Selamat Datang Di Website Resmi Paroki Singkawang - Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut tanggal untuk kueri agama katolik. Urutkan menurut relevansi Tampilkan semua postingan
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut tanggal untuk kueri agama katolik. Urutkan menurut relevansi Tampilkan semua postingan

25 Okt 2015

AGAMA PEMBAWA KEDAMAIAN DAN KECERDASAN BUKAN TEROR

AGAMA PEMBAWA KEDAMAIAN DAN KECERDASAN BUKAN TEROR


Singkawang, 21 September 2015 bertempat di Hotel Dangau Singkawang,  tepatnya pukul 08.00-17.00 Wib, sejumlah  215 tokoh lintas agama dan etnis  mengikuti dialog  tokoh agama  dan pendidikan dengan tema Agama Pembawa Kedamaian dan Kecerdasan Bukan Teror. Peserta yang hadir berasal dari beberapa kabupaten di wilayah utara Kalimantan Barat, yakni Mempawah, Sambas,  Bengkayang dan Kota Singkawang.

Koordinator kegiatan dialog lintas agama, Pendeta Daniel Alpius menyatakan bahwa tujuan kegiatan dialog ini sebagai upaya dari masing-masing tokoh agama yang ada di wilayah utara Kalbar agar bersama-sama menciptakan situasi kondusif dari ancaman luar yang bisa memecahkan persaudaraan di antara kita. Salah satunya adalah ideologi yang bisa merusak tatanan batin terdalam umat manusia, yaitu iman yang bisa menghancurkan orang lain dan diri sendiri. 

Selama sehari pemaparan materi dari berbagai narasumber sangat membantu peserta untuk bisa membuka diri dalam berdialog dengan penuh persaudaraan. Adapun tokoh-tokoh yang menjadi pemateri adalah  Drs. M.H. Herwan Chairil  sebagai keynote speaker dengan judul Kebijakan  dan Strategi Pemerintah dalam Penanggulangan Terorisme. Ketua Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ini membeberkan kepada peserta tentang kejadian-kejadian yang sudah terjadi di Indonesia, antaranya bom Bali, Poso dan Hotel JW Marriot Jakarta. Brigadir Jendral yang lama bertugas di Sintang ini menghimbau kepada peserta bahwa sekembali dari workshop ini kita dapat menjadi agen perubahan untuk umat dan peserta didik kita supaya ‘otak’ mereka tidak dicuci oleh orang-orang yang menghancurkan sendi-sendi persaudaraan bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke. “Bila ada pendatang yang dirasa curiga bisa saja dilaporkan ke Pak RT atau Polisi,” tegas orang nomor satu di BNPT ini dengan mantap.



Selain itu peserta dialog diajak oleh Dr.Ir Kristianus, M.Si agar kita bersama berupaya mencegah paham radikalisme dengan Kearifan Lokal. Menurut dosen Sosiologi UNTAN ini bahwa kita coba menarik diri untuk bisa menggunakan dan mengakrabkan diri dengan istilah Imagine Communities, yaitu dialog kita didasarkan pada perspektif instrumentalisme dan kolonialisme internal dan tidak menggunakan perspektif standar seperti primodialisme, etno-simbolis dan konstruksi sosial. Mendukung pernyataan tersebut dalam layar LCD narasumber menampilkan secara detail peta Kalimantan Barat. Kristianus lagi-lagi mengajak untuk meninjau  soal pemetaan kawasan perbatasan Kalbar-Serawak. Dikatakannya bahwa kita secara bersama-sama dari setiap agama yang hadir untuk perlu memahami rencana  perkebunan sawit di perbatasan sebagai sebuah rencana masa depan atau penghancuran kearifan lokal  Kalimantan secara sismatis, karena ini sangat rawan memunculkan konflik sosial baik secara horizontal maupun vertikal. Di sinilah kita sama-sama menjaga bumi pertiwi dari kekuasaan dan penjajahan pengusaha yang haus akan kekayaan alam di Kalbar.

Pada segmen tanya jawab hampir dari setiap tokoh agama puas dengan dialog tersebut. “Melalui dialog ini bukan hanya pembahasan mengenai persoalan pemahaman sejarah agama masimg-masing  supaya diterima oleh orang lain saja namun bagaimana kita saling menghargai  dan menghormati keyakinan satu sama lain  sehingga menjadi kekayaan bagi kita semua sebagai anak-anak bangsa yang yang hidup dalam bingkai pluralisme dan multikuturalisme”, demikian ungkapan dari salah satu tokoh utusan dari agama Katolik yang tidak mau disebut namanya. Hal ini didukung juga pernyataan dari bebebapa tokoh muslim bahwa pandangan teroris selama ini jangan dikaitkan dengan agama sebab itu merupakan ranah privasi seseorang untuk melakukan apa saja yang ada di dalam otaknya. Semua agama mengajarkan kedamaian dan kebaikan. Tidak ada agama yang mengajar saling membenci hingga menghilangkan harkat martabat sebagai manusia. Komentar salah satu tokoh  muslim yang cukup humanis dalam penyampaian pernyataan saat itu. 

Untuk menyimpulkan dialog ini disuguhkan teaterikal singkat dari budayawan Pontianak dengan judul Kita Berbeda Agama Tetapi Tetap Bersaudara. Akhirnya semoga melalui dialog ini, apapun agama kita,  supaya agama tidak hanya menjadi sejarah dan pengetahuan yang ditampilkan dalam realita kehidupan , namun bagaimana agama itu diwujudnyatakan untuk bisa hidup berdampingan satu sama lain. Yang terpenting bukan dialog teologis semata, tetapi dialog karya dan kehidupan untuk sama-sama membangun Kalbar menjadi maju dan sejahtera. Akhirnya kita bersaudara musafir menuju tanah terjanji yakni surgawi yang sama-sama kita gambarkan sebagai tujuan akhir dari hidup  kita di muka bumi ini. (Bruf)

30 Jun 2015

KETIKA EKSOTISME BUDAYA MENYAPA DI BUMI KHATULISTIWA

KETIKA EKSOTISME BUDAYA MENYAPA DI BUMI KHATULISTIWA

 

 

Rabu, 27 Mei 2015. Matahari bersinar garang siang itu seolah paham bahwa hari sedang tak membutuhkan guyuran hujan demi menyukseskan pembukaan ‘gawe’ besar yang digelar oleh masyarakat Dayak di kota Singkawang. Naik Dango, merupakan geliat eksotisme budaya khas masyarakat Dayak, yang belakangan dikemas dalam bentuk festival. Esensi Naik Dango sendiri merupakan budaya lokal perwujudan rasa syukur terhadap hasil panen padi yang melimpah dan hasil panen tersebut disimpan ke dalam lumbungnya. Festival Naik Dango tahun ini diawali ritual yang dipimpin oleh tetua adat, dan didampingi oleh beberapa tokoh sentral dalam masyarakat Dayak Singkawang. Mantra dalam ritual budaya lantas dilangitkan pada para leluhur  dengan tujuan beroleh kelancaran dan keberkahan selama kegiatan dilangsungkan.

Ada yang tidak biasa, jika pada tahun-tahun sebelumnya pembukaan Gawai Dayak diawali dengan misa di gereja Katolik, namun tidak pada tahun ini. Hal ini didasari bahwasanya masyarakat Dayak tak hanya berlatar belakang agama Katolik, namun berdiri pada koridor kemajemukan agama serta kepercayaan.   Meski tak melangsungkan Ekaristi di Gereja Katolik, namun pada acara pembukaan, panitia mendaulat Pastor Yeri dan seorang pendeta untuk memimpin doa tanda kegiatan syukur tahunan ini dibuka.

Sementara itu gubernur yang diharapkan hadir dalam pembukaan Gawai Dayak kota Singkawang berhalangan. Melalui sambutannya yang diwakili oleh Asisten III Bidang Administrasi dan Umum, Robert Nusanto, S.Sos, M.M, Cornelis menggarisbawahi mengenai peran penting Festival Gawai Dayak Naik Dango yang diselenggarakan dan merupakan cara jitu sebagai ajang peningkatan perekonomian masyarakat setempat dari tinjauan pariwisata dan ekonomi kreatif. Pada kesempatan yang sama, Aloysius Kilim, S. Ag selaku Ketua Dewan Adat Dayak kota Singkawang memaparkan digelarnya Gawai Dayak ini ditujukan untuk melestarikan nilai-nilai budaya lokal yang masih sangat relevan untuk generasi saat ini, sekaligus sebagai  ajang silaturahmi antaretnis yang berada di kota Singkawang.           
  
Di sela proses pembukaan Gawai Dayang Naik Dango yang berkenan dilakukan oleh wakil walikota Singkawang, ditandatangani pula deklarasi bertema “Penanganan Ancaman Narkoba dalam Rangka Mewujudkan Indonesia Emas 2045” yang dilakukan oleh BNN, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama dan pemuda dalam upaya memerangi peredaran dan penggunaan narkoba khususnya di kota Singkawang.    

Kiranya ajang tahunan yang bersifat melestarikan eksotisme budaya di bumi Khatulistiwa ini dapat terus terselenggara, dan mampu menciptakan generasi yang berwawasan global, namun tetap bertutur kata dan berperilaku lokal. (Hes)