Selamat Datang Di Website Resmi Paroki Singkawang - Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri katolik indonesia. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri katolik indonesia. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan

16 Sep 2016

Kaum Berkerudung di Sekitar Altar Tuhan

Kaum Berkerudung di Sekitar Altar Tuhan

“Mari ber-mantilla bagi Tuhan!” Begitulah seruan kami anak-anak Misdinar St. Tarsisius Paroki Singkwang demi mengajak Anda terutama para wanita Katolik untuk berpakaian sopan dan sederhana serta memakai atau membangkitkan kembali ‘tradisi tua’ dalam Gereja Katolik ini. Usaha sosialisasi ini kami awali dengan menghadap Bapa Uskup untuk mendapatkan izin, lalu dilanjutkan dengan membuat foto dan video project yang kami unggah ke laman Instagram kami @ppasttarsisiusskw dan laman youtube kami, Misdinar St. Tarsisius Singkawang. Tentu ini mendapat respon yang menyenangkan, baik dari umat Paroki Singkawang maupun umat dari berbagai pulau seberang. Sering sekali kami melihat baik wanita maupun pria Katolik ketika menghadiri misa menggunakan pakaian yang tidak pantas. Hal ini sangat perlu untuk diperhatikan karena secara khusus apa yang kita kenakan ketika menghadap Allah, tidak lagi memberikan kesan bahwa Allah hadir di tengah-tengah kita. Namun, ada juga umat yang pergi misa walaupun memakai pakaian yang pantas, tetapi hati dan pikirannya melayang jauh dari misa kudus. Misa akhirnya tampak tidak lagi berbeda seperti acara-acara sosial lainnya. Akibatnya, perayaan Ekaristi menjadi kehilangan maknanya sebagai misteri yang kudus dan agung.

Mungkin kebanyakan orang tidak mengetahui apa itu mantilla atau mungkin ada tanggapan dari orang “Ngapain sih ikut-ikutan agama sebelah pakai kerudung segala?” Ups, jangan berpikiran sempit! Mantilla adalah kerudung atau tudung kepala yang dipakai oleh wanita Katolik saat akan menghadiri perayaan Ekaristi kudus yang terbuat dari bahan brokat yang ringan. Tradisi ini sudah cukup lama ada dalam gereja kita dan mempunyai julukan “Kerudung mempelai Kristus” dimana kita memakainya hanya saat Misa. Jadi, kerudung tidak hanya milik saudara-saudara kita umat Muslim, tetapi di dalam gereja kita cukup mengenal dekat dengan tudung kepala yang satu ini. Kerudung Misa merupakan salah satu bahkan mungkin satu-satunya devosi yang sangat spesifik untuk perempuan. Berkerudung Misa adalah sebuah kehormatan bagi para perempuan dan ini memampukan mereka untuk  memuliakan Allah dengan seluruh keperempuanan mereka serta dengan cara-cara yang khas dan feminin. Kerudung Misa adalah tradisi tua, tradisi kuno yang indah, dan ia menunjukkan nilai dan pentingnya wanita. Itu bukan alat untuk merendahkan wanita atau mengecilkan mereka; itu adalah sebuah kehormatan.

Pemakaian mantilla sendiri pernah diwajibkan oleh Gereja Katolik dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK tahun 1262).Namun setelah direvisi dalam Konsili Vatikan ke II, mantilla pun akhirnya tidak diwajibkan pemakaiannya namun tidak melarang bagi umat yang hendak memakainya (dianjurkan). Sehingga masih ada umat di beberapa belahan dunia  yang masih memegang dan mempertahankan tradisi ini. Kerudung Misa adalah alat devosi pribadi yang dapat membantu kita lebih dekat dengan Yesus dan sebagai tanda ketaatan dan tanda memuliakan TUHAN.Wanita yang memakai kerudung Misa, mengingatkan kita semua bahwa Ekaristi bukanlah pertemuan sosial biasa, bukan acara untuk ramah tamah terhadap sesama kenalan kita. Mantilla tidak hanya dipakai oleh Putri Altar saat bertugas, tetapi juga bisa dipakai oleh wanita Katolik lainnya.
 
Penggunaan mantilla terus berkembang seiring masuknya perayaan Misa Formaekstraordinaria (Misa Latin) di tanah air. Dalam misa tersebut, para wanita diharuskan memakai mantilla, sedangkan dalam misa yang sering kita rayakan ini, tidak ada kewajiban penggunaannya namun sangat dianjurkan bagi kaum hawa. Karena tradisi ini dipandang sangat baik dan tidak bertentangan dengan nilai iman sejati, maka tradisi ini pun mulai dibangkitkan kembali kepada umat Katolik di Indonesia. Namun Yesus adalah Yesus yang sama, maka mantilla bisa dipakai dalam misa apapun, tidak terbatas dalam misa latin saja melainkan bisa juga di dalam misa biasa yang sering kita rayakan di gereja. Wanita yang menudungi kepalanya, secara simbolis menyampaikan pesan berharga kepada para lelaki: ‘tubuhku adalah bait Allah yang kudus, karenanya perlakukanlah tubuhku dengan rasa hormat yang besar. Tubuh dan kecantikanku bukanlah objek yang bertujuan memuaskan hasrat yang tidak teratur yang ada pada dirimu. Aku adalah citra Allah, oleh karena itu hormatilah dan hargailah aku.’ Kerudung Misa mengingatkan pria akan perannya sebagai penjaga kesucian, seperti St Yosef yang selalu melindungi dan menjaga Bunda kita, Perawan Maria. Dengan demikian, Allah dapat kita muliakan dengan cara menghormati dan melindungi keindahan dan keagungan martabat wanita. 

Menggunakan kerudung juga merupakan suatu cara untuk meneladani Maria, dialah yang menjadi role model (panutan) bagi seluruh wanita. Bunda Maria, Sang Bejana Kehidupan, yang menyetujui untuk membawa kehidupan Kristus ke dunia, selalu digambarkan dengan sebuah kerudung di kepalanya. Seperti Bunda Maria, wanita telah diberikan keistimewaan yang kudus dengan menjadi bejana kehidupan bagi kehidupan-kehidupan baru di dunia. Oleh karena itu, wanita mengerudungi dirinya sendiri dalam Misa, sebagai cara untuk menunjukkan kehormatan mereka karena keistimewaan mereka yang kudus dan unik tersebut.

Pemakaian mantilla memiliki dasar bibliah yaitu terdapat di dalam 1 Korintus 11:3-16;“Pertimbangkanlah sendiri: patutkah perempuan berdoa kepada Allah dengan kepala yang tidak bertudung?” “Tetapi tiap-tiap perempuan yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang tidak bertudung, menghina kepalanya” “Sebab itu, perempuan harus memakai tanda wibawa di kepalanya oleh karena para malaikat.”Ayat inilah yang menjadi salah satu dasar sosialisasi penggunaan kembali mantilla juga alasan dari umat yang mempertahankan tradisi ini. Paulus dalam suratnya tersebut sebenarnya ingin menegur cara berpakaian Jemaat di Korintus mengenai pakaian saat di gereja dan budaya yang sedang berkembang di sana pada saat itu, dimana wanita yang tidak menudungi kepalanya akan dicap sebagai ‘wanita nakal’ dan ‘orang-orang yang tidak ber-Tuhan.’ Namun, tidak ada salahnya bukan jika tradisi kuno yang indah ini kita gunakan kembali dalam Perayaan Ekaristi?

Seorang wanita yang berkerudung Misa pada dasarnya sedang menunjukan eksistensi Allah. Sebuah tanda kerendahan hati seorang wanita, yang ingin menudungi mahkotanya (rambut) di hadapan Allah. Karena ia tidak berkerudung di tempat lain, ia hanya berkerudung di hadirat Sakramen Maha Kudus. Seperti halnya Tabernakel (Kemah Roti/lemari yang berisi Hosti Kudus) yang menjadi pusat di dalam gereja kita. Jika di dalam Tabernakel tersebut berisi Hosti yang sudah dikonsekrasi, tentu akan diselubungi dengan kain. Selain itu, jika Sibori yang di dalamnya terdapat hosti kudus, akan selalu diselubungi dengan kain yang menandakan bahwa ada Tubuh Tuhan di dalamnya. Piala yang berisi Darah Kristus, akan ditudungi dengan kain. Meja Altar ditutupi kain (kecuali saat perayaan Jumat Agung, dimana Hosti Kudus tidak ditempatkan dalam Tabernakel di gereja). Begitu juga bagi perempuan yang menudungi dirinya dengan tudung kepala saat Misa. Ia menunjukan hadirat Tuhan yang Maha Kuasa, yang hadir dalam Perayaan Ekaristi. Jadi kerudung Misa adalah tanda yang paling jelas bahwa ada sesuatu yang spesial, indah, dan kudus yang sedang terjadi di tempat itu, yaitu tanda bahwa Allah sungguh-sungguh hadir!



Sebenarnya, menudungi hati dan kepala dengan mantilla tidaklah menyembunyikan kecantikan seorang perempuan, melainkan memancarkannya dengan cara yang istimewa dan penuh kerendahan hati, seperti halnya dengan para ciptaan kudus lainnya dari Allah yang menudungi kepala mereka (St Perawan Maria, St Bernadete, St Theresia dari Lisieux, Bunda Theresa, biarawati yang menjadi Santa, dll). Tetapi, bermantilla merupakan ekspresi iman bukan sekedar fashion kekinian.

Banyak wanita yang benar-benar telah menudungi hati, pikiran dan kepala mereka saat misa, merasakan damai, beban duniawi terasa pergi menjauh, ketenangan dan cinta yang lebih besar dan lebih mendalam kepada Tuhan. Mereka merasakan suatu kebebasan dimana mereka bisa menghayati dan lebih fokus pada Perayaan Ekaristi. Memang terkadang pikiran kita saat misa suka melenceng kemana-mana: apakah saya harus pergi ke supermarket, jemuran sudah kering atau belum, menu apa yang ingin saya masak saat makan siang? Tetapi, ketika Anda masuk ke gereja dengan berkerudung, itu bagaikan suatu petunjuk untuk berhenti. Semua pikiran itu harus disingkirkan dan Anda harus memberikan seluruh perhatian Anda kepada Tuhan. Ada sebuah keheningan dalam jiwa saat kita mengenakan kerudung Misa. Kerudung itu menarik kita kepada Yesus. Kerudung menarik kita ke dalam suasana doa. Ia membuat kita ingin menjadi kudus. Ia menarik kita kepada apa yang berada jauh di dalam diri kita, sebuah inti feminim yang dimiliki oleh para wanita.

Jika seandainya Anda adalah seorang wanita yang memakai mantillamu saat misa, dan Anda menjadi takut dan malu karena dilihat, dicibir bahkan ditegur oleh orang banyak di dalam gereja karena dianggap ikut-ikutan agama lain, INGATLAH! Bahwa apa yang mereka katakan bukanlah tujuanmu sama sekali. Kamu harus tahu, siapa yang ingin kamu lihat di gereja. Kamu datang bukan untuk melihat orang-orang itu. Tetapi kamu datang untuk melihat Tuhan! Anda tidak perlu peduli dengan apa yang orang pikirkan, tetapi Anda harus peduli pada apa yang Tuhan pikirkan tentang dirimu. Tetaplah fokus pada cinta dan keimananmu kepada Tuhan. Ini bukan tentang, “Hei, lihat saya! Saya lebih suci daripada kamu!” Tidak!. Ini adalah tentang saya menunjukkan penghormatan, ketundukan, dan cinta kepada Yesus. Itulah tujuannya!

Memang benar, memakai mantilla saat Misa memerlukan pertimbangan dan  kesiapan batin yang begitu mendalam. Tetapi, hal itu merupakan langkah awal yang bagus dengan memaknai maksud dan arti dari mantilla itu sendiri. Kami Misdinar St Tarsisius mendoakan Anda semua semoga suatu saat dapat menemukan keberanian untuk memakainya dan menikmati kasih Tuhan lebih mendalam lagi. Dan terus ikuti perkembangan sosialisasi ini dengan mem-follow laman instagram kami di @ppasttarsisiusskw. Ayo bermantilla bagi Tuhan! (Nicolas Gratia Gagasi)
 

17 Agu 2019

PETANG BENDERANG HARI KEMERDEKAAN DI GEREJA KATOLIK PAROKI SINGKAWANG



Sabtu, 17 Agustus 2019. Petang yang benderang di halaman Gereja St Fransiskus Assisi Singkawang digelar upacara penurunan Bendera Merah Putih. Upacara penurunan bendera kali ini merupakan tahun ke-tiga digelar di Gereja Katolik Paroki Singkawang. Hal ini mengukuhkan semboyan 100% 100% Indonesia yang merupakan nafas seluruh gereja Katolik di Indonesia.

Bertindak sebagai inspektur upacara adalah pastor paroki, Stephanus Gathot Purtomo, OFM.Cap, sementara komandan upacara tahun ini mendapuk Serma Matius yang dalam kesehariannya bertugas di Rindam XII Tanjungpura. Untuk petugas upacara maupun Ekaristi sendiri dipercayakan pada SMA Santo Ignasius Singkawang.

Upacara penurunan bendera yang digelar tepat pukul 17.30 ini berjalan lancar dan khidmat, dilanjutkan dengan misa Ekaristi yang juga dipimpin oleh Pastor Gathot selaku selebran utama. Selama misa berlangsung tak putus lagu-lagu wajib nasional dinyanyikan menambah kental astmosfer nasionalisme dalam gereja yang berusia lebih dari seabad ini.

Dalam homilinya, Pastor Gathot mengajak untuk mensyukuri karunia kemerdekaan yang telah dianugrahkan bagi bangsa ini. Tak lupa Pastor Gathot juga mengajak seluruh umat yang hadir untuk mengisi kemerdekaan dengan karya-karya yang berdampak positif bagi bangsa ini, hal ini sesuai dengan tema kemerdekaan RI ke-74 yang dicanangkan pemerintah yaitu, "SDM Unggul Indonesia Maju"

Terpantau gereja berkapasitas 1200 orang ini hampir seluruhnya penuh. Hal ini menandakan bahwa umat Katolik Paroki Singkawang memiliki jiwa nasionalisme yang sungguh tak perlu diragukan. (Hes)




2 Mar 2017

Menghargai Perbedaan di Tengah Karut Marut Kehidupan

Menghargai Perbedaan di Tengah Karut Marut Kehidupan



Sejak beberapa tahun silam melalui lembaga riset Setara Institute, Kota Singkawang  tercatat sebagai kota paling toleran di posisi ketiga di seluruh Indonesia setelah Pematang Siantar dan Salatiga. Hal ini menunjukkan tingginya kesadaran warga Singkawang terhadap perbedaan yang memang menjadi corak dasar kehidupan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Menyikapi perbedaan yang tak terhindarkan ini berbagai cara ditempuh oleh pemerintah maupun lembaga yang terdapat di dalamnya untuk memupuk kebersamaan meskipun berlatar perbedaan antarumat beragama.  Salah satunya seperti yang diselenggarakan oleh Departemen Agama. Sabtu, 14 Januari 2017 merupakan hari yang dipilih oleh Departemen Agama Kota Singkawang untuk melaksanakan kegiatan jalan santai bersama yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat dari enam agama yang diakui oleh pemerintah. Kegiatan jalan santai ini diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Kerukunan Nasional dan Hari Amal Bakti ke 71 Kantor Kementrian Agama Kota Singkawang. Kegiatan yang dimulai sejak pukul 07.00 Wib ini memusatkan kantor Departemen Agama  yang beralamat di Jalan Alianyang sebagai tempat  start maupun finish kegiatan jalan santai. Rute yang dipilih dalam kegiatan ini adalah melewati berbagai tempat ibadah yang ada di kota Singkawang yang jaraknya berdekatan satu sama lain. 

Respon masyarakat sangat baik. Hal ini terbukti dari jumlah peserta yang ikut andil di dalamnya  lebih dari 1500 peserta. Seluruh pegawai dan karyawan Depag terlibat dalam gawe yang setiap tahun digelar ini. Perwakilan berbagai  sekolah dengan latar belakang negeri maupun swasta dilibatkan guna memeriahkan acara yang digelar tahunan ini. Ditemui terpisah, Baharuddin selaku Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Singkawang menjabarkan kegiatan ini merupakan salah satu ajang hiburan masyarakat dan sebagai upaya membangun  semangat kekeluargaan akibat dari reformasi politik Indonesia yang berdampak timbulnya kegalauan sebagian rakyat yang berakibat dari dampak berita di media sosial yang bersifat hoax, terkadang provokatif serta adanya pemimpin di segala tingkatan yang sulit diteladani. Hal senada juga diungkap ketua panitia, Drs. Marhola yang menggarisbawahi digelarnya acara ini demi mempererat dan merekatkan hubungan harmonisasi dalam toleransi umat beragama di Kota Singkawang. Masih dalam wacana yang sama Robertus selaku penyuluh Katolik mengungkap tujuan diselenggarakannya giat ini adalah agar rasa persaudaraan dan kerukunan antarumat beragama dalam membangun kebersamaan dan kebhinekaan agar kota Singkawang semakin dewasa, semakin berkualitas, dan harmonis hingga tak berlebihan rasanya sebuah harapan untuk Kota Singkawang meraih predikat sebagai kota paling toleran nomor satu di Indonesia dapat diwujudkan.  

Melalui giat yang sukses digelar dengan tertib dan lancar semakin mengukuhkan bahwa Kota Singkawang  sama sekali tidak terpengaruh kondisi karut marut yang belakangan melanda berbagai kota lain di Indonesia. (Hes)

16 Mei 2016

Ziarah Iman Bersama Acies Legio Maria

Ziarah Iman

Bersama Acies Legio Maria

 


Singkawang, 6 Maret 2016 epatnya pukul 10.00 Wib, sejumlah  100 peziarah utusan dari komisium ‘Acies Legio Maria’ di Keuskupan Agung Pontianak (KAP), bersama-sama berziarah di Gereja St Fransiskus Assisi Singkawang. Pasukan devosional yang berasal dari pelbagai usia ini penuh khidmat dan hening saat perarakan patung Bunda Maria dari Gua Maria menuju Altar sembari memegang bulir-bulir rosario yang indah dan menawan di jemari mereka.

Deny (39) dengan penuh semangat men-sharing-kan pengalaman imannya tentang sepak terjang dalam mengikuti kelompok doanya di Paroki St. Hieronimus Tanjung Hulu, Pontianak. Menurut wiraswasta muda ini kegiatan doa Legio Maria, menjadi salah satu style pribadi dalam menumbuhkan semangat hidup kerohaniannya. “Keunikan doa  ini tidak terlalu menonjol dalam publik gereja, karena kekhasannya terletak pada kegiatan devosional pada Bunda Maria dan diwujudnyatakan dalam kegiatan kerasulan atau pastoral awam yang praktis di Lingkungan Gereja,” papar Deny dengan nada  gembira.

Kelompok Legio Maria adalah kelompok kategorial yang di dalamnya umat Allah yang mau memperhatikan secara khusus berdevosi pada Bunda Maria. Legio Maria ini juga mempunyai kekhasan  yaitu perkumpulan orang Katolik yang dengan restu Gereja dan di bawah pimpinan kuat Bunda Maria yang dikandung tanpa noda dan pengantara segala rahmat, berkembang dengan pesat dari dari Gereja Katolik Roma sampai ke ujung dunia. 

Doa yang sudah hampir berusia satu abad lebih ini  mempunyai nilai-nilai yang pantas menjadi abdi Bunda Maria seperti sikap kesetiaan, pengorbanan, keberanian, pelayanan tulus, kerendahan hati dan ketabahan seperti yang dimiliki Bunda Maria yang sudah  menjadi ragi dan jiwa dalam diri pengikutnya. Perwujudannya melalui kunjungan kepada mereka yang sakit untuk didoakan baik yang terbaring di rumah sakit maupun di rumah pasien. Para Legioner (panggilan khusus bagi pribadi yang mengikuti Legio Maria)  ini sudah berkembang dan meluas maka para anggota yang aktif di dalamnya harus mengikuti peraturan dalam kegiatan doanya.

Robertus Setiapdry (16) yang juga merupakan ketua komisium Legioner dari Seminari Menengah St Paulus Nyarumkop, Kalbar, men-sharing-kan pengalaman doa dalam kelompoknya. “Kami setiap kamis malam  melakukan doa “Catena. Pada saat itu  kami bersama berbagi kisah pengalaman kerasulan yang nyata selama sepekan. Selain itu banyak hal yang saya timba dari doa ini selain menguatkan kami dalam mengikuti Yesus, yang menjadi fokus adalah bagaimana kami bersama Bunda Maria menyerahkan panggilan hidup kami agar terjawab apa yang menjadi cita-cita dan harapan kami sebagai inti sari dari perkumpulan doa ini,” papar seminaris  dari calon imam kongregasi Pasionis ini dengan mantap.

Dalam doa ini setiap anggota harus punya soul dan passion dalam dirinya. Spiritualitas hidupnya tercermin dalam doa-doanya. Jiwanya selalu terarah pada Yesus dengan meniru teladan Bunda Maria  menjadi persembahan hidup, yang kudus yang berkenan kepada Allah, dan tidak serupa dengan dunia ini (bdk. Rom 12:1-2),  sebagai salah satu  bagian cara menghayati dan menghidupi dalam kelompok doanya.

Pastor Aji dan Felix, OFMCap, turut hadir dalam kegiatan ini, sebagai imam yang mendampingi jiwa Legioner saat itu. Imam yang ramah ini memberi tanggapan yang positif dari semangat umat dalam menghayati hidup rohani secara khusus persembahan kepada Bunda Maria. “Setiap tahun Para Legioner Acies berkumpul dan kali ini kami memilih Gereja St Fransiskus Assisi karena tempat ini sebagai gereja kedua setelah Katedral untuk para Ziarah yang mencari ketenangan bathin di tahun  kerahiman ini,” ungkap mantan Magister Postulan ini yang sekaligus sebagai imam selebran utama Mmisa Kudus dalam kegiatan Acies Legio Maria saat itu.

Tampak juga saat itu kaum berjubah para Suster Slot, SFIC, Frater Henry dan Ferdi, OFMCap, ikut  berbaur dengan Komisium Legioner KAP sebagai bentuk dukungan dalam menguatkan ziarah batin bersama pasukan Maria ini agar tetap bertahan dan setia untuk selamanya di dalam kelompok doanya tiap hari. 

Ibu Bibiana, ketua kegiatan Acies Legio Maria Singkawang, mengungkapkan pengalamannya bahwa sangat senang dalam kegiatan Legio ini. “Saya sebagai ketua dengan gembira melayani kegiatan ini, karena ini juga perwujudan nyata dari nilai visi-misi para legioner. Selain itu gereja kita semakin banyak dikunjungi oleh para ziarah, itu tanda bahwa rahmat Tuhan tak pernah berhenti kepada kita untuk melayani mereka yang mau berkunjung ke gereja ini lebih-lebih para Legioner dari pelbagai komisium yang ada di Gereja Katolik Indonesia dan juga dari Sabah, Serawak,” ungkap ibu yang penuh senyum merekah ini ketika melayani tamu  di depan pintu gerbang gereja saat itu.

Selain misa kudus menjadi puncak dalam kegiatan Acies Legio Maria, acara yang tidak kalah penting adalah acara ramah tamah sebagai perwujudan nyata dalam bentuk persaudaraan Legio Maria dan juga kesempatan untuk sharing iman bersama. 

Semoga Legio Maria menjadi penyemangat bagi kelompok kategorial lain di Paroki St Fransiskus Asissi Singkawang. *** Bruf

 





16 Mar 2016

SAAT SUARA DARI TIMUR MENYAPA KOTA AMOI

SAAT SUARA DARI TIMUR MENYAPA KOTA AMOI

 


Suatu kegembiraan bagi Kota Singkawang dan khususnya warga paroki St Fransiskus Assisi (PSFA) atas kedatangan para imam dari berbagai keuskupan di Indonesia serta dua uskup dalam perayaaan Ekaristi Minggu, 21 Februari 2016. Bertepatan dengan penutupan perayaan Imlek, rangkaian acara diawali pawai lampion dan puncaknya adalah digelarnya festival Cap Go Meh.  Kaum berjubah yang hadir tak menyiakan kesempatan untuk turut menyaksikan rangkaian aktrasi perayaan Imlek 2016 di Kota Singkawang yang merupakan ritual memikat bagi para wisatawan baik dari lokal maupun mancanegara.

Aset Wisata
 
Misa pada Minggu itu dipimpin oleh dua uskup yaitu Mrg. Agustinus Agus, Pr dari Keuskupan Agung Pontianak dan Mgr. Dominikus Saku, Pr dari Keuskupan Atambua NTT sebagai selebran utama serta didampingi 14 imam sebagai konselebran, memberi warna tersendiri  di dalam gereja saat itu. Perayaan masa Prapaskah  kedua ini, semakin semarak oleh paduan suara dari koor St. Elisabet dengan dominasi lagu berbahasa latin.

Dalam pengantar kotbah yang disampaikan Oleh Mgr. Dominikus, bahwa Kota Singkawang merupakan aset wisata yang sudah dikenal di dunia internasional dalam perayaan Imlek. “Saya sangat senang karena boleh melihat langsung Kota Singkawang dan bisa ikut pawai  lampion bersama warga, berkat Mgr. Agus yang dengan segala kebaikannya memberi waktu saya untuk bertamu di tanah Borneo tercinta ini.” Tepukan tangan meriah dari umat semakin menggema saat itu ketika uskup memberi contoh bagaimana upaya umat Katolik dalam menghayati wajah Allah Yang Maha Rahim dalam segala dinamika hidup di PSFA tercinta ini. 

Usai perayaan ekaristi, uskup agung Pontianak memberi kesempatan kepada para pastor untuk memperkenalkan diri kepada umat sekaligus tujuan kedatangan tamu agung ini ke Kota Seribu Kelenteng. Delegatus imam dari aneka keuskupan ini ternyata ketua-ketua Komisi  Keadilan dan Perdamaian Pastoral Buruh Migran Perantau (KKPPBMP) di Gereja Katolik Indonesia. Merekalah sebagai tempat pelindung bagi keadilan kaum buruh, TKI, TKW hingga mereka yang di hukum mati di penjara pun kaum egaliter putih ini ikut berjuang bertapa mahal harga nyawa seseorang di hadapan sesama di muka bumi ini.

Aneka Kuliner Orisinil
 
Situasi keakraban para tamu berjubah semakin asyik karena mereka berkesempatan menikmati kuliner dari aneka bina ciptaan masakan  kue/kudapan  hasil karya orisinil umat  pelbagai lingkungan yang ada di PSFA Singkawang. 

Uskup dan kaum berjubah (rohaniwan, biarawan dan biarawati) menikmati berbagai sajian makanan dan minuman yang lezat dan bergizi ditambah suguhan hiburan  lagu-lagu rohani dari panitia yang sangat fantatis di siang itu semakin menyemarakkan suasana di depan halaman gereja. Rintik hujan pun seakan lenyap seketika karena suasana istimewa di bulan Februari 2016 ini.

Bapak Leonardus, Ketua Kring St Maria Singkawang, mengungkapkan kegembiraanya karena  keterlibatan umat dalam hidup menggereja sangat nyata bukan hanya seputar kegiatan rohani tetapi juga kegiatan mengadakan stand kuliner dari berbagai lingkungan yang ada. “Saya merasa juga bahwa hari ini umat sungguh menyatu dan bersatu untuk melihat karya nyata Allah dalam melayani dan menjamu tamu kehormatan dan umat yang hadir saat ini mau menikmati sajian kami dengan penuh gembira,” Komentar ketua panitia Open House sekaligus seksi penyambutan tamu agung ini dengan nada syukur.

Apa kata Mereka
 
Romo Koko, Pr  tidak dapat membendung kegembiraanya mengungkapkan, “Sangat senang dengan situasi gereja yang hidup. Umat  di sini sangat aktif dan terlibat penuh bukan hanya di seputar altar tetapi juga di dalam karya yang nyata. Tidak mudah mengajak umat di lingkungan kota  ini lho, untuk mau partisipatif tetapi di sini enak banget rasanya dech,” papar sekretaris eksekutif KKPPBMP yang berdomisili di Kota Jakarta ini  dengan logat Jakarta sembari dibarengi senyum merekah.

Selain itu Romo Pascal, Pr yang berkarya di Paroki Batam Keuskupan Pangkal Pinang inginnya satu bulan di Kota Singkawang. “Heemm, mimpiku terjawab dan rasanya enggan untuk meninggal kota yang eksotis ini.” Ketika disentil apa pendapatnya tentang suasana di gereja  PSFA hari ini, sembari tetap tersenyum beliau berujar,  “Wahh….pokoknya asyik dech, saya baru menemukan ketulusan umat dalam melayani gembalanya dengan heroik dan tulus. Selain itu  saya sendiri  sungguh-sunggu menemukan dan merasakan persaudaraan umat dengan kaum berjubah dan saya pikir ini pengaruh kedekatan Pastor Paroki dengan umat dengan modal humanis tinggi dan melayani dengan murah hati dan senyum yang tulus,” puji putra keturunan Flores yang suka  makanan bubur babi ini dengan mantap. Masih dengan nada bersemangat pastor penyuka penyuka badminton ini menuturkan, “Saya akan men-sharing-kan kepada umat saya di Batam sebagai oleh-oleh indah untuk saya dalam menggembala domba dari berbagai karakter yang saya temukan,” cetus si suara emas sambil menikmati kue di tangannya dengan antusias.

Uskup Dominikus tidak henti-hentinya memuji keramahtamahan umat di Singkawang dan sangat menikmati sajian di berbagi stand yang tersedia. Menurut Ketua KKPPBMP ini bahwa hidup menggereja di Singkawang sudah jauh berubah dari gaya  gereja piramidal menjadi gereja komunio. “Prinsip belarasa tahun kerahiman  Allah sepertinya diawali dari kebersamaan umat untuk bersama mengarungi langkah bersama Allah menuju tahta Allah di surga,” imbuh uskup yang penuh senyum ini sembari berbagi rasa pengalaman hidupnya dengan para pengungsi di perbatasan Timor Leste yang sampai saat ini masih menangani dengan ikhlas umat kegembalaanya di Atambua, NTT.

Bagaimana tanggapan Uskup Agung Pontianak? 
 
Beliau sengat senang sekali karena sudah sekian  kali mengunjungi PSFA selalu menemukan suasana gembira. Ia berharap, “Semoga PSFA sebagai barometer bagi paroki lain di Keuskupan Agung Pontianak dalam menyambut Tahun Kerahiman,” ungkap Bapa Uskup Agung ini penuh ramah.
Pastor Paroki juga tidak ketinggalan untuk mengungkapkan rasa kegembiraanya. Gathot yang  tidak pernah berhenti berkreasi dalam menggembalakan umatnya dengan spontan menyatakan bahwa, “Seturut  wejangan Paus Fransiskus sebagai gembala harus dekat dengan dombanya,” ujar pastor yang seringkali ber-stand up comedy dalam homili guna melayani kebutuhan siraman rohani umat ini. 

Mengakhiri open house yang meriah Bapa Uskup bersama kaum berjubah dan umat sama-sama menari kondan sebagai bentuk kebersamaan dari khas sang gembala dalam menikmati suasana gereja yang selalu gembira. Semoga momen ini menjadi kenangan manis dalam peziarahan hidup di muka bumi ini. *(Bruf)

 

10 Sep 2015

HUT KE-2 PWK SANTA MONIKA : BAZAR DAN AKSI DONOR DARAH

HUT KE-2 PWK SANTA MONIKA : BAZAR DAN AKSI DONOR DARAH


PWK (Perhimpunan Warakawuri Katolik) Santa Monika  merupakan paguyuban dari ibu-ibu single parent (mengasuh anak seorang diri) dan para janda yang ditinggal oleh suami mereka.  Perasaan kehilangan dan ditinggalkan oleh pasangan yang sangat dicintai, membuat hidup terasa sendiri dan diliputi kesedihan.  Dengan situasi ini, mereka terpanggil untuk berkumpul bersama-sama saling berbagi dan mendukung. Oleh karena itu, para pelopor (Ibu Emmiliana Karsiah, dkk) membentuk PWK Santa Monika. Kegiatan PWK Santa Monika ini dikhususkan dalam doa  dan devosi. Melalui doa dan devosi, serta kunjungan ke rumah para anggotanya, diharapkan menjadi sumber penguatan dan penghiburan. Doa berperan sangat penting untuk pertumbuhan rohani bagi mereka yang dilanda kesepian. Perlu saling meneguhkan dan menolong satu sama lain, terutama bagi mereka yang sedang ditimpa kesusahan.

Pada tanggal 27 Agustus 2015, PWK Santa Monika merayakan Hari Ulang Tahunnya yang ke-2.  Dalam perayaan HUT kedua tersebut, PWK Santa Monika menggelar ‘bazar’ selama sebulan penuh. Dimulai dari Minggu pertama pada awal bulan Agustus sampai akhir bulan (30 Agustus 2015). Dalam kegiatan bazar ini, dijual beraneka ragam jajanan pasar, baju/kemeja batik, benda-benda rohani dan aksesoris lainnya. Selain itu, ada aksi donor darah (16 Agustus 2015) dan sekaligus memperingati HUT Republik Indonesia ke-70. Aksi sosial donor darah menjadi bentuk kepedulian umat paroki Singkawang yang mempunyai makna berbagi pada sesama. Setetes darah kita dapat menyelamatkan nyawa lainnya. Kita sebagai bangsa Indonesia terlebih umat Katolik, harus memiliki hati yang peduli terhadap kebutuhan sesama. Kita dapat memberikan apa yang dapat kita berikan melalui berbagai bentuk pelayanan/tindakan kasih lainnya. Mengutamakan mereka yang lemah dan terpinggirkan, menjadi bagian dari karya Kristus di tengah kehidupan bermasyarakat. Aksi donor darah merupakan pemberian diri kita dalam semangat kemerdekaan untuk mendarmabaktikan pada sesama. Sejatinya kita adalah satu. Satu bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa yaitu Indonesia.

Selamat Ulang Tahun Ke-2 PWK Santa Monika. Semoga semakin dikuatkan dalam doa. Selalu memiliki hati yang tak jemu-jemunya melayani Tuhan dan sesama.  Selamat Ulang Tahun Indonesia ke-70 semoga semakin jaya sentosa. Merdeka! (SHe)






19 Agu 2018

KURSUS MEMBANGUN RUMAH TANGGA DALAM LINGKUP GEREJA

KURSUS MEMBANGUN RUMAH TANGGA DALAM LINGKUP GEREJA





Pernikahan Katolik, monogami dan tak terceraikan. Berlatar belakang itulah Kursus Persiapan Pernikahan (KPP) yang kini berubah nama menjadi Kursus Membangun Rumah Tangga (MRT) digelar oleh gereja Katolik, tidak terkecuali Gereja Katolik Santo Fransiskus Assisi Singkawang.

Bertempat di Gedung Dewan Pastoral Paroki, kegiatan yang sudah memasuki angkatan ke XIII ini digelar pada Sabtu-Minggu, 18-19 Agustus 2018, dan kali ini diikuti oleh 9 pasang calon mempelai yang hendak membangun bahtera rumah tangga.

Dijumpai di kesempatan yang sama pada saat kegiatan berlangsung, Helaria Helena, A.Ma., selaku koordinator menyampaikan bahwasanya aktivitas yang kini rutin digelar beberapa kali dalam setahun ini merupakan salah satu program gereja di seluruh Indonesia. "Kegiatan ini berisi berbagai hal, yang pertama membahas tentang hukum kanonik, pernikahan dalam Katolik, ekonomi keluarga, kesehatan alat reproduksi, dan psikologi keluarga yang dalam hal ini membahas keseluruhan rangkuman dan diasuh oleh saya sendiri. Seluruh hal yang tim kami sampaikan bersumber dari buku Amoris Laetitia. Kegiatan ini juga dilaksanakan selama kurang lebih 2 jam dalam setiap pertemuan dan kita mengambil kebijakan menggelar kegiatan setiap Sabtu dan Minggu. Hal ini mengingat hari lain adalah hari kerja, " ujar wanita cantik yang juga merupakan pegawai Departemen Agama.

Di samping itu beliau juga menegaskan bahwa kursus MRT ini tidak hanya melingkupi pasangan yang akan segera melaksanakan pernikahan, namun boleh juga diikuti oleh pasangan dewasa yang berada dalam taraf penjajakan. "Jika sudah mengikuti kursus ini akan mendapat sertifikat, karena tanpa sertifikat maka tidak akan bisa mendaftar pernikahan kanoniknya nanti," lanjut wanita yang juga aktif dalam wadah WKRI cabang Singkawang ini.


Dicecar mengenai harapan digelarnya kegiatan bimbingan ini beliau mengungkap, "Kita mengadakan bimbingan ini untuk memperkecil kemungkinan perceraian antarpasangan dalam keluarga dan tentunya memberikan berbagai arahan bagaimana menjaga keharmonisan rumah tangga, karena belakangan ini banyak pasangan muda yang baru menikah sudah bercerai, jadi kita berusaha untuk bisa mengatasi dan menghindari hal-hal semacam itu," pungkasnya. (Hes)



9 Jul 2019

PENERIMAAN SAKRAMEN KRISMA DAN PELANTIKAN PENGURUS DPP ST FRANSISKUS ASSISI SINGKAWANG 2019-2022 OLEH USKUP AGUNG KEUSKUPAN AGUNG PONTIANAK




Singkawang, Minggu, 7 Juli 2019. Sebanyak 181 orang boleh merasa sangat berbahagia karena baru saja menerima tanda penguatan berupa Sakramen Krisma dari Uskup Agung Keuskupan Agung Pontianak, Mgr. Agustinus Agus di Gereja Katolik St Fransiskus Assisi Singkawang. Para penerima Sakramen Krisma kali ini cukup istimewa karena dari para penerima Sakramen Penguatan tersebut terdiri dari berbagai kalangan usia. Jika biasanya Sakramen Krisma ini didominasi oleh usia remaja, namun kali ini hampir 1/3 penerima Sakramen ini adalah kalangan yang sudah berusia lanjut. Dalam khotbahnya, Uskup Agung mengungkap dengan diterimakannya Sakramen Krisma ini, kita disadarkan bahwasanya kita itu lemah. Bertindak sebagai konselebran misa pada kesempatan kali ini adalah Pastor Paroki Singkawang, Pastor Stephanus Gathot Purtomo, OFM.Cap. 

Tak berhenti pada penerimaan Sakramen Krisma, di kesempatan yang sama juga digelar pelantikan pengurus Dewan Pastoral Paroki (DPP) masa bakti 2019 – 2022 berdasarkan surat keputusan Uskup Agung Pontianak No 181.SK/SKR.KAP/VI/2019 yang bersumber dari Kitab Hukum Kanonik 1983, Kanon 536 tentang pembentukan Dewan Pastoral Paroki  dan partisipasi umat beriman Kristiani pelaksana reksa pastoral paroki. Adapun tugas-tugas pengurus DPP adalah segala hal yang berkaitan dengan liturgia, keryma, diakonia, koinonia, martyria serta mewartakan Injil sebagai inti pewartaan gereja. 

Berikut ini adalah susunan nama para pengurus DPP Santo Fransiskus Singkawang, Keuskupan Agung Pontianak, masa bakti 2019 – 2022:

I. PENGURUS HARIAN
1. Ketua Umum : Pastor Stephanus Gathot Purtomo, OFM.Cap. (Pastor Kepala Paroki Singkawang)
2. Sekretaris : Ns. Ignatius Nandang, S. Kep
Wakil Sekretaris : Drs. Titus Pramana, M.Pd.
3. Bendahara : Pastor Stephanus Gathot Purtomo, OFM.Cap.
Wakil Bendahara : Elisabet Buntoro

II. KETUA-KETUA BIDANG
1. KETUA BIDANG PERSEKUTUAN (KOINONIA)
Ketua :  Aben, S.Ag.
Seksi Kepemudaan : Trifonia Afridiana, A.Md, Kep.
Seksi Kerasulan Keluarga: Helaria Helena, A.Ma.
Sekami : Febronia Fatwati
Sekolah Minggu : Elisabeth Suharijani, A.Ma.

2. KETUA BIDANG KATEKESE (KERYGMA)
Ketua : Sumarni, S.Ag.
Seksi Pendidikan : R. Sitinjak, S.Ag.
Seksi Komunikasi Sosial : Natalia Hesty T.H., M.Pd.
Seksi Kerasulan Kitab Suci : Kristiani Murty, S.Ag.
Seksi Katekese : Adiran, S. Ag.

3. KETUA BIDANG PELAYANAN SOSIAL (DIAKONIA)
Ketua : dr. Liem Fong Chung
Seksi Kesehatan : dr. Tatang Supriana
Seksi Pengembangan Ekonomi : Hermanto Halim, S.E.
Seksi Perbendaharaan/aset : Robertus Adun

4. KETUA BIDANG PERIBADATAN (LITURGI)
Ketua : Stefanus Cahyadi, S.Ag.
Seksi Paduan Suara : Dra. Lucia Sutiono, M.M.
Seksi Pemazmur : Yuvita
Seksi Lektor : Dra. Lusiana Lidwina, M.M.

5. KETUA BIDANG MARTIRYA
Ketua : Drs. Benedictus Saidin
Seksi Panggilan : Br. Baptista, MTB
Seksi Hub AntarAgama : Aloysius Kilim, S.Ag.
Seksi Humas : Christian Valentino, S.H.
Seksi Keamanan : Gregorio Bambang

III. KETUA LINGKUNGAN
1. Ketua Lingkungan Santa Maria : Ridwan
2. Ketua Lingkungan Santa Theresia : Albertus
3. Ketua Lingkungan Santa Anna : Welly
4. Ketua Lingkungan Santa Caeilia : Asun AR
5. Ketua Lingkungan Santa Elisabeth : V. Marsiana
6. Ketua Lingkungan Santa Clara : Herkulanus, S.Ag.
7. Ketua Lingkungan Santo Yohanes : Aloysius Wahyu Tri Broto
8. Ketua Lingkungan Santo Paulus : Arry Hariadi, Apt
9. Ketua Lingkungan Santo Thomas : Suhartanto
10. Ketua Lingkungan Santo Clement : Idman
11. Ketua Lingkungan Santo Yoseph : Elisabeth Chen
12. Ketua Lingkungan Santo Fransiskus Assisi : Emilius Hardiyanta
13. Ketua Lingkungan Santo Leo Agung : Tobias, S.Sos.
14. Ketua Lingkungan Putra Daud : Fidelia Ngunadi

IV. KETUA STASI
1. Stasi Roban : Stephanus Aldriatno
2. Stasi St Paulus Sijangkung : Romanus, S.H.
3. Stasi St Michael Pangmilang : Vincentius Aplus
4. Stasi St Kristoporus Sagatani : Bartolomeus Solomon
5. Stasi St Clara Mayanus : Hendrikus Sinsoi Aman
6. Stasi St Maria Bunda Yesus : Rafael R.
7. Stasi St Dionisius Mandor : F. Sius
8. Stasi St Thomas Sebandut : Aphin
9. Stasi Cahaya Kristus Sarangan : Albertus Apuan
10. Stasi St Caecilia Medang : Epiphania Nuniani
Anggota : Lidia
11. Stasi St Gregorius Agung Capkala : Fransiskus
Anggota : Adrianus, Sebastianus
12. Stasi St Pio Parit Baru : Barnabas Salimin
13. Stasi Hati Kudus Yesus Setanduk : Samara
14. Stasi St Yoseph Aris : Apolonius Andus
Anggota : Antonius
15. Stasi Trans SP 1 : Herlina Elisabeth
16. Stasi Trans SP 2 : Angselmus Adi

V. KELOMPOK RELIGIUS
1. Kongregasi Bruder MTB : Br. Baptisa, MTB
2. Kongregasi Suster SFIC : Sr. Ursula, SFIC
3. Ordo Fransiskan Sekuler OFS : Yohanes Kaswin

VI. KELOMPOK KATEGORIAL
1. Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) : Helaria Helena, A.Ma.
2. ISKA : Kuria Rosa Mustica
3. Legio Presidium Ratu Rosario Yang Amat Suci : Yohana Tina
4. Presidium Ratu Para Malaikat : Bibiana, A.Md, Kep
5. New Katekumen : Elisabeth Cen, Yohana Maria
6. Santa Monika : Emilia Karsiah
7. BPPKS : Frumentius, S.H.
8. Bapakat : Arianto Ari
9. Sekami : Gregoria Laura Wivanda
10. Pemuda Katolik : Marsianus Dismas
11. OMK : Sinta

Usai misa perayaan Ekaristi istimewa berisikan penerimaan Sakramen Krisma dan Pelantikan DPP, digelar ramah tamah di halaman Gereja Katolik Paroki Singkawang yang diikuti oleh seluruh umat yang hadir pada misa kedua. 

Selamat bagi para penerima Sakramen Krisma, semakin dikuatkan dalam iman dan keyakinan, dan selamat berkarya bagi para pengurus DPP masa bakti 2019 – 2022. Tuhan beserta kita! (Hes)     



27 Okt 2015

SEPTEMBER CERIA, ‘KELUARGA MELAYANI SETURUT SABDA’

SEPTEMBER CERIA, ‘KELUARGA MELAYANI SETURUT SABDA’

September Ceria. Sengaja mengutip salah satu judul lagu yang sempat populer di era 80-an, di bulan September ini Gereja Katolik se-Indonesia ternyata benar-benar dihampiri  keceriaan yang bersumber dari perayaan Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN) 2015. 

Mengangkat tema Keluarga Melayani Seturut Sabda, yang masih merupakan kelanjutan tema BKSN 2014, Keluarga Beribadah dalam Sabda, umat Katolik diajak untuk lebih akrab dengan Kitab Suci melalui berbagai perlombaan yang dirancang  dan digelar oleh panitia dalam kesempatan yang akhirnya digagas sebagai kegiatan tahunan. 

Di Paroki Singkawang sendiri  kegiatan BKSN 2015 resmi dibuka oleh Pastor Stephanus Gathot, OFMCap selaku pastor paroki.  Pada Minggu (6/9/2015) di misa ke dua, pastor yang saat itu menggenakan jubah hijau didampingi oleh putra putri altar dan enam orang dewasa yang masing-masing menggenakan pakaian adat mewakili suku Jawa, Tionghoa, Manggarai, Dayak, dan Batak serta membawa Kitab Suci melakukan perarakan dari halaman gereja menuju altar. Di kesempatan yang sama, Suster Monika dari Kongregasi SFIC telah lebih dulu berada di mimbar untuk membacakan sejarah dan tujuan digelarnya BKSN. Setibanya di depan altar, satu persatu orang dewasa yang mewakili berbagai suku di Indonesia ini membacakan kutipan Injil Yohanes dengan bahasa daerah masing-masing. Bukan tanpa maksud kutipan Injil Yohanes dibacakan dengan menggunakan bahasa daerah masing-masing, melalui cara yang terkesan unik ini, pastor menegaskan bahwa KItab Suci merupakan kitab paling populer karena diterjemahkan dalam berbagai bahasa, namun pada kenyataannya Kitab Suci yang telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa guna memudahkan pemahaman pembacanya seringkali hanya dijadikan sebagai pajangan, padahal sedianya ayat-ayat dalam Kitab Suci merupakan pedoman penuntun hidup dalam iman. 

Dalam homilinya, pastor menggaribawahi alasan dipilihnya tema yang masih mengetengahkan keluarga sebagai objek utamanya. Berangkat dari keprihatinan Sri Paus terhadap iman umat Gereja Katolik, maka tak dapat dimungkiri keluarga adalah lahan paling penting untuk ‘digarap’. Melalui pendekatan terhadap keluarga yang merupakan ‘gereja mini’, maka diharapkan mampu menghadirkan Allah dalam keluarga hingga militansi iman anak-anak dapat lebih dikokohkan. Di samping itu dua poin penting  lain yang juga menjadi sorotan dalam homili pastor berwajah teduh ini adalah ajakan untuk lebih  peka terhadap ‘suara Allah’ yang dapat ditemukan dalam Kitab Suci, juga himbauan mengenai wujud pelayanan yang tak hanya sekadar berhenti pada ucapan namun lebih pada tindakan nyata dalam melayani sesama. 

Semoga dengan digelarnya BKSN 2015 menjadi salah satu titik tolak tumbuhnya benih-benih iman yang meski awalnya hanya sebesar biji sesawi namun sanggup menghasilkan buah melimpah bagi kerajaan surgawi. (Hes)      


   

6 Jun 2015

Pembangunan Kapel Lapas Singkawang

                  Pembangunan Kapel Lapas Singkawang




                 Warga binaan lapas (lembaga permasyarakatan ) kelas II B Singkawang kini boleh berbesar hati; terutama bagi mereka yang beragama Katolik/ Kristen karena di dalam Lapas tersebut telah berdiri sebuah kapel yg cukup representatif  berukuran 7 x 13 meter  di samping kelenteng dan surau yang sudah ada terlebih dahulu.
                       Berdirinya kapel  ini berkat inisiasi Bapak Pedro Halim, S.T., sebagai pengurus Gereja Bethel Indonesia (GBI) bersama  persekutuan gereja  yang memberikan pelayanan di  lapas tersebut, termasuk Gereja Katolik Singkawang serta pihak lapas kelas II B Singkawang dalam hal ini bapak Asep Sutandar, Amd. IP, S. Sos, . M. Si  selaku kalapas kelas II B Singkawang  yang telah berkenan menyediakan sebidang tanah tempat kapel  tersebut didirikan.
                       Peletakan batu pertama dilakukan pada tanggal 27 September 2014 oleh Kalapas Kelas II B Singkawang, disaksikan oleh Pdt. Palmanto dari GKPKB (Gereja Kristen Protestan Kalimantan Barat), Pedro Halim,ST, pegawai lapas serta warga binaan yg beragama Katolik/ Kristen. Kini kapel di Lapas kelas II B Singkawang telah rampung dan telah diresmikan pada Sabtu, 13 Desember 2014.
Untuk membantu merealisasikan berdirinya kapel  lapas ini, seksi sosial DPP (Dewan Pastoral Paroki) berinisiatif menggalang dana dari warga paroki Singkawang  dan donatur lainnya  dengan cara door to door  serta melalui  kotak derma di gereja. Puji Tuhan dari tanggal 18 Oktober 2014 hingga 29 November 2014, telah terkumpul dana sebesar  Rp24.085.000,00
                    Dalam periode berjalan, diperoleh informasi dari Pastor Paroki bahwa terdapat kerusakan pada kapel di daerah Trans SP2 dan yang perlu rehabilitasi serta Gereja di  Medang yang  memerlukan pengecatan ulang. berdasarkan rapat seksi sosial DPP dengan pastor paroki pada tanggal 4 November 2014, diputuskan bahwa sebagian kecil uang sumbangan akan dialokasikan untuk merehabilitasi  kapel  di Trans SP2 & SP3 serta pengecatan gereja di Medang. Serah terima sumbangan telah dilakukan pada tanggal 1 Desember 2014 antara pastor paroki dengan bapak Pedro Halim, S.T.,  disaksikan oleh bapak Frumensius dan Hermanto Halim, S.E., selaku koordinator seksi sosial DPP. (HH)



17 Agu 2015

DIRGAHAYU REPUBLIK INDONESIA KITA BERSAMA


Gereja Katolik Santo Fransiskus Assisi mengucapkan :

SELAMAT MEMPERINGATI HARI KEMERDEKAAN INDONESIA KE-70 TAHUN

SEMOGA INDONESIA KITA

MEMILIKI SEMANGAT MERDEKA

JIWA, RAGA , MENTAL DAN SPIRITUAL

SEGALA KEBAIKAN DAN KEMAKMURAN

BERTUMBUH SUBUR DI NEGERI KITA

KESADARAN BERBAGI DI DALAM 

CINTA KASIH DAN DAMAI

PERSATUAN








2 Jun 2015

BE A BROTHER FOR ALL

BE A BROTHER FOR  ALL


Selayang Pandang OFM.Cap

               Be A Brother For  All (Menjadi Saudara Bagi Semua) merupakan motto dari OFMCap (Ordo Fraterum Minorum Cappucinorum) yang dapat diartikan sebagai ordo saudara-saudara  dina dari Kapusin menjadi denyut dan aura jiwa bagi penghayatan para pengikutnya setiap hari. Ordo ini  didirikan oleh Santo Fransiskus dari Assisi  (1882-1226), menjadi magnet pribadi banyak orang sekaligus maestro yang dikagumi di abad 21 sebagai Santo yang spektakuler dalam spiritualitas kemiskinan dan hina dina.
               Dalam perjalanan waktu Ordo ini berkembang menjadi Ordo pertama untuk laki-laki  (OFM, OFMConv dan OFMCap). Ketiga Ordo pertama ini menghidupi anggaran dasar yang disusun oleh Fransiskus dari Assisi dan disahkan oleh Paus Honorius III. Ordo kedua untuk perempuan (para Suster Klaris) dan ordo ketiga untuk awam maupun imam sekular (regular dan secular). Ordo Kapusin dimulai oleh Matheus dari Bascio dan resmi berdiri pada 3 Juli 1528 dengan Bulla Religionis Zellus oleh Paus clement VII. Adapun anggota Ordo Kapusin ini terdiri dari ‘klerus’ (imam) dan  ‘laikus’ yang biasa disebut bruder.







Nama Kapusin
                  Panggilan nama Kapusin berawal dari sorakan anak-anak yang melihat para saudara dina yang memakai jubah dengan kap panjang dan runcing. Mereka meneriakkan:  “Scapucini!, Scapucini!” (menggunakan kap). Dari teriakan inilah lahir nama Kapusin.  Ordo Kapusin sudah tersebar luas ke seantero dunia di 106 negara. Saudara Kapusin mulai berkarya di Indonesia sejak tahun 1905 dan pada Februari 1994 dimekarkan menjadi 3 Propinsi: Medan, Sibolga, dan Pontianak. Kapusin Propinsi Pontianak, dengan nama pelindung Santa Maria Ratu Para Malaikat, didirikan secara resmi pada tanggal 21 Februari 1994.
             Adapun wilayah karyanya yaitu: Keuskupan Agung Pontianak, Keuskupan Sanggau, Keuskupan Sintang, Keuskupan Palangka Raya dan Keuskupan Agung Jakarta, dan pastinya di Singkawang beralamat Pastoran Katolik,  Jln. P. Diponegoro No. 1 Singkawang. Para saudara Kapusin yang berada di lima keuskupan ini dipimpin langsung oleh Minister Propinsial.
Jenis Karya dan Ciri Khas Hidupnya
                  Para saudara Kapusin lebih memperhatikan karya dan pengabdianya dengan fokus pada: pelayanan pastoral parochial dan kategorial, pembimbing rohani dan retret, pendamping kaum muda, pengelola pertukangan dan bangunan, pengurus rumah tangga komunitas, pelayanan di bidang medis, pertanian, dan pendidikan, pengembangan masyarakat, pemelihara, dan pendukung seni budaya, berkarya di daerah misi dan pendamping kaum terlantar.
                  Adapun ciri khas hidupnya adalah : (1) hidup dalam persaudaraan – Fraternitas, (2) doa menjadi nafas hidup dan karya setiap saudara, (3) para saudara Kapusin menghayati kemiskinan dan kedinaan dengan hidup sederhana baik dalam penampilan maupun dalam tutur kata, dan berpihak kepada orang kecil dan miskin (option for the poor), (4) terbuka pada setiap tugas yang dibutuhkan oleh ordo maupun gereja lokal, ikut mempromosikan keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan (Justice, Peace and Intergrity of Creation).
Ajakan
            Anda terpanggil menjadi calon dan mau bergabung dengan mereka, hendaklah memperhatikan hal-hal tersebut. Calon yang hendak melamar menjadi Kapusin haruslah seorang pria beriman Katolik (minimal 2  tahun setelah baptisan). Punya kemauan yang baik dan suci. Artinya, ingin mewujudkan dalam hidupnya cita-cita persaudaraan Kapusin. Sehat jiwa dan raga sehingga berdaya guna untuk mengemban salah satu jenis pengabdian dengan baik dan menggembirakan. Berpendidikan minimal SMU atau setingkatnya, demi menjamin mutu pemahaman atas cara hidup membiara dan terbuka kemungkinan untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat dan kemampuan.
                  Untuk itu kami mengajak, “Hai Kaum Muda Katolik, mari bergabung bersama kami mengikuti Tuhan Yesus Kristus menurut teladan St. Fransiskus Assisi dalam Ordo Saudara Dina Kapusin Propinsi Pontianak.” Sertakan surat lamaran Anda: surat keterangan pastor paroki, surat kesaksian dari pembimbing, atau surat rekomendasi dari sekolah atau tempat bekerja. Riwayat hidup singkat, pasfoto 3x4 (3 lembar), surat persetujuan orang tua/wali. Kirim ke Minister Propinsial Kapusin Pontianak: Jl. Adisucipto KM 9,6 Tirta Ria - Sungai Raya, Kotak Pos 6300. Pontianak-Kalbar 78391 Telp. (0561) 722430/78391. Fax: (0561)-724012.E-mail: kapusin.pontianak@kapusin.org.
                   Bila ingin mengetahui lebih mendalam  langsung pada contact person: P. Joseph Yuwono, OFMCap - Tirta Ria (081251154671) - P. Chrispinus, OFMCap (081345766156) - Nyarumkop. Nah, tunggu apa lagi, mungkinkah Anda salah satu insan yang terpanggil saat ini?
(Ditulis kembali oleh Bruf dengan bersumber pada Brosur OFMCap)

MISA NATAL LANSIA 2014 : MENJADI LANSIA BERKARYA MELALUI DOA DAN KEHENINGAN

MISA NATAL LANSIA 2014 :

MENJADI LANSIA BERKARYA MELALUI DOA DAN 

KEHENINGAN

                  Menjadi lansia (lanjut usia) acap kali merupakan hal yang mengkhawatirkan bagi banyak orang. Lansia sering dikonotasikan dengan tidak mampu secara fisik, kesepian, tidak punya banyak teman, penurunan daya pikir, finansial dan kesehatan. Tak jarang dalam kenyataan lansia tidak mampu melakukan aktivitas untuk diri sendiri dan harus dilayani orang lain. Sehingga secara psikis mereka merasa frustasi, kecewa dan marah pada diri sendiri. Realitanya, menjadi tua adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa ditolak.
                Gereja sebagai paguyuban orang yang saling berbagi kasih dan hidup berdasarkan kasih menyadari akan hal itu. Kasih Gereja St. Fransiskus Assisi kepada para lansia diwujudkan pada Misa Natal Lansia, Minggu 27 Desember 2014. Misa yang begitu istimewa ini dipimpin oleh dua orang Imam, yaitu Pastor Gathot, OFM.Cap dan Pastor Egidius, OFM,Cap. Saat homili Pastor Gathot, OFM, Cap mengajak para lansia untuk tidak berfikir menjadi lansia itu identik dengan tidak berdaya. Menjadi lansia itu masih bisa bekarya dan merasul. Karya kerasulan yang dapat dilakukan lansia yaitu membangun relasi yang akrab dengan Tuhan melalui keheningan doa. Doa tidak perlu diartikan harus pergi ke gereja dan berdoa berlama-lama. Doa Bapa Kami dan Salam Maria adalah dua doa yang sangat ampuh, yang akan menciptakan keheningan dan kedamaian hati. Inilah karya kerasulan lansia yang merupakan kerasulan gereja.
                Sebagai umat paroki Singkawang kita patut berbangga karena paroki kita memiliki rasa hormat dan cinta yang sangat besar kepada para lansia. Betapa tidak, setelah misa selesai, berderet dan berjejer kursi telah disiapkan oleh panitia untuk tempat duduk para lansia. Dibantu oleh Legio Maria dan WK, umat Kring Putra Daud mengarahkan dan menuntun para lansia duduk dengan tertib. Mereka duduk di depan Gereja seolah mengatakan kepada kita, merekalah perintis Gereja ini. Dalam kata sambutannya Pastor Gathot, OFM. Cap dan sesepuh lansia mengungkapkan betapa kita patut berterima kasih kepada umat dan Perduki (Persekutuan Doa Usahawan Katolik Indonesia) yang memberikan perhatian pada lansia.  Potret mengharukan ditampilkan kepada kita ketika lansia saling melayani dan dilayani ketika mengambil makanan santap siang. Yang bisa berjalan mengambil makan sendiri dan yang tidak bisa berjalan diambilkan. Sungguh perjamuan makan yang sangat indah. Pada saat itu, Yesus sungguh-sungguh dirasa lahir dalam hati para lansia dan umat yang hadir.
                Pada penghujung acara panitia membagikan kurang lebih 450 bingkisan (dari Perduki) kepada para lansia yang hadir. Bingkisan ini menjadi ungkapan cinta Gereja bagi para lansia. Sementara lansia yang tidak bisa hadir, bak Sinterklas, panitia melalui ketua kring  akan mengantarkan bingkisan-bingkisan itu ke rumah mereka ataupun pada saat pengiriman komuni. Seluruh rangkaian perayaan Natal Lansia kali ini mau menyampaikan pesan kepada kita “ Jangan takut menjadi lansia karena menjadi lansia tetap bisa berkarya dan merasul melalui doa dan keheningan. Menjadi lansia, menjadi makin dekat pada Tuhan.” Menegaskan kepada para lansia akan kebenaran Sabda Tuhan. “Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman”(Mat 28:20). (SHe)

23 Agu 2015

MERIAHNYA EKM DI SAGATANI

MERIAHNYA EKM DI SAGATANI   

 
Senja itu Sabtu, 22 Agustus 2015, pukul 17.00, rombongan Orang Muda Katolik (OMK) dari berbagai stasi di Paroki St. Fransiskus Assisi Singkawang, dengan penuh suka cita mengantre panjang mengisi buku tamu yang telah disediakan oleh panita OMK St. Kristoforus Sagatani. Perhelatan digelar mirip pesta pernikahan, dua orang muda berdiri di pintu masuk gereja dengan ramah mempersilakan rekan-rekannya untuk masuk ke Gereja Stasi Santo Kristoforus Sagatani. “Mari teman-teman silakan masuk dan jangan lupa mengisi buku tamunya ya!,” pinta salah satu pemudi yang senyumnya mengundang orang untuk tidak segan berjabatan tangan dengannya. Potret situasi sebelum EKM ini dimulai penerimaan tamu, seolah-olah mengajak kita masuk ke rumah Tuhan dan benar-benar disapa dengan senyum tulus, ikhlas sejati. Belum lagi musik bernuansa khas Dayak mengalun di senja itu, semakin menambah semarak suasana hati segenap umat yang hadir untuk bisa menangkap apa itu EKM bagi umat Katolik Sagatani.

Tibalah saatnya para penari berbaris bersama rombongan Imam di depan Gereja. MC mulai menyapa selamat datang kepada OMK dan sambutan musik Dayak dengan kelompok penari mulai masuk ke gereja mengundang umat untuk menyapa mari bergandeng bersama kami OMK yang sama-sama bergembira untuk memuji dan memuliakan Tuhan dengan cara dan gaya kami orang muda saat ini. Berbagai  piranti komunikasi dalam genggaman tangan pun tak ketinggalan sigap mengabadikan momen EKM perdana di gereja tersebut.

Budaya Pro-Life
 
Pastor Gathot dalam  homilinya menyapa orang muda sesuai tema Nasional dalam HUT kemerdekaan  ke 70  RI  “Ayo kerja” mengajak OMK untuk saatnya kita berjuang dan bekerja tiada henti-hentinya menuju generasi yang sehat baik jasmani maupun rohani dengan revolusi mental secara akariah. “Teman-teman, kita tahu bahwa tantangan yang dahsyat saat ini adalah bagaimana kita bisa bertahan hidup di masa muda ini, dengan tidak terjerumus dalam narkoba,” ujar Pastor Gathot dengan nada lantang.  “Kami para gembala bersama uskup Se-Indonesia, sama-sama berjuang agar kita tetap setia pada ajaran Yesus untuk mempertahankan pro-life/membela kehidupan dan bersama memberantas/menjaga diri dari narkoba dalam hidup kita. Kita sangat berharap melalui EKM ini kita sama-sama merefleksi bahwa teman-teman yang sudah terjerumus di dalam pengaruh narkotika, sebaiknya kita merangkul mereka dan mendekatinya dengan penuh kasih,” tegas Pastor Gathot yang terkenal ramah kepada siapa saja yang berjumpa dengannya.

Situasi EKM di malam Minggu itu, semakin semarak dengan adanya tarian persembahan serta lagu-lagu gaya anak muda yang menyelimuti atmosfer ruang ekspresi iman mereka dalam corak dan gaya EKM dari OMK Santo Kristoforus Sagatani. Tepuk tangan yang meriah dari OMK yang hadir saat itu memberi pujian yang memang pantas ditujukan bagi panitia, baik dari segi persiapan tempat, model liturgi, serta gaya dalam mengemas acara. 

Spiritualitas EKM
 
EKM sampai saat ini masih belum menjadi tempat yang istimewa bagi umat dewasa oleh karena pemahaman EKM masih seputar gaya anak muda. Padahal dalam liturgi EKM tidak pernah berubah sesuai dengan susunan resmi perayaan Ekaristi Gereja Katolik. Perbedaanya hanya terletak pada lagu bertematis dan disesuaikan dengan gaya anak muda, dan peserta yang hadir sebagai umat adalah  orang muda sendiri serta orang tua yang berjiwa dan semangat muda. EKM sebenarnya pintu dan jendela angin segar bagi ruang ekspresi iman orang muda sekaligus salah satu cara menemukan karakter iman sejati orang muda dalam mengikuti Yesus yang bahagia dan enjoy baginya. Maka roh/spiritual EKM adalah enjoy dan happy bersama Yesus dalam hidup orang muda setiap hari.

Yudhistira, pendamping OMK Sagatani dalam ruang terpisah mengungkapkan kepuasannya dalam EKM perdana tersebut. “Kami tidak menyangka semuanya  ini bisa berjalan dengan lancar dan OMK hadir begitu banyak malam ini. Waktu persiapan pun begitu singkat namun kami tetap yakin bahwa apa  yang  kami rancang bersama, Tuhan ikut terlibat di dalamnya dan kami enjoy banget,” ujar guru SMP Pengabdi ini dengan penuh semangat. Ungkapan dari pedamping OMK ini pun mendukung kesan dari ketua OMK sendiri. “Kami sangat bersyukur bahwa EKM perdana ini sebagai pengalaman pertama bagi kami panitia, sekaligus pemula dalam pelaksanaan EKM. Momen ini tidak bakal kami lupakan seumur hidup,” papar Aneng Supriady dengan bangga. “Semoga ke depannya, kami dapat lebih baik lagi dan mantap,” tegas Aneng dengan wajah gembira.

Pendamping OMK Angkat Bicara
 
Setelah EKM selesai para pendamping dari OMK Singkawang, Sijangkung, Pangmilang, Capkala, Sagatani, Sungai Duri dan juga dari Stasi yang jauh, berkumpul untuk membicarakan rencana pertemuan Bulan Kitab Suci di Sanggau Ledo di bulan September 2015, Temu Raya OMK Keuskupan Agung Pontianak di Nyarumkop di bulan November 2015 dan pertemuan akbar OMK Paroki Santo Fransiskus Assisi di bulan Juli 2016 bertempat di Kompleks SMP Santo Tarsisius Singkawang. 

Sementara itu di luar gereja semua yang hadir menikmati santapan malam bersama, sambil diringi musik dari OMK Santo Kristoforus Sagatani. Tampak hadir pula anak-anak Sekolah Minggu ikut meramaikan suasana dengan menyumbang tarian di atas pentas. Suguhan acara malam itu pun semakin memanjakan semua pasang mata yang hadir. Unjuk kebolehan dari berbagai OMK Stasi  di antaranya  vokal grup, pop singer, musik tradisonal maupun tarian-tarian berhasil memukau hati orang muda. Semua yang hadir malam itu seolah merasakan berat beranjak dari tempat duduk karena terhipnoptis oleh kepiawaian OMK dalam membawa acara yang super smart dan keren. 

Bravo OMK Sagatani yang menjadi pioner dan piloting untuk wilayah Singkawang Selatan. “Ciaoo dalam Yesus, Bro.  Next time kita jumpa dalam EKM di stasi berikutnya ya!,” tutup MC dalam perhelatan malam Minggu gembira bersama OMK Sagatani saat itu. Betul-betul fantatis, Man! (Bruf)


30 Jun 2015

KETIKA EKSOTISME BUDAYA MENYAPA DI BUMI KHATULISTIWA

KETIKA EKSOTISME BUDAYA MENYAPA DI BUMI KHATULISTIWA

 

 

Rabu, 27 Mei 2015. Matahari bersinar garang siang itu seolah paham bahwa hari sedang tak membutuhkan guyuran hujan demi menyukseskan pembukaan ‘gawe’ besar yang digelar oleh masyarakat Dayak di kota Singkawang. Naik Dango, merupakan geliat eksotisme budaya khas masyarakat Dayak, yang belakangan dikemas dalam bentuk festival. Esensi Naik Dango sendiri merupakan budaya lokal perwujudan rasa syukur terhadap hasil panen padi yang melimpah dan hasil panen tersebut disimpan ke dalam lumbungnya. Festival Naik Dango tahun ini diawali ritual yang dipimpin oleh tetua adat, dan didampingi oleh beberapa tokoh sentral dalam masyarakat Dayak Singkawang. Mantra dalam ritual budaya lantas dilangitkan pada para leluhur  dengan tujuan beroleh kelancaran dan keberkahan selama kegiatan dilangsungkan.

Ada yang tidak biasa, jika pada tahun-tahun sebelumnya pembukaan Gawai Dayak diawali dengan misa di gereja Katolik, namun tidak pada tahun ini. Hal ini didasari bahwasanya masyarakat Dayak tak hanya berlatar belakang agama Katolik, namun berdiri pada koridor kemajemukan agama serta kepercayaan.   Meski tak melangsungkan Ekaristi di Gereja Katolik, namun pada acara pembukaan, panitia mendaulat Pastor Yeri dan seorang pendeta untuk memimpin doa tanda kegiatan syukur tahunan ini dibuka.

Sementara itu gubernur yang diharapkan hadir dalam pembukaan Gawai Dayak kota Singkawang berhalangan. Melalui sambutannya yang diwakili oleh Asisten III Bidang Administrasi dan Umum, Robert Nusanto, S.Sos, M.M, Cornelis menggarisbawahi mengenai peran penting Festival Gawai Dayak Naik Dango yang diselenggarakan dan merupakan cara jitu sebagai ajang peningkatan perekonomian masyarakat setempat dari tinjauan pariwisata dan ekonomi kreatif. Pada kesempatan yang sama, Aloysius Kilim, S. Ag selaku Ketua Dewan Adat Dayak kota Singkawang memaparkan digelarnya Gawai Dayak ini ditujukan untuk melestarikan nilai-nilai budaya lokal yang masih sangat relevan untuk generasi saat ini, sekaligus sebagai  ajang silaturahmi antaretnis yang berada di kota Singkawang.           
  
Di sela proses pembukaan Gawai Dayang Naik Dango yang berkenan dilakukan oleh wakil walikota Singkawang, ditandatangani pula deklarasi bertema “Penanganan Ancaman Narkoba dalam Rangka Mewujudkan Indonesia Emas 2045” yang dilakukan oleh BNN, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama dan pemuda dalam upaya memerangi peredaran dan penggunaan narkoba khususnya di kota Singkawang.    

Kiranya ajang tahunan yang bersifat melestarikan eksotisme budaya di bumi Khatulistiwa ini dapat terus terselenggara, dan mampu menciptakan generasi yang berwawasan global, namun tetap bertutur kata dan berperilaku lokal. (Hes)

29 Feb 2016

SEJARAH PAROKI SINGKAWANG



SEJARAH PAROKI SINGKAWANG



SITUASI UMUM SINGKAWANG


Singkawang adalah sebuah kota yang terletak di Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia. Kota ini dikelilingi oleh pegunungan, yaitu gunung Pasi, gunung Poteng dan Sakok. Singkawang adalah sebuah nama yang berasal dari bahasa Cina Hakka atau Khek, San kew jong yang berarti sebuah di antara pegunungan dan kuala/muara dari beberapa sungai di tepi laut.
Sebagai sebuah Paroki, Paroki Singkawang dapat dikatakan terdiri atas dua bagian. Bagian pertama adalah bagian yang masuk dalam wilayah Pemkot Singkawang, kecuali wilayah Kecamatan Singkawang Timur yang merupakan bagian dari wilayah Paroki Nyarumkop. Jadi Bagian kedua ialah bagian yang masuk dalam wilayah Kabupaten Bengkayang, yang meliputi seluruh wilayah Kecamatan Capkala dan Sungai Raya.
Di sebelah utara Paroki Singkawang berbatasan dengan Paroki Pemangkat, di sebelah timur dengan Paroki Nyarumkop, dan di sebelah selatan dengan “Stasi” Mempawah, yang merupakan bagian dari Paroki Sungai Pinyuh.
Letak kota Singkawang di persimpangan jalan raya dari Pontianak (145 km) ke Sambas (75 km) dan jalan raya ke Bengkayang (70 km) dan daerah pedalaman menyebabkan bahwa kota ini dari zaman dulu menjadi pusat perdagangan.
Keadaan jalan dan hubungan lalu lintas baik sekali dan lancar kecuali jalan ke beberapa kampung yang terpencil di pedalaman. Penduduknya terdiri multietnis. Ada tiga etnis besar yang berada di wilayah ini, yaitu: Tionghoa, Dayak dan Melayu. Yang lainnya adalah Jawa, Madura, Batak, dll.
Selain pusat pemerintahan, kota Singkawang juga merupakan pusat perdagangan seluruh Kabupaten. Di luar kota bagian utara dan selatan Kecamatan Sungai Raya terutama di kampung-kampung Melayu terdapat banyak nelayan. Di sebelah timur dan selatan kota Singkawang di kampung-kampung orang Dayak terdapat areal-areal pertanian: persawahan dan perkebunan. Orang Tionghoa terkonsentrasi di pusat kota dengan pekerjaan bisnis dan perdagangan, meski tidak sedikit juga mereka yang bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan.

SEJARAH SINGKAT PAROKI SINGKAWANG

 

Singkawang pada awalnya adalah stasi pertama di Kalimantan bagian Indonesia. Sekarang merupakan sebuah paroki yang cukup besar di wilayah Keuskupan Agung Pontianak. Sejarah bermulanya gereja (misi) di Kalimantan dimulai dari Singkawang.
Pada mulanya Singkawang merupakan daerah turne pastor dari Jakarta. Menurut catatan paroki, tahun 1873 sudah ada umat yang dipermandikan oleh Pastor J. de Vries, SJ. Stasi ini didirikan tahun 1885, dengan Pater Staal SJ. sebagai pastor Paroki pertama. Sesudah Pater de Vries, SJ dan Pater Staal, SJ. di tarik ke Jawa, misi di Kalimantan tanpa pastor ini berlangsung dari tahun 1897 sampai tahun 1905.
Sejak masa itu pimpinan misi Yesuit berusaha mencari ordo lain yang bersedia untuk mengurus misi di Kalimantan. Pada tanggal 11 Februari 1905 Kongregasi Penyebaran Iman di Roma mendirikan Prefektur Apostolik Kalimantan yang meliputi seluruh pulau Kalimantan yang dikuasai oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan pusatnya Singkawang.
Prefektur baru itu dipercayakan kepada Ordo Kapusin. Kemudian Pimpinan Ordo menugaskan kepada Kapusin-Kapusin Negeri Belanda untuk mengurus misi itu.
Pada tanggal 10 April Pater Pacifikus Bos diangkat sebagai Prefek Apostolik. Pada tanggal 30 November 1905 Pater Prefek Pacifickus bersama tiga pastor dan dua bruder menjejakkan kakinya pertama kali di Singkawang, di mana mereka menemukan sebuah gedung gereja kecil dan sebuah rumah pastor yang sederhana. Mereka belum mengerti apa-apa mengenai bahasa dan kebiasaan setempat.
Mereka disambut hangat oleh umat yang terdiri dari orang-orang Tionghoa perantau (kurang lebih 150 orang Katolik). Seorang katekis, pemimpin umat, bertindak sebagai juru bahasa. Pada akhir tahun 1906 tenaga mereka ditambah dengan empat orang pastor, dua orang bruder dan lima orang suster Fransiskanes dari Konggregasi Veghel.
Suster-suster itu mulai mengasuh anak-anak yatim-piatu, mengobati orang sakit, dan mengunjungi tempat pengasingan bagi penderita penyakit kusta, yang terletak di luar kota Singkawang.
Awal 1907 dua orang pastor ditugaskan untuk membuka stasi di Kalimantan Timur. Dan sejak Oktober 1907 seorang pastor menetap di Pemangkat; ia mendirikan Gereja dan sekolah di tengah-tengah orang Daya di Pelanjau, yang tahun 1916 dipindahkan ke Nyarumkop.
Pada permulaan tahun 1909 stasi Pontianak di buka. Bersamaan dengan itu Pater Prefek memindahkan pusat kegiatan misi dari Singkawang ke Pontianak.
Metode yang dipakai oleh para misionaris baru ini tidak lain dari pada yang di pakai di daerah-daerah misi pada umumnya pada masa itu. Mereka berusaha untuk membangun sekolah-sekolah sebanyak mungkin dengan harapan agar anak-anak itu kemudian dipermandikan. Para Pastor, Bruder dan Suster sendiri mengajar di sekolah karena guru-guru belum ada pada waktu itu.
Anak-anak sekolah sedapat mungkin diasramakan, dan di luar jam sekolah dapat dididik secara Katolik. Kebun-kebun karet dan kelapa di sekitar Singkawang dibelikan, ini sebagai sumber materiil untuk misi. Pada tahun 1918 rumah sakit didirikan berkat bantuan subsidi pemerintah; begitu juga dengan rumah sakit kusta (1925).
Bagi sekolah-sekolah besar di kota misi mendapat tenaga baru dari Bruder-bruder MTB (Maria Tak Bernoda) dari Konggregasi Huijbergen yang sejak tahun 1921 memimpin Hollands Chinese School (HCS) di Singkawang, lalu menyusul di Pontianak 1924.
Pada tahun 1913 yang lalu Bruder Wenceslaus telah mulai mendidik beberapa orang untuk menjadi pembantunya dalam pembangunan (Pertukangan), tahun 1928 sekolah pertukangan di Pontianak didirikan.
Tahun 1937 para suster Klaris Kapusines mulai hidup dengan komtemplatif di bumi Kalimantan dalam sebuah biara yang didirikan di samping gedung gereja di paroki Singkawang. Mereka pada mulanya tidak menerima tugas dari luar tembok biara. Hidupnya dengan doa siang dan malam untuk mohon berkat dan rahmat Tuhan atas Umat Kalimantan.
Sampai disini kita melihat karya misi Katolik di Singkawang meliputi: Gereja, sekolah, asrama dan rumah sakit. Para Pastor sering masuk ke kampung-kampung sekitar yang merupakan bagian wilayah Paroki Singkwang. Sampai sekarang metode kerja itu masih berlaku. Hanya di pihak lain keterlibatan awam makin menonjol. Melalui Dewan Paroki dan pembentukan Kring-kring umat awam semakin banyak melibatkan diri dalam kegiatan Paroki. Stasi-stasi luar kota semakin sering dikunjungi oleh para pastor, yang dibantu oleh guru agama dan petugas pastoral awam lainnya. 

Sumber: www.parokisingkawang.blogspot.co.id