Selamat Datang Di Website Resmi Paroki Singkawang - Terima Kasih Atas Kunjungan Anda

2 Jun 2015

CIUM PERTOBATAN DAN CINTA KASIH

CIUM PERTOBATAN DAN CINTA KASIH

 

             
               Dony….! Dony…! Ada apa kamu, Nak?
               Apa salahku!
               Kamu tidak pernah mengubah sikapmu! Dengarkan saya!
              Teriakan mamaku tidak kupedulikan. Aku cepat-cepat masuk ke dalam mobil. Dari kejauhan aku  juga melihat papa dengan wajah kecewa. Dan mama lari ke dalam rumah sambil menangis dengan kuat. Tapi aku tak peduli situasi di pagi itu. Yang jelas aku mau ingin lari dari rumah. Aku lebih memilih bergabung dengan rekan-rekanku ketimbang situasi di rumah yang bak kapal pecah. Yeahh, aku memang anak remajayang beranjak  dewasa yang tak sudi diatur seperti anak kecil lagi. Omelanku menggoda temanku di mobil hingga mereka tertawa terbahak-bahak.
             “Haaa, Dony..Dony…Dony…  Kamu memang pandai akting di rumah”, sambung Denis.
 “Ngapain kamu bersikap seperti itu dengan papa dan mamamu! Kitakan bukan anak kecil lagi! Haaa…hari gini masih ada ya gaya nasehat seperti itu haaa!”, ejekan Tony semakin memojok perasaanku saat itu.
             “Sialan kalian! Busyet! Sudahlah pokoknya aku mau bebas kayak kalian!”, teriakku.
           Ketika malam hari aku pulang ke rumah, dan keluarga tetap dengan ramah mengajak  aku untuk makan bersama di malam itu. Aku begitu lahap dengan menu yang disediakan oleh mama. Tetapi rasanya ada yang tak beres dalam kebersamaan dengan mereka. Menu mie pangsit pun terasa pahit bagiku. Sungguh ada yang ga beres dengan orang tuaku. Aku terlalu egoiskah?, pikirku dalam hati. Tetapi mengapa papa memandang saya dengan tatapan menuduh? Sadis benar sih Papa nih! Batinku saat itu sambil melirik ke piring adik sebelahku. Mengapa tak ada satu pernyataanpun yang keluar dari papa kalau aku telah mengecewakan mereka? Papa diam penuh misteri. Aku pikir biarlah papa dan mama semakin jauh dariku. Untuk apa aku menikmati malam bersama keluarga, tak ada satu senyumpun yang bisa menghiasi makan malam saat itu. Aku semakin cuek dan sepertinya memang sengaja aku akting tidak peduli di hadapan mereka.
             “Papa dan mama tak pernah memahami perasaanku”. Aku dikekang seperti di penjara saja hidup ini. Papa selalu mengintip saya dari balik tirai saat aku asyik tidur-tiduran di sofa. Sambil tertawa ria  aku chating dengan teman-temanku, untuk mengimbang kejengkelan terhadap sikap papa.
             “Bro… Dony.. Let’s go, Boy!”, teriakan satu team basket memanggilku dengan gembira di pagi itu.
             Tiap hari kerjaku hanya kumpul dengan teman-teman tanpa memikirkan bagaimana masa depanku nanti.  Hari itu juga semaki lesu semangat hidupku. Aku kecewa dengan timku. Kompetisi basket kali ini kalah lagi, padahal persiapan kita udah satu tahun.
             “Wahh kalian mematahkan semangatku coi…”, tulis statusku di twitter, mengundang kicauan miring dari dari teman-temanku.
               Tiba-tiba, pintuku kamar digedor,
            “Ini sudah tengah malam Dony! Jam segini orang sudah tidur!  Malahan kamu asyik dengan handphone tanpa menghiraukan apapun! 
             Kata-kata papa seperti sambaran petir di telingaku. Entah setan apa yang menggodaku malam itu aku langsung mendorong pintu kamar dan melemparkan buku yang ada di meja belajar di kamarku kea rah wajah ayah.
            “Anak durhaka kamu ya, keluar. Dan jangan ada tanpangmu lagi di rumah ini!”
Aku cepat lari dan lompat lewat jendela belakang rumah dan untungnya ada temanku yang bersedia memberi tumpangan tidur bagiku di malam itu.
           “Huhhh…, kalau ga konflik seperti ini, belum tentu aku kuat menghadapi masalahku. Aku juga tidak tahu bagaimana cara menghadapi permasalahannya!”, runtukku dalam hati sambil menghisap sebatang rokok kesukaanku.
             Aku tak bisa tidur hingga pagi memikirkan kemarahan papa.
“Tak bakal kulupakan selamanya peristiwa ekstrim ini!”, terikan suaraku begitu meggema hingga temanku terbangun dari lelap tidurnya di saat itu.
“Aku harus mandiri! Aku tidak mau merepotkan mereka lagi.”, aku berjanji demi rasa kehormatan sebagai remaja yang bertanggung jawab atas hidupku.
          Keesokan harinya aku berangkat kerja. Kerja di bangunan hotel begini, aku tidak suka. Kesalku sambil mengepalkan tangan di dadaku.
          “Tuhan jangan menguji aku, dong! Mengapa memberikan pekerjaan seperti ini!  Lepaskan aku dari derita ini!”, gugatku pada Tuhan di pagi itu.
         “Jujur bahwa  aku ingin  suatu tantangan baru sesuai dengan kemampuaku. Aku merasa tidak nyaman dengan pekerjaanku saat ini. Ini bukan pilihanku. Aku sebenarnya di dunia panggung hiburan. Dunia entertaiment. Entah kenapa nasibku bisa berubah seperti ini. Tetapi aku tetap bersyukur kepada Tuhan karena hampir setahun aku menjalaninya meskipun hatiku berontak atas nasib ini.”, gerutuku sambil membolak balik album kenangan bersama keluarga besarku.
Suatu hari, aku mengalami despresi. Aku mulai membayangkan kasih sayang papa dan mama di masa kecilku. Aku merindukan lagi sosok Papa yang adalah seorang dokter dan penuh perhatian kepadaku. Aku ingin lagi  papa yang setia mengajarkanku berjalan, berlari, hingga menjadi  pengemudi yang handal. Kenangan itu menjadi kilas balik yang tidak bisa terulang lagi. Saat itulah aku baru sadar kalau aku jatuh dari hotel lantai tiga  dankala itu  posisiku di rumah sakit.
          “Tidak! Tidak! Oh no! Tidak dokter, aku tidak mau hidup seperti ini! Aku tidak siap menerima penderitaan ini!”, jeritku ketika dokter dan perawat meninggalkan aku sendirian di kamar. Aku berjuang sekuat tenaga  melepas infus yang menggangguku bernapas.
         “Aku mau mati, Dok! Aku tidak mau mengecewakan orang yang mencintaku selama ini! Papa… Mama… di mana kalian! Kalian jahat! Kenapa kalian melahirkan saya dengan menderita seperti ini!”, umpatku.
            Setiap pagi aku diterapi oleh dokter untuk bisa berjalan normal seperti biasa, namun sakitnya luar biasa, seperti sendi terlepas semua dari sambungan otot kakiku. Sungguh Tuhan mengujiku dengan menderita seperti ini. Apakah Sakitku ini sebagai awal pertobatanku?. Apakah melalui derita orang baru bertobat? Gumulku dalam hati sambil mata memandang kosong di rumah sakti saat itu. Makanan yang mama bawapun tak kusentuh.
           “Pulang kalian! Pulang! Aku tidak butuh kasih sayang kalian! Biarkan aku sendiri di sini!”, teriakku.
          Aku melihat mama dengan air mata berlinang dan tak  bisa dibendung lagi untuk merangkulku. Aku merasakan benar dekapan dan sentuhan tangan mama, seolah-olah  tidak mau aku menderita berkepanjangan di rumah sakit.
      Kira-kira pukul 09.00 pagi, tiba-tiba ada lelaki yang begitu kuat menggedongku dan mengajarkanku berjalan perlahan-lahan. Aku berteriak dengan keras,
           “Jangan lakukan itu. Mendingan racuni aku supaya aku tidak hidup seperti ini.”
 Aku digendong dari rumah sakit dan direbahkannya tubuhku di kamar yang begitu lama aku tinggalkan. Lelaki itu ternyata papaku. Teriakanku semakin kuat hingga Papa tidak mau lepas tanganku dari dekapannya. 
         “Please…  Papa lepaskan aku dari gendonganmu! Papa… Mama…. ! Aku minta maaf!.” Aku berjalan terseok-seok  menuju meja makan. Menu itu ternyata menyadarkanku kalau hari itu adalah hari kebersamaan keluarga besarku. Menu Sam sip puam adalah menu yang istimewa dalam perayaan hari itu.
         “Pa. Ma.. Akong.. Ama…Cece, Dede’,  makan ya. Maafkan aku untuk segalanya.”, ujarku.
Hari itu menjadi sukacita yang terbesar dalam hidupku dan memang di hari Imlek itulah aku merasa sukacita kasih sayang Tuhan dan Orang tuaku. 
         “GONG XI FA CAI”  ke 2566 ya, Papa dan Mama”.
Ku cium tangan mereka dengan penuh cinta kasih, sebagai cium pertobatan dan cinta kasihku pada mereka. (bruf)

BUAH SUKA CITA DARI KINERJA PANITIA

BUAH SUKA CITA DARI KINERJA PANITIA


          Semarak perayaan natal 2014 telah usai. Namun rasanya begitu banyak hal manis serta suka cita enggan lewat dan masih begitu melekat kuat dalam piranti pengingat. Geliat aksi sosial, menggagas, mewadahi dan menjembatani berbagai perkara yang kiranya hanya menyisakan cerita bahagia di akhir masa ini tak lepas dari campur tangan Tuhan yang berkarya lewat kinerja panitia.
           Bapak Frumentius yang didapuk menjadi ketua panitia perayaan natal 2014 bersama seluruh koordinator panitia perayaan natal 2014 pantas mendapatkan standing applause dari seluruh warga Katolik khususnya di Paroki Singkawang. Bagaimana tidak, melalui tangan dingin mereka, seluruh rangkaian perayaan natal 2014 boleh dikatakan mendekati kesempurnaan dalam seluruh pelaksanaannya. Dijumpai di sela-sela kesibukannya, beliau selaku ketua panitia perayaan natal 2014  menegaskan rangkaian perayaan natal dapat terlaksana tak lepas dari keseriusan dan kerja keras seluruh panitia,  sumbangsih para donatur dan kerja sama seluruh umat Katolik Paroki Singkawang yang masing-masing mengambil andil dan terlibat aktif di dalamnya. Profisiat untuk panitia perayaan Natal 2014, semoga kerja sama yang berbuah manis ini dapat terulang di masa-masa yang akan datang. (Hes)     

NATAL PENUH WARNA BERSAMA USKUP DAN WALIKOTA

NATAL PENUH WARNA BERSAMA 
USKUP DAN WALIKOTA


            Suasana semarak dan hangat pagi itu benar-benar dirasakan warga paroki Singkawang, khususnya  di Gereja Santo Fransiskus Assisi. Wajar kiranya ketika Sang gembala umat yang baru diangkat sebagai Uskup Keuskupan Agung Pontianak, Monsignor Agustinus Agus, berkenan memimpin misa perayaan natal di gereja yang beralamat di Jalan Diponegoro tersebut.  Sedari pagi warga telah menunjukkan antusiasnya. Hal ini tampak ketika lautan umat seperti tak terbendung memenuhi seluruh bangku baik yang tersedia di dalam gereja maupun bangku-bangku tambahan di luar gereja yang disiapkan oleh panitia. Dalam misa perdananya di Paroki Singkawang sebagai uskup, Monsignor Agus mengetengahkan homili bertema “Membina iman dalam keluarga.” Secara gamblang, beliau menggarisbawahi peran penting keluarga dalam tumbuh kembang iman Katolik yang akan berdampak bagi gereja. Di samping itu, Monsignor Agus juga mengingatkan kepada warga gereja agar tidak alergi terhadap pemerintah. Hal tersebut kiranya menjadi salah satu tolok kemajemukan umat Kristiani dalam bermasyarakat.
                Pada kesempatan yang sama, berselang beberapa saat setelah misa perdana sang uskup baru digelar, walikota Singkawang, Drs. H. Awang Ishak, M.Si  berkenan hadir memenuhi undangan gereja Katolik yang menggelar open house di lingkungan gereja. Dalam sambutannya yang disampaikan di mimbar , Awang Ishak mengucapkan selamat Natal dan tahun baru bagi seluruh warga Katolik di kota Singkawang. Beliau juga membahas beberapa hal yang esensial di antaranya perdamaian di tengah perbedaan keyakinan yang tidak perlu dijadikan  jurang pemisah karena kita semua berasal dari nenek moyang yang sama, Adam dan Hawa. Masih dalam sambutannya, beliau juga mengetengahkan tentang pembangunan infrastruktur kota Singkawang yang dapat dinikmati oleh seluruh warga kota Singkawang tanpa terkecuali. (Hes)            

KASIH NATAL DI BATAS PAROKI

 KASIH NATAL DI BATAS PAROKI


                Bulan Desember adalah satu bulan yang paling ditunggu-tunggu oleh begitu banyak orang di seluruh dunia. Berbagai alasan yang menyebabkan Desember menjadi bulan yang paling dinantikan, bukan hanya umat Kristiani namun umat non-Kristiani juga turut menantikan bulan Desember ini. Bagi kalangan non-Kristiani mereka memberikan sebuah argumen bahwa libur yang diberikan pada penutup tahun itu cukup panjang. Satu alasan lagi yang menyebabkan kalangan non-Kristiani begitu menanti-nantikan datangnya Desember yaitu bahwa begitu banyak kejutan ikut meramaikan Natal dan tahun baru. Tidak sedikit dari toko baju, sepatu dan lainnya memberikan potongan harga yang begitu besar bagi para pengunjungnya.
                Bagi umat Kristiani, yang menyebabkan Desember menjadi istimewa adalah perayaan hari kelahiran Kristus yang jatuh pada tanggal 25 Desember setiap tahunnya. Detak langkah kompak mengiringi suasana Natal, Jantungpun berdebar seakan malaikat masuk ke dalam sanubari gereja. Semangat hadir menghiasi kegembiraan umat di batas Paroki.

             Suatu pengalaman yang sangat luar biasa di mana saat umat Sagatani merayakan Natal bersama pada tanggal 29 Desember 2014. Sagatani adalah sebuah stasi yang berada pada batas akhir bagian selatan antara Paroki Santo Fransiskus Asisi Singkawang dengan Paroki Santa Maria Nyarumkop. Dekapan kasih sungguh nyata dihadirkan dalam perayaan ekaristi, saat kerinduan umat menjadi sebuah kenyataan. Tahun ini Natal bersama dipusatkan pada stasi Sagatani yang juga dihadiri oleh beberapa stasi yaitu Stasi Roban, Stasi Sijangkung, Stasi Pangmilang dan Sagatani sendiri. Semangat umat semakin berapi-api ketika perayaan misa ekaristi selesai karena  masing-masing stasi bersaing dalam pergulatan suara emas di panggung perlombaan koor yang diikuti oleh 3 stasi (Roban, Sijangkung, Sagatani). Detik demi detik berlalu dan tiba saatnya suara stasi berlomba dengan nomor urut 1 (Sagatani), 2 (Sijangkung), 3 (Roban).
             Kurang lebih menghabiskan waktu setengah jam, kini saatnya para peserta lomba koor mendengarkan hasil yang telah dinilai dan ditetapkan oleh para Juri, dan akhirnya keputusan juri dibacakan dengan penetapan Juara 1 (Sijangkung), 2 (Sagatani), 3 (Roban). Selamat kepada stasi pemenang lomba Koor, semoga suara emas yang dimiliki selalu indah dikumandangkan untuk kemuliaan Yesus Kristus Sang penyelamat! (SS)

NATAL BERSAMA DI GEREJA STASI ST. GREGORIUS AGUNG CAPKALA

Natal Bersama di Gereja Stasi St. Gregorius Agung Capkala

 

            
              Selasa, 30 Desember 2014 menjadi momen yang sangat  terkesan.  Pagi yang mendung tanpa adanya senyum mentari membuat perasaan dan suasana menjadi syahdu.  Kicau burung dan pemandangan indah seolah menjadi suara dan lukisan yang hidup bagi setiap orang yang mendengar dan melihatnya. Namun semangat yang ada untuk bertemu saudara/i dalam acara Natal bersama di Capkala tidak menggentarkan hati untuk lemah melangkahkan kaki menuju gereja Stasi Capkala tercinta.
                Tepat pukul 7 pagi rombongan umat Paroki Santo Fransiskus Assisi Singkawang  berangkat bersama Pastor, Frater dan Bruder menggunakan bus yang disediakan oleh paroki. Perjalanan yang sungguh menyenangkan.
            Akhirnya, kami tiba di depan Gereja tempat perayan natal dilangsungkan, suasana yang semula syahdu menjadi mekar dan hidup bagai mawar segar, ratusan pasang mata menatap setiap langkah dan gerak kami serta tebaran senyum mengiringi perjalanan menuju gereja diiringi lantunan lagu-lagu rohani yang dibawakan oleh anggota koor dari paroki Santo Fransiskus Assisi Singkawang, yang mengindahkan serta menyejukan umat yang begitu antusias memeriahkan dan memuliakan Tuhan pada siang itu. Tak sampai di situ sambutan hangat serta keramahan umat Capkala membuat kami benar-benar merasakan kehadiran Tuhan.
             Usai perayaan misa Ekaristi, acara dilanjutkan dengan perayaan natal anak-anak yang dihadiri oleh ratusan anak dari berbagai tingkatan baik TK  maupun SD. Dengan  berbagi ratusan kado oleh figur yang ditunggu-tunggu kedatangannya yaitu Sinterklas serta sosok badut yang lucu sehingga membuat anak semakin terkesan dengan acara natal tersebut. Canda dan tawa hangat dari anak-anak membuat suasana Natal tahun ini semakin hidup dan memperkokoh semangat umat sebagai tiang gereja. Rangkaian acara diakhiri dengan digelarnya lomba koor dari beberapa stasi yang ada di wilayah Capkala dan sekitarnya. Lomba Koor dimenangkan oleh Sarangan (Harapan 1), Sei.Duri (Harapan 2), Setanduk (Harapan 3), Medang (Juara 3), Mandor (Juara 2) dan Capkala   (Juara 1). Selamat bagi pemenang. Tuhan memberkati. (SS)

MISA NATAL LANSIA 2014 : MENJADI LANSIA BERKARYA MELALUI DOA DAN KEHENINGAN

MISA NATAL LANSIA 2014 :

MENJADI LANSIA BERKARYA MELALUI DOA DAN 

KEHENINGAN

                  Menjadi lansia (lanjut usia) acap kali merupakan hal yang mengkhawatirkan bagi banyak orang. Lansia sering dikonotasikan dengan tidak mampu secara fisik, kesepian, tidak punya banyak teman, penurunan daya pikir, finansial dan kesehatan. Tak jarang dalam kenyataan lansia tidak mampu melakukan aktivitas untuk diri sendiri dan harus dilayani orang lain. Sehingga secara psikis mereka merasa frustasi, kecewa dan marah pada diri sendiri. Realitanya, menjadi tua adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa ditolak.
                Gereja sebagai paguyuban orang yang saling berbagi kasih dan hidup berdasarkan kasih menyadari akan hal itu. Kasih Gereja St. Fransiskus Assisi kepada para lansia diwujudkan pada Misa Natal Lansia, Minggu 27 Desember 2014. Misa yang begitu istimewa ini dipimpin oleh dua orang Imam, yaitu Pastor Gathot, OFM.Cap dan Pastor Egidius, OFM,Cap. Saat homili Pastor Gathot, OFM, Cap mengajak para lansia untuk tidak berfikir menjadi lansia itu identik dengan tidak berdaya. Menjadi lansia itu masih bisa bekarya dan merasul. Karya kerasulan yang dapat dilakukan lansia yaitu membangun relasi yang akrab dengan Tuhan melalui keheningan doa. Doa tidak perlu diartikan harus pergi ke gereja dan berdoa berlama-lama. Doa Bapa Kami dan Salam Maria adalah dua doa yang sangat ampuh, yang akan menciptakan keheningan dan kedamaian hati. Inilah karya kerasulan lansia yang merupakan kerasulan gereja.
                Sebagai umat paroki Singkawang kita patut berbangga karena paroki kita memiliki rasa hormat dan cinta yang sangat besar kepada para lansia. Betapa tidak, setelah misa selesai, berderet dan berjejer kursi telah disiapkan oleh panitia untuk tempat duduk para lansia. Dibantu oleh Legio Maria dan WK, umat Kring Putra Daud mengarahkan dan menuntun para lansia duduk dengan tertib. Mereka duduk di depan Gereja seolah mengatakan kepada kita, merekalah perintis Gereja ini. Dalam kata sambutannya Pastor Gathot, OFM. Cap dan sesepuh lansia mengungkapkan betapa kita patut berterima kasih kepada umat dan Perduki (Persekutuan Doa Usahawan Katolik Indonesia) yang memberikan perhatian pada lansia.  Potret mengharukan ditampilkan kepada kita ketika lansia saling melayani dan dilayani ketika mengambil makanan santap siang. Yang bisa berjalan mengambil makan sendiri dan yang tidak bisa berjalan diambilkan. Sungguh perjamuan makan yang sangat indah. Pada saat itu, Yesus sungguh-sungguh dirasa lahir dalam hati para lansia dan umat yang hadir.
                Pada penghujung acara panitia membagikan kurang lebih 450 bingkisan (dari Perduki) kepada para lansia yang hadir. Bingkisan ini menjadi ungkapan cinta Gereja bagi para lansia. Sementara lansia yang tidak bisa hadir, bak Sinterklas, panitia melalui ketua kring  akan mengantarkan bingkisan-bingkisan itu ke rumah mereka ataupun pada saat pengiriman komuni. Seluruh rangkaian perayaan Natal Lansia kali ini mau menyampaikan pesan kepada kita “ Jangan takut menjadi lansia karena menjadi lansia tetap bisa berkarya dan merasul melalui doa dan keheningan. Menjadi lansia, menjadi makin dekat pada Tuhan.” Menegaskan kepada para lansia akan kebenaran Sabda Tuhan. “Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman”(Mat 28:20). (SHe)

MISA NATAL ANAK PAROKI ST. FRANSISKUS ASISI SENYUM DAN KETULUSAN KADO ISTIMEWA UNTUK BAYI YESUS

   MISA NATAL ANAK PAROKI ST. FRANSISKUS ASSISI 
 SENYUM DAN KETULUSAN KADO ISTIMEWA UNTUK BAYI YESUS


              Natal selalu identik dengan pesta, keceriaan, sukacita, dan hadiah untuk anak-anak. Bayi mungil Yesus disambut dengan kemeriahan dan suka cita yang dirayakan bagi 913 anak yang hadir pada Misa Natal di Gereja Santo Fransiskus Asisi Singkawang (Minggu 28/12/2014). Misa Natal yang bertepatan dengan Hari Raya Keluarga Kudus ini dipimpin oleh Pastor Gathot, OFM.Cap dengan perarakan meriah anak-anak. Prosesi memasuki Gereja diawali oleh malaikat Tuhan diikuti para gembala, para raja dari Majus dan tentu saja Bunda Maria dan Santo Yosef. Mereka memasuki Gereja dengan iringan paduan suara dari para anak Sekolah Minggu.
               Kemeriahan suasana Misa Natal Anak kali ini semakin semarak karena setiap anak yang ikut misa mengenakan topi Sinterklas yang dibagikan saat mereka memasuki Gereja oleh panitia. Tema “Kepekaan untuk Berbagi” dikemas oleh Pastor Gathot dengan amat menarik dalam sebuah dongeng tetang kelahiran Tuhan Yesus Kristus. Dengan antusias semua anak mendengarkan pesan Natal yang disampaikan Pastor “Kado yang dinantikan Yesus adalah senyuman manis, alunan lagu, kegembiraan dan apapun yang diberikan anak-anak secara tulus kepada anak-anak lain yang membutuhkan.”, tutur Pastor Gathot. Sebuah lagu berjudul Bolehkah Yesus dinyanyikan sebagai kado untuk bayi Yesus dari anak-anak Sekolah Minggu.


           

         Semua anak yang hadir diberi kesempatan untuk memberi kado bagi bayi Yesus yang selanjutnya akan diberikan untuk anak-anak di stasi lain yang berkekurangan. Dengan demikian anak-anak mau belajar berbagi, belajar memberi kepada orang lain. Sebuah cara menjadi Sinterklas bagi orang lain. Setelah usai perayaan misa, dua orang badut dan 3 Sinterklas telah menanti mereka dengan berbagai acara hiburan di halaman Gereja. Dipandu oleh pembawa acara Kristiani Murty, S.Ag, Santo Satriawan dan badut yang lucu mengemaskan tidak lain adalah Bruder Flavius, MTB, berbagai acara disuguhkan secara sangat menarik. Acara hiburan ini dimeriahkan pula oleh aksi organ tunggal, atraksi kreativitas tari modern, balet, tari tradisional, musik angklung dari anak-anak Sekolah Minggu, TK dan SD Kota Singkawang. Terbukti mereka tidak beranjak dari halaman Gereja, duduk dan berdiri di depan panggung kendati hujan tiba-tiba mengguyur.
              Mereka mempersembahkan suka cita bagi bayi Yesus. Kegembiraan dan suka cita anak-anak merayakan Natal tahun ini semakin sempurna dengan berbagai door price yang diberikan, makanan-makanan dan kado dibagikan. Semoga kelahiran Yesus Sang Jurus Selamat selalu menghadirkan kebahagiaan pada diri anak-anak kita dan mereka pun bisa memberikan kebahagiaan itu kepada anak-anak lain melalui senyuman dan suka cita mereka. Ketulusan kita dalam memberi merupakan kado istimewa untuk bayi Yesus yang lahir di palungan. (SHe)