seolah dimaklumkan untuk terlupa.

Sejarah kita bukan produk karbitan, ia lahir karena tempaan zaman. Jika dapat bertahan di tengah perubahan adalah sesuatu yang mengagumkan dan pasti penuh dengan perjuangan. Dinamika kehidupan menghasilkan transformasi kebudayaan, dapatkah dipertahankan, setidaknya bisakah kita menjaganya tetap utuh dalam kotak-kotak bernama ingatan yang pada akhirnya akan kita abadikan dalam sesuatu yang kita sebut sebagai kenangan. Karena apa yang kita anggap sebagai kenangan sejarah masa lalu, demikian halnya akan dianggapkan oleh anak cucu kita saat memandang wajah kita sekarang di masa depan. Ya, kita juga adalah cikal bakal sejarah yang mungkin saja abadi dan lestari dalam kenangan, atau bahkan lindap dari ingatan masa depan. (Hes)

10 Sep 2015

40 TAHUN IMAMAT PASTOR PASIFIKUS TJIU, OFMCap

40 TAHUN IMAMAT PASTOR PASIFIKUS TJIU, OFMCap


Hari Minggu 12 Juli 2015 merupakan hari yang sangat istimewa bagi Pastor Pasifikus Tjiu, OFMCap. Pada hari itu beliau merayakan 40 tahun imamatnya. P. Pasifikus berkesempatan memimpin misa syukur bersama Pastor Paulus Kota, OFMCap yang juga merayakan 40 tahun kehidupan membiaranya. Pastor Paulus Kota merupakan sahabat dan teman seangkatan beliau ketika menjalani masa pendidikan untuk menjadi calon imam. Misa syukur dipersembahkan di Gereja St. Fransisikus Assisi Paroki Singkawang.

Pastor Pasifikus Tjiu, imam kelahiran Singkawang 16 April 1944 merupakan anak laki-laki pertama dari 12 bersaudara. Sejak kecil beliau sudah dipersembahkan untuk gereja oleh kedua orang tuanya. Beliau dibabtis dengan nama Fidelis yang berarti kesetiaan. Pastor Pasifikus selalu didoakan orang tuanya agar selalu setia menjalani panggilan hidupnya.

Panggilan merupakan suatu anugerah dan misteri Allah kepada setiap manusia yang dikehendaki-Nya dengan didasari oleh iman manusia itu sendiri. Panggilan itu juga merupakan inisiatif Tuhan dengan bebas kepada seseorang yang dengan bebas juga mau menanggapi dan menjawab panggilan tersebut. Menjawab panggilan inilah, Pastor Pasifikus mengikuti pendidikan seminari di Nyarumkop ketika beliau kelas 2 SMP. Berkat doa dan keberanian serta dukungan dari orang tua, keluarga, saudara dan berbagai pihak, beliau menyelesaikan pendidikan seminarinya dan menjalani masa novisiat di STFT Pematang Siantar, Sumatera Utara.

Pada 1975 beliau menyelesaikan pendidikannya dan ditahbiskan di Gereja St. Fransiskus Assisi Paroki Singkawang oleh Mgr. Herculanus Joannes Van Burgt, OFMCap dan berkarya selama 4 tahun sebagai pastor paroki di Gereja Katedral Pontianak. Kemudian pada 1979-1982, beliau diutus untuk menlanjutkan studi di Roma. Kepribadiannya yang pantang mundur mau mengikuti Yesus yang tersalib itu telah membuatnya berhasil menyelesaikan pendidikan di Roma dengan prestasi yang sangat memuaskan. Setelah menyelesaikan pendidikan di Roma, ia kembali bertugas di Kalimantan Barat, yaitu di Paroki Bengkayang.

Pada 1984-2009, beliau kembali bertugas di Paroki Singkawang, kota kelahirannya menjabat sebagai pastor paroki, hingga saat ini beliau masih bertugas sebagai pastor pembantu di Singkawang. Pastor yang hobi berkebun ini tidak main-main dengan panggilan Allah, dengan penyerahan total beliau mengabdikan dirinya hanya untuk Tuhan, mau setia sampai mati sesuai seperti nama babtisnya, Fidelis (setia) 

Kesetiaan Pastor Pasifikus dalam menjalani panggilannya terlihat jelas dalam perjalanan waktu 40 tahun sebagai imam atau gembala serta jatuh bangunnya dalam menemui kerikil-kerikil tajam semasa pengabdiannya. Beliau sadar semua itu merupakan bagian dari hidupnya atau salib-salib kecil yang harus dipanggulnya bersama Yesus. Beliau mengerti menjadi pengikut Yesus harus menyangkal diri dan memanggul salib.

Pastor Pasifikus dalam menjalankan imamatnya memegang prinsip, “Segala sesuatu hanya bergantung pada Tuhan, bekerja sama dengan rahmat Tuhan dan selalu dekat dengan Tuhan Yesus.” Tantangan bukanlah akhir suatu perjuangan, melainkan guru untuk berkomitmet guna menemukan arti panggilan itu sendiri. Mengutip pernyataan dari seseorang yang kenal baik terhadap beliau, “Pastor Pasifikus dengan penuh konsekuensi mau bekerja untuk Tuhan dengan sekuat tenaga seperti Musa memimpin bangsa Israel sampai tanah terjanji. Seperti pohon kelapa semakin tinggi dan semakin tua, maka sudah banyak buahnya.”

Pengabdian Pator Pasifikus boleh menjadi contoh teladan bagi umat amupun para religius muda di zaman sekarang. Terima kasih atas pengabdiannya di Paroki Singkawanbg dan profisiat kepada Pastor Pasifikus Tjiu, semoga beliau mendapat kesehatan yang baik agar tetap dapat menggembalakan umatnya. Berikut dilampirkan sebuah puisi singkat yang ditulis oleh Sr. Florentin, OSCCap sebagai hadiah kecil kepada Pastor Pasifikus Tjiu. (wv_na)

Hanya masa senja mulai berkunjung

daya hidup mulai kendur.

Tetapi semangat doa dan semadi,

tak pernah surut.

Tetap doakan umatmu supaya iman tetap teguh dan utuh. 


3 Sep 2015

Sudah Ada Masalah Jangan Masuk Dalam Masalah Baru

Sudah Ada Masalah Jangan Masuk Dalam Masalah Baru

Minggu, 23 Agustus 2015 pukul 10.00 Wib, sekelompok orang muda duduk ngobrol santai sambil tertawa lepas bebas di sebuah aula yang cukup megah. Dalam suasana yang spesial tersebut ternyata ada yang dinantikan oleh mereka yaitu penyuluhan tentang pencegahan penyalahgunaan narkoba yang diisi oleh tim dari BNN kota Singkawang. Para peserta yang mengikuti penyuluhan ini adalah para siswa asrama Putra Santa Maria milik Bruder MTB, dan siswi asrama St. Maria Goreti milik Suster SFIC yang sengaja bergabung untuk mengikuti kegiatan tersebut.

Peserta yang berjumlah 283 orang baik tingkat SMP maupun SMA ini terlihat sangat antusias  bertanya seputar narkoba. Selama dua jam mereka mendengar penjelasan dari narasumber dengan khidmat dan serius. Lingkup materi penyuluhan ini sangat lengkap dan detail di antaranya gambaran umum tentang narkoba, pengetahuan narkoba, jenis-jenis narkoba, faktor penyalahgunaan narkoba, akibat penyalahan narkoba, hingga berbagai tips pencegahan narkoba.

Duta Anti Narkoba
 
Sr. Priska, SFIC menangapi kegiatan ini dengan antusias, “Secara pribadi saya sangat senang  dengan diadakannya penyuluhan tentang narkoba. Anak-anak yang saya bina di asrama mendapat wawasan baru dari workshop ini dan mereka harus menjaga diri dari barang haram ini. Harapannya mereka akan menjadi duta hidup sehat bagi temannya sendiri yang sudah menjadi korban atau pencandu narkoba. Maka apabila mereka tergoda dengan obat tersebut setidaknya mereka sudah kuat secara iman dan secara pengetahuan begitu luas wawasanya dalam pemahaman narkoba itu sendiri,” jabar Suster Priska dengan penuh semangat. 

Ungkapan dari Pembina asrama putri ini didukung oleh Br. Teofanus, MTB. “Kegiatan ini sangat berguna bagi kehidupan anak-anak dewasa ini. Kita berusaha supaya mereka menjadi generasi bebas dari Narkoba. Semua narkoba berbahaya dapat menimbulkan kerusakan fisik, mental, serta perkembangan emosi dan spiritual hidupnya,” papar alumni USD Jogja ini dengan mantap. Lanjut Teo, “Melalui workshop ini mereka semakin menjaga diri dan tahu secara benar-benar  akibat penyalahgunaan Narkoba.”

Pencandu Berusia Produktif
 
Agus Tedi dan Sabar yang merupakan narasumber dari BNN begitu serius dan antusias ketika menjelaskan soal faktor penyebab penyalahgunaan narkoba sesuai dengan tingkat situasi siswa SMP dan SMA saat ini. Dikatakan bahwa hingga saat ini faktor individu, sosial, lingkungan sekolah dan media lainnya membuat siswa menjadi korban pencandu narkoba. “Kita harus bekerjasama dengan keluarga, sekolah dan lembaga dinas agar menetapkan pendidikan dan pelatihan baik para guru maupun siswa tentang pencegahan dan penyalahgunaan narkoba dalam kurikulum pendidikan,” ungkap pemateri saat itu.

Data yang dihimpun oleh BNN tahun 2015, bahwa  sekitar  4,5 juta jiwa di Indonesia adalah pencandu narkoba. Di kota Singkawang sendiri  kurang lebih 1.500-2.000 orang dari 245 ribu penduduk yang sudah menjadi pencandu narkoba dengan rentang usia dari 15-24 tahun. Itu berarti para pengguna narkoba merupakan  usia produktif, baik yang sedang belajar di SMP, SMA maupun di perguruan tinggi di Kota Singkawang.

Fokus kegiatan Sekolah 
 
Ana Tamara ketua Asrama Putri St. Maria Goreti memberi pandangan lain dalam kegiatan ini. “Saya sendiri sich, sangat senang dengan workshop ini. Harapannya kami mendapat pengalaman baru yang terkadang kami tidak tahu bahwa di sekolah, barang haram itu bisa saja menyusup secara diam-diam.” Siswa kelas XII SMA Santo Ignatius Singkawang ini juga ikut sedih apabila pencandu sebagian besar adalah para pelajar, “Itu berarti kami sudah tidak menghargai lagi arti kehidupan itu sendiri. Maka saya sih akhirnya tergantung keputusan pribadi  setiap orang. Kalau mau hidup baik dan sehat jauhi diri dari mengonsumsi narkoba, dan berusaha berprestasi dalam belajar serta kegiatan ekstra yang dilakukan di sekolah menjadi fokus kegiatan saya saat ini,” tegas remaja putri dari Ngabang Kalbar ini dengan senyum merekah.

Selain itu dari asrama putra tidak ketinggalan untuk memberi komentarnya. Rafandi yang saat ini duduk di kelas XII dengan nada gembira  menyatakan, “Kami akan berusaha untuk hidup jauh dari narkoba. Kami ini adalah generasi masa depan gereja dan bangsa, tidak mau terpengaruh dengan barang yang mematikan kehidupan itu sendiri. Hancurlah masa depan kami apabila kami ikut terlibat di dalamnya,” tegas siswa SMA St. Ignatius Singkawang ini dengan mantap.

Kegiatan penyuluhan ini merupakan  kerjasama dua asrama sebagai program berkelanjutan dari angkatan sebelumnya. Bagi kedua pembina  asrama ini, meskipun mereka sudah dapat di sekolah lewat materi tertentu dan MOS setidaknya dengan digelar juga acara penyuluhan di asram, maka semakin intensif pemahaman anggota asrama terhadap bahaya narkoba. “Ingat dunia ini sangat menderita jangan menambah derita lagi. Kalian sudah ada masalah jangan masuk dalam masalah baru,” ungkap Bruder Teo, MTB saat menutup rangkaian workshop tersebut. 
(Br. Flavianus Ngardi MTB)


7 Jul 2015

MENJADI EKARISTI BAGI SESAMA

MENJADI EKARISTI BAGI SESAMA

 

 


Kepada setiap anak sekolah yang hadir dalam pesta perpisahan kelas, dibagikan nasi kotak untuk santap siang bersama. Begitu selesai doa makan, setiap anak langsung ‘sibuk’ dengan nasi kotaknya. Masing-masing mulai menyantap nasi yang sudah ada di tangannya. Tetapi tidak demikian halnya dengan seorang bocah yang dari tadi hanya memegang nasi kotaknya dan memandangi teman-temannya. Tatapannya kosong. Seorang ibu guru mendekatinya dan bertanya, “Mengapa Putri tidak makan? Putri sudah kenyang ya?”. Anak yang dipanggil Putri itu hanya menggelengkan kepala.

“Lalu kenapa nasi kotaknya tidak dibuka? Atau jangan-jangan Putri gak suka dengan menunya?” tanya ibu guru sekali lagi.

Sambil terbata-bata Putri pun menjawab, “Tadi sebelum berangkat ke sekolah, mama terbaring karena sakit. Nasi kotak ini mau Putri berikan pada mama supaya mama cepat sembuh”. Putri, seorang bocah kecil, mau berbagi dengan mamanya yang sedang sakit.

Kerelaan untuk berbagi. Itulah salah satu pesan yang sangat kuat dari perayaan Ekaristi yang diwariskan oleh Tuhan Yesus kepada kita.  Kalau kita renungkan seluruh hidup Yesus sendiri sebenarnya merupakan ungkapan hidup Allah yang mau dibagikan kepada manusia. Pemberian diri Allah itu mencapai puncaknya dalam peristiwa wafat dan kebangkitan-Nya. Kita menyebutnya sebagai peristiwa Paskah. Pesta Paskah inilah yang selalu kita rayakan dalam Ekaristi. Setiap kali kita merayakan Ekaristi, sebenarnya kita mengenangkan dan menghadirkan kembali pemberian diri Allah. Memang yang kita hadirkan bukan lagi peristiwa di Golgota di mana Yesus disalibkan kembali sebab wafat Yesus berlaku satu kali untuk selamanya. Tetapi kita menghadirkan pemberian diri Allah secara simbolis sebagaimana nampak dalam rupa roti dan anggur.

Pemberian diri Allah ini ditegaskan oleh Yesus dengan kata-kata-Nya sendiri. ‘Inilah Tubuh-Ku yang diserahkan bagimu. Inilah darah-Ku yang ditumpahkan bagimu.’ Kata tubuh dan darah bukanlah dimengerti dalam pemahaman sehari-hari. Bukan merupakan salah satu organ dari anggota badan manusia, seperti tulang, otot, rambut, kuku dsb. Yang Yesus maksudkan dengan kata tubuh dan darah adalah diri-Nya yang utuh, yang mau dibagikan kepada kita. Yesus mau membagikan hidup ilahi-Nya supaya kita mengambil bagian dalam hidup Allah sehingga kita pun memperoleh kehidupan. Secara simbolis pemberian diri Tuhan itu juga nampak dalam ritus roti yang dipecah-pecah dan anggur yang dicurah.

Nah, pemberian diri Allah yang terjadi dalam Ekaristi menjadi undangan bagi kita untuk juga memberikan diri kepada sesama dalam arti yang luas. Setelah menerima anugerah dari Allah sendiri, logikanya kita pun hendaknya menjadi berkat bagi sesama. Allah dan berkat-Nya yang kita terima bukan kita simpan untuk diri sendiri. Kita tidak boleh egois. Seturut teladan Yesus, kita juga diundang untuk saling berbagi supaya orang lain pun mengalami hidup. Dalam ritus perayaan Ekaristi tugas ini disampaikan oleh imam setelah memberikan berkat: Marilah pergi! Kita diutus! Diutus untuk apa? Untuk membagikan berkat kepada sesama.

Dengan demikian perayaan Ekaristi bukan hanya kesalehan individual. Juga bukan hanya sekedar acara ritual yang berhenti di gereja. Ekaristi harus bersambung dalam hidup sehari-hari. Ekaristi mendorong kita untuk membagikan diri dalam kasih kepada orang lain. Bila kita menghayati demikian maka kita bukan hanya sekedar merayakan Ekaristi. Tetapi kita sudah menjadi Ekaristi itu sendiri. Selamat menjadi Ekaristi bagi sesama. (Gathot)

4 Jun 2015

NATAL : SAAT UNTUK BERBAGI

Natal: Saat untuk Berbagi

 

Google Images.Jpg

            Aloysius hanyalah seorang pengusaha warung sederhana di kampungnya. Selain berjualan bahan kebutuhan sehari-hari, ia juga membeli karet  dari warga di sekitar rumahnya. Menjelang hari raya Natal, Idul Fitri dan Imlek, Aloysius menyisihkan sebagian dari penghasilannya untuk membeli bahan mentah pembuatan roti seperti mentega, terigu, susu kental manis, gula pasir, telur. Semuaya dikemas dalam paket-paket dan dibagikan kepada pelanggannya yang tidak mampu sesuai dengan keperluan mereka yang merayakan keyakinan agamanya. Kalau dihitung dengan rupiah nilainya tentu tidak seberapa. Tetapi  ada makna di dalamnya, seperti pernah diucapkannya, “Untuk orang kampung yang tidak mampu merayakan Natal, Idul Fitri dan Imlek mempunyai arti tersendiri dengan membuat kue”. Begitu juga menjelang natal tahun 2014 ini Aloysius tidak lupa melakukan rutinitasnya; berbelanja bahan mentah pembuatan roti untuk pelanggannya yang beragama Kristen dan Katolik. Bagi Aloysius yang beragama Katolik, Natal bukan hanya sekedar perayaan ritual yang selesai di gereja saja, tetapi dia memaknainya lewat aksi nyata mau berbagi dengan saudara-saudarinya yang kurang mampu.
             Bila ditengok peristiwa aslinya, makna Natal sejatinya adalah pemberian diri Allah. Dia yang maha segala-galanya rela memberikan diri-Nya dan menjelma menjadi manusia dalam diri Kanak-Kanak Yesus. Dialah Sang Imanuel: Allah beserta kita (Mat 1:23). Itulah yang terjadi pada natal pertama di Betlehem yang jauh dari hingar bingar pesta dan kemewahan. Dengan menjadi manusia Allah melakukan aksi nyata; setiakawan dengan manusia. Bahkan Dia hadir dalam sosok bayi yang papa-miskin.
             Kalau mau,  sebenarnya Allah bisa saja menyapa manusia dari surga. Maksudnya Dia tetap tinggal di surga sana, sedangkan manusia di dunia ini. Ibaratnya ketika mau menghubungi manusia Allah cukup menekan alat semacam remote control saja. Allah tidak perlu “repot-repot” turun ke dunia. Apalagi menjadi manusia segala. Tetapi “jalan aman” itu tidak dipilih oleh Allah. Justru Dia menggunakan jalan dengan “merepotkan diri-Nya” dan menjadi manusia. Mengapa Allah rela berbuat semua itu? Jawaban satu-satunya adalah karena Dia sangat mencintai kita. Di mata Allah kita semua sungguh berharga. Dia tidak rela kita menjadi binasa. Maka Dia datang dan hadir di tengah-tengah kita agar kita memperoleh hidup, bahkan hidup dalam segala yang kelimpahan (Yoh 10:10).
             Lalu bagaimana kita bisa memaknai natal? Penting artinya kita kembali kepada semangat natal pertama. Ketika melihat kandang atau gua natal pandangan kita harus bisa menembus dan merenungkan apa yang sebenarnya terjadi di sana. Kita tidak boleh larut  dengan perayaan natal yang diwarnai oleh gemerlapnya pesta dan hingar bingar kemewahan. Kita juga tidak boleh tinggal dalam keagungan peribadatan di dalam Gereja.  Memang peristiwa natal sering membuat kita hanyut dalam suasana romantis. Tetapi itu bukanlah makna natal yang sebenarnya. Makna natal harus bersambung dalam hidup sehari-hari. Natal harus menyapa umat manusia karena sejatinya natal tidak sama dengan pesta pora. Natal juga bukan sekedar perayaan liturgis semata. Natal adalah “sapaan” Allah kepada kita. Dia memberikan diri-Nya secara nyata kepada kita.
                Seperti Allah yang beraksi nyata kepada kita, begitu pula kita diundang untuk mengadakan aksi yang sama kepada sesama. Natal baru mendapatkan artinya yang penuh kalau kita mau berbagi dengan sesama, terutama mereka yang serba berkekurangan. Apa yang harus kita bagikan? Bukan terutama berbagi barang atau harta kekayaan. Tetapi kita diajak untuk berbagi perhatian dan cinta. Tuhan telah memberikan kepada kita masing-masing hati untuk mencintai dan tangan untuk melayani. Dengan itulah kita mewujudkan aksi pemberian diri lewat tindakan mencintai dan melayani. Natal menjadi saat yang indah untuk berbagi. Selamat Natal 2014 dan Tahun Baru 2015. Mari kita saling berbagi cinta dan pelayanan! (Gathot)