Selamat Datang Di Website Resmi Paroki Singkawang - Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
Tampilkan postingan dengan label Surat Cinta Pembaca. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Surat Cinta Pembaca. Tampilkan semua postingan

6 Nov 2015

Mengapa menjadi suster Slot?

Mengapa menjadi suster Slot?



Menjadi suster Slot adalah pilihan Sr. Maria Serafin OSCCap sejak berusia 19 tahun. Ia masuk suster slot (Biara Klaris Kapusines) pada tanggal 8 September 1951 dan langsung menjadi postulan. 
Sebagai orang pribumi yang pertama diantara suster-suster Belanda, dia berjuang dengan tekun untuk belajar bahasa Belanda lewat pelajaran yang diterimanya melalui seorang suster SFIC di Nyarumkop.

Semangat dan penjuangannya untuk dapat menyesuaikan diri dengan suster-suster Belanda memampukannya untuk memasuki masa Novisiatnya pada tanggal 8 September 1952.  Pada tanggal 12 September 1953 dia berkaul sementara dan akhirnya menyerahkan diri secara depenitif dalam Ordo Santa Klara pada tanggal 12 September 1956. 

Beliau memilih cara hidup yang tertutup ini karena merasa bahwa cara hidup seperti ini mendukungnya untuk dapat banyak berdoa bagi gereja, dunia dan terutama bagi para penderma. Baginya berdoa adalah sesuatu yang menarik karena akan selalu bertemu dan ingat akan Tuhan yang menebus umat manusia dari dosa.  

Selama 60 tahun hidup membiara sr. Maria Serafin mengalami bahwa doanya tidak selalu dikabulkan oleh Tuhan dan meskipun doanya dikabulkan ia merasa bahwa itu bukan karena hasil doa dan tapa yang dipersembahkannya.  Karena itu baginya tidak begitu penting untuk mengetahui Apakah doanya dikabulkan Tuhan atau tidak.  Namun yang jelas tugas doa dia hayati sebagai penyerahan diri yang total kepada Tuhan melalui panggilan yang dia terima dari Tuhan.  Penyerahan diri yang total inilah yang mendorongnya untuk semangat menghadirkan sukacita bagi gereja dan dunia. 

Sr. Maria Serafin pernah menjadi abdis dari tahun 1989-1994 Beliau adalah seorang rubiah yang sederhana, polos, taat pada aturan, seorang karismatik dan seorang yang memiliki matiraga yang keras terutama terhadap dirinya sendiri. Semangat doanya tak pernah padam meskipun kini usianya telah 83 tahun. Dalam usia yang sudah senja ini ia mesih mampu bangun tengah malam setiap hari untuk berdoa bersama anggota komunitasnya. 

Misa syukur 60 Tahun Hidup Membiara

Pada tanggal 12 September 2015 Sr. Maria Serafin Daros OSC Cap merayakan Hari Ulang Tahun kaulnya nya ke-60 dalam Misa syukur yang dipimpin oleh P. Heribertus Hermes Pr yang adalah keponakannya sendiri dan didampingi oleh dua imam kapusin yaitu P. Harmoko OFM Cap Dan P. Krispinus OFM Cap dari Keuskupan Agung Pontianak.  Misa Syukur ini dihadiri oleh keluarga, Para fransiskan dan kenalan para suster. Karena diminta oleh Pastor yang menyampaikan homili Sr. M Serafin menyampaikan pesan untuk umat yang hadir agar tetap berdoa sebagai orang katolik sekurang-kurangnya pada hari minggu dan berdoa waktu makan dan tidur. Setelah Misa semua umat diundang makan bersama di Biara.  Acara Dibuka dengan menyanyikan lagu Ulang Tahun dengan beberapa bahasa, makan bersama dan beberapa suster menampilkan Lagu dan tarian Kipas untuk Sr. M.Serafin dan semua undangan yang hadir. Selamat atas HUT membiaranya suster semoga persembahan hidup suster mendatangkan kebahagiaan dan keselamatan bagi gereja dan dunia.
 (Sr. M. Agnes OSC Cap)





Ma.....Aku Rindu

Ma.....Aku Rindu


Malam itu terjadi perang di kampung halamanku, aku tak tahu persis perang apa itu.  Namun yang jelas orang-orang di kampungku malam itu ramai-ramai meninggalkan rumahnya untuk mencari tempat yang aman. Demikian juga dengan keluargaku, dalam kegelapan malam kami menyusuri jalan-jalan gelap, bebatuan bahkan kami berjalan diantara pepohonan sebab pada masa itu kampungku belum tersentuh cahaya PLN. Situasi malam itu membuatku terpisah dari Orangtua, abang, dan adik-adikku. Aku dan Nenek selamat dari peristiwa naas itu. sejak saat itu pula aku tinggal bersama nenek dan kami tak pernah mendengar kabar tentang keluargaku.

Pada usia yang masih kira-kira masih 12 tahun nenek  meninggalkanku untuk selamanya. Namun aku bersyukur kepada Tuhan karena Ia tidak menelantarkanku sendirian. Sebelum meninggal nenek menitipkanku pada seorang biarawati yang berkarya di daerah kami.  Aku tinggal di Asrama dan menyelesaikan pendidikanku dari SMP sampai SMA di sekolah mereka. Merekalah yang menjadi keluargaku dan aku sendiri dianggap seperti anak sendiri.

Para biarawati pula yang memperhatikan dan memenuhi segala kebutuhanku. Dari mereka aku belajar mengenal, mencintai Tuhan Yesus dan Bunda-Nya. Dan Bunda Maria kupanggil dengan sebutan “Mama” baik dalam berdoa maupun ketika aku sedang bercerita tentang kebahagiaan dan kesedihanku.  Setiap hari ketika memasuki kamarku, aku selalu menyapa bunda Maria dengan mengucapkan Doa Salam Maria lalu berkata padanya: ”Ma...aku rindu...izinkan aku bertemu keluargaku.” Kata-kata ini selalu ku ucapkan setiap hari. Tahun berganti tahun, rasa rinduku semakin bertambah, rasa ini tak pernah berkurang malah setiap tahun semakin bertambah apalagi menjelang Natal dan Tahun Baru. Kadang-kadang aku sedih dan menangis pilu sendirian karena dilanda rasa rindu yang tak kunjung padam. Ya, aku rindu Bapak, Mama, abang dan adik-adikku.

Setelah Tamat SMA aku memutuskan untuk mempersembahkan hidupku kepada Tuhan dengan masuk Biara tempat para biarawati itu mengabdikan hidupnya kepada Tuhan untuk seumur hidup. Dalam masa pendidikan, aku merasa bahagia mendengar berita tentang keluargaku yang masih hidup dari para suster yang berkarya ditempat nenek dulu tapi mereka hanya mendengarnya dari orang lain dan dikatakan bahwa mereka berada di salah satu provinsi yang masih satu pulau dari tempatku berada. Maka untuk mencari mereka, aku menunda masuk tahun kanonik dan minta izin pada pimpinan biara untuk mencari keluargaku lebih dahulu sebelum melanjutkan panggilanku. Satu bulan berada diluar biara, aku merasa lelah mencari mereka. Akhirnya aku kembali ke Biara dan mnyerahkan segalanya pada kehendak Tuhan. 

Setengah tahun kemudian aku memasuki tahun kanonikku. Dalam masa ini meskipun doaku lebih intens, penyakit rindu tetap melanda jiwaku. Seorang teman seangkatan yang juga teman rohaniku sering menghibur dan menguatkanku. Darinya aku juga mendapat kasih sayang, padanya aku sering bermanja-manja dan dia tidak pernah menegur sikapku yang kekanak-kanakan. Aku bersyukur karena Tuhan memberiku teman yang begitu mengerti dengan keadaanku dan menyayangiku  seperti keluarganya sendiri.

Sehari sebelum berangkat retret tepat pada hari minggu, aku mendengar rombongan keluargaku datang satu mobil ke Biara khusus untuk mengunjungiku. Mendengar itu aku sangat bahagia dan serasa tak percaya. Dengan cepat aku berlari menuju kamarku dan menghadap Arca Bunda Maria, sambil berlari bersyukur kepada Tuhan karena telah membawa keluargaku kesini dan di depan Bunda Maria aku berlutut berkata: ”Ma...terima kasih karena engkau menghantar mereka kesini...terima kasih  Ma...trima kasih untuk bantuanmu.” Rasa bahagia menyelimuti jiwaku, aku menangis terharu merasakan kebaikan Tuhan untukku. Perlahan-lahan aku berjalan keluar melewati lorong kamar biara dan aku menyambut mereka dengan pelukan kerinduan yang sangat dalam dan tak kusadari air mataku berderaian membasahi seluruh pipiku.  Pertemuan itu begitu singkat namun membahagiakan. Mereka kembali pulang setelah 3 jam bersamaku. Peristiwa itu terjadi 10 tahun yang lalu, kini aku boleh mengunjungi keluargaku sesuai dengan aturan biara. Dan enam bulan yang lalu bapakku meninggalkan kami selamanya.  Saat berduka begini aku tak lupa menghubungi teman rohaniku dan sekali lagi aku mendapat kekuatan dan dukungan doa darinya. Terima kasih Tuhan karena Engkau telah menjadikan segala sesuatu indah pada waktunya.(Sr. M.Agnes OSC Cap)




1 Nov 2015

TAK KENAL MAKA TAK SAYANG, SUDAH KENAL TAK JUGA SAYANG

TAK KENAL MAKA TAK SAYANG, SUDAH KENAL TAK JUGA SAYANG

Google Images.Jpg

Sebagian orang menganggap bahwa sebuah perkenalan adalah hal yang biasa. Benar-benar biasa hingga dapat dilakukan lain waktu, sebatas bersalaman dan tersenyum, mengatan Hi atau Hello lalu menghilang. Tapi kita tidak sedang bermain ‘salah-salahan’ atau pembenaran/justifikasi  terhadap hal itu. Terkadang memori menuntun kita untuk menjaga jarak terhadap dunia dan orang-orang yang baru kita temui. Ada juga orang yang lebih nyaman dengan dirinya sendiri dan puas dengan temannya saat ini, atau yang lebih mengerikan, ketakutan untuk bertemu dengan orang baru. 

Namun sejatinya, dalam perkenalan harus ada yang namanya tarik ulur. Bayangkan perkenalan terbaru sahabat being adalah dengan seorang pria/wanita yang  belum pernah sahabat being lihat di ‘dunia nyata’, mungkin pernah dilihat namun memori tentang dia mengendap terlalu dalam di alam bawah sadar. Sahabat being mendengar dari orang lain tentang namanya dan kebetulan dia menekuni hal yang being suka. Keinginan untuk mengetahui siapa sosok itu langsung merangsang hasrat sahabat being untuk bertemu dengannya. Apa yang akan sahabat being lakukan?

Ketika sahabat being berkenalan dengan seseorang, sahabat being biasanya mulai mempelajari nama orang tersebut. Sama benarnya berkenalan dengan Yesus. “Apa arti sebuah nama? Itu yang kita sebut sebuah mawar/ Dengan kata lain akan beraroma manis,”  tulis Shakespeare. 

Berkenalan dengan Yesus sama halnya berkenalan dengan orang lain. Sahabat being berani menyebut bahwa Yesus adalah anak Allah.  Setidaknya jika sahabat being  mengakui kepercayaan teistik. Lalu siapa yang berani menyebut bahwa kita semua bukan anak Allah? Ketika kita ingin mengenal Yesus, kita memberikan semua yang kita punya. Berserah seutuhnya. Meskipun di depan-Nya terkadang kita menampilkan atau menambahkan sejumput kepribadian lain yang sebenarnya bukan diri kita. Sadar atau tidak kita melakukannya. Kehadiran orang lain, persepsi sekitar, rasa simpatik dan hal-hal duniawi lain terasa lebih kuat sehingga di depan-Nya kita harus menampilkan topeng. Padahal Dia tahu betul siapa kita. Pernahkah sahabat being menyadari hal itu? Saya menyadarinya saat ini,..hehehe….

Begitu juga ternyata hal yang kita lakukan kepada sesama. Figur dan persepsi awal yang hinggap di sisi lain kepala ini memengaruhi intensi sahabat being untuk menerima atau menolak perkenalan. Baik secara verbal maupun lewat bahasa tubuh. Sahabat being melakukan itu sadar atau tidak. Seperti cerita di awal tadi, penolakan bisa saja terjadi terhadap keinginan sahabat being untuk berkenalan. Tidak semua orang bisa membuka diri dengan perkenalan. Persepsi awal yang sahabat being bangun sangat memengaruhi jalannya perkenalan. 

Berkenalan dengan anak-anak Allah yang lain sama halnya kita berkenalan dengan Yesus. Sahabat being  mengenal dulu namanya. Siapa itu Yesus? Dia divisualisasikan sebagai pria berambut panjang berwarna coklat, wajah teduh dan jambang serta kumis yang tumbuh di wajahnya. Kenapa digambarkan demikian? Padahal siapapun belum belum pernah melihat-Nya. Bolehkah sahabat being memvisualisasikan jika Yesus adalah sosok pria yang pendek, tambun, dengan potongan rambut rapi dan wajah bersih? Figur tentang sosok Yesus yang pertama begitu terpatri di dalam diri kita sehingga kita seolah-olah mengenal-Nya walaupun hanya dengan melihat gambar-Nya. Ada masa-masa ketika kita mempertanyakan pengaruh Yesus dalam diri kita, terutama ketika jatuh. Rasa tidak puas hadir ketika hasil yang kita dapatkan tidak sesuai dengan usaha dan doa yang kita lakukan. Persepsi awal kita tentang kebesaran-Nya terlalu tinggi sehingga kita hanya berharap hal yang baik saja yang datang pada diri kita. Inikah bentuk kalau kita sudah berkenalan dengan Yesus? 

Seorang teman pernah berkata “Salib itu ada untuk dipikul. Bukan untuk di jadikan beban. Dengan memikul salib kita akan terjatuh dan dalam dalam kejatuhan itu kita merasakan betapa besar kasih-Nya. Bukan ketika kita bahagia. Ketika Yesus terjatuh banyak yang ingin membantu-Nya, di situlah kita merasakan persaudaraan. Bukan ketika kita mampu berdiri tegak.” Sosoknya sederhana, namun dedikasinya untuk kehidupan sosial dan gereja, patutlah kita angkat topi.

Sahabat being, sebelumnya saya berusaha membayangkan seperti apa sosok Pemred “Likes”. Saya berusaha menggugah idealisme yang dimilikinya untuk menarik perhatiannya. Sayang, saya tidak bisa melakukannya pada Yesus, karena Dia telah mengambil ruang di dalam diri ini sehingga Dia tahu siapa saya, lebih daripada saya mengenal diri sendiri. 

Tak kenal maka tak saying, bahkan setelah berkenalanpun belum tentu sayang. Berkenalan dengan anak-anak Allah mungkin harus dilakukan perlahan. Sejatinya sedikit demi sedikit sahabat being akan membuka diri, bahkan ditambahkan dengan sedikit kamuflase jika perlu. Namun semuanya tetap harus dilakukan dengan tulus. Tujuannya bahwa kita ingin membiarkan orang lain menjadi bagian dari diri kita. Sehingga hidup ini menjadi bermakna. Seperti kata Pastor Paroki kita yang ganteng, “Jika tidak bisa menjadi pensil untuk menulis kebahagian orang lain, jadilah penghapus untuk menghapus kesedihan orang lain.”  Yang menjadi pertanyaan adalah, “Kenapa pensil? Kenapa bukan pena, Pastor?”

Kita semua bagian dari Yesus. Jika sahabat being membiarkan Yesus ada di dalam diri sahabat being dan sahabat being ada di dalam Dia, maka sahabat being juga harus siap menjadi bagian dari orang lain dan sebaliknya. Berkenalan dengan Yesus tidak bisa perlahan-lahan namun harus total. Tidak ada istilah menarik diri dari perkenalan dengan Yesus. Yesus sudah mengenal sahabat being dengan sangat baik namun masih butuh waktu yang panjang sampai sahabat being menyadari bahwa ternyata sahabat being  juga mengenal Yesus. Jika begitu kenapa tidak dicoba sambil berkenalan dengan anak-anak Allah yang lain? Meskipun anak Allah yang sedang sahabat being kenal itu tidak sesuai yang sahabat being bayangkan. Mungkin lewat  jalan itu kita bisa lebih kenal dengan Yesus. Dia hadir dalam baik dan buruknya dunia ini, manis dan pahitnya pengalaman, tulus dan liciknya manusia. Sebab Dia itu Tuhan. (Sabar Panggabean)

DOA PENDOSA

DOA PENDOSA

Google Images.Jpg

Kristus,
aku gagal bicara pada rembulan,
aku keburu retak
hanya sedikit kata yang berhasil kutebak
aku hanya ingin meminjam waktu pada-Mu,
dan jika Kau tau, itu sangat penting buatku.

Kristus,
aku kembali pada zaman-Mu,
zaman Farisi milik-Mu
aku cuma mau ngadu, aku diadili oleh sesamaku
aku dibilang orang paling bajingan!

Kristus,
masa’ ada yang bilang aku pembangkang,
ada juga yang juluki aku manusia jalang
ada yang katakan aku tak setia teman
sebagian lagi terpengaruh karena hasutan.

Kristus,
kalau Kau buka kantor pengacara,
jatahku 1, jangan sampai lupa
bilang pada mereka, mereka juga pendosa!


2006
Coffeeholic7539

BAPA KAMI

BAPA KAMI 


Karya Pena : YOVITA SAPTARIANI
Google Images.Jpg

                       
Bapa kami yang ada di surga
Di saat hukum cinta kasih membendung dunia
Engkau memanggil kami sebagai anak-anakmu
Engkau titipkan pesan-pesan putih
Dimuliakanlah nama-Mu
Nama yang mengatasi langit dan bumi
Nama yang menjamin penebusan
Nama yang mengalahkan maut
Menuntun kami melintasi kehidupan

Datanglah kerajaan-Mu
Merajalah di pikiran...hati...karya-karya kami
Supaya kami dapat menjadi persembahan yang hidup
Layakkan kami di perjamuan suci-Mu

Jadilah kehendak-Mu
Sabda kepastian yang melingkari semesta
Tuntunlah kesadaran kami memahami kehendak ajaib-Mu
Maha misteri

Di atas bumi seperti di dalam surga
Cahaya memupuskan gelap
Pelita menuntun malam
Terang damai bersinar suka cita

Berilah kami rezeki pada hari ini
Ajarilah kami bersyukur dengan rasa hormat mendalam
Terhadap setiap rahmat yang telah kami terima
Jauhkan kami dari ketamakan
Buatlah kami perduli dengan sesama

Karena segala-galanya ada di dalam Engkau
Engkau memenuhi segala-galanya
Engkau telah mentransformasikan diri
Menjadi santapan rohani

Dan ampunilah kesalahan kami
Dengan api sucimu kami bakar kegelapan kami
Di mana roh-Mu yang kudus menjadi terang mata hati
Janganlah Engkau memperhitungkan kesalahan-kesalahan kami
Tapi kenanglah Dia yang telah Engkau utus
Untuk menancapkan pengampunan di jantung bumi
Cinta-Mu leburkan dosa-dosa kami
Seperti kamipun mengampuni yang bersalah kepada kami
Ikhlaskan diri
Membuka hati kasih menjadikan maaf mengalir deras
Jadikan kami menjadi manifestasi cinta
Dan janganlah masukkan kami ke dalam percobaan
Batu sandungan menjadi batu penjuru
Tersusun indah menopang telapak kaki
Menapak ringan tanpa paksaan
Karena keikhlasan segala-galanya berjalan tanpa beban

Tetapi bebaskan kami dari yang jahat
Engkau singkirkan selubung penghalang sinar
Engkau buka tirai fajar
Engkau menghardik badai
Badaipun taat
Menjinak manja di bawah kaki-Mu
Karena Engkaulah yang empunya kerajaan kuasa
Kemuliaan sampai selama-lamanya
Amin

13 Sep 2015

APOGRAF APEL

APOGRAF APEL

                                                                                                              Sitok Srengenge

Apel itu tak enyah mereka kunyah
Adam melempar bijinya keluar surga
tumbuh sebagai pohon hayat tak sempurna

Hawa terkesiap ketika buah itu tanggal dari tangkai
 jatuh tepat di ubun-ubun seorang lelaki yang tertegun
lalu mendadak sorak “Eureka! Semesta ini puisi.”

Di langit yang masih belia lelaki itu menulis nubuat
tentang bunga apel yang lena dalam mimpi,
terlambat membentang kelopak-kelopaknya  sampai matahari benam,
dan menjelma kupu-kupu malam dengan sepasang sayap muram

Aku tidur, pekik perempuan itu, bukan berarti aku tak peduli.
Aku bahagia ketika tidur,
sebab mimpi tak mencurahkan hujan hujatan para pecundang
yang tak paham derita orang terbuang.
Aku merasai perih kuntum urung semerbak atau buah busuk sebelum masak.
Tuhan menjadikanku ibu

Lelaki itu tahu, perlu waktu cukup lama untuk bisa tidur bersama seperti dulu.
Ia juga tahu, perempuan itutak senang dibangunkan.
Tapi ia tak tahu, apa yang mesti ia lakukan tiap kali rasa bersalah
berkesiur
membuatnya resah meski sedang tidur



Lebih baik aku bermimpi, tekadnya dalam hati,
tapi ia sangsi bisakah mimpi dikehendaki.
Surga juga impian bukan?
Berlintasan iklan panduan jalan ke surga,
tapi ia cuma butuh plesir, kunjungan singkat sebelum waktunya berakhir,
cukup ke pesuk pesisir di mana ia bebas bermain pasir
sembari asyik mencari batuan yang diukir air
atau serpih selendang peri yang tersangkut di cangkang kerang pelangi.
Ia iangin kembali menjadi bocah yang terpesona pada hal-hal kecil,
demi memahami tamsil tentang lautan rahasia yang mustahil terjangkau tangan mungil

Sesuatu jatuh ke ubun-ubun, membuatnya terbangun
Ia saksikan belantara lambang, lapis-lapis anasir mewakili yang tak hadir,
seperti puisi - kata-kata
pucat pasi di mana ia bebas menanam dan menuai arti
Ruang terhampar, waktu bergerak.
Ia sadar bisa bertindak
Melihat lautan, ia berniat membuat kolam,
memandang hutan ia bertekad mencipta taman

Biji apel ini akan tumbuh sebagai pohon pertama di tamanku, pikirnya.
Kelak, jika berbuah, kupersembahkan untukmu
Silakan petik dan makan, tak perlu khawatir,
kau tak akan diusir


 2014        

WISATA KRISTIANI SHOW DI GEREJA SINGKAWANG

WISATA KRISTIANI SHOW DI GEREJA SINGKAWANG


Hatiku mengagungkan Tuhan, jiwaku memuliakan Tuhan, mata batinku tercengang menyaksikan Injil yang hidup di gereja kebangganku Singkawang. Taman jiwa-jiwa kesayangan Tuhan. Torehan Buletin Likes edisi 2-3 dengan bahasa gaul anak muda yang lincah mengalir bening tenang menyejukkan rasa penuh makna. Anak-anak kecil lincah sehat penuh gerak namun diam hening tanda sudah mengerti pada suasana perayaan Liturgi/Ekaristi, sudah tampak biasa pada mereka berbaris ke depan menyongsong komuni (berkat) lalu kembali dengan wajah-wajah berseri gembira tanda mereka kembali membagikan berkat dengan siapa yang dijumpainya. Semoga pengalaman sederhana itu membekas penuh makna dan mengembang dalam hidup berimannya. Sudah selayaknya ini kita syukuri bersama.

Oh ya, kehadiran foto dan berita Sherlyn dengan kasus atresia billiar, betapa berat deritamu, Sherlyn, tapi Anda sudah dimampukan menanggung derita ini dengan damai dan tenang melebihi anak-anak seusiamu. Ah, Sherlyn, dengan keadaanmu ini  ambil bagian untuk mengajarku menyadari serta mensyukuri akan fisikku yang diberi normal ini, semoga dengan berbekal fisik normal ini dapat lebih mampu patuh kepada Yesus. Trims juga atas mukzizat Tuhan bagimu, semoga lekas sembuh.

Hem…. Siapa dia? Yang berlenggang lenggok dengan wajah berbinar di antara tebaran huruf, memacuku untuk tahu apa yang terjadi di situ. O…., Diva dapat hadiah baju cantik berlabelkan harga kemurahan hati dari saudarinya, Rp2000,- cukup untuk sayang teman. Ah, memang kasih itu murah meriah namun menghidupkan dan membahagiakan. Juga spesial wajah-wajah gembira penuh daya khas ABG (Anak Baru Gede) beracara EKM. Whow…! Jangan kira siapa kita, bukan sekadar anak-anak orang biasa, atau anak presiden lho! Kita ini sungguh anak Allah, Raja yang Maha Tinggi dan Maha Kuasa, dan bukan pula sekadar penguasa sistem kontrak lima tahunan, tapi Bapa kita juga penguasa cinta sepanjang segala masa. Itulah sebabnya kita masing-masing perlu menghargai martabat hidup kita yang luhur ini dengan penuh percaya diri, memperlakukan diri dan saudara/i-nya dengan penuh hormat dan tawakal. Sungguh luar biasa ajaib, bahwa kita benar-benar satu saudara dalam roh pembabtisan. Nama babtis bukan sekadar atribut untuk KTP tapi untuk dihidupi antara lain seperti kalian dalam kesatuan merayakan Ekaristi dilanjutkan kumpul penuh bangga dan percaya diri unjuk kebolehan untuk menyelenggarakan pesta dari hasil panen sendiri dengan sajian meriah, bersama menikmati betapa renyahnya rebung muda, segarnya daun ubi, dan gurihnya ikan teri. 
Hehe…, semuanya menyehatkan dan membuat stamina tubuh mejadi terjaga. Bagiku adalah suatu yang amat mengagumkan, betapa tidak, karena di zaman ada sejuta tawaran sajian kuliner, Anda berani tampil seadanya ala Kristiani show dan di mana apapun yang dibumbui dengan kasih akan terasa nikmat. Profisiat dan terima kasih. Ini oleh-oleh pangon kita menjemput bola di lapangan di taman-taman jiwa yang sudah mulai mekar nan elok. Harum semerbak aroma kebaikan membangkitkan rasa kagum dan bangga. Karena kita memiliki benih-benih orang Samaria yang baik hati, sumber daya manusia potensial semua memiliki benih batu karang rohani yang perlu digali, diolah, dihidupi, dikembangkan, dan dibagikan satu sama lain, dan  sudah dimulai sekarang, di lingkungan dan masyarakat.

Beranjak ke pertunjukan peragaan doa Jalan Salib, memperjelas bagaimana ekspresi wajah dan gerak tubuh Yesus hamba Yahwe yang tidak melawan pun tidak mundur, tidak memalingkan wajah-Nya dari cercaan dan hinaan. Tidak goncang menghadapi perendahan, penghinaan, penyiksaan sampai disalib mati, karena berpegang teguh pada opsi fundamental-Nya yaitu karena kasih setia-Nya untuk menyelamatkan semua manusia, termasuk Anda dan saya. Dengan pola pikir, pola bicara, pola bertindak secara konsisten. Mekanisme-mekanisme, cara beradu gerak dan langkah Yesus kali ini membangunkan kesadaranku dari kebiasaan-kebiasaan yang suam-suam kuku atau sikap ya dan tidak sekaligus (dualisme) Saudara/i, trims ya, jerih lelahmu untuk mewartakan kebenaran Yesus sampai di hatiku, sekaligus maafkan daku yang tidak memberi teladan baik. Itulah sebabnya saya perlu belajar sampai mati, untuk menapaki jalan yang makin terjal berbatu. Doakan, ya!

Lanjut menyusur laman jiwa kepunyaan-Nya, beraneka eksistensi kehidupan, ah…! Betapa mata batinku terpukau memandang dari kejauhan cakrawala kehidupan para pangon yang berjajar rapat menyatu bagai keperkasaan gunung es muncul di permukaan laut sebagai wujud kasih Bapa di surga yang siap menjadi alat belas kasih kerahiman-Nya, meski di balik figur-figur sederhana, bersahaja dan biasa-biasa saja. Mari lihat dan perhatikan, siapa tidak terinspirasi mengikuti jejak itu, menjadi pahlawan surgawi, dengan gagah berani berdiri tegak di garda depan demi jalan kebenaran dan hidup sejati dalam Allah.

Itulah tawaran Allah yang menunggu jawaban bebas dari kawula muda yang siap sedia menjadi alat-Nya. “Semua perlu persiapan jangka panjang dan jangka pendek.”
Seperti kita lahir kembali oleh gereja dan terus dibesarkan oleh sabda dan sakramen-sakramen dalam rahim gereja, berarti menjadi dewasa secara Kristiani tidak dengan meninggalkan rahim gereja, tapi justru dengan masuk semakin dalam dari waktu ke waktu, bahkan kita tetap menyatu dengan pribadi-pribadi yang sudah sampai ke pangkuan Bapa di surga. 

Persekutuan keluarga besar Katolik pangon domba, laki-laki dan perempuan semua umur selalu berkumpul bersama merayakan liturgi/Ekaristi memperoleh berkat lalu pergi menyebar untuk diutus secara holistik dalam keberadaan dan sepak terjang kehidupan harian masing-masing di masyarakat dengan kunci dasar, Yesus.  

Setiap saat Anda dan saya diundang untuk menyadari makna hidup dengan pikiran, mata, telinga, hati yang bening lalu mengambil pilihan dan tindakan walau sekecil apapun yang sesuai dengan opsi fundamental Yesus yaitu kasih dan keselamatan diri dan sesama. Di sanalah rahasia kebahagiaan sejati ditemukan apapun dan status yang bagaimanapun. Dengan demikian kita sudah berada dalam cakupan kerajaan Allah walau masih berjuang, nanti lama-kelamaan kita akan mampu berdiri tegak menginjak ular dengan damai seperti Ibu kita Maria yang penuh rahmat dan cinta, corak hidup cinta dan pengampunan tanpa syarat member peluang dan harapan pada manusia untuk kembali bangkit dari dosanya. Berarti juga berani menanggung derita secara ksatria dan kepahlawanan surgawi.

Mari tengok dan lihatlah di seberang sana, ada romo-romo yang sudah sepuh, seperti Rm. Charles Patrick Edwartd Burrows, OMI atau lebih dikenal sebagai Rm. Carolus, OMI, Rm. B.  Kieser, SJ, Rm. Magnis, S, tapi masih berjuang gigih mendampingi domba-domba di penjara dan lain-lain perjuangan bagi kemanusiaan. Sekali lagi pertanyaannya, siapa anak muda yang tidak tertantang untuk meneruskan perjuangan-perjuangan beliau, menjadi gembala yang berani mati demi dombanya. Sudah waktunya kita bangkit dari tidur, seperti Samuel siap siaga mendengarkan dan melaksanakan kehendak Tuhan. Berani berjuang menempuh jalan kebenaran dan hidup (yang adalah Yesus sendiri).

Terima kasih yang sedalam-dalamnya atas gotong royong kita semua warga gereja untuk membagikan berkatnya masing-masing baik pada keluarga kecilnya (anak, ibu, bapak, asisten rumah tangga), lingkungan dan masyarakat. Lingkungan yang baik adalah seminari diri yang baik, yang menanam benih baik akan menuai hasil baik. Kebaikan dan kasih sejati yang diterima waktu kecil/usia dini akan menjadi warisan hidup yang melebihi harta benda apapun yang tidak luntur oleh terpaan arus zaman apapun.

Keselamatan masa depan (hidup kekal) adalah keselamatan masa kini dan keselamatan masa kini adalah tugas dan tanggung jawab yang harus kita kerjakan dalam hidup keseharian yang biasa-biasa saja tapi dilakukan dengan hati penuh cinta, bernyala, dan dengan jiwa besar, dalam kesatuan Roh Allah Tritunggal Kudus. Semoga batu karang-batu karang rohani gereja kita semakin cemerlang menyinari jagat raya. Amin.
(Sr. Pia, OSCCap)

*Pangon (berasal dari bahasa Jawa) artinya gembala.  

6 Jul 2015

PUISI : UDARA

UDARA
 
Udara…
Kau begitu sederhana, istimewa mengagumkan dan memesonakan
Walau kau tak berupa, tak berbentuk, tak berwarna dan tak bercita rasa
Tapi…tanpa engkau, pepohonan akan merunduk layu, margasatwa dan ikan-ikan akan menggelepar mati dan manusia akan megap-megap kehabisan nafas.
Bumi akan menjadi padang kuburan masal

Udara…
Kau selalu hadir kapan saja dan di manapun
Sebagai angin sepoi-sepoi ataupun sebagai angin badai
Kau kembangkan layar-layar perahu para nelayan
Kau menghantarkan gelombang bunyi suara ombak di tepi pantai
Burung berkicauterdengar merdu indah bagaikan balada malaikat memuji Sang Pencipta.
Kau menyambung bahasa cinta yang membahagiakan
Kau membantu menguapkan air ke langit bagaikan proses kehidupan
Kau menyegarkan badan dan jiwa manusia.

Udara…
Kau mengusap wajahku di kala pagi
Menyentuh pori-pori tubuhku, masuk ke relung-relung dadaku
Kurasakan belaiannya yang lembut dan halus.
Dalam keheningan, ketenangan, dan kedamaian.
Yang membawa dan menghantar betapa menakjubkan manfaat dan daya kehidupan darimu oh…udara.


                   Buah karya Sr. Maria Magdalena OSCCap (Biara Providentia Singkawang)    

BPK BERGURU PADA KEBIJAKSANAAN ALAM "PANCURAN AIR"

BPK BERGURU PADA KEBIJAKSANAAN ALAM

PANCURAN AIR

 

Saat sang mentari muncul di ufuk timur menyambut fajar, Pak Togar sang petani, dengan langkah tegap menuju ke sawahnya. Dengan segenap tenaga, dia mengayunkan cangkul, mengolah sawah menyongsong musim tanam yang segera tiba.

Keringat mengucur membasahi sekujur tubuhnya. Dan tak terasa matahari mulai bergeser ketengah, maka Pak Togar berjalan menuju pancuran bambu yang berada di pinggir sungai  tak  jauh dari sawahnya. Sambil melepas rasa lelahnya, Pak Togar duduk di bawah pohon sambil melinting rokok yang sudah dibumbui cengkeh kesukaannya dan mulailah Pak Togar menghisap rokok kretek buatannya sendiri. Kepulan asap keluar dari mulutnya, tetapi matanya begitu tajam menatap air pancuran, seakan ada sesuatu yang istimewa yang datang dari pancuran bambu tersebut.

Pak Togar begitu terkejut ketika disapa oleh temannya Pak Iman yang juga bermaksud mandi untuk membersihkan diri dan menikmati kesegaran air pancuran tersebut.
“Hai kawan, mengapa tidak segera mandi, malah duduk melamun!”, katanya menghardik Pak Togar yang lagi asyik memandangi pancuran bambu tersebut.

 “Aku tidak melamun, kawan. Tetapi aku sedang merenungkan air yang deras mengalir dari pancuran bambu itu. Pak Iman, tahukah mengapa air itu dapat menyatu dan keluar dari bambu dengan leluasa?”, ujar Pak Togar.

 “Ah gampang itu, karena tidak ada sekat di dalam bambu itu, sehingga air dapat mengalir tanpa hambatan. Lalu apa istimewanya?”, kata pak Iman.

“Betul jawabmu, Kawan. Namun,yang menjadi masalah adalah bagaimana kita juga dapat hidup seperti bambu itu yang mengalirkan air dengan sempurna !”

“Maaf, aku kok nggak mudeng dengan pertanyaanmu itu?”, tukas pak Iman.

“Gini lho, maksudku, bagaimana dalam hidup kita ini kita juga mampu menyediakan ruang yang luas dalam hati kita sehingga saudara-saudara kita dapat keluar masuk dalam kehidupan kita sehari-hari”,  jawab Pak Togar.

Pak Iman berdiam diri mencari jawaban, karena selama ini tidak terlintas bahwa begitu besar kebijaksanaan si pancuran bambu, yang menyediakan ruang sepenuhnya untuk perjalanan si air. 

Setelah mereka saling diam tanpa dapat menemukan jawabannya, tiba-tiba si bambu berkata:
“Kawanku para petani, kalau tidak keberatan aku akan membantu kalian memecahkan persoalan ini.”

“Dengan senang hati kami akan mendengarkanmu, bambu.” kata Pak Togar dan Pak Iman serentak.

“Tetapi, jawabanku, tidaklah sempurna, karena aku hanyalah pancuran bambu. Manurutku kalian juga akan mengalami seperti diriku yang mampu mengucurkan air dengan sempurna kalau kalian juga menyediakan ruang yang cukup bagi sesamamu.”, kata pancuran bambu melanjutkan.

“Yang menjadi masalah bagaimana kami dapat menyediakan ruang bagi saudara-saudara kami?”, sahut Pak Togar dan Pak Iman serentak seperti paduan suara.

“ Begini, pertama-tama adalah sikap ramah. Sikap ramah tamah akan membuat orang lain menjadi tamu di dalam hati kita, bukan sebagai orang asing. Dengan dijadikan tamu, maka akan membuat orang lain akan merasa bebas bersahabat dengan kita karena tidak ada lagi hati yang tersekat-sekat oleh kepentingan diri sendiri. Kalau sikap ramah tamah itu sudah menjadi sikap semua orang, maka semua makluk hidup akan menjadi bahagia. Bahkan si musuhpun akan datang karena sikap yang ramah tamah itu.

Kedua, bersiaplah untuk mendengar. Berilah kesempatan seluas-luasnya untuk membuka telinga dan mendengarkan keluhan, kegembiraan, pandangan hidup yang sedang diperjuangkan orang lain. Ingatlah bahwa pembicara yang baik sebenarnya justru apabila kita mampu menjadi pendengar yang baik pula. Dengan mampu mendengarkan orang, maka kita akan dijauhkan  dari sikap yang hanya menyalahkan dan mengadili orang lain sesuai dengan ukuran kita sendiri.

Bila ada masalah pada saudaramu, berhati-hatilah dalam menyumbangkan saran. Kekeliruan sedikit saja, saran akan menjadi sumbang, bagi saudaramu. Kalau saudaramu datang kepadamu untuk memecahkan masalah yakinkan bahwa saudaramu adalah orang bijak. Sehingga dengan perjuangannya sendiri, ia akan mampu memecahkan masalah yang sedang dihadapinya. Oleh sebab itu hindarilah untuk selalu membuat kalimat perintah, tetapi buatlah suatu kalimat tawaran, maka, saudaramu akan selalu datang kepadamu untuk membuka kesalahan yang telah dibuatnya, tanpa kita harus menunjukkan letak kesalahannya.
Hanya sebuah permenungan.

(Singkawang, 25 Mei  2015, FX. Arie Koeswoyo)

                                                                                                                                                   



































Keluarga Kuat, Gereja Kuat: Belajar Menjadi Orang Tua dari Maria dan Yusuf

Keluarga Kuat, Gereja Kuat:  Belajar Menjadi Orang Tua dari Maria dan Yusuf


Image by Google
Tumbuh  dan menjadi orang tua barangkali sebuah keniscayaan. Namun, menjadi orang tua yang bijaksana merupakan sebuah panggilan. Setiap pasangan suami-istri yang menikah dipanggil untuk menjadi orang tua yang bijaksana. Orang tua yang menyediakan diri mereka menjadi alat Tuhan untuk mendidik, dan mendampingi anak-anak menuju kepada kesuksesan. Walau itu tidaklah mudah. Terlebih di mana perkembangan teknologi saat ini sangat pesat, dan tantangan makin besar. Anak sejak dini telah disuguhi berbagai iklan yang cenderung merusak kesejatian manusia sebagai citra Allah. Televisi, internet dan media sosial lebih akrab dengan anak dibanding dengan orang tuanya. Kenyataan ini membuat anak-anak terasing dari dunianya, “Masyarakat yang  kehilangan identitas” kata Henri J.M. Nouwen. Padahal kita tahu keluarga yang kuat menjadi prasyarat terbentuknya gereja dan negara yang kuat.

Kita dipanggil Allah untuk membangun keluarga yang kuat, mendidik anak-anak dengan pola cinta kasih Kristiani. Dari Maria dan Yusuf kita bisa belajar menjadi orang tua dalam mengasuh anak-anak secara benar sesuai dengan rencana Allah. Kita akan belajar bagaimana mereka mendidik dan membesarkan Yesus. Keteladanan Maria dan Yusuf dapat kita lihat dari Lukas 2 :41-52 “Yesus pada umur dua belas tahun dalam Bait Allah”

Konsep diri positif
. Maria dan Yusuf memiliki konsep positif mengenai penciptaan. Bagi mereka Yesus adalah citra Allah (bdk.1:26-28). Allah memberkati setiap anak dengan berkat ilahi (bdk. Kej 1:27-28). Persepsi ini sangat menentukan pola asuh. Jika orang tua memiliki persepsi yang keliru mengenai anak, maka pola asuh pun akan keliru juga. Setiap anak apapun keadaannya, ia adalah gambar Allah. Mereka adalah citra Allah yang diutus ke dalam keluarga kita masing-masing dengan misi tertentu.

Mengajak vs memerintah/menyuruh. Maria danYusuf adalah tipe orang tua yang mengajak anak, bukan tipe orang yang suka memerintah tanpa melaksanakan. “Ketika Yesus telah berumur 12 tahun pergilah mereka ke Yerusalem seperti lazimnya pada hari raya Paskah” (bdk Luk 2:41-42). Ajakan menjadi model efektif karena mengandung peneguhan dan penguatan yang besar. Pola ini mau mengkritik kecenderungan orang tua zaman sekarang yang lebih cenderung menyuruh atau memerintah.

Memberi ruang demokrasi vs otoriter.
  Maria dan Yusuf adalah contoh orang tua demokratis. Mereka selalu memberi kesempatan  kepada Yesus untuk menjelaskan apa yang dilakukan, dan dengan sabar mendengarkan Yesus, “Ibu, tidakkah Engkau tahu bahwa aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku”. Kesabaran Maria dan Yusuf pantas kita acungi jempol.  Dengan memberi ruang demokrasi anak akan terbiasa bertanggung jawab atas apa yang dikerjakan. Anak akan menjadi pribadi yang tahu mengapa dia melakukan dan mengapa dia tidak melakukan. Inilah kemandirian diri. Otoritas diri anak sangat dihargai oleh Maria dan Yusuf.  Dengan pola ini, anak merasa nyaman, aman, dan dihargai. Anak tidak merasa direndahkan. Perasaan ini menjadi pengalaman eksistensial anak dalam membangun konsep diri positif.

Memberi kebebasan yang tetap dikontrol.
Maria dan Yusuf sadar betul makna penting kebebasan dalam perkembangan pribadi Yesus. Mengekang seorang anak dengan berbagai peraturan dan larangan tidak lebih memperlakukan anak sebagai objek. Maria dan Yusuf memberikan kepada Yesus kebebasan yang tetap dikontrol dan diawasi. Peristiwa ketika mereka pergi ke Yerusalem saat Yesus berumur 12 tahun di mana Maria dan Yusuf membiarkan Yesus berada di antara para kerabatnya merupakan bukti bahwa mereka memberi kebebasan. Sikap kontrol yang dilakukan Maria danYusuf ditunjukan dengan mencari Yesus kembali ke bait Allah. Banyak di antara orang tua sekarang, memberikan kebebasan kepada anak dengan sebebas-bebasnya, hingga orang tua tidak mengetahui lingkungan pergaulan si anak. Dan bahkan orang tua tidak “mencari” anak walau anak belum pulang ke rumah hingga larut malam. Kebebasan seperti ini identik dengan pembiaran. Hal ekstrem  lainnya adalah mengekang anak dengan berbagai larangan dan aturan hingga anak tidak memiliki kesempatan belajar dari dunia “luar” diri dan keluarganya.

Mengikuti anak secara bijak
. Sikap ini ditunjukkan oleh Maria dengan sangat baik, bahkan sampai ia mengikuti Yesus di jalan salib sampai di puncak Golgota. Dalam konteks pendampingan anak, mengikuti ini diartikan menemani anak. Memberikan waktu untuk menemani aktivitas anak, terutama ketika anak melakukan aktivitas terpenting dalam hidupnya, seperti ketika anak  pertama kali tampil dalam acara tertentu di sekolah, menemani ke gereja, saat anak ulang tahun, saat ia sakit  dan seterusnya. Ini akan memberikan kekuatan moral yang luar biasa besar kepada anak.

Tidak mendebat anak
. Mendebat di sini diartikan sebagai bentuk perlawanan terhadap gagasan atau argumentasi anak. Kita tahu dan sadar bahwa tidak setiap gagasan dan argumentasi anak itu benar, tetapi bukan berarti benar juga ketika kita langsung mendebatnya pada saat itu. Memberikan ruang kepada anak berdemokrasi juga berarti mendengarkan argumentasi dan gagasan anak ketika dia berusaha menjelaskan kepada kita mengapa dia melakukan tindakan tertentu. Jika gagasan itu kurang benar, akan lebih baik jika kita menyampaikan kekeliruan atas gagasan itu pada kesempatan setelah itu. Maria prototype dari sikap ini “Maria menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya” ( Bdk. Luk 2:19,51) 

Membawa dalam doa.
Sikap Maria yang selalu menyimpan semua perkara yang tidak dia pahami di dalam hatinya dan merenungkannya merupakan sikap doa yang sangat mendalam. Banyak hal tidak dipahami selama  membesarkan Yesus. Maria membawanya dalam doa. Bagi Maria, doa menjadi satu-satunya cara yang ampuh dalam pendampingan anak. Kekuatannya untuk tetap setia mendengarkan kehendak Allah dan melaksanakan terletak pada doa. Kita tahu setiap anak memiliki kelemahan dan kekurangan. Seringkali anak tidak mampu mengungkapkan keterbatasan dan keterbelengguan itu. Doa orang tua untuk anak adalah doa yang sangat ampuh. Yesus sendiri menyatakan kekuatan doa dan puasa mampu mengalahkan kekuatan roh jahat yang paling jahat (bdk. Mrk 9:29) Pernahkan kita sebagai orang tua melakukan doa dan puasa untuk anak kita?

Setiap orang barangkali bisa menjadi orang tua, tetapi tidak setiap orang tua mampu menjadi mitra Allah dalam mendidik anak sesuai dengan citra-Nya. Belajar dari keluarga Yusuf dan Maria serta parcaya akan penyertaan Allah, kita akan mampu melakukan misi itu. Membangun keluarga yang kuat berarti membangun gereja yang kuat. Dengan begitu kita telah ambil bagian dalam perwujudan Kerajaan Allah di dunia ini. Itulah misi kita sebagai pengikut Yesus. (Agustinus Purwanto, Katekis/Pengajar tinggal di Paroki Trinitas, Cengkareng Jakarta Barat)

31 Mei 2015

Surat Cinta Dari Pembaca


Surat Cinta Dari Pembaca 

Salam hangat,

Menjumpai pembaca Likes, beberapa waktu lalu redaksi menerima sepucuk ‘surat cinta’  dari yang terkasih Suster Pia, OSCCap. Sila disimak sapaan hangat beliau.
Sebuah tanggapan dan tawaran.

 

Ilustrasi Pengakuan Dosa


                Wah-wah luar biasa banget deh, Simbah jadi bangga, haru, kagum dan penuh syukur ikut baca buletin Likes edisi 001, Desember 2014 tentang berbagai kegiatan sosial dan seminar-seminar, melihat gambar, foto-foto yang ganteng, keren, dan cantik. Hanya entah mengapa, rupanya kacamata Mbah yang sedikit buram maka gambar agak sedikit bruwet. Soal apa yang di benakku/Mbah lihat wajah aslinya, kalian jauh lebih ganteng, keren, dan cantik, ya, iya dong tentu, kan kita adalah gambar-gambar  Allah yang hidup penuh gairah dan semangat untuk melayani.
Tapi hati ini juga menjadi tersentak, tersayat iba dan rasa prihatin ketika baca realita sekian banyak cucu di Singkawang jadi pengguna narkoba dan hal-hal yang negatif dibuatnya. Namun Mbah tidak tenggelam pada rasa doang, tapi kembali membuatku berefleksi. Dan, ah…! Mbah jadi lebih menyadari  bahwa tidak meras lebih baik dan hidup sudah safe, mbah juga seorang  residive lho…! Walaupun bukan dalam kasus pengedar dan pengguna narkoba. Tetapi residive sebagai seorang pendosa yang setiap kali jatuh dalam dosa dari sejak muda sampai tua, kasihan deh Mbah ini.
Memang sungguh benar, “Lebih exis tanpa narkoba tapi juga tanpa dosa,” di sana kita akan menjadi manusia-manusia yang memiliki kebebasan dan kemerdekaan yang sejati sebagai anak Allah. Nah, cucuku! Apa yang membuat Mbah ingin ikut ambil bagian dalam berbagi sebagai salah satu umat di Gereja Katolik Singkawang, bukan membagikan harta yang Mbah tak punya, melainkan membagi pengalaman yang amat berharga bagi kehidupan yang amat berharga bagi hidup yaitu: habitus menerima sakramen tobat sejak masa muda . bahwa menerima sakramen tobat sungguh merupakan rahmat besar yang cuma-cuma diberikan oleh Bapa Surgawi lewat iman. Sulit untuk melukiskan dengan kata-kata, tapi mungkin bisa Mbah coba bahasakan dengan kata-kata yang berdampak: mendamaikan, melegakan, menggembirakan, meringankan, mencegah tindakan yang lebih negatif, menyembuhkan, menjaga, melindungi, menguatkan, mendandani hidup, menjernihkan suasana batin, dan lain-lain yang sangat membantu tumbuh kembang hidup beriman Katolik dan merasa dibimbing untuk berjalan pada roh kehidupan yang benar.
Ya, sungguh benar sakramen tobat adalah berkat dan anugerah besar bagi kita semua tanpa terkecuali sebagai keluarga universal Katolik. Lalu, apakah sakramen yang satu ini telah menjadi habitus bagi hidup kita di sini? Atau masih sebatas kewajiban ‘NaPas’? (Natal Paskah). Kalau sudah, syukurlah,. Kalau belum, Mbah ingin dengan rendah hati memberanikan diri untuk menghimbau/ mempromosikan, “Mari…! Jangan lewatkan, jangan abaikan kesempatan, biasakan diri untuk menerima sakramen tobat ini.” Di sini kita punya gembala-gembala yang baik, ya, sungguh baik. Tapi seandainya menurut kaca mata cucuku lain, lihatlah dengan kaca mata iman bahwa entah apapun dan bagaimanapun imam kita, Allah tetap memakainya secara utuh dan penuh untuk menyalurkan rahmat dan berkat-Nya juga memiliki gereja yang megah lengkap dengan kamar pengakuan. Kiranya kita perlu memanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Jika kita bersama menghayai habitus sakramen tobat ini, dunia kita akan sungguh berubah. Mari kita berbaris melangkah maju ambil bagian untuk mempercantik diri berdandanan keselamatan. Pelan tapi pasti kita akan membentuk diri menjadi pribadi bermental dan berjiwa Kristiani yang handal dan militan. Juga akan jadi luar biasa sumbangan mental spiritual untuk diri sendiri, keluarga, lingkungan masyarakat dan bangsa. Inilah suatu hal kegiatan hidup menggereja secara internal, yang tidak kalah penting dari kegiatan-kegiatan apapun lainnya.
Semoga hal tersebut di atas mendapat respon positif, walaupun dalam setiap kali Ekaristi kita sudah mengaku bersama dan mendapat pengampunan, tetapi kita masing-masing ini sangat spesifik  dan sapaan kasih Tuhan juga sangat personal dalam sakramen tobat.
Semoga ya, semoga kita menjadi semakin seimbang dalam merias diri batiniah dan lahiriah.

(Penulis Sr. Pia, OSCCap yang senantiasa haus akan keselamatan jiwaku sendiri dan jiwa semua cucuku)