Selamat Datang Di Website Resmi Paroki Singkawang - Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri gereja baru. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri gereja baru. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan

23 Jun 2015

SAGKI

SAGKI


SIDANG

AGUNG

GEREJA

KATOLIK

INDONESIA 

Kapan dan di mana SAGKI 2015 diadakan?
SAGKI 2015 diadakan tgl. 2-6 November di Via Renata, Cimacan − Bogor.

Siapa peserta SAGKI 2015?
Peserta SAGKI 2015 adalah:
a.    Para USkup dan Uskup Emeritus seluruh Indonesia
b.    Umat Katolik yang mewakili/menjadi utusan dari masing-masing Keuskupan di Indonesia
c.    Wakil KOPTARI dan UNIO, Kelompok Kategorial Keluarga Para Sekretaris Komisi, Lembaga,    Sekretariat dan Departemen KWI

Apa Tema SAGKI 2015?
Tema SAGKI 2015 ialah Keluarga Katolik: Sukacita Injil Panggilan dan Perutusan Keluarga dalam Gereja dan Masyarakat Indonesia yang Majemuk.

Apa kekhasan SAGKI 2015 yang membedakannya  dengan SAGKI sebelumnya?  

o    SAGKI ke IV tahun 2015 ini merupakan kesinambungan dari SAGKI 2000, 2005, dan 2010. SAGKI 2000 diarahkan pada perwujudan serta pemberdayaan Komunitas Basis menuju Indonesia baru. Sedangkan SAGKI 2005 mengajak Gereja Indonesia untuk bangkit dan bergerak mengupayakan keadaban publik bangsa; dan SAGKI 2010 menegaskan kembali panggilan perutusan Gereja, dengan tema: Ia Datang Supaya Semua Memperoleh Hidup dalam Kelimpahan (bdk. Yoh 10:10).

o    SAGKI 2015 merupakan tahun rahmat bagi Keluarga, karena secara khusus Para Bapa Uskup memberikan perhatian kepada panggilan dan perutusan keluarga sebagai Gereja kecil yang diutus. Hal ini seiring dengan perhatian Paus dan Gereja Universal yang mengajak semua umat untuk merefleksikan kehidupan keluarga melalui Sinode luar biasa tahun 2014 yang bertema: Tantangan-Tantangan Pastoral Keluarga dalam Konteks Evangelisasi dan Sinode biasa tahun 2015 yang mengambil tema: Panggilan dan Perutusan Keluarga dalam Gereja dan Masyarakat Dewasa Ini. Kekhasan dari SAGKI 2015 adalah merenungkan sejauh mana sukacita Injil itu dialami oleh keluarga dan bagaimana perjuangan keluarga dalam mewujudkan sukacita Injil.

Apa yang menjadi fokus perhatian SAGKI 2015 dalam pelaksanaan tugas perutusan Gereja Indonesia?

Berkaitan dengan tugas perutusan Gereja Indonesia, fokus perhatian SAGKI 2015 adalah keluarga Katolik mengalami sukacita Injil dengan semakin menghayati jati diri, spiritualitas, panggilan dan perutusannya dalam Gereja dan masyarakat dan memancarkan Sukacita Injil dalam kehidupan sehari-hari.

Apa tujuan SAGKI 2015?

Tujuan SAGKI 2015 adalah
a.    Keluarga Katolik semakin menghayati jati diri, identitas, spiritualitas, panggilan, dan perutusannya di dalam Gereja dan di tengah masyarakat
b.    Keluarga Katolik semakin menyadari tantangan-tantangan konkret yang dialami dan dihadapi keluarga dewasa ini
c.    Keluarga Katolik semakin misioner di tengah masyarakat

Suasana apa yang diharapkan tercipta dalam SAGKI 2015?

Suasana yang diharapkan tercipta dalam SAGKI 2015 ialah suasana sukacita dan persaudaraan dalam menegaskan bersama jalan baru bagi panggilan dan perutusan keluarga melalui refleksi bersama, diskusi, gerak bersama yang akan diambil.

Kegiatan SAGKI 2015 meliputi apa saja?

Kegiatan SAGKI 2015 meliputi ibadat, sharing tentang sukacita Injil yang dihayati oleh keluarga-keluarga Katolik, perjuangan keluarga dalam mewujudkan sukacita Injil, refleksi teologis dan launching film 7 Sakramen yang diproduksi KWI. Keempat kegiatan ini berkaitan satu sama lain dan dalam pelaksanaan hariannya disesuaikan dengan sub tema tertentu.

Metode apa yang dipergunakan SAGKI 2015?

Metode yang dipergunakan adalah metode sharing, diskusi dan penegasan sebagai buah dari refleksi bersama.

Mengapa SAGKI 2015 menggunakan metode sharing, diskusi, dan penegasan?

SAGKI 2015 menggunakan metode sharing, diskusi, dan penegasan karena:
a.    Tujuan dari SAGKI adalah saat di mana gereja mendengarkan
b.   Terjadinya gerak bersama setelah mendengarkan apa yang dialami, didiskusikan dan penegasan bersama

Bagaimana gambaran pertemuan SAGKI 2015?

Pertemuan SAGKI 2015 sebagai berikut:
Tanggal        :  2   November
Materi          :  Ekaristi Pembuka dan Acara Pembuka

Tanggal        :  3   November
Materi          :  Keluarga bersukacita: buah-buah penghayatan Panggilan dan Perutusannya (dimensi spiritual, relasional    
                             dan sosial)

Tanggal        :  4   November
Materi          :   Keluarga Katolik memperjuangkan sukacita Injil : Tantangan-tantangan Keluarga Dewasa ini

Tanggal       :   5 November
Materi         :  Gerak Bersama : Membangun Wajah “Ecclesia Domestica di Indonesia” – Sukacita Injil        

Tanggal       : 6 November
Materi         : Rumusan Akhir dan Misa Penutupan





Logo SAGKI 2015 merupakan visualisasai semangat dasar SAGKI 2015, yakni Keluarga Katolik: Sukacita Injil. Sukacita Injil dalam keluarga dialami ketika mereka memandang dan menjumpai Kristus (bdk. EG 1) yang menjadi Jalan, Kebenaran dan Hidup dan visualisasi itu diwujudkan dalam gambar Salib yang dipandang bapak,iIbu dan ketiga anak mereka.
Pengalaman sukacita itu dialami ketika keluarga-keluarga mendasarkan nilai kehidupan mereka pada Injil sebagaimana dinampakkan dalam gambar buku. Ketika keluarga berpijak pada Injil dan menghidupi nilai-nilai perkawinan sebagaimana yang diwahyukan Allah dalam Injil, sukacita itu dialami. Ekspresi sukacita itu tampak dalam sikap anggota keluarga yang semuanya berdiri (setengah melompat) dalam kebersamaan dan kasih.
Dalam logo, persatuan bapak dan ibu (warna orange dan merah marun) membentuk simbol hati yang berarti bahwa kesatuan keluarga didasarkan atas kasih. Dengan warna dasar putih menunjukkan kesucian, warna merah marun seperti gambar hati menunjukkan kasih dan warna orange menggambarkan terang atau cahaya yang berarti: keluarga yang dibentuk berdasarkan kasih membawa terang dan kesucian bagi keluarga lain.
Tulisan SAGKI 2015 dengan tema Keluarga Katolik: Sukacita Injil, adalah fokus atau tema yang diharapkan menjadi semangat bagi keluarga-keluarga agar selalu mengalami dan menampakkan sukacita Injil itu secara tegas. Warna merah marun, orange, silver, dan putih, biru, juga menunjukkan kemajemukan dan ke-Indonesiaan yang menjadi konteks SAGKI ke IV tahun  2015 ini.



DOA PERSIAPAN MENYAMBUT
SIDANG AGUNG GEREJA KATOLIK INDONESIA
TAHUN 2015

Allah dan Bapa kami,
Engkau telah mengutus
Yesus Putera-Mu terkasih
untuk mewartakan Sukacita Injil kepada kami
dan mengangkat kami menjadi anak-anak-Mu
serta menyatukan kami
dalam satu Keluarga Illahi-Mu.

Putera-Mu hadir di tengah Keluarga Nazareth
untuk menguduskan keluarga manusiawi itu.
Ia tinggal di dalam keluarga itu
untuk mengajarkan kasih,
mendengarkan kehendak Illahi-Mu,
mengajarkan sikap saling hormat menghormati
dan bekerjasama,
serta menyalakan lilin pengharapan
dalam kegelapan dunia ini.
Ia menetapkan keluarga kami
menjadi Gereja rumah tangga,
dan menjadi Injil yang hidup bagi dunia
dalam semangat cinta dan sukacita.

Curahkanlah Roh Kudus-Mu
untuk membimbing SAGKI 2015 ini,
agar melalui Sidang Agung ini,
mampu mendorong keluarga-keluarga Katolik
semakin menghayati panggilan
dan perutusan
dalam hidup perkawinan
yang telah mereka ikrarkan
dan semakin mengalami
keindahan hidup berkeluarga itu.
Ajarilah kami bersikap bijak
dalam menghadapi
setiap tantangan dan situasi zaman ini.
Buatlah kami semakin mampu
menjadi saksi hidup Injil-Mu
dan tempat pengungsian
bagi mereka yang membutuhkan.
Biarlah keluarga kami
semakin memancarkan sukacita Injil
bagi keluarga dan masyarakat.
Demi Kristus Tuhan dan Pengantara kami.
Amin.

Yesus, Maria, dan Yosef,
doakanlah kami!



29 Mei 2016

Misa Perdana Empat Imam Baru Kapusin di Gereja St Fransiskus Assisi

Misa Perdana Empat Imam Baru Kapusin di Gereja St Fransiskus Assisi

 

 

Hari Minggu tepatnya tanggal 24 April 2016, halaman depan Gereja Katolik Santo Fransiskus Assisi Singkawang dipenuhi dengan tenda-tenda bazar. Pemandangan seperti ini menandakan ada sesuatu yang special pada hari tersebut. Ya! Benar saja, hari itu, keempat imam Kapusin muda akan menyelenggarakan misa perdananya di Singkawang. Keempat imam tersebut adalah  Pastor Lorenzo Helli, OFMCap, Pastor Kristian Mariadi, OFMCap, Pastor Dominikus Dedy Sabemayono, OFMCap, dan Pastor Alfonsus Hengky Musa, OFM Cap.

Tak kenal maka tak sayang. Begitulah pepatah mengatakan bahwa untuk mengasihi dan menyayangi seseorang kita harus mengenalnya terlebih dahulu. Oleh karena itu, Bulletin Likes akan menyajikan profil dari keempat pastor muda yang ditahbiskan di Paroki Balai Sebut beberapa waktu yang lalu.
Sosok: Empat Imam Kapusin

Pastor Lorenzo Helli, OFM Cap 

Anak pertama dari empat bersaudara. Pastor yang baru saja berumur 31 tahun pada tanggal 18 April lalu ini memang sejak kecil ingin sekali menjadi pastor. Beliau sangat terpesona ketika melihat jubah imam-imam Kapusin ketika aktif di gereja sebagai anggota SEKAMI. Itulah yang melahirkan sebuah tekad yang kuat dalam diri Pastor Lorenzo untuk menjadi seorang pastor Kapusin.
Beliau memiliki moto “Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjadi penjala manusia.” Moto tersebut diambil dari perkataan Yesus kepada Petrus ketika Ia menunjuknya sebagai salah satu rasul-Nya setelah membuat mukjizat di danau Genesaret yang sedang mengalami kelangkaan ikan. Pastor Lorenzo berpesan kepada kita semua bahwa semua orang itu dipanggil untuk melayani sesame sesuai dengan bidangnya masing-masing dalam semangat persaudaraan. Ia juga berpesan bagi orang-orang muda yang memiliki panggilan untuk hidup membiara agar jangan takut terhadap panggilan tersebut. Coba saja.
 
Pastor Kristian Mariadi, OFM Cap

Pria kelahiran 19 Maret 1987 ini sejak kecil tidak pernah terlintas di pikirannya untuk menjadi seorang imam. Ia mulai menyadari panggilannya ketika memperhatikan keadaan gereja di sekitarnya di mana imam yang melayani sangat sedikit sedangkan umat sangat banyak. “Dulu itu hanya ada dua pastor yang melayani di banyak stasi, itulah mengapa saya ingin membantu mereka dengan menjadi pastor.” Itulah yang dikatakan pastor yang merupakan anak kelima dari enam bersaudara saat diwawancarai oleh Bulletin Likes. Ketika masih menjadi Frater, Pastor Kris memiliki beberapa pengalaman lucu dan seru seperti tidak mendapatkan konsumsi ketika melaksanakan turney ke sebuah stasi pada hal sudah malam, harus meninggalkan motor di tengah hutan dan berjalan kaki ke sebuah stasi karena jalan yang ditempuh dilanda banjir. Tapi semua itu tidak menyurutkan semangat dan tekadnya untuk menjadi seorang imam.

Beliau memiliki moto “Sesungguhnya aku adalah hamba Tuhan. Jadilah padaku menurut perkataan-Mu itu.” Moto tersebut diambil dari perkataan Bunda Maria saat dikunjungi oleh Malaikat Gabriel dan diberi kabar bahwa Ia akan mengandung. Kata-kata tersebut merupakan penyerahan diris ecara total kepadaTuhan. Menjadi seorang imam pun merupakan bentuk penyerahan diri yang total dan radikal demi kemuliaan Tuhan. Beliau berpesan kepada kaum muda agar maju saja bila memiliki keingian untuk hidup membiara. Dan untuk para orang tuas upaya jangan menghalangi keinginan tersebut, karena akan menyusahkan anak itu sendiri. “Kalau mau hidup membiara itu kalau nggak dicoba ga bakal jadi,” tegasnya.

Pastor Dominikus Dedy Sabemayono, OFMCap

Ahe gek kao kasihka’ Aku? Begitulah moto panggilan Pastor Dedi. Moto tersebut kemudian dijawabnya dengan kalimat “Ya! Saya mengasihi Engkau!” Anak ketujuh dari delapan bersaudara ini merupakan pastor termuda dari keempat pastor Kapusin yang baru saja ditahbiskan di Paroki Balai tersebut beberapa waktu yang lalu. Kemampuanya dalam memainkan berbagai macam alat musik seperti gitar, biola dan piano memberikan warna tersendiri bagi sosok berjanggut tersebut.

Masa-masanya ketika menjadi frater dihiasi berbagai macam pengalaman yang seru seperti jatuh bangun di jalan berlumpur ketika turney ke pedalaman saat musim hujan. Salah satu pengalaman jatuh Pastor Dedi yang menarik adalah ketika ia terjatuh dalam perjalanan pulang dari Aris. Saat terjatuh, ia melihat sebuah bunga berbentuk hati yang memiliki corak seperti salib Tao di tengahnya. Bunga tersebut juga memiliki garis-garis yang bersusun-susun ke kiri dan ke kanan. Seketika itu juga, pastor berjanggut ini jatuh hati terhadap bunga tersebut karena ia menganggap bunga tersebut menggambarkan perjalanan hidupnya. Pastor Dedhy berpesan kepada kaum muda untuk aktif mengikuti berbagai macam kegiatan OMK. Masa depan kaum muda masih panjang. Kegiatan-kegiatan OMK sangat penting untuk mempersiapkan kaum muda Katolik supaya dapat menjadi penerus gereja.

Pastor Alfonsus Hengky Musa, OFM Cap 

Pastor yang dulu sempat bertugas sebagai frater di paroki Singkawang selama satu tahun ini juga sejak kecil tidak pernah terlintas di dalam benaknya untuk menjadi seorang pastor. Barulah saat beliau duduk di bangku SMA di Nyarumkop niat tersebut muncul. Pada saat itu beliau merasa haus dan berniat memetik buah kelapa. Saat berada di atas pohon kelapa, pelepah yang dipegangnya terlepas dan ia pun terjatuh dari pohon tersebut. Sesaat sebelum menyentuh tanah, ia bernazar apabila ia selamat dari peristiwa ini, ia akan menyerahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan. Dampak yang diterima anak bungsu dari empat bersaudara ini cukup fatal. Ia susah sekali berjalan dan bangun dari tempat tidur selama tiga bulan. Menya dari bahwa hidupnya terselamatkan dari ambang kematian, ia pun memutuskan untuk menjadi seorang imam.

Beliau memilki moto “Baiklah aku pergi ke sana untuk melihat penglihatan yang hebat itu.” Moto tersebut diambil dari kitab Keluaran 3:3 yang merupakan perkataan Nabi Musa ketika melihat nyala api pada semak-semak namun tidak membakarnya. Moto itulah yang membulatkan tekadnya untuk menjadi Imam Kapusin. Pastor kelahiran 10 Agustus 1986 ini menggemari sebuah lagu Once yang berjudul Aku Cinta Kau Apa Adanya. Menurutnya, lagu tersebut sangat menggambarkan Yesus yang mencintai tanpa syarat dan mau mendampingi siapa saja tanpa pandang bulu. Beliau menyarankan supaya kaum muda sering bergaul dan berkumpul di dalam kegiatan OMK. “Kalau kumpul ramai-ramai dengan OMK, kecenderungan untuk berbuat jahat dan negative akan berkurang,” tegasnya.
(Gebot)

9 Jun 2017

Dengan Iman Kristiani, Cermat dalam Mengolah Isu Sara

Dengan Iman Kristiani, Cermat dalam Mengolah Isu Sara


Palu hakim telah diketuk dengan vonis 2 tahun penjara untuk Basuki Tjahja Purnama alias Ahok. Namun drama itu belum berakhir. Di berbagai kota di Indonesia muncul aksi lanjutan sebagai bentuk ekspresi masyarakat terhadap putusan atas Ahok. Kekhawatiran munculnya efek domino negatif di berbagai daerah seperti bom waktu yang siap meledak kapan pun. Akar rumput yang tidak kasat mata sudah mulai menimbulkan riak dan benih-benih konflik yang tidak bisa dianggap sepele. Apalagi dengan mudahnya akses media sosial dan informasi rawan untuk dijadikan alat provokasi. Tidak terkecuali di Kota Singkawang.

Lalu bagaimana pandangan Kristiani akan hal ini? Tanpa kita sadari ternyata kasus Ahok yang keberadaannya ribuan kilometer dari sini secara perlahan namun pasti mengangkat sentimen kita. Membuat kita ingin berpendapat dan tanpa disadari kita melakukannya. Bahkan kita mengadopsinya dalam lingkungan gereja. Apa yang dirasakan oleh Ahok seperti mewakili perasaan umat Kristiani di Indonesia. Dianggap kafir, minoritas dan menistakan agama yang notabene mayoritas. Tuduhan berlabel Suku Agama Ras dan Antorgolongan (SARA) disematkan padanya. Lalu perlukah dukungan gereja dan umat Kristen terhadap Ahok? 

Ketika kata ‘kafir’ yang memang ada di dalam kitab suci agama Islam diangkat di ranah publik kemudian diucapkan berkali-kali dan terus menerus, tentu saja melukai perasaan umat dengan agama yang berbeda. Begitu pula dengan kata ‘minoritas’ dan ‘mayoritas’. Saya sendiri merasa tidak ada kata ‘minoritas’ dan ‘mayoritas’ di negara ini. Sebab sejak dahulu sampai sekarang negara Indonesia terbentuk karena keberagaman, bukan karena ‘siapa yang lebih banyak’. Setiap orang dilindungi hak-hak hidup dan berpolitiknya. 

Semua orang mungkin tahu kalau Pilkada DKI telah dieksploitasi menjadi isu SARA demi keuntungan segelintir orang. Berdampak pada Gerakan Bela Islam hingga berjilid-jilid meminta Ahok dihukum. Lalu muncul pertanyaan perlukah ada dukungan khusus  buat Ahok sebagai penyeimbang Gerakan Bela Islam tersebut dari umat Kristiani?

Menurut saya, Gereja tidak perlu terpancing dalam polarisasi dukung mendukung. Tidak perlu melakukan aksi dan mengeluarkan pernyataan yang justru akan memunculkan masalah baru dan berakibat pada perpecahan di Singkawang. Mungkin kita perlu membuka lagi Tri Kerukunan Umat Beragama yang telah lama terlupakan dan menghayatinya kembali.

Sentimen-sentimen balasan akan aksi lilin yang marak diberbagai kota mulai sedikit terasa. Tentu saja pada akhirnya sayup terdengar kalimat minor yang dapat berubah menjadi pemicu aksi provokasi. Saat ini bangsa kita seperti sedang dirongrong menjelang seabad berdirinya Negeri Rayuan Pulau Kelapa. Terorisme dan aksi separatis tidak ada habisnya, korupsi merajarela dan narkoba menyebabkan kondisi negara darurat. Kenapa tidak berbuat sesuatu yang lebih bermanfaat untuk semua daripada hanya mengedepankan kepentingan pribadi dan golongan. Kalau kita ingat bagaimana negeri kita didirikan dengan darah nenek moyang kita sendiri, lalu apa harus kita hancurkan dengan perang saudara yang juga meneteskan darah kita dan keturunan kita? 

Seharusnya kita sudahi segala aksi tolak menolak dan dukung mendukung dengan kekerasan. Kita dapat menyelesaikan semuanya dengan musyawarah. Saling mendinginkan satu dengan yang lain. Palu telah diketuk, putusan telah dibacakan dan lilin-lilin sebagai gambaran ekspresi telah dinyalakan. Saatnya bersih-bersih dan kembali jaga keutuhan dan keberagaman.    

Gereja memandang bahwa bisa saja sikap dukung mendukung akan mudah dipolitisasi pihak lain dengan kekuatan media sosial lalu dibelokkan sesuai kepentingan kelompok tertentu yang tidak ingin Indonesia maju. Gereja harus lebih tenang, objektif, dan perbanyak jaringan dengan kelompok agama lain dan komunitas lain yang memiliki visi misi sama dalam menguatkan keutuhan NKRI.

Kita bisa memulainya dari diri kita sendiri. Tidak menjadi kelompok atau pribadi eksklusif yang tertutup dengan orang lain yang berbeda, tapi jadilah inklusif dan membangun jejaring sebanyak mungkin. Umat Kristen tidak perlu ikut-ikutan ke jalan, cukuplah kita berdoa. Kalau berdoa masuklah dalam kamar. Sejenak kita perlu diam dan hening supaya dapat menemukan yang sejati, pokok, inti dalam hidup dengan kepedulian dan kesederhanaan.

Menilik ke belakang, dalam beberapa kasus Gereja sering terbawa arus, terbawa isu SARA. Sebab itu Gereja sebaiknya tidak menghangatkan isu SARA, apalagi ikut merespon atau membalas media sosial yang tujuannya tidak baik dan melakukan aksi-aksi yang provokatif. Sebagai umat Gereja yang diajarkan untuk mengasihi dan mengampuni sesama, penting bagi kita menjaga netralitas ke-nabi-an Gereja bagi perkembangan demokrasi nasional. 

Semoga dengan netralitas Gereja kita tidak perlu masuk dalam ranah politik praktis dan mencampurnya dengan kehidupan gerejawi. Mari bersama kita jaga keutuhan dan kesatuan NKRI dengan kebhinekaan yang menjadi ciri khas kita dan toleransi antar umat beragama dalam iman Kristiani. (Sabar Panggabean)

30 Jun 2015

TENDA CINTA OMK DALAM KEMPING ROHANI

TENDA CINTA OMK DALAM KEMPING ROHANI

 


Momen pertama 13 Mei 2015, langkah kaki kompak penuh semangat menuju gereja Paroki St. Fransiskus Asisi Singkawang dengan penuh suka cita. Tepat pukul 15.00 Wib, semua anggota Orang Muda Katolik (OMK) yang hadir untuk mengikuti  Kemping Rohani bersiap-siap untuk berangkat ke Pantai Cemara (Fa Jie Land). Suasana menjadi sunyi ketika Pastor Gathot  memimpin doa sebelum keberangkatan, namun di balik kesunyian tersebut tersemat senyum semangat dan hati penuh harapan dari setiap titik aura yang berdoa. Setelah berdoa kami pun berkonvoi menuju ‘pantai OMK penuh harapan’, ucap salah satu anggota OMK yang antusias untuk segera sampai ke tempat tujuan.

Setelah menempuh perjalanan selama lebih kurang 45 menit dengan kecepatan rata-rata 40 km/jam, maka tiba saatnya rombongan OMK menderai tawa dan semangat untuk menikmati suasana pantai. Banyak acara yang telah disiapkan oleh panitia, setelah bersenang-senang dengan beberapa permainan yang digagas oleh panitia. Tepat pukul 18.00 Wib teman-teman OMK bergegas untuk mandi dan makan bersama. Seusai makan, tiba saatnya a melanjutkan permainan yang dipandu oleh Bruder Flavianus MTB, Frater Ferdinand OFMCap, Trifonia Tili, Yudhistira dan Santo Satriawan.

Acara Kemping Rohani tersebut membuka cakrawala OMK untuk tersenyum hangat melihat gereja-Nya penuh sukacita karena Kasih Persaudaraan, terbukti malam itu cuaca sangat mendukung dan bersahabat. Senyum dan kehangatan melawat setiap pribadi yang mengikuti permainan tersebut. Tawa suka-cita terpancar saat mata saling bertatapan menyapa antara satu dan lainnya dalam permainan ‘Mengungkapkan Cinta’ dan masih banyak lagi permainan yang tidak kalah serunya. Memang perlu kita sadari bahwa begitu besar dan kuat peran semangat  OMK untuk membangun Gereja yang pasif menjadi aktif. Kekompakan dan semangat tersebut dapat kita lihat dari peran OMK dalam liturgi gereja maupun kegiatan-kegiatan lain yang mendukung aktifnya gereja. Kini OMK bukan hanya membangun semangat  dalam gereja (bangunan secara fisik) tapi di luar dan lapangan terbuka pun OMK membuktikan bisa membangun gereja (anak Allah/umat Allah) yang aktif. Setelah acara permainan selesai, tepat pukul 24.00 WIB semua diwajibkan masuk ke dalam tenda untuk istirahat.

Momen kedua 14 Mei 2015 juga menjadi sejarah bagi OMK karena hari ini akan ada pemilihan ketua OMK yang baru. Pukul 04.00 WIB semua OMK membuka mata dan hatinya untuk bersiap-siap mandi dan merayakan Misa Ekaristi Kenaikan Yesus Kristus yang di pimpin oleh Pastor Stephanus Gathot Purtomo, OFMCap. Dalam suasana misa di alam terbuka tepatnya di pinggir pantai, OMK dapat melihat dan merasakan sosok seorang pastor paroki yang familiar dan penuh hangat kedamaian yang kerap disapa Pastor Gathot dan seorang frater yang tidak asing lagi dengan penampilan dan gaya kocaknya, Frater Ferdinand OFMCap serta Bruder Flavianus MTB yang selalu tampak ceria menjadi inspirator dan motivator bagi kaum muda untuk selalu semangat dalam berkarya dan bertindak demi gereja tercinta.

Mudah-mudahan ada OMK yang terpanggil mengikuti jejak dalam kehidupan membiara. Selesai misa dan makan pagi tampak kegembiraan OMK muncul ketika sesi permainan dimulai kembali, “Saat itulah kami mulai saling mengenal antara satu dan yang lainnya dan membangun keakraban,” komentar salah satu anggota OMK dari Stasi Sagatani saat diwawancarai.

Sekitar 40’an OMK menggegapgempitakan semangat muda untuk bersama-sama saling menyemangati dan mengenal saudara seiman yang dihadiri oleh beberapa OMK dari berbagai Kring dan Stasi antara lain Stasi Sagatani, Sijangkung, Roban serta OMK dari pusat Paroki St. Fransiskus Asisi Singkawang sendiri. Setelah bersenang-senang, kini saatnya dilangsungkan pemilihan Ketua OMK Paroki St. Fransiskus Asisi Singkawang yang baru, menggantikan Saudari Tili. Pemilihan dimulai dengan kandidat yang telah dipilih menjadi calon ketua OMK dan akhirnya nama Ayu terpilih menjadi pemenang dalam pemilihan demokrasi OMK. Terima kasih kepada Trifonia Tili yang sudah berkarya baik untuk membangun organisasi OMK selama tiga tahun silam. Sungguh momen dan sejarah yang tak bisa dilupakan. Semoga semangat dan persatuan persaudaraan dan Cinta Orang Muda Katolik selalu hidup dan menjadi citra yang baik untuk gereja dan lingkungan masyarakat. Amin. Selamat kepada Ayu. Selamat berkarya. Salam OMK! (SS)

26 Okt 2015

MELAYANI DEMI KEMULIAAN NAMANYA

MELAYANI DEMI KEMULIAAN NAMANYA


Singkawang, Kamis, 24 September 2015 pukul 10.00 Wib, bertempat di Aula Paroki Singkawang  para undangan baik dari awam maupun religius berkumpul untuk memilih ketua Dewan Pastoral Paroki (DPP) St. Fransiskus Assisi Singkawang, Keuskupan Agung Pontianak periode 2015-2018.

Peserta yang hadir terdiri dari seluruh tokoh umat Katolik Singkawang, baik pengurus DPP lama, perwakilan stasi, wilayah, lingkungan, kring, organisasi maupun utusan dan beberapa lembaga religius yang berkarya di Paroki Singkawang. Acara ini dipandu langsung oleh  Bapak Ignas Nandang, S.Kep, Ners sebagai Master of  Ceremonial (MC) dengan ramah dan humanis.

Sebelum masuk pada termin pemilihan ketua DPP baru, MC mengajak peserta yang hadir bersama-sama memohon bimbingan Roh Kudus agar yang terpilih sungguh mau melayani umat di paroki sekaligus sebagai sayap kiri pastor paroki. Doa pembukaan  dipimpin langsung oleh Br.Flavianus, MTB, kemudian diteruskan dengan pembacaan laporan pertanggungjawaban ketua DPP periode 2012-2015.

Bapak Ambrosius Kingking, SH  menyampaikan secara terbuka kegiatan-kegiatan dan program yang telah dilakukan para pengurus  DPP lama selama satu periode baik yang terprogram, terencana dengan baik dan berjalan lancar. Setelah itu lagi-lagi MC memberi kesempatan kepada narasidang untuk memberi tanggapan atas laporan tersebut. Bapak Y. Kaswin selaku seksi pastoral keluarga memberi masukan agar sekiranya dari seksi pastoral keluarga dideskripsikan secara detail yang selama ini sudah dijalankannya dengan penuh tanggungjawab di lingkungan atau wilayah kota Singkawang dan sekitarnya.

Selain itu muncul ide baru dari Bapak Drs. Titus Pramana, M.Pd agar pada kepengurusan periode berikutnya ada seksi khusus pemerhati sekolah Katolik yang ada di Paroki Singkawang. Menurut ketua koordinator pengawas Dinas Pendidikan  Kota Singkawang yang sekaligus  dipercaya oleh pemerintah sebagai tim akreditasi sekolah-sekolah yang ada di Kalbar baik tingkat kota maupun kabupaten ini, bahwa wacana untuk pemerhati dalam bidang pendidikan, paroki mempunyai hak dan kewajiban untuk membantu mutu sekolah yang ada sebagai mana telah diatur dalam kitab hukum kanonik Gereja Katolik. 

Pada Segmen selanjutnya MC mengundang semua peserta untuk memilih ketua DPP periode 2015-2018. Tidak memakan waktu lama, maka muncul nama yang tak asing lagi yaitu Ambrosius Kingking, SH yang kembali dipercaya untuk memimpin dan melayani umat untuk periode 2015-1018. Semua umat yang hadir memberi aplaus dan apresiasi atas kesanggupannya  sebagai dukungan dan penyemangat bagi Ambrosius dalam mengembangkan tugas yang dipercayakan kepadanya. “Pastor dan bapak ibu yang terkasih, sebenarnya saya belum siap melaksanakan tugas yang mulia ini, namun karena ini adalah pelayan di gereja saya bersedia untuk menerima tugas mulia ini tanpa paksaan tetapi tulus dan Iklas,” mengawali  sambutan dari ketua DPP periode 2015-2018 yang juga merupakan Lurah Sagatani ini semakin menguatkan Pastor Gathot dalam sambutan terhadap ketua DPP terpilih. “Saudara/i terkasih, sejarah Gereja Katolik membuktikan bahwa sejak Konsili Vatikan ke-2, Pintu Gereja semakin terbuka untuk menghirup udara segar, di mana peran awam sangat kuat dalam membantu dan melayani untuk keberlangsungan Gereja Katolik hingga kokoh dan kuat kepemimpinannya sampai saat ini,” ungkap penyuka sinema Humaniora ini. Lanjutnya bahwa gereja yang terkesan dengan model ‘piramid’ dirombak total menjadi gereja berbentuk ‘comunio’, di mana kita semua bersatu untuk mewartakan visi dan misi kerajaan Allah di muka bumi ini tanpa disekat oleh gelar atau jabatan semuanya saling melayani.” Tepukan tangan meriah dari semua yang hadir menutup rangkaian dalam sambutan imam yang penuh pesona ini dengan mantap.

Sebelum mengakhiri kegiatan ini ketua DPP terpilih memilih pengurus inti dan seksi-seksi untuk membantu dalam kegiatan kegiatan berikutya. Selain itu untuk memperlancar kinerja pengurus inti maka lahirlah seksi-seksi berikut ini, yaitu sejumlah 9 seksi dan 1 seksi masih dalam wacana. Adapun bidang-bidang tersebut adalah liturgi, pewartaan, pembinaan iman anak, hubungan antar agama dan kepercayaan, pastoral keluarga, sosial paroki/pengembangan sosial ekonomi (PSE), humas, kepemudaan, inventaris/asset  gereja dan satu dalam tahap penjajakan yaitu: komisi pemerhati mutu sekolah Katolik yang ada di Paroki Singkawang. Selain itu tidak luput juga perwakilan organisasi dan dari lembaga religius yaitu Pemuda Katolik (OMK), Wanita Katolik RI, ISKA, PDKK, Legio Maria, PPKS  dan dari religius regular dan sekular yakni Kongregasi Suster SFIC, MTB dan OFS.

Semoga yang terpilih dapat melaksanakan job description tugasnya sehingga semuanya berjalan dalam visi misi yang sama yaitu melayani umat demi kemuliaan nama-Nya di muka bumi dan di surga. (Bruf)


17 Agu 2018

100% KATOLIK 100% INDONESIA ALA GEREJA ST FRANSISKUS ASSISI DI 73 TAHUN HUT RI

100% KATOLIK 100% INDONESIA ALA GEREJA ST FRANSISKUS ASSISI DI 73 TAHUN HUT RI




Suasana hening dan khidmat terasa jelas di halaman Gereja Katolik St Fransiskus Assisi Singkawang pada rambang petang 17 Agustus 2018. Pukul 17.10 WIB, gereja yang berada di jalur protokol Singkawang ini menggelar upacara penurunan bendera dan dilanjutkan misa syukur atas 73 tahun kemerdekaan RI.

Bertindak selaku inspektur upacara adalah pastor paroki, Pastor Stephanus Gathot Purtomo, OFM.Cap, sedangkan komandan upacara adalah Serma Matius dari RINDAM XII/TPR. Untuk personil TNI sendiri diturunkan 8 orang dari RINDAM dan 2 orang dari KODIM 1202 Singkawang. Sementara petugas penurun bendera, paduan suara serta petugas liturgi lain dipercayakan pada Sekolah Menengah Atas St Ignatius Singkawang.

Usai upacara penurunan bendera digelar, prosesi berikutnya dilanjutkan dengan misa syukur. Bertindak sebagai selebran utama adalah Pastor Gathot dan konselebran, Pastor Fidelis, OFM.Cap. Dalam misa yang berdurasi 1,5 jam ini tak putus lagu pujian maupun lagu wajib nasional dikumandangkan. Pada homili singkatnya, Pastor Gathot menitikberatkan tema HUT RI ke-73 dengan menyampaikan kepada umat, "Kerja KitaAdalah Prestasi Bangsa" dan tidak lupa mengajak umat untuk selalu mensyukuri berkat merdeka yang telah diperjuangkan dan diraih oleh para pejuang serta tak putus mengisinya dengan karya yang mampu mengangkat harkat derajat bangsa. 

Bahwasanya bukan hal baru gereja Katolik Paroki Singkawang menggelar misa perayaan syukur Hari Kemerdekaan RI, namun penambahan upacara penurunan bendera kiranya baru dilaksanakan dua tahun terakhir. "Besar harapan gereja dengan penambahan upacara penurunan bendera  umat akan meresapi semangat nasionalis dan patriotisme dalam kehidupan imannya, 100% Katolik, 100% Indonesia!" ungkap pastor paroki ketika ditemui usai memimpin misa.

Tidak berhenti sampai di situ, usai misa syukur digelar, umat yang hadir juga diajak untuk menikmati hidangan ala kadarnya yang telah dipersiapkan oleh pihak gereja. Hal ini juga merupakan salah satu bentuk rasa syukur gereja dalam rupa berkat yang bisa dinikmati oleh seluruh umat di hari merdeka. (Hes)



Terkirim dari tablet Samsung.

16 Sep 2016

Kaum Berkerudung di Sekitar Altar Tuhan

Kaum Berkerudung di Sekitar Altar Tuhan

“Mari ber-mantilla bagi Tuhan!” Begitulah seruan kami anak-anak Misdinar St. Tarsisius Paroki Singkwang demi mengajak Anda terutama para wanita Katolik untuk berpakaian sopan dan sederhana serta memakai atau membangkitkan kembali ‘tradisi tua’ dalam Gereja Katolik ini. Usaha sosialisasi ini kami awali dengan menghadap Bapa Uskup untuk mendapatkan izin, lalu dilanjutkan dengan membuat foto dan video project yang kami unggah ke laman Instagram kami @ppasttarsisiusskw dan laman youtube kami, Misdinar St. Tarsisius Singkawang. Tentu ini mendapat respon yang menyenangkan, baik dari umat Paroki Singkawang maupun umat dari berbagai pulau seberang. Sering sekali kami melihat baik wanita maupun pria Katolik ketika menghadiri misa menggunakan pakaian yang tidak pantas. Hal ini sangat perlu untuk diperhatikan karena secara khusus apa yang kita kenakan ketika menghadap Allah, tidak lagi memberikan kesan bahwa Allah hadir di tengah-tengah kita. Namun, ada juga umat yang pergi misa walaupun memakai pakaian yang pantas, tetapi hati dan pikirannya melayang jauh dari misa kudus. Misa akhirnya tampak tidak lagi berbeda seperti acara-acara sosial lainnya. Akibatnya, perayaan Ekaristi menjadi kehilangan maknanya sebagai misteri yang kudus dan agung.

Mungkin kebanyakan orang tidak mengetahui apa itu mantilla atau mungkin ada tanggapan dari orang “Ngapain sih ikut-ikutan agama sebelah pakai kerudung segala?” Ups, jangan berpikiran sempit! Mantilla adalah kerudung atau tudung kepala yang dipakai oleh wanita Katolik saat akan menghadiri perayaan Ekaristi kudus yang terbuat dari bahan brokat yang ringan. Tradisi ini sudah cukup lama ada dalam gereja kita dan mempunyai julukan “Kerudung mempelai Kristus” dimana kita memakainya hanya saat Misa. Jadi, kerudung tidak hanya milik saudara-saudara kita umat Muslim, tetapi di dalam gereja kita cukup mengenal dekat dengan tudung kepala yang satu ini. Kerudung Misa merupakan salah satu bahkan mungkin satu-satunya devosi yang sangat spesifik untuk perempuan. Berkerudung Misa adalah sebuah kehormatan bagi para perempuan dan ini memampukan mereka untuk  memuliakan Allah dengan seluruh keperempuanan mereka serta dengan cara-cara yang khas dan feminin. Kerudung Misa adalah tradisi tua, tradisi kuno yang indah, dan ia menunjukkan nilai dan pentingnya wanita. Itu bukan alat untuk merendahkan wanita atau mengecilkan mereka; itu adalah sebuah kehormatan.

Pemakaian mantilla sendiri pernah diwajibkan oleh Gereja Katolik dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK tahun 1262).Namun setelah direvisi dalam Konsili Vatikan ke II, mantilla pun akhirnya tidak diwajibkan pemakaiannya namun tidak melarang bagi umat yang hendak memakainya (dianjurkan). Sehingga masih ada umat di beberapa belahan dunia  yang masih memegang dan mempertahankan tradisi ini. Kerudung Misa adalah alat devosi pribadi yang dapat membantu kita lebih dekat dengan Yesus dan sebagai tanda ketaatan dan tanda memuliakan TUHAN.Wanita yang memakai kerudung Misa, mengingatkan kita semua bahwa Ekaristi bukanlah pertemuan sosial biasa, bukan acara untuk ramah tamah terhadap sesama kenalan kita. Mantilla tidak hanya dipakai oleh Putri Altar saat bertugas, tetapi juga bisa dipakai oleh wanita Katolik lainnya.
 
Penggunaan mantilla terus berkembang seiring masuknya perayaan Misa Formaekstraordinaria (Misa Latin) di tanah air. Dalam misa tersebut, para wanita diharuskan memakai mantilla, sedangkan dalam misa yang sering kita rayakan ini, tidak ada kewajiban penggunaannya namun sangat dianjurkan bagi kaum hawa. Karena tradisi ini dipandang sangat baik dan tidak bertentangan dengan nilai iman sejati, maka tradisi ini pun mulai dibangkitkan kembali kepada umat Katolik di Indonesia. Namun Yesus adalah Yesus yang sama, maka mantilla bisa dipakai dalam misa apapun, tidak terbatas dalam misa latin saja melainkan bisa juga di dalam misa biasa yang sering kita rayakan di gereja. Wanita yang menudungi kepalanya, secara simbolis menyampaikan pesan berharga kepada para lelaki: ‘tubuhku adalah bait Allah yang kudus, karenanya perlakukanlah tubuhku dengan rasa hormat yang besar. Tubuh dan kecantikanku bukanlah objek yang bertujuan memuaskan hasrat yang tidak teratur yang ada pada dirimu. Aku adalah citra Allah, oleh karena itu hormatilah dan hargailah aku.’ Kerudung Misa mengingatkan pria akan perannya sebagai penjaga kesucian, seperti St Yosef yang selalu melindungi dan menjaga Bunda kita, Perawan Maria. Dengan demikian, Allah dapat kita muliakan dengan cara menghormati dan melindungi keindahan dan keagungan martabat wanita. 

Menggunakan kerudung juga merupakan suatu cara untuk meneladani Maria, dialah yang menjadi role model (panutan) bagi seluruh wanita. Bunda Maria, Sang Bejana Kehidupan, yang menyetujui untuk membawa kehidupan Kristus ke dunia, selalu digambarkan dengan sebuah kerudung di kepalanya. Seperti Bunda Maria, wanita telah diberikan keistimewaan yang kudus dengan menjadi bejana kehidupan bagi kehidupan-kehidupan baru di dunia. Oleh karena itu, wanita mengerudungi dirinya sendiri dalam Misa, sebagai cara untuk menunjukkan kehormatan mereka karena keistimewaan mereka yang kudus dan unik tersebut.

Pemakaian mantilla memiliki dasar bibliah yaitu terdapat di dalam 1 Korintus 11:3-16;“Pertimbangkanlah sendiri: patutkah perempuan berdoa kepada Allah dengan kepala yang tidak bertudung?” “Tetapi tiap-tiap perempuan yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang tidak bertudung, menghina kepalanya” “Sebab itu, perempuan harus memakai tanda wibawa di kepalanya oleh karena para malaikat.”Ayat inilah yang menjadi salah satu dasar sosialisasi penggunaan kembali mantilla juga alasan dari umat yang mempertahankan tradisi ini. Paulus dalam suratnya tersebut sebenarnya ingin menegur cara berpakaian Jemaat di Korintus mengenai pakaian saat di gereja dan budaya yang sedang berkembang di sana pada saat itu, dimana wanita yang tidak menudungi kepalanya akan dicap sebagai ‘wanita nakal’ dan ‘orang-orang yang tidak ber-Tuhan.’ Namun, tidak ada salahnya bukan jika tradisi kuno yang indah ini kita gunakan kembali dalam Perayaan Ekaristi?

Seorang wanita yang berkerudung Misa pada dasarnya sedang menunjukan eksistensi Allah. Sebuah tanda kerendahan hati seorang wanita, yang ingin menudungi mahkotanya (rambut) di hadapan Allah. Karena ia tidak berkerudung di tempat lain, ia hanya berkerudung di hadirat Sakramen Maha Kudus. Seperti halnya Tabernakel (Kemah Roti/lemari yang berisi Hosti Kudus) yang menjadi pusat di dalam gereja kita. Jika di dalam Tabernakel tersebut berisi Hosti yang sudah dikonsekrasi, tentu akan diselubungi dengan kain. Selain itu, jika Sibori yang di dalamnya terdapat hosti kudus, akan selalu diselubungi dengan kain yang menandakan bahwa ada Tubuh Tuhan di dalamnya. Piala yang berisi Darah Kristus, akan ditudungi dengan kain. Meja Altar ditutupi kain (kecuali saat perayaan Jumat Agung, dimana Hosti Kudus tidak ditempatkan dalam Tabernakel di gereja). Begitu juga bagi perempuan yang menudungi dirinya dengan tudung kepala saat Misa. Ia menunjukan hadirat Tuhan yang Maha Kuasa, yang hadir dalam Perayaan Ekaristi. Jadi kerudung Misa adalah tanda yang paling jelas bahwa ada sesuatu yang spesial, indah, dan kudus yang sedang terjadi di tempat itu, yaitu tanda bahwa Allah sungguh-sungguh hadir!



Sebenarnya, menudungi hati dan kepala dengan mantilla tidaklah menyembunyikan kecantikan seorang perempuan, melainkan memancarkannya dengan cara yang istimewa dan penuh kerendahan hati, seperti halnya dengan para ciptaan kudus lainnya dari Allah yang menudungi kepala mereka (St Perawan Maria, St Bernadete, St Theresia dari Lisieux, Bunda Theresa, biarawati yang menjadi Santa, dll). Tetapi, bermantilla merupakan ekspresi iman bukan sekedar fashion kekinian.

Banyak wanita yang benar-benar telah menudungi hati, pikiran dan kepala mereka saat misa, merasakan damai, beban duniawi terasa pergi menjauh, ketenangan dan cinta yang lebih besar dan lebih mendalam kepada Tuhan. Mereka merasakan suatu kebebasan dimana mereka bisa menghayati dan lebih fokus pada Perayaan Ekaristi. Memang terkadang pikiran kita saat misa suka melenceng kemana-mana: apakah saya harus pergi ke supermarket, jemuran sudah kering atau belum, menu apa yang ingin saya masak saat makan siang? Tetapi, ketika Anda masuk ke gereja dengan berkerudung, itu bagaikan suatu petunjuk untuk berhenti. Semua pikiran itu harus disingkirkan dan Anda harus memberikan seluruh perhatian Anda kepada Tuhan. Ada sebuah keheningan dalam jiwa saat kita mengenakan kerudung Misa. Kerudung itu menarik kita kepada Yesus. Kerudung menarik kita ke dalam suasana doa. Ia membuat kita ingin menjadi kudus. Ia menarik kita kepada apa yang berada jauh di dalam diri kita, sebuah inti feminim yang dimiliki oleh para wanita.

Jika seandainya Anda adalah seorang wanita yang memakai mantillamu saat misa, dan Anda menjadi takut dan malu karena dilihat, dicibir bahkan ditegur oleh orang banyak di dalam gereja karena dianggap ikut-ikutan agama lain, INGATLAH! Bahwa apa yang mereka katakan bukanlah tujuanmu sama sekali. Kamu harus tahu, siapa yang ingin kamu lihat di gereja. Kamu datang bukan untuk melihat orang-orang itu. Tetapi kamu datang untuk melihat Tuhan! Anda tidak perlu peduli dengan apa yang orang pikirkan, tetapi Anda harus peduli pada apa yang Tuhan pikirkan tentang dirimu. Tetaplah fokus pada cinta dan keimananmu kepada Tuhan. Ini bukan tentang, “Hei, lihat saya! Saya lebih suci daripada kamu!” Tidak!. Ini adalah tentang saya menunjukkan penghormatan, ketundukan, dan cinta kepada Yesus. Itulah tujuannya!

Memang benar, memakai mantilla saat Misa memerlukan pertimbangan dan  kesiapan batin yang begitu mendalam. Tetapi, hal itu merupakan langkah awal yang bagus dengan memaknai maksud dan arti dari mantilla itu sendiri. Kami Misdinar St Tarsisius mendoakan Anda semua semoga suatu saat dapat menemukan keberanian untuk memakainya dan menikmati kasih Tuhan lebih mendalam lagi. Dan terus ikuti perkembangan sosialisasi ini dengan mem-follow laman instagram kami di @ppasttarsisiusskw. Ayo bermantilla bagi Tuhan! (Nicolas Gratia Gagasi)
 

27 Feb 2017

PENTAHBISAN TIGA IMAM KAPUSIN DI PAROKI SINGKAWANG


PENTAHBISAN TIGA IMAM KAPUSIN DI PAROKI SINGKAWANG


Suka cita yang luar biasa tengah meliputi hati umat Katolik khususnya di Kalimantan Barat. Kamis, 23 Februari 2013 lalu bertempat di Gereja Santo Fransiskus Assisi Singkawang, tepat pukul 09.00 Wib, digelar misa pentahbisan tiga imam baru antaranya Pastor Aloysius Anong, OFMCap., Pastor Jeneripitus, OFMCap., Pastor Yosua Boston Sitinjak, OFMCap. Bertindak sebagai selebran misa pentahbisan imam adalah Uskup Agung Keuskupan Pontianak, Mgr Agustinus Agus, dan 50-an pastor dari Ordo Kapusin sebagai konselebran.

Pentahbisan ketiga imam baru dari Ordo Kapusin ini berlangsung sangat meriah dan dihadiri oleh ribuan umat yang memadati gereja yang berada di jalur arteri kota Singkawang itu. Cuaca pada hari itu pun sangat mendukung digelarnya acara akbar tersebut. Pentahbisan imam Kapusin di Paroki Singkawang ini terbilang istimewa mengingat Kota Singkawang sendiri adalah kota bersejarah bagi ordo yang memegang teguh kaul kesucian, ketaatan, dan kemiskinan ini, ya, Kota Singkawang adalah kota pertama kali Kapusin bermisi.

Rasanya sangat pantas pentahbisan imam di kota amoy ini digelar meriah mengingat terakhir kali pentahbisan imam di paroki ini dilakukan hampir dua dasawarsa lalu. Kecintaan umat pada gembala-gembalanya yang berasal dari Ordo Kapusin tergambar jelas manakala dengan penuh semangat seluruh umat yang dikoordinir oleh panitia pentahbisan imam baru berupaya memberikan yang terbaik untuk menyambut tiga gembala barunya.

Pesta untuk menyongsong pentahbisan imam sendiri telah digelar dua malam sebelumnya. Meski pada malam pertama pengunjung dapat dikatakan minim disebabkan oleh hujan yang sempat mengguyur, rasanya segalanya terobati pada malam kedua. Ratusan umat memadati halaman gereja berbaur dengan biarawan, biarawati yang juga terlihat tidak kalah antusias mengikuti berbagai performa dari seluruh pengisi acara. 

Usai ditahbiskan ketiga imam baru tersebut masing-masing akan bertugas di Rumah Retret Tirta Ria, Pontianak, di Paroki Balai Sebut, dan di Paroki Sanggau Ledo. Akhirnya, selamat bertugas untuk ketiga 'kuntum coklat muda' baru, semoga selalu bersetia pada panggilan imamat dan menjadi teladan bagi umat. (Hes)

14 Okt 2017

8 FAKTA MENARIK TENTANG ROSARIO YANG JARANG DIKETAHUI

8 FAKTA MENARIK TENTANG ROSARIO YANG JARANG DIKETAHUI



Rosario adalah salah satu devosi paling populer dalam Gereja Katolik. Umat Katolik biasanya berdoa Rosario baik secara pribadi maupun bersama-sama dalam komunitas doa umat basis.
Biasanya, umat Katolik mendaraskan doa Rosario menggunakan kalung Rosario yang berisi 59 manik. Semua manik itu memiliki makna tersendiri dan sangat membantu dalam berdoa Rosario.
Berhubung bulan Oktober adalah bulan Rosario bagi umat Katolik, ada baiknya kita membahas fakta-fakta unik seputar Rosario. Simak ulasan berikut dan jangan lupa share ya.

Rosario sudah ada sejak abad ke-3

Kalung Rosario suda digunakan sejak abad ke-3 oleh para biarawan/biarawati Timur. Mereka mengembangkan berbagai bentuk Rosario disesuaikan dengan zamannya.
Rosario baru digunakan Gereja Katolik pada abad ke-12. Itu semua karena kerja keras Santo Dominic yang telah menerima pesan dari Bunda Maria. Santo Dominic pula yang menjadi aktor penting dalam menyebarkan devosi ini ke berbagai wilayah saat itu.

Rosario artinya mahkota mawar

Rosario berasal dari kata bahas Latin, rosarium, yang berarti mahkota mawar. Semua itu memiliki makna yang sangat mendalam.
Mahkota mawar diartikan bahwa untaian kalung rosario adalah sebuah kalung mawar. Jadi, saat kita berdoa Rosario, kita diibaratkan tengah berjalan melewati sebuah taman bunga mawar milik Bunda Maria.

Penampakan Bunda Maria di Fatima

Sejarah mencatat bahwa penampakan Bunda Maria di Fatima (Portugal) telah ikut memengaruhi perkembangan doa Rosario. Peristiwa penampakan ini terjadi sebanyak enam kali kepada tiga anak dari Fatima yakni Francisco, Lucia de Jesus dan Jacinta Marto.
Dalam penampakan itu, Bunda Maria berpesan kepada ketiga anak itu untuk memberitahukan kepada seluruh dunia agar selalu berdoa Rosario. Doa Rosario adalah senjata ampuh melawan iblis dan mengalahkan kejahatan.

Dipakai aliran Gereja lainnya

Selama ini, Rosario selalu identik dengan umat Katolik. Namun, tahukah kamu, faktanya, Gereja Turki dan Ortodoks Timur Yunani juga menggunakan Rosario.
Bedanya ada pada jumlah manik-manik. Kedua gereja itu memiliki Rosario dengan 100 manik. Sedangkan Gereja Ortodoks Rusia memiliki 103 manik pada Rosario mereka.
Adapun Rosario Gereja Katolik Roma memiliki 59 manik, yang mana 53 manik ukuran kecil khusus untuk doa Salam Maria sedangkan 6 manik berukuran besar untuk doa Bapa Kami.

Rosario senjata umat beriman

Umat Katolik percaya bahwa Rosario adalah senjata ampuh melawan kuasa kegelapan juga sebagai pelindung dari yang jahat. Untuk itu, kalung Rosario banyak dipakai di leher, disimpan di mobil atau pun selalu dibawa saat bepergiaan jauh.

Paus Rosario

Paus Santo Leo XIII yang hidup pada tahun 1878-1903 dikenal sebagai Paus Rosario atau The Rosary Pope. Gelar ini diberikan kepada mendiang Paus Santo Leo XIII karena sumbangsihnya yang besar dalam mendorong penyebaran Rosario ke seluruh dunia.
Selain Paus Santo Leo XIII, Paus Santo Yohanes Paulus II juga dikenal sangat mencintai Rosario. Dia selalu mendorong umat Katolik seluruh dunia untuk terus berdoa Rosario bagi keselamatan dunia.

Penambahan Peristiwa Terang

Semula doa Rosario hanya terdiri dari tiga peristiwa yakni peristiwa gembira, mulia dan sedih. Namun, pada Oktober 2002, Paus Santo Yohanes Paulus II menambahkan peristiwa terang ke dalam devosi ini.
Kebijakan ini tertuang dalam surat Apostolik Rosarium Vrginis Mariae yang dikeluarkan Vatikan pada Oktober 2002 silam. Penambahan ini semakin memperkaya doa Rosario.

Doa Alkitabiah

Doa Rosario adalah doa yang alkitabiah, artinya didasarkan pada tulisan dalam Alkitab. Melalui doa Rosario, umat Katolik merenungkan perjalanan kehidupan Yesus Kristus juga Bunda Maria. Berdoa Rosario secara tidak langsung ikut merenungkan Alkitab dan menyelami semua karya Kristus.

Rosario adalah doa favorit Bunda Maria

Rosario merupakan doa terfavorit Bunda Maria, Bunda Kristus, Bunda kita semua. Melalui doa Rosario, umat Katolik semakin dekat dan mesra bersama Bunda Maria, Bunda Gereja.
Sumber: www.gerejawi.com

16 Mar 2016

SAAT SUARA DARI TIMUR MENYAPA KOTA AMOI

SAAT SUARA DARI TIMUR MENYAPA KOTA AMOI

 


Suatu kegembiraan bagi Kota Singkawang dan khususnya warga paroki St Fransiskus Assisi (PSFA) atas kedatangan para imam dari berbagai keuskupan di Indonesia serta dua uskup dalam perayaaan Ekaristi Minggu, 21 Februari 2016. Bertepatan dengan penutupan perayaan Imlek, rangkaian acara diawali pawai lampion dan puncaknya adalah digelarnya festival Cap Go Meh.  Kaum berjubah yang hadir tak menyiakan kesempatan untuk turut menyaksikan rangkaian aktrasi perayaan Imlek 2016 di Kota Singkawang yang merupakan ritual memikat bagi para wisatawan baik dari lokal maupun mancanegara.

Aset Wisata
 
Misa pada Minggu itu dipimpin oleh dua uskup yaitu Mrg. Agustinus Agus, Pr dari Keuskupan Agung Pontianak dan Mgr. Dominikus Saku, Pr dari Keuskupan Atambua NTT sebagai selebran utama serta didampingi 14 imam sebagai konselebran, memberi warna tersendiri  di dalam gereja saat itu. Perayaan masa Prapaskah  kedua ini, semakin semarak oleh paduan suara dari koor St. Elisabet dengan dominasi lagu berbahasa latin.

Dalam pengantar kotbah yang disampaikan Oleh Mgr. Dominikus, bahwa Kota Singkawang merupakan aset wisata yang sudah dikenal di dunia internasional dalam perayaan Imlek. “Saya sangat senang karena boleh melihat langsung Kota Singkawang dan bisa ikut pawai  lampion bersama warga, berkat Mgr. Agus yang dengan segala kebaikannya memberi waktu saya untuk bertamu di tanah Borneo tercinta ini.” Tepukan tangan meriah dari umat semakin menggema saat itu ketika uskup memberi contoh bagaimana upaya umat Katolik dalam menghayati wajah Allah Yang Maha Rahim dalam segala dinamika hidup di PSFA tercinta ini. 

Usai perayaan ekaristi, uskup agung Pontianak memberi kesempatan kepada para pastor untuk memperkenalkan diri kepada umat sekaligus tujuan kedatangan tamu agung ini ke Kota Seribu Kelenteng. Delegatus imam dari aneka keuskupan ini ternyata ketua-ketua Komisi  Keadilan dan Perdamaian Pastoral Buruh Migran Perantau (KKPPBMP) di Gereja Katolik Indonesia. Merekalah sebagai tempat pelindung bagi keadilan kaum buruh, TKI, TKW hingga mereka yang di hukum mati di penjara pun kaum egaliter putih ini ikut berjuang bertapa mahal harga nyawa seseorang di hadapan sesama di muka bumi ini.

Aneka Kuliner Orisinil
 
Situasi keakraban para tamu berjubah semakin asyik karena mereka berkesempatan menikmati kuliner dari aneka bina ciptaan masakan  kue/kudapan  hasil karya orisinil umat  pelbagai lingkungan yang ada di PSFA Singkawang. 

Uskup dan kaum berjubah (rohaniwan, biarawan dan biarawati) menikmati berbagai sajian makanan dan minuman yang lezat dan bergizi ditambah suguhan hiburan  lagu-lagu rohani dari panitia yang sangat fantatis di siang itu semakin menyemarakkan suasana di depan halaman gereja. Rintik hujan pun seakan lenyap seketika karena suasana istimewa di bulan Februari 2016 ini.

Bapak Leonardus, Ketua Kring St Maria Singkawang, mengungkapkan kegembiraanya karena  keterlibatan umat dalam hidup menggereja sangat nyata bukan hanya seputar kegiatan rohani tetapi juga kegiatan mengadakan stand kuliner dari berbagai lingkungan yang ada. “Saya merasa juga bahwa hari ini umat sungguh menyatu dan bersatu untuk melihat karya nyata Allah dalam melayani dan menjamu tamu kehormatan dan umat yang hadir saat ini mau menikmati sajian kami dengan penuh gembira,” Komentar ketua panitia Open House sekaligus seksi penyambutan tamu agung ini dengan nada syukur.

Apa kata Mereka
 
Romo Koko, Pr  tidak dapat membendung kegembiraanya mengungkapkan, “Sangat senang dengan situasi gereja yang hidup. Umat  di sini sangat aktif dan terlibat penuh bukan hanya di seputar altar tetapi juga di dalam karya yang nyata. Tidak mudah mengajak umat di lingkungan kota  ini lho, untuk mau partisipatif tetapi di sini enak banget rasanya dech,” papar sekretaris eksekutif KKPPBMP yang berdomisili di Kota Jakarta ini  dengan logat Jakarta sembari dibarengi senyum merekah.

Selain itu Romo Pascal, Pr yang berkarya di Paroki Batam Keuskupan Pangkal Pinang inginnya satu bulan di Kota Singkawang. “Heemm, mimpiku terjawab dan rasanya enggan untuk meninggal kota yang eksotis ini.” Ketika disentil apa pendapatnya tentang suasana di gereja  PSFA hari ini, sembari tetap tersenyum beliau berujar,  “Wahh….pokoknya asyik dech, saya baru menemukan ketulusan umat dalam melayani gembalanya dengan heroik dan tulus. Selain itu  saya sendiri  sungguh-sunggu menemukan dan merasakan persaudaraan umat dengan kaum berjubah dan saya pikir ini pengaruh kedekatan Pastor Paroki dengan umat dengan modal humanis tinggi dan melayani dengan murah hati dan senyum yang tulus,” puji putra keturunan Flores yang suka  makanan bubur babi ini dengan mantap. Masih dengan nada bersemangat pastor penyuka penyuka badminton ini menuturkan, “Saya akan men-sharing-kan kepada umat saya di Batam sebagai oleh-oleh indah untuk saya dalam menggembala domba dari berbagai karakter yang saya temukan,” cetus si suara emas sambil menikmati kue di tangannya dengan antusias.

Uskup Dominikus tidak henti-hentinya memuji keramahtamahan umat di Singkawang dan sangat menikmati sajian di berbagi stand yang tersedia. Menurut Ketua KKPPBMP ini bahwa hidup menggereja di Singkawang sudah jauh berubah dari gaya  gereja piramidal menjadi gereja komunio. “Prinsip belarasa tahun kerahiman  Allah sepertinya diawali dari kebersamaan umat untuk bersama mengarungi langkah bersama Allah menuju tahta Allah di surga,” imbuh uskup yang penuh senyum ini sembari berbagi rasa pengalaman hidupnya dengan para pengungsi di perbatasan Timor Leste yang sampai saat ini masih menangani dengan ikhlas umat kegembalaanya di Atambua, NTT.

Bagaimana tanggapan Uskup Agung Pontianak? 
 
Beliau sengat senang sekali karena sudah sekian  kali mengunjungi PSFA selalu menemukan suasana gembira. Ia berharap, “Semoga PSFA sebagai barometer bagi paroki lain di Keuskupan Agung Pontianak dalam menyambut Tahun Kerahiman,” ungkap Bapa Uskup Agung ini penuh ramah.
Pastor Paroki juga tidak ketinggalan untuk mengungkapkan rasa kegembiraanya. Gathot yang  tidak pernah berhenti berkreasi dalam menggembalakan umatnya dengan spontan menyatakan bahwa, “Seturut  wejangan Paus Fransiskus sebagai gembala harus dekat dengan dombanya,” ujar pastor yang seringkali ber-stand up comedy dalam homili guna melayani kebutuhan siraman rohani umat ini. 

Mengakhiri open house yang meriah Bapa Uskup bersama kaum berjubah dan umat sama-sama menari kondan sebagai bentuk kebersamaan dari khas sang gembala dalam menikmati suasana gereja yang selalu gembira. Semoga momen ini menjadi kenangan manis dalam peziarahan hidup di muka bumi ini. *(Bruf)

 

22 Jan 2017

KALA MEHWA BERSEMI DI HALAMAN GEREJA

KALA MEHWA BERSEMI DI HALAMAN GEREJA


Singkawang, Sabtu (21/1) Kesibukan menyambut Imlek tampak mewarnai Gereja Fransiskus Assisi, Singkawang. Beberapa orang terlihat memasang properti khas perayaan musim semi. Tiga batang pohon bunga Mehwa dan lampion-lampion menghiasi halaman persis di sebelah gerbang tahun kerahiman yang memang berornamen oriental kian menambah semarak suasana gereja yang berlokasi di jalur arteri kota. 

Gereja Katolik memang mengadopsi kultur budaya masyarakat dimana pun ia berada, tidak terkecuali di Kota Singkawang yang salah satu mayoritas sukunya adalah etnis Tionghoa. Sedianya selain mendandani gereja dengan properti khas musim semi, gereja juga akan menggelar Ekaristi khusus perayaan Imlek seperti tahun-tahun sebelumnya yang kali ini jatuh pada hari Sabtu, 28 Januari 2107. 

Akhirnya, selamat menyambut perayaan musim semi. Semoga di tahun yang baru ini segala berkat Tuhan menaungi kehidupan iman dan pendaran segala harapan dapat terwujudkan. Gong Xi Fa Cai.. (Hes)







29 Feb 2016

SEJARAH PAROKI SINGKAWANG



SEJARAH PAROKI SINGKAWANG



SITUASI UMUM SINGKAWANG


Singkawang adalah sebuah kota yang terletak di Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia. Kota ini dikelilingi oleh pegunungan, yaitu gunung Pasi, gunung Poteng dan Sakok. Singkawang adalah sebuah nama yang berasal dari bahasa Cina Hakka atau Khek, San kew jong yang berarti sebuah di antara pegunungan dan kuala/muara dari beberapa sungai di tepi laut.
Sebagai sebuah Paroki, Paroki Singkawang dapat dikatakan terdiri atas dua bagian. Bagian pertama adalah bagian yang masuk dalam wilayah Pemkot Singkawang, kecuali wilayah Kecamatan Singkawang Timur yang merupakan bagian dari wilayah Paroki Nyarumkop. Jadi Bagian kedua ialah bagian yang masuk dalam wilayah Kabupaten Bengkayang, yang meliputi seluruh wilayah Kecamatan Capkala dan Sungai Raya.
Di sebelah utara Paroki Singkawang berbatasan dengan Paroki Pemangkat, di sebelah timur dengan Paroki Nyarumkop, dan di sebelah selatan dengan “Stasi” Mempawah, yang merupakan bagian dari Paroki Sungai Pinyuh.
Letak kota Singkawang di persimpangan jalan raya dari Pontianak (145 km) ke Sambas (75 km) dan jalan raya ke Bengkayang (70 km) dan daerah pedalaman menyebabkan bahwa kota ini dari zaman dulu menjadi pusat perdagangan.
Keadaan jalan dan hubungan lalu lintas baik sekali dan lancar kecuali jalan ke beberapa kampung yang terpencil di pedalaman. Penduduknya terdiri multietnis. Ada tiga etnis besar yang berada di wilayah ini, yaitu: Tionghoa, Dayak dan Melayu. Yang lainnya adalah Jawa, Madura, Batak, dll.
Selain pusat pemerintahan, kota Singkawang juga merupakan pusat perdagangan seluruh Kabupaten. Di luar kota bagian utara dan selatan Kecamatan Sungai Raya terutama di kampung-kampung Melayu terdapat banyak nelayan. Di sebelah timur dan selatan kota Singkawang di kampung-kampung orang Dayak terdapat areal-areal pertanian: persawahan dan perkebunan. Orang Tionghoa terkonsentrasi di pusat kota dengan pekerjaan bisnis dan perdagangan, meski tidak sedikit juga mereka yang bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan.

SEJARAH SINGKAT PAROKI SINGKAWANG

 

Singkawang pada awalnya adalah stasi pertama di Kalimantan bagian Indonesia. Sekarang merupakan sebuah paroki yang cukup besar di wilayah Keuskupan Agung Pontianak. Sejarah bermulanya gereja (misi) di Kalimantan dimulai dari Singkawang.
Pada mulanya Singkawang merupakan daerah turne pastor dari Jakarta. Menurut catatan paroki, tahun 1873 sudah ada umat yang dipermandikan oleh Pastor J. de Vries, SJ. Stasi ini didirikan tahun 1885, dengan Pater Staal SJ. sebagai pastor Paroki pertama. Sesudah Pater de Vries, SJ dan Pater Staal, SJ. di tarik ke Jawa, misi di Kalimantan tanpa pastor ini berlangsung dari tahun 1897 sampai tahun 1905.
Sejak masa itu pimpinan misi Yesuit berusaha mencari ordo lain yang bersedia untuk mengurus misi di Kalimantan. Pada tanggal 11 Februari 1905 Kongregasi Penyebaran Iman di Roma mendirikan Prefektur Apostolik Kalimantan yang meliputi seluruh pulau Kalimantan yang dikuasai oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan pusatnya Singkawang.
Prefektur baru itu dipercayakan kepada Ordo Kapusin. Kemudian Pimpinan Ordo menugaskan kepada Kapusin-Kapusin Negeri Belanda untuk mengurus misi itu.
Pada tanggal 10 April Pater Pacifikus Bos diangkat sebagai Prefek Apostolik. Pada tanggal 30 November 1905 Pater Prefek Pacifickus bersama tiga pastor dan dua bruder menjejakkan kakinya pertama kali di Singkawang, di mana mereka menemukan sebuah gedung gereja kecil dan sebuah rumah pastor yang sederhana. Mereka belum mengerti apa-apa mengenai bahasa dan kebiasaan setempat.
Mereka disambut hangat oleh umat yang terdiri dari orang-orang Tionghoa perantau (kurang lebih 150 orang Katolik). Seorang katekis, pemimpin umat, bertindak sebagai juru bahasa. Pada akhir tahun 1906 tenaga mereka ditambah dengan empat orang pastor, dua orang bruder dan lima orang suster Fransiskanes dari Konggregasi Veghel.
Suster-suster itu mulai mengasuh anak-anak yatim-piatu, mengobati orang sakit, dan mengunjungi tempat pengasingan bagi penderita penyakit kusta, yang terletak di luar kota Singkawang.
Awal 1907 dua orang pastor ditugaskan untuk membuka stasi di Kalimantan Timur. Dan sejak Oktober 1907 seorang pastor menetap di Pemangkat; ia mendirikan Gereja dan sekolah di tengah-tengah orang Daya di Pelanjau, yang tahun 1916 dipindahkan ke Nyarumkop.
Pada permulaan tahun 1909 stasi Pontianak di buka. Bersamaan dengan itu Pater Prefek memindahkan pusat kegiatan misi dari Singkawang ke Pontianak.
Metode yang dipakai oleh para misionaris baru ini tidak lain dari pada yang di pakai di daerah-daerah misi pada umumnya pada masa itu. Mereka berusaha untuk membangun sekolah-sekolah sebanyak mungkin dengan harapan agar anak-anak itu kemudian dipermandikan. Para Pastor, Bruder dan Suster sendiri mengajar di sekolah karena guru-guru belum ada pada waktu itu.
Anak-anak sekolah sedapat mungkin diasramakan, dan di luar jam sekolah dapat dididik secara Katolik. Kebun-kebun karet dan kelapa di sekitar Singkawang dibelikan, ini sebagai sumber materiil untuk misi. Pada tahun 1918 rumah sakit didirikan berkat bantuan subsidi pemerintah; begitu juga dengan rumah sakit kusta (1925).
Bagi sekolah-sekolah besar di kota misi mendapat tenaga baru dari Bruder-bruder MTB (Maria Tak Bernoda) dari Konggregasi Huijbergen yang sejak tahun 1921 memimpin Hollands Chinese School (HCS) di Singkawang, lalu menyusul di Pontianak 1924.
Pada tahun 1913 yang lalu Bruder Wenceslaus telah mulai mendidik beberapa orang untuk menjadi pembantunya dalam pembangunan (Pertukangan), tahun 1928 sekolah pertukangan di Pontianak didirikan.
Tahun 1937 para suster Klaris Kapusines mulai hidup dengan komtemplatif di bumi Kalimantan dalam sebuah biara yang didirikan di samping gedung gereja di paroki Singkawang. Mereka pada mulanya tidak menerima tugas dari luar tembok biara. Hidupnya dengan doa siang dan malam untuk mohon berkat dan rahmat Tuhan atas Umat Kalimantan.
Sampai disini kita melihat karya misi Katolik di Singkawang meliputi: Gereja, sekolah, asrama dan rumah sakit. Para Pastor sering masuk ke kampung-kampung sekitar yang merupakan bagian wilayah Paroki Singkwang. Sampai sekarang metode kerja itu masih berlaku. Hanya di pihak lain keterlibatan awam makin menonjol. Melalui Dewan Paroki dan pembentukan Kring-kring umat awam semakin banyak melibatkan diri dalam kegiatan Paroki. Stasi-stasi luar kota semakin sering dikunjungi oleh para pastor, yang dibantu oleh guru agama dan petugas pastoral awam lainnya. 

Sumber: www.parokisingkawang.blogspot.co.id

2 Jul 2015

‘BULAN MADU’ SANG IMAM BARU

                                  ‘BULAN MADU’ SANG IMAM BARU

 


“Lebih susah bikin janji wawancara dengan Pastor ya, dari pada dengan Walikota.”

Demikian seloroh saya pada imam yang baru saja ditahbiskan pada akhir Januari 2015 itu. Sebenarnya hal ini cukup bisa dimaklumi mengingat para imam yang baru ditahbiskan biasanya mengalami masa ‘bulan madu’ dengan tugas imamatnya . Unik memang istilah bulan madu, seolah pengantin baru yang baru saja mengikat janji pernikahan dan disibukkan dengan aktivitas yang beraroma memetik sari manis kehidupan awal berumah tangga, demikian pula para imam yang baru ditahbiskan. Mereka menjalani aktivitas sebagai imam seusai mengucap kaul kekal untuk panggilan awal kegembalaan. 

Ada kisah menarik di balik wawancara saya dengan profil  imam yang pada edisi Likes kali ini diangkat menghiasi rubrik sosok. Pada awal penugasan, saya hanya diberitahu nama imam yang harus saya wawancarai. Sosok imam tersebut bernama Andreas Harmoko, OFMCap. Dari namanya, segera yang terlintas dalam benak saya adalah ingatan tentang seorang berkulit sawo matang, dengan sisiran rambut klimis, dan suaranya menggema  melalui TVRI atau RRI membacakan harga sembako, bawang merah serta cabe keriting dengan logat Jawa kental. Ya, yang terlintas saat itu adalah sosok menteri penerangan era Suharto. Otomatis paradigma saya yang terbentuk saat itu, saya akan dihadapkan pada sosok imam dari pulau seberang. Namun, di luar dugaan, ketika pertama kali saya menghubungi  via telepon imam yang harus saya angkat profilnya, suara beliau jauh dari kesan logat Jawa yang biasanya meskipun dipaksakan untuk terdengar normal tetap mengalami ‘keseleo’ pada pengucapan kata-kata tertentu. Untuk pertama, janji wawancara urung dilakukan karena pastor Harmoko memiliki mobilitas yang sangat tinggi dalam mempersembahkan misa perdana dari paroki satu ke paroki lain berkait tugas ‘bulan madu’ kegembalaan yang beliau emban. Lebih dari sebulan saya menunggu kesempatan untuk bertatap muka langsung dengan beliau. Akhirnya pada suatu malam di bulan Mei, saya berkesempatan menjumpai  pastor yang terlahir di Seringkong pada 30 Oktober 1984 itu di pastoran Paroki Singkawang, itu pun setelah dibantu temu janji oleh Pastor Gathot selaku pastor paroki.

Wajah beliau tersenyum hangat saat pertama kali tangannya saya jabat. Perbincangan santai lantas bergulir ditemani oleh pastor paroki dan seorang bruder yang saat itu sedang tidak bertugas melayani umat. Pada saat yang sama, saya mengutarakan kesan yang sebelumnya terlintas dalam pemikiran saya mengenai nama beliau. Jawaban yang cukup menggelitik lantas saya dapatkan. Dengan ringan beliau memaparkan sejarah nama yang disematkan pada dirinya memang ada kaitannya dengan sosok Harmoko yang pada era ’90-an menjabat sebagai menteri penerangan. Ya, kedua orang tua Pastor Harmoko, Bapak Petrus Tam dan Ibu Susana Serawati ini dulunya memang kader partai berbendera kuning tersebut. Jika oleh khalayak nama Harmoko seringkali diplesetkan sebagai akronim dari ‘Hari-hari omong kosong’, maka kita boleh berbangga bahwasanya gembala baru kita juga memiliki penjabaran akronim sendiri atas namanya yakni,  Harmoko; ‘Hari-hari omong kemuliaan ordo.’

Ketertarikan pastor yang merupakan anak pertama dari tiga bersaudara terhadap kehidupan membiara diawali saat SMA. Ia dibuat terpesona pada kesederhanaan Salib Tau yang dikenakan oleh para biarawan. “Salib itu dipakai dengan tali yang bersimpul-simpul, bukan dengan rantai,” ujarnya. Masih tentang awal ketertarikannya terhadap kehidupan membiara alasan lain yang cukup unik pun dilontarkannya, “Saya tertarik dengan orang-orang yang berjubah coklat itu. Penasaran bagaimana rasanya memakai jubah. Bayangkan saat jubah dipakai pastor dan berkibar-kibar ditiup angin, menimbulkan kesan dramatis,” ujarnya bersemangat. Diakuinya, ketika  memasuki  kehidupan membiara penuh dengan pertimbangan yang matang. “Selama setahun  setelah lulus SMA saya benar-benar berusaha mengenali arah yang saya tuju, pada akhirnya  dengan bantuan seorang bruder MTB saya disarankan menemui pastor paroki, pada saat itu Pastor Amandus Ambot. Oleh Pastor Ambot, saya dibimbing untuk menulis surat lamaran sebagai imam kepada Propinsial. Saya lantas  memberanikan diri mengirim surat lamaran, memantapkan pilihan memenuhi panggilan.  Puji syukur kepada Tuhan, surat lamaran saya dibalas dan saya terima tepat pada hari raya Pantekosta, 29 Mei 2003. Saat itu sangat luar biasa rasanya.”

Setelah menjadi bagian dari Ordo Kapusin, pastor yang memiliki hobi mengoleksi dan membaca buku-buku filsafat serta teologi ini menuturkan di setiap fase baik ketika menempuh pendidikan maupun saat bergelut dengan kehidupan dan komunitas membiara  penuh dengan tantangan. Ketakseragaman pola pikir antar individu sesama kapusin, mundurnya beberapa teman calon biarawan yang seangkatan karena satu dan lain hal, serta keberagaman budaya geografis tempat tinggal, menjadi sekian dari beberapa alasan mendasar yang dianggap tantangan. Berbagai tantangan tersebut lantas disikapi dengan kedewasaan. Memantapkan hati terhadap pilihan menjadi biarawan, menolerir berbagai hal dengan berusaha menempatkan juga membawa diri dalam komunitas, menyamakan persepsi serta mengesampingkan idealisme.  “Kami dituntut harus mampu mengerem diri. Apa yang kami kerjakan tidak hanya cukup berdasarkan teori yang diterima saat sekolah, kami dituntut hidup dan ‘hadir’ bersama komunitas namun tetap menjadi diri sendiri. Kami harus lebih banyak belajar dari yang tua, mendengar mereka karena para pembimbing dalam komunitas  sudah lama hidup dalam ordo, sudah langsung menjalani  kehidupan membiara dan karena pembimbing dalam komunitas tugasnya berat dalam membimbing kami.”, ujar  imam yang dulu sempat menjadi pembina pramuka itu penuh bijaksana.

Suaranya sempat menjadi lebih pelan, dan pandangannya sedikit menerawang  saat mengisahkan terdapat teman lama serta umat yang memandang dirinya secara berbeda karena label imam yang telah melekat pada dirinya. Ia berharap tak dipandang secara ekslusif dan bisa menjalani hari-hari selayaknya, tak  ‘berjarak’ dengan umat.

Masih di kesempatan yang sama, ketika ingatannya seolah diajak pulang ke masa pentahbisan, sinar matanya berpendar. “Saya harus berterima kasih pada warga Paroki Kuala Dua. Dengan kerja keras umat yang meskipun di kampung, namun mereka mengusahakan prosesi pentahbisan imam dengan sangat meriah. Saat itu saya dan kedua orang tua saya diarak menggunakan mobil yang dibentuk menjadi miniatur gereja.”, kenangnya.

Di akhir obrolan yang cukup menyenangkan, pastor yang memiliki motto ‘Manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati,’ ini menuturkan harapannya. “Semoga panggilan imamat ini tetap dan kekal, semoga umat selalu mendoakan para imamnya dalam menjalankan karya kegembalaan, dan semoga umat dengan rela hati memberikan diri ataupun putera dan puterinya menjadi biarawan dan biarawati,” pungkasnya. (Hes) 

Riwayat pendidikan dan kegembalaan.
SDN Kuala Dua (1990-1996)
SMPK Kuala Dua (1996-1999)
SMUN 1 Kembayan (1999-2002)
Tahun Orientasi Panggilan (Nyarumkop, 2003-2004)
Postulat (St. Leopold Mandic - Sanggau Kapuas, 2004-2005)
Novisiat (St. Padre Pio, Gunung Poteng - Singkawang, 2005-2006)
Kaul Perdana (26 Juli 2006)
Post Novisiat (Tirta Ria - Pontianak, 2006-2007)
Sekolah Filsafat (STFT St. Yohanes - Pematang Siantar, 2007-2011)
Pelantikan Lektor dan Akolit (Biara Kapusin St. Fransiskus Assisi, 2010)
Tahun Orientasi Pastoral (Paroki Pusat Damai, 2011-2012)
Sekolah Teologi (STT Pastor Bonus, 2012-2014)
Kaul Kekal (Novisiat St. Padre Pio, 2 Agustus 2013)
Tahbisan Diakon (Sanggau Ledo, 24 Juli 2014)
Masa Diakonat (Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop)
Tahbisan Imam (Kuala Dua, 31 Januari 2015)
Tugas saat ini (Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop)