Selamat Datang Di Website Resmi Paroki Singkawang - Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri gereja gereja. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri gereja gereja. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan

16 Sep 2016

Kaum Berkerudung di Sekitar Altar Tuhan

Kaum Berkerudung di Sekitar Altar Tuhan

“Mari ber-mantilla bagi Tuhan!” Begitulah seruan kami anak-anak Misdinar St. Tarsisius Paroki Singkwang demi mengajak Anda terutama para wanita Katolik untuk berpakaian sopan dan sederhana serta memakai atau membangkitkan kembali ‘tradisi tua’ dalam Gereja Katolik ini. Usaha sosialisasi ini kami awali dengan menghadap Bapa Uskup untuk mendapatkan izin, lalu dilanjutkan dengan membuat foto dan video project yang kami unggah ke laman Instagram kami @ppasttarsisiusskw dan laman youtube kami, Misdinar St. Tarsisius Singkawang. Tentu ini mendapat respon yang menyenangkan, baik dari umat Paroki Singkawang maupun umat dari berbagai pulau seberang. Sering sekali kami melihat baik wanita maupun pria Katolik ketika menghadiri misa menggunakan pakaian yang tidak pantas. Hal ini sangat perlu untuk diperhatikan karena secara khusus apa yang kita kenakan ketika menghadap Allah, tidak lagi memberikan kesan bahwa Allah hadir di tengah-tengah kita. Namun, ada juga umat yang pergi misa walaupun memakai pakaian yang pantas, tetapi hati dan pikirannya melayang jauh dari misa kudus. Misa akhirnya tampak tidak lagi berbeda seperti acara-acara sosial lainnya. Akibatnya, perayaan Ekaristi menjadi kehilangan maknanya sebagai misteri yang kudus dan agung.

Mungkin kebanyakan orang tidak mengetahui apa itu mantilla atau mungkin ada tanggapan dari orang “Ngapain sih ikut-ikutan agama sebelah pakai kerudung segala?” Ups, jangan berpikiran sempit! Mantilla adalah kerudung atau tudung kepala yang dipakai oleh wanita Katolik saat akan menghadiri perayaan Ekaristi kudus yang terbuat dari bahan brokat yang ringan. Tradisi ini sudah cukup lama ada dalam gereja kita dan mempunyai julukan “Kerudung mempelai Kristus” dimana kita memakainya hanya saat Misa. Jadi, kerudung tidak hanya milik saudara-saudara kita umat Muslim, tetapi di dalam gereja kita cukup mengenal dekat dengan tudung kepala yang satu ini. Kerudung Misa merupakan salah satu bahkan mungkin satu-satunya devosi yang sangat spesifik untuk perempuan. Berkerudung Misa adalah sebuah kehormatan bagi para perempuan dan ini memampukan mereka untuk  memuliakan Allah dengan seluruh keperempuanan mereka serta dengan cara-cara yang khas dan feminin. Kerudung Misa adalah tradisi tua, tradisi kuno yang indah, dan ia menunjukkan nilai dan pentingnya wanita. Itu bukan alat untuk merendahkan wanita atau mengecilkan mereka; itu adalah sebuah kehormatan.

Pemakaian mantilla sendiri pernah diwajibkan oleh Gereja Katolik dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK tahun 1262).Namun setelah direvisi dalam Konsili Vatikan ke II, mantilla pun akhirnya tidak diwajibkan pemakaiannya namun tidak melarang bagi umat yang hendak memakainya (dianjurkan). Sehingga masih ada umat di beberapa belahan dunia  yang masih memegang dan mempertahankan tradisi ini. Kerudung Misa adalah alat devosi pribadi yang dapat membantu kita lebih dekat dengan Yesus dan sebagai tanda ketaatan dan tanda memuliakan TUHAN.Wanita yang memakai kerudung Misa, mengingatkan kita semua bahwa Ekaristi bukanlah pertemuan sosial biasa, bukan acara untuk ramah tamah terhadap sesama kenalan kita. Mantilla tidak hanya dipakai oleh Putri Altar saat bertugas, tetapi juga bisa dipakai oleh wanita Katolik lainnya.
 
Penggunaan mantilla terus berkembang seiring masuknya perayaan Misa Formaekstraordinaria (Misa Latin) di tanah air. Dalam misa tersebut, para wanita diharuskan memakai mantilla, sedangkan dalam misa yang sering kita rayakan ini, tidak ada kewajiban penggunaannya namun sangat dianjurkan bagi kaum hawa. Karena tradisi ini dipandang sangat baik dan tidak bertentangan dengan nilai iman sejati, maka tradisi ini pun mulai dibangkitkan kembali kepada umat Katolik di Indonesia. Namun Yesus adalah Yesus yang sama, maka mantilla bisa dipakai dalam misa apapun, tidak terbatas dalam misa latin saja melainkan bisa juga di dalam misa biasa yang sering kita rayakan di gereja. Wanita yang menudungi kepalanya, secara simbolis menyampaikan pesan berharga kepada para lelaki: ‘tubuhku adalah bait Allah yang kudus, karenanya perlakukanlah tubuhku dengan rasa hormat yang besar. Tubuh dan kecantikanku bukanlah objek yang bertujuan memuaskan hasrat yang tidak teratur yang ada pada dirimu. Aku adalah citra Allah, oleh karena itu hormatilah dan hargailah aku.’ Kerudung Misa mengingatkan pria akan perannya sebagai penjaga kesucian, seperti St Yosef yang selalu melindungi dan menjaga Bunda kita, Perawan Maria. Dengan demikian, Allah dapat kita muliakan dengan cara menghormati dan melindungi keindahan dan keagungan martabat wanita. 

Menggunakan kerudung juga merupakan suatu cara untuk meneladani Maria, dialah yang menjadi role model (panutan) bagi seluruh wanita. Bunda Maria, Sang Bejana Kehidupan, yang menyetujui untuk membawa kehidupan Kristus ke dunia, selalu digambarkan dengan sebuah kerudung di kepalanya. Seperti Bunda Maria, wanita telah diberikan keistimewaan yang kudus dengan menjadi bejana kehidupan bagi kehidupan-kehidupan baru di dunia. Oleh karena itu, wanita mengerudungi dirinya sendiri dalam Misa, sebagai cara untuk menunjukkan kehormatan mereka karena keistimewaan mereka yang kudus dan unik tersebut.

Pemakaian mantilla memiliki dasar bibliah yaitu terdapat di dalam 1 Korintus 11:3-16;“Pertimbangkanlah sendiri: patutkah perempuan berdoa kepada Allah dengan kepala yang tidak bertudung?” “Tetapi tiap-tiap perempuan yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang tidak bertudung, menghina kepalanya” “Sebab itu, perempuan harus memakai tanda wibawa di kepalanya oleh karena para malaikat.”Ayat inilah yang menjadi salah satu dasar sosialisasi penggunaan kembali mantilla juga alasan dari umat yang mempertahankan tradisi ini. Paulus dalam suratnya tersebut sebenarnya ingin menegur cara berpakaian Jemaat di Korintus mengenai pakaian saat di gereja dan budaya yang sedang berkembang di sana pada saat itu, dimana wanita yang tidak menudungi kepalanya akan dicap sebagai ‘wanita nakal’ dan ‘orang-orang yang tidak ber-Tuhan.’ Namun, tidak ada salahnya bukan jika tradisi kuno yang indah ini kita gunakan kembali dalam Perayaan Ekaristi?

Seorang wanita yang berkerudung Misa pada dasarnya sedang menunjukan eksistensi Allah. Sebuah tanda kerendahan hati seorang wanita, yang ingin menudungi mahkotanya (rambut) di hadapan Allah. Karena ia tidak berkerudung di tempat lain, ia hanya berkerudung di hadirat Sakramen Maha Kudus. Seperti halnya Tabernakel (Kemah Roti/lemari yang berisi Hosti Kudus) yang menjadi pusat di dalam gereja kita. Jika di dalam Tabernakel tersebut berisi Hosti yang sudah dikonsekrasi, tentu akan diselubungi dengan kain. Selain itu, jika Sibori yang di dalamnya terdapat hosti kudus, akan selalu diselubungi dengan kain yang menandakan bahwa ada Tubuh Tuhan di dalamnya. Piala yang berisi Darah Kristus, akan ditudungi dengan kain. Meja Altar ditutupi kain (kecuali saat perayaan Jumat Agung, dimana Hosti Kudus tidak ditempatkan dalam Tabernakel di gereja). Begitu juga bagi perempuan yang menudungi dirinya dengan tudung kepala saat Misa. Ia menunjukan hadirat Tuhan yang Maha Kuasa, yang hadir dalam Perayaan Ekaristi. Jadi kerudung Misa adalah tanda yang paling jelas bahwa ada sesuatu yang spesial, indah, dan kudus yang sedang terjadi di tempat itu, yaitu tanda bahwa Allah sungguh-sungguh hadir!



Sebenarnya, menudungi hati dan kepala dengan mantilla tidaklah menyembunyikan kecantikan seorang perempuan, melainkan memancarkannya dengan cara yang istimewa dan penuh kerendahan hati, seperti halnya dengan para ciptaan kudus lainnya dari Allah yang menudungi kepala mereka (St Perawan Maria, St Bernadete, St Theresia dari Lisieux, Bunda Theresa, biarawati yang menjadi Santa, dll). Tetapi, bermantilla merupakan ekspresi iman bukan sekedar fashion kekinian.

Banyak wanita yang benar-benar telah menudungi hati, pikiran dan kepala mereka saat misa, merasakan damai, beban duniawi terasa pergi menjauh, ketenangan dan cinta yang lebih besar dan lebih mendalam kepada Tuhan. Mereka merasakan suatu kebebasan dimana mereka bisa menghayati dan lebih fokus pada Perayaan Ekaristi. Memang terkadang pikiran kita saat misa suka melenceng kemana-mana: apakah saya harus pergi ke supermarket, jemuran sudah kering atau belum, menu apa yang ingin saya masak saat makan siang? Tetapi, ketika Anda masuk ke gereja dengan berkerudung, itu bagaikan suatu petunjuk untuk berhenti. Semua pikiran itu harus disingkirkan dan Anda harus memberikan seluruh perhatian Anda kepada Tuhan. Ada sebuah keheningan dalam jiwa saat kita mengenakan kerudung Misa. Kerudung itu menarik kita kepada Yesus. Kerudung menarik kita ke dalam suasana doa. Ia membuat kita ingin menjadi kudus. Ia menarik kita kepada apa yang berada jauh di dalam diri kita, sebuah inti feminim yang dimiliki oleh para wanita.

Jika seandainya Anda adalah seorang wanita yang memakai mantillamu saat misa, dan Anda menjadi takut dan malu karena dilihat, dicibir bahkan ditegur oleh orang banyak di dalam gereja karena dianggap ikut-ikutan agama lain, INGATLAH! Bahwa apa yang mereka katakan bukanlah tujuanmu sama sekali. Kamu harus tahu, siapa yang ingin kamu lihat di gereja. Kamu datang bukan untuk melihat orang-orang itu. Tetapi kamu datang untuk melihat Tuhan! Anda tidak perlu peduli dengan apa yang orang pikirkan, tetapi Anda harus peduli pada apa yang Tuhan pikirkan tentang dirimu. Tetaplah fokus pada cinta dan keimananmu kepada Tuhan. Ini bukan tentang, “Hei, lihat saya! Saya lebih suci daripada kamu!” Tidak!. Ini adalah tentang saya menunjukkan penghormatan, ketundukan, dan cinta kepada Yesus. Itulah tujuannya!

Memang benar, memakai mantilla saat Misa memerlukan pertimbangan dan  kesiapan batin yang begitu mendalam. Tetapi, hal itu merupakan langkah awal yang bagus dengan memaknai maksud dan arti dari mantilla itu sendiri. Kami Misdinar St Tarsisius mendoakan Anda semua semoga suatu saat dapat menemukan keberanian untuk memakainya dan menikmati kasih Tuhan lebih mendalam lagi. Dan terus ikuti perkembangan sosialisasi ini dengan mem-follow laman instagram kami di @ppasttarsisiusskw. Ayo bermantilla bagi Tuhan! (Nicolas Gratia Gagasi)
 

14 Sep 2016

Berbelas Kasih Seperti Bapa

Berbelas Kasih Seperti Bapa

 

Siang itu selesai melayani sakramen perminyakan orang sakit saya langsung kembali ke pastoran. Terik matahari yang tak kenal kompromi, membuat saya mempercepat langkah supaya segera tiba di rumah. Di halaman pastoran saya melihat rekan pastor sekomunitas baru saja memarkir mobilnya. 

“Ah kebetulan”, pikir saya dalam hati. “Saya harus menyampaikan berita ini kepada beliau karena yang baru saja saya layani adalah ‘pasien’nya”.  Saya membuat istilah pasien untuk menyebut orang sakit yang setiap bulan mendapat kunjungan dari saudara saya ini dan menerima komuni suci dari tangannya.

“Selamat siang, Pater”, sapa saya begitu sampai di dekatnya.

“Hei, selamat siang juga. Pastor dari mana?” tanyanya ramah kepada saya.

“Dari rumah sakit. Tadi ada permintaan pelayanan sakramen minyak suci. Oh ya Pater, barusan saya menerimakan sakramen orang sakit  kepada ‘pasien’ yang Pater layani dalam komuni suci,” kata saya sambil memberikan informasi kepadanya.

“Oh. Siapa kira-kira ya? Tahu namanya? Sekarang dia masih bisa menyambut komuni apa tidak? Di ruang apa dan nomor berapa ya?” deretan pertanyaan yang begitu banyak langsung ditujukan kepada saya.

“Mohon maaf Pater saya gak tanya namanya.  Saya pun gak ingat di ruang apa dan nomor berapa. Tapi dia pasti bisa menyambut komuni karena tadi masih bisa diajak bicara. Saya pun lupa mengantarkan komuni suci kepadanya.”

“Oh gak papa. Terimakasih informasinya ya,” jawabnya singkat.

Saya pun menjawabnya dengan anggukan kepala. Dengan langkah cepat, saudaraku ini langsung menuju kamarnya. Tak sampai hitungan menit, dia pun sudah keluar lagi dengan membawa piksis (sibori kecil tempat hosti kudus) di tangannya. Dan dia terus melangkah. Saya tahu arah yang akan ditujunya. Pasti akan segera ke rumah sakit untuk mengunjungi ‘pasien’nya dan menerimakan komuni suci kepadanya.

“Harus secepat itukah?” pikir saya penuh rasa heran dan kaget. “Bukankah beliau baru saja kembali dari stasi yang cukup jauh? Harusnya kan istirahat dan makan siang dulu (maklumlah beliau  hanya mau makan kalau di pastoran). Lagipula menerimakan komuni suci kan bisa ditunda sampai nanti sore atau besok”. Terbersit rasa bersalah juga dalam diri saya karena waktu yang tidak tepat menyampaikan berita ini kepadanya. Tetapi saya pun hanya diam dan terpaku. Tiba-tiba rasa haru membuncah dalam hati saya melihat saudaraku yang selalu siap melayani. Bahkan pelayanannya tidak setengah-setengah. Dia melayani sampai tuntas, walaupun tanpa ada pemintaan. Dia tahu apa yang harus dilakukannya.

Dalam ketenangan dan kesendirian saya mencoba merenungkan dan memaknai apa yang telah dilakukan oleh saudaraku ini. Sikap tanggapnya dan tanpa menunda-nunda waktu mengingatkan saya akan motto Tahun Kerahiman Ilahi yang sedang  dirayakan oleh dunia, Berbelas Kasih seperti Bapa. Dengan tindakannya yang sangat sederhana saudaraku ini telah menghidupi apa yang disampaikan oleh Bapa Suci, Paus Fransiskus dalam ajaran-ajarannya. Sikapnya yang selalu mau melayani menjadi bukti bagaimana dia mengambil tindakan nyata untuk memperlihatkan wajah Allah yang berbalas kasih itu kepada sesama.

Berulang kali Paus Fransiskus selalu mengingatkan agar Gereja berani meninggalkan ‘zona aman’ untuk pergi dan menjumpai manusia, terutama mereka yang lemah dan sakit. Gereja tidak boleh berdiam diri melihat penderitaan umat manusia. Mau tidak mau, Gereja harus hadir dan terlibat secara aktif dalam setiap kegembiraan dan kesedihan umat manusia. Dan siapa Gereja itu sebenarnya? Tidak lain adalah kita semua yang berhimpun dan percaya akan Yesus Kristus.

Inspirasi dari tindakan berbelas kasih ini adalah tindakan Allah sendiri. Dia yang tidak bisa berdiam diri untuk selalu mencintai umat manusia. Dialah Allah yang tidak tahan untuk tidak mencintai manusia. Meskipun berulang kali ditolak oleh manusia,  Dia tetap mendekati dan memanggil manusia untuk datang kepada-Nya. Keterbukaan hati Allah yang selalu siap menerima disimbolkan dengan pintu suci yang juga ada di paroki kita. Dan wajah belas kasih Bapa itu menjadi nyata dalam diri Yesus Kristus. Dialah penampakan wajah Allah Bapa yang tidak kelihatan. Dia datang kepada umat manusia bukan untuk menghukum dan mengadili. Tetapi untuk merangkul dan menerima manusia, terlebih mereka yang sedang menderita sakit dan disingkirkan.

Seiring dengan sikap Allah yang berbelas kasih itulah, Bapa Suci mengajak Gereja untuk memperlihatkan wajah belas kasih Allah ini sehingga sebanyak mungkin orang bisa mengalami belas kasih-Nya. Sudah bukan zamannya lagi Gereja menghakimi dan menghukum orang lain. Tetapi Gereja harus berani membuka diri, menerima setiap orang yang datang sehingga Gereja sungguh-sungguh menjadi tempat di mana belas kasih Allah ini sungguh dialami. Dan sikap itu sudah dipraktekkan oleh saudara sekomunitasku. Dengan cara yang sangat sederhana tetapi sarat makna, dia sudah memberikan teladan bagaimana menerima manusia. Tanpa diminta dia telah menghantar “Tuhan Yesus” kepada ‘pasien’nya yang sedang menderita.

Terimakasih, Saudara. Anda telah menjadi inspirasi bagi kami bagaimana mewujudnyatakan belas kasih Allah dalam pelayanan konkrit tanpa mengenal waktu. Kapanpun dan dimanapun selalu siap melayani mereka yang menderita.(Gathot)


14 Okt 2017

8 FAKTA MENARIK TENTANG ROSARIO YANG JARANG DIKETAHUI

8 FAKTA MENARIK TENTANG ROSARIO YANG JARANG DIKETAHUI



Rosario adalah salah satu devosi paling populer dalam Gereja Katolik. Umat Katolik biasanya berdoa Rosario baik secara pribadi maupun bersama-sama dalam komunitas doa umat basis.
Biasanya, umat Katolik mendaraskan doa Rosario menggunakan kalung Rosario yang berisi 59 manik. Semua manik itu memiliki makna tersendiri dan sangat membantu dalam berdoa Rosario.
Berhubung bulan Oktober adalah bulan Rosario bagi umat Katolik, ada baiknya kita membahas fakta-fakta unik seputar Rosario. Simak ulasan berikut dan jangan lupa share ya.

Rosario sudah ada sejak abad ke-3

Kalung Rosario suda digunakan sejak abad ke-3 oleh para biarawan/biarawati Timur. Mereka mengembangkan berbagai bentuk Rosario disesuaikan dengan zamannya.
Rosario baru digunakan Gereja Katolik pada abad ke-12. Itu semua karena kerja keras Santo Dominic yang telah menerima pesan dari Bunda Maria. Santo Dominic pula yang menjadi aktor penting dalam menyebarkan devosi ini ke berbagai wilayah saat itu.

Rosario artinya mahkota mawar

Rosario berasal dari kata bahas Latin, rosarium, yang berarti mahkota mawar. Semua itu memiliki makna yang sangat mendalam.
Mahkota mawar diartikan bahwa untaian kalung rosario adalah sebuah kalung mawar. Jadi, saat kita berdoa Rosario, kita diibaratkan tengah berjalan melewati sebuah taman bunga mawar milik Bunda Maria.

Penampakan Bunda Maria di Fatima

Sejarah mencatat bahwa penampakan Bunda Maria di Fatima (Portugal) telah ikut memengaruhi perkembangan doa Rosario. Peristiwa penampakan ini terjadi sebanyak enam kali kepada tiga anak dari Fatima yakni Francisco, Lucia de Jesus dan Jacinta Marto.
Dalam penampakan itu, Bunda Maria berpesan kepada ketiga anak itu untuk memberitahukan kepada seluruh dunia agar selalu berdoa Rosario. Doa Rosario adalah senjata ampuh melawan iblis dan mengalahkan kejahatan.

Dipakai aliran Gereja lainnya

Selama ini, Rosario selalu identik dengan umat Katolik. Namun, tahukah kamu, faktanya, Gereja Turki dan Ortodoks Timur Yunani juga menggunakan Rosario.
Bedanya ada pada jumlah manik-manik. Kedua gereja itu memiliki Rosario dengan 100 manik. Sedangkan Gereja Ortodoks Rusia memiliki 103 manik pada Rosario mereka.
Adapun Rosario Gereja Katolik Roma memiliki 59 manik, yang mana 53 manik ukuran kecil khusus untuk doa Salam Maria sedangkan 6 manik berukuran besar untuk doa Bapa Kami.

Rosario senjata umat beriman

Umat Katolik percaya bahwa Rosario adalah senjata ampuh melawan kuasa kegelapan juga sebagai pelindung dari yang jahat. Untuk itu, kalung Rosario banyak dipakai di leher, disimpan di mobil atau pun selalu dibawa saat bepergiaan jauh.

Paus Rosario

Paus Santo Leo XIII yang hidup pada tahun 1878-1903 dikenal sebagai Paus Rosario atau The Rosary Pope. Gelar ini diberikan kepada mendiang Paus Santo Leo XIII karena sumbangsihnya yang besar dalam mendorong penyebaran Rosario ke seluruh dunia.
Selain Paus Santo Leo XIII, Paus Santo Yohanes Paulus II juga dikenal sangat mencintai Rosario. Dia selalu mendorong umat Katolik seluruh dunia untuk terus berdoa Rosario bagi keselamatan dunia.

Penambahan Peristiwa Terang

Semula doa Rosario hanya terdiri dari tiga peristiwa yakni peristiwa gembira, mulia dan sedih. Namun, pada Oktober 2002, Paus Santo Yohanes Paulus II menambahkan peristiwa terang ke dalam devosi ini.
Kebijakan ini tertuang dalam surat Apostolik Rosarium Vrginis Mariae yang dikeluarkan Vatikan pada Oktober 2002 silam. Penambahan ini semakin memperkaya doa Rosario.

Doa Alkitabiah

Doa Rosario adalah doa yang alkitabiah, artinya didasarkan pada tulisan dalam Alkitab. Melalui doa Rosario, umat Katolik merenungkan perjalanan kehidupan Yesus Kristus juga Bunda Maria. Berdoa Rosario secara tidak langsung ikut merenungkan Alkitab dan menyelami semua karya Kristus.

Rosario adalah doa favorit Bunda Maria

Rosario merupakan doa terfavorit Bunda Maria, Bunda Kristus, Bunda kita semua. Melalui doa Rosario, umat Katolik semakin dekat dan mesra bersama Bunda Maria, Bunda Gereja.
Sumber: www.gerejawi.com

2 Jun 2015

NATAL PENUH WARNA BERSAMA USKUP DAN WALIKOTA

NATAL PENUH WARNA BERSAMA 
USKUP DAN WALIKOTA


            Suasana semarak dan hangat pagi itu benar-benar dirasakan warga paroki Singkawang, khususnya  di Gereja Santo Fransiskus Assisi. Wajar kiranya ketika Sang gembala umat yang baru diangkat sebagai Uskup Keuskupan Agung Pontianak, Monsignor Agustinus Agus, berkenan memimpin misa perayaan natal di gereja yang beralamat di Jalan Diponegoro tersebut.  Sedari pagi warga telah menunjukkan antusiasnya. Hal ini tampak ketika lautan umat seperti tak terbendung memenuhi seluruh bangku baik yang tersedia di dalam gereja maupun bangku-bangku tambahan di luar gereja yang disiapkan oleh panitia. Dalam misa perdananya di Paroki Singkawang sebagai uskup, Monsignor Agus mengetengahkan homili bertema “Membina iman dalam keluarga.” Secara gamblang, beliau menggarisbawahi peran penting keluarga dalam tumbuh kembang iman Katolik yang akan berdampak bagi gereja. Di samping itu, Monsignor Agus juga mengingatkan kepada warga gereja agar tidak alergi terhadap pemerintah. Hal tersebut kiranya menjadi salah satu tolok kemajemukan umat Kristiani dalam bermasyarakat.
                Pada kesempatan yang sama, berselang beberapa saat setelah misa perdana sang uskup baru digelar, walikota Singkawang, Drs. H. Awang Ishak, M.Si  berkenan hadir memenuhi undangan gereja Katolik yang menggelar open house di lingkungan gereja. Dalam sambutannya yang disampaikan di mimbar , Awang Ishak mengucapkan selamat Natal dan tahun baru bagi seluruh warga Katolik di kota Singkawang. Beliau juga membahas beberapa hal yang esensial di antaranya perdamaian di tengah perbedaan keyakinan yang tidak perlu dijadikan  jurang pemisah karena kita semua berasal dari nenek moyang yang sama, Adam dan Hawa. Masih dalam sambutannya, beliau juga mengetengahkan tentang pembangunan infrastruktur kota Singkawang yang dapat dinikmati oleh seluruh warga kota Singkawang tanpa terkecuali. (Hes)            

26 Okt 2015

MELAYANI DEMI KEMULIAAN NAMANYA

MELAYANI DEMI KEMULIAAN NAMANYA


Singkawang, Kamis, 24 September 2015 pukul 10.00 Wib, bertempat di Aula Paroki Singkawang  para undangan baik dari awam maupun religius berkumpul untuk memilih ketua Dewan Pastoral Paroki (DPP) St. Fransiskus Assisi Singkawang, Keuskupan Agung Pontianak periode 2015-2018.

Peserta yang hadir terdiri dari seluruh tokoh umat Katolik Singkawang, baik pengurus DPP lama, perwakilan stasi, wilayah, lingkungan, kring, organisasi maupun utusan dan beberapa lembaga religius yang berkarya di Paroki Singkawang. Acara ini dipandu langsung oleh  Bapak Ignas Nandang, S.Kep, Ners sebagai Master of  Ceremonial (MC) dengan ramah dan humanis.

Sebelum masuk pada termin pemilihan ketua DPP baru, MC mengajak peserta yang hadir bersama-sama memohon bimbingan Roh Kudus agar yang terpilih sungguh mau melayani umat di paroki sekaligus sebagai sayap kiri pastor paroki. Doa pembukaan  dipimpin langsung oleh Br.Flavianus, MTB, kemudian diteruskan dengan pembacaan laporan pertanggungjawaban ketua DPP periode 2012-2015.

Bapak Ambrosius Kingking, SH  menyampaikan secara terbuka kegiatan-kegiatan dan program yang telah dilakukan para pengurus  DPP lama selama satu periode baik yang terprogram, terencana dengan baik dan berjalan lancar. Setelah itu lagi-lagi MC memberi kesempatan kepada narasidang untuk memberi tanggapan atas laporan tersebut. Bapak Y. Kaswin selaku seksi pastoral keluarga memberi masukan agar sekiranya dari seksi pastoral keluarga dideskripsikan secara detail yang selama ini sudah dijalankannya dengan penuh tanggungjawab di lingkungan atau wilayah kota Singkawang dan sekitarnya.

Selain itu muncul ide baru dari Bapak Drs. Titus Pramana, M.Pd agar pada kepengurusan periode berikutnya ada seksi khusus pemerhati sekolah Katolik yang ada di Paroki Singkawang. Menurut ketua koordinator pengawas Dinas Pendidikan  Kota Singkawang yang sekaligus  dipercaya oleh pemerintah sebagai tim akreditasi sekolah-sekolah yang ada di Kalbar baik tingkat kota maupun kabupaten ini, bahwa wacana untuk pemerhati dalam bidang pendidikan, paroki mempunyai hak dan kewajiban untuk membantu mutu sekolah yang ada sebagai mana telah diatur dalam kitab hukum kanonik Gereja Katolik. 

Pada Segmen selanjutnya MC mengundang semua peserta untuk memilih ketua DPP periode 2015-2018. Tidak memakan waktu lama, maka muncul nama yang tak asing lagi yaitu Ambrosius Kingking, SH yang kembali dipercaya untuk memimpin dan melayani umat untuk periode 2015-1018. Semua umat yang hadir memberi aplaus dan apresiasi atas kesanggupannya  sebagai dukungan dan penyemangat bagi Ambrosius dalam mengembangkan tugas yang dipercayakan kepadanya. “Pastor dan bapak ibu yang terkasih, sebenarnya saya belum siap melaksanakan tugas yang mulia ini, namun karena ini adalah pelayan di gereja saya bersedia untuk menerima tugas mulia ini tanpa paksaan tetapi tulus dan Iklas,” mengawali  sambutan dari ketua DPP periode 2015-2018 yang juga merupakan Lurah Sagatani ini semakin menguatkan Pastor Gathot dalam sambutan terhadap ketua DPP terpilih. “Saudara/i terkasih, sejarah Gereja Katolik membuktikan bahwa sejak Konsili Vatikan ke-2, Pintu Gereja semakin terbuka untuk menghirup udara segar, di mana peran awam sangat kuat dalam membantu dan melayani untuk keberlangsungan Gereja Katolik hingga kokoh dan kuat kepemimpinannya sampai saat ini,” ungkap penyuka sinema Humaniora ini. Lanjutnya bahwa gereja yang terkesan dengan model ‘piramid’ dirombak total menjadi gereja berbentuk ‘comunio’, di mana kita semua bersatu untuk mewartakan visi dan misi kerajaan Allah di muka bumi ini tanpa disekat oleh gelar atau jabatan semuanya saling melayani.” Tepukan tangan meriah dari semua yang hadir menutup rangkaian dalam sambutan imam yang penuh pesona ini dengan mantap.

Sebelum mengakhiri kegiatan ini ketua DPP terpilih memilih pengurus inti dan seksi-seksi untuk membantu dalam kegiatan kegiatan berikutya. Selain itu untuk memperlancar kinerja pengurus inti maka lahirlah seksi-seksi berikut ini, yaitu sejumlah 9 seksi dan 1 seksi masih dalam wacana. Adapun bidang-bidang tersebut adalah liturgi, pewartaan, pembinaan iman anak, hubungan antar agama dan kepercayaan, pastoral keluarga, sosial paroki/pengembangan sosial ekonomi (PSE), humas, kepemudaan, inventaris/asset  gereja dan satu dalam tahap penjajakan yaitu: komisi pemerhati mutu sekolah Katolik yang ada di Paroki Singkawang. Selain itu tidak luput juga perwakilan organisasi dan dari lembaga religius yaitu Pemuda Katolik (OMK), Wanita Katolik RI, ISKA, PDKK, Legio Maria, PPKS  dan dari religius regular dan sekular yakni Kongregasi Suster SFIC, MTB dan OFS.

Semoga yang terpilih dapat melaksanakan job description tugasnya sehingga semuanya berjalan dalam visi misi yang sama yaitu melayani umat demi kemuliaan nama-Nya di muka bumi dan di surga. (Bruf)


17 Agu 2018

100% KATOLIK 100% INDONESIA ALA GEREJA ST FRANSISKUS ASSISI DI 73 TAHUN HUT RI

100% KATOLIK 100% INDONESIA ALA GEREJA ST FRANSISKUS ASSISI DI 73 TAHUN HUT RI




Suasana hening dan khidmat terasa jelas di halaman Gereja Katolik St Fransiskus Assisi Singkawang pada rambang petang 17 Agustus 2018. Pukul 17.10 WIB, gereja yang berada di jalur protokol Singkawang ini menggelar upacara penurunan bendera dan dilanjutkan misa syukur atas 73 tahun kemerdekaan RI.

Bertindak selaku inspektur upacara adalah pastor paroki, Pastor Stephanus Gathot Purtomo, OFM.Cap, sedangkan komandan upacara adalah Serma Matius dari RINDAM XII/TPR. Untuk personil TNI sendiri diturunkan 8 orang dari RINDAM dan 2 orang dari KODIM 1202 Singkawang. Sementara petugas penurun bendera, paduan suara serta petugas liturgi lain dipercayakan pada Sekolah Menengah Atas St Ignatius Singkawang.

Usai upacara penurunan bendera digelar, prosesi berikutnya dilanjutkan dengan misa syukur. Bertindak sebagai selebran utama adalah Pastor Gathot dan konselebran, Pastor Fidelis, OFM.Cap. Dalam misa yang berdurasi 1,5 jam ini tak putus lagu pujian maupun lagu wajib nasional dikumandangkan. Pada homili singkatnya, Pastor Gathot menitikberatkan tema HUT RI ke-73 dengan menyampaikan kepada umat, "Kerja KitaAdalah Prestasi Bangsa" dan tidak lupa mengajak umat untuk selalu mensyukuri berkat merdeka yang telah diperjuangkan dan diraih oleh para pejuang serta tak putus mengisinya dengan karya yang mampu mengangkat harkat derajat bangsa. 

Bahwasanya bukan hal baru gereja Katolik Paroki Singkawang menggelar misa perayaan syukur Hari Kemerdekaan RI, namun penambahan upacara penurunan bendera kiranya baru dilaksanakan dua tahun terakhir. "Besar harapan gereja dengan penambahan upacara penurunan bendera  umat akan meresapi semangat nasionalis dan patriotisme dalam kehidupan imannya, 100% Katolik, 100% Indonesia!" ungkap pastor paroki ketika ditemui usai memimpin misa.

Tidak berhenti sampai di situ, usai misa syukur digelar, umat yang hadir juga diajak untuk menikmati hidangan ala kadarnya yang telah dipersiapkan oleh pihak gereja. Hal ini juga merupakan salah satu bentuk rasa syukur gereja dalam rupa berkat yang bisa dinikmati oleh seluruh umat di hari merdeka. (Hes)



Terkirim dari tablet Samsung.

8 Agu 2019

Jadwal Kegiatan dan Perlombaan Bulan Kitab Suci Nasional 2019 di Paroki St Fransiskus Assisi Singkawang dengan tema "Mewartakan Kabar Gembira di Tengah Krisis Lingkungan Hidup"


1. Lomba Karnaval Pembukaan BKSN
Minggu, 01 September 2019
- Stand SDS Suster Singkawang
- Koordinator: Adiran, S.Ag
- 14.00 Wib - Selesai.

2. Pendalaman Kitab Suci
Senin, 02 September 2019
- Kategori Umum
- Gereja St. Fransiskus Assisi Singkawang
- Koordinator: P. Stephanus Gathot, OFMCap.
- 18.00/20.00 Wib

Senin, 09 September 2019
- Kategori Remaja, Orang Muda, Pemuda Katolik
- Gereja St. Fransiskus Assisi Singkawang
- Koordinator: P. Stephanus Gathot, OFMCap.
- 18.00/20.00 Wib

Senin, 16 September 2019
- Kategori Remaja, Orang Muda, Pemuda Katolik
- Gereja St. Fransiskus Assisi Singkawang
- Koordinator: P. Stephanus Gathot, OFMCap.
- 18.00/20.00 Wib

Senin, 23 September 2019
- Kategori Remaja, Orang Muda, Pemuda Katolik
- Gereja St. Fransiskus Assisi Singkawang
- Koordinator: P. Stephanus Gathot, OFMCap.
- 18.00/20.00 WIB

3. Lomba Bercerita/Bertutur Kitab Suci
Minggu, 08 September 2019
- Gua Maria St. Fransiskus Assisi Singkawang
- Koordinator: Febronia Fatwati
- 09.30 Wib - Selesai.
- TM (Senin, 02 September 2019)

4. Lomba Lektor
Minggu, 08 September 2019
- Babak Penyisihan
- Gereja St. Fransiskus Assisi Singkawang
-Koordinator: Dra. Lusiana Lidwina, M.M.
- 09.30 Wib - Selesai

Minggu, 15 September 2019
- Babak Final
- Gereja St. Fransiskus Assisi Singkawang
- 09.30 Wib - Selesai

5. Lomba Cepat Tepat Kitab Suci
Minggu, 15 September 2019
- Gua Maria St. Fransiskus Assisi Singkawang
-Koordinator: Cangkuria, S.Ag
- 09.30 Wib - Selesai
- TM (Sabtu, 14 September 2019 Pukul : 16.00 Wib di Gedung Paroki Singkawang)

6. Lomba Mewarnai dan Menggambar
Minggu, 22 September 2019
- Gedung Paroki Singkawang
- SDS Cahaya Kebenaran Singkawang
- 09.30 Wib - Selesai
- Koordinator: Sr. Benedikta, SFIC

7. Lomba Menyanyikan Mazmur
Minggu, 22 September 2019
- Gereja St. Fransiskus Assisi Singkawang
- 09.30 Wib - Selesai
-Koordinator: Yovita Pandey

8. Lomba Paduan Suara
- Minggu, 22 September 2019
- Gereja St. Fransiskus Assisi Singkawang
- Koordinator:  Dra. Lucia Sutiono, M.M.

9. Lomba Outbond
- Minggu, 29 September 2019
- Pantai Kura-Kura, Kabupaten Bengkayang
- 11.00 Wib - Selesai
- Koordinator: Stefanus Susito
.
.
#parokisingkawang #bksn2019 #kap
https://www.instagram.com/p/B05nZE4JmI7/?igshid=71ny1adzbqr

16 Mar 2016

SAAT SUARA DARI TIMUR MENYAPA KOTA AMOI

SAAT SUARA DARI TIMUR MENYAPA KOTA AMOI

 


Suatu kegembiraan bagi Kota Singkawang dan khususnya warga paroki St Fransiskus Assisi (PSFA) atas kedatangan para imam dari berbagai keuskupan di Indonesia serta dua uskup dalam perayaaan Ekaristi Minggu, 21 Februari 2016. Bertepatan dengan penutupan perayaan Imlek, rangkaian acara diawali pawai lampion dan puncaknya adalah digelarnya festival Cap Go Meh.  Kaum berjubah yang hadir tak menyiakan kesempatan untuk turut menyaksikan rangkaian aktrasi perayaan Imlek 2016 di Kota Singkawang yang merupakan ritual memikat bagi para wisatawan baik dari lokal maupun mancanegara.

Aset Wisata
 
Misa pada Minggu itu dipimpin oleh dua uskup yaitu Mrg. Agustinus Agus, Pr dari Keuskupan Agung Pontianak dan Mgr. Dominikus Saku, Pr dari Keuskupan Atambua NTT sebagai selebran utama serta didampingi 14 imam sebagai konselebran, memberi warna tersendiri  di dalam gereja saat itu. Perayaan masa Prapaskah  kedua ini, semakin semarak oleh paduan suara dari koor St. Elisabet dengan dominasi lagu berbahasa latin.

Dalam pengantar kotbah yang disampaikan Oleh Mgr. Dominikus, bahwa Kota Singkawang merupakan aset wisata yang sudah dikenal di dunia internasional dalam perayaan Imlek. “Saya sangat senang karena boleh melihat langsung Kota Singkawang dan bisa ikut pawai  lampion bersama warga, berkat Mgr. Agus yang dengan segala kebaikannya memberi waktu saya untuk bertamu di tanah Borneo tercinta ini.” Tepukan tangan meriah dari umat semakin menggema saat itu ketika uskup memberi contoh bagaimana upaya umat Katolik dalam menghayati wajah Allah Yang Maha Rahim dalam segala dinamika hidup di PSFA tercinta ini. 

Usai perayaan ekaristi, uskup agung Pontianak memberi kesempatan kepada para pastor untuk memperkenalkan diri kepada umat sekaligus tujuan kedatangan tamu agung ini ke Kota Seribu Kelenteng. Delegatus imam dari aneka keuskupan ini ternyata ketua-ketua Komisi  Keadilan dan Perdamaian Pastoral Buruh Migran Perantau (KKPPBMP) di Gereja Katolik Indonesia. Merekalah sebagai tempat pelindung bagi keadilan kaum buruh, TKI, TKW hingga mereka yang di hukum mati di penjara pun kaum egaliter putih ini ikut berjuang bertapa mahal harga nyawa seseorang di hadapan sesama di muka bumi ini.

Aneka Kuliner Orisinil
 
Situasi keakraban para tamu berjubah semakin asyik karena mereka berkesempatan menikmati kuliner dari aneka bina ciptaan masakan  kue/kudapan  hasil karya orisinil umat  pelbagai lingkungan yang ada di PSFA Singkawang. 

Uskup dan kaum berjubah (rohaniwan, biarawan dan biarawati) menikmati berbagai sajian makanan dan minuman yang lezat dan bergizi ditambah suguhan hiburan  lagu-lagu rohani dari panitia yang sangat fantatis di siang itu semakin menyemarakkan suasana di depan halaman gereja. Rintik hujan pun seakan lenyap seketika karena suasana istimewa di bulan Februari 2016 ini.

Bapak Leonardus, Ketua Kring St Maria Singkawang, mengungkapkan kegembiraanya karena  keterlibatan umat dalam hidup menggereja sangat nyata bukan hanya seputar kegiatan rohani tetapi juga kegiatan mengadakan stand kuliner dari berbagai lingkungan yang ada. “Saya merasa juga bahwa hari ini umat sungguh menyatu dan bersatu untuk melihat karya nyata Allah dalam melayani dan menjamu tamu kehormatan dan umat yang hadir saat ini mau menikmati sajian kami dengan penuh gembira,” Komentar ketua panitia Open House sekaligus seksi penyambutan tamu agung ini dengan nada syukur.

Apa kata Mereka
 
Romo Koko, Pr  tidak dapat membendung kegembiraanya mengungkapkan, “Sangat senang dengan situasi gereja yang hidup. Umat  di sini sangat aktif dan terlibat penuh bukan hanya di seputar altar tetapi juga di dalam karya yang nyata. Tidak mudah mengajak umat di lingkungan kota  ini lho, untuk mau partisipatif tetapi di sini enak banget rasanya dech,” papar sekretaris eksekutif KKPPBMP yang berdomisili di Kota Jakarta ini  dengan logat Jakarta sembari dibarengi senyum merekah.

Selain itu Romo Pascal, Pr yang berkarya di Paroki Batam Keuskupan Pangkal Pinang inginnya satu bulan di Kota Singkawang. “Heemm, mimpiku terjawab dan rasanya enggan untuk meninggal kota yang eksotis ini.” Ketika disentil apa pendapatnya tentang suasana di gereja  PSFA hari ini, sembari tetap tersenyum beliau berujar,  “Wahh….pokoknya asyik dech, saya baru menemukan ketulusan umat dalam melayani gembalanya dengan heroik dan tulus. Selain itu  saya sendiri  sungguh-sunggu menemukan dan merasakan persaudaraan umat dengan kaum berjubah dan saya pikir ini pengaruh kedekatan Pastor Paroki dengan umat dengan modal humanis tinggi dan melayani dengan murah hati dan senyum yang tulus,” puji putra keturunan Flores yang suka  makanan bubur babi ini dengan mantap. Masih dengan nada bersemangat pastor penyuka penyuka badminton ini menuturkan, “Saya akan men-sharing-kan kepada umat saya di Batam sebagai oleh-oleh indah untuk saya dalam menggembala domba dari berbagai karakter yang saya temukan,” cetus si suara emas sambil menikmati kue di tangannya dengan antusias.

Uskup Dominikus tidak henti-hentinya memuji keramahtamahan umat di Singkawang dan sangat menikmati sajian di berbagi stand yang tersedia. Menurut Ketua KKPPBMP ini bahwa hidup menggereja di Singkawang sudah jauh berubah dari gaya  gereja piramidal menjadi gereja komunio. “Prinsip belarasa tahun kerahiman  Allah sepertinya diawali dari kebersamaan umat untuk bersama mengarungi langkah bersama Allah menuju tahta Allah di surga,” imbuh uskup yang penuh senyum ini sembari berbagi rasa pengalaman hidupnya dengan para pengungsi di perbatasan Timor Leste yang sampai saat ini masih menangani dengan ikhlas umat kegembalaanya di Atambua, NTT.

Bagaimana tanggapan Uskup Agung Pontianak? 
 
Beliau sengat senang sekali karena sudah sekian  kali mengunjungi PSFA selalu menemukan suasana gembira. Ia berharap, “Semoga PSFA sebagai barometer bagi paroki lain di Keuskupan Agung Pontianak dalam menyambut Tahun Kerahiman,” ungkap Bapa Uskup Agung ini penuh ramah.
Pastor Paroki juga tidak ketinggalan untuk mengungkapkan rasa kegembiraanya. Gathot yang  tidak pernah berhenti berkreasi dalam menggembalakan umatnya dengan spontan menyatakan bahwa, “Seturut  wejangan Paus Fransiskus sebagai gembala harus dekat dengan dombanya,” ujar pastor yang seringkali ber-stand up comedy dalam homili guna melayani kebutuhan siraman rohani umat ini. 

Mengakhiri open house yang meriah Bapa Uskup bersama kaum berjubah dan umat sama-sama menari kondan sebagai bentuk kebersamaan dari khas sang gembala dalam menikmati suasana gereja yang selalu gembira. Semoga momen ini menjadi kenangan manis dalam peziarahan hidup di muka bumi ini. *(Bruf)

 

17 Feb 2017

PERAYAAN PENTAHBISAN IMAM DI GEREJA KATOLIK SINGKAWANG

PERAYAAN PENTAHBISAN IMAM DI GEREJA KATOLIK SINGKAWANG


Tahun 1998 silam terakhir Gereja Katolik St Fransiskus Assisi Singkawang menggelar pesta perayaan pentahbisan imam. Kala itu euforia tergambar jelas dari antusias umat menyambut gembala baru yang akan memimpin kehidupan imannya.Berduyun-duyun umat memadati gereja yang beralamat di Jalan P. Diponegoro No 1 itu guna mengikuti misa pentahbisan imam. Kini 19 tahun kemudian, gereja Katolik Singkawang kembali bersuka cita dan siap meggelar pesta perayaan pentahbisan imam. Tidak tanggung-tanggung, tiga orang calon imam baru akan menjawab ‘panggilan Tuhan’ pada 23 Februari 2017 mendatang. Tiga calon imam baru yang akan ditahbiskan oleh Uskup Agung Keuskupan Agung Pontianak itu antara lain Josua Boston Sitinjak, OFMCap, Jeneripitus, OFMCap, dan Aloysius Anong, OFMCap. Sebanyak 3000 ribu umat digadang-gadang akan menghadiri gawe akbar ini. Dalam Ekaristi yang akan digelar pada Kamis, 23 Februari 2017 Pukul 09.00 Wib ini Mgr Agustinus Agus akan bertindak sebagai selebran utama, dan dihadiri 50-an pastor lain yang didominasi oleh imam-imam dari Ordo Kapusin.  
Pentahbisan imam kali ini terasa begitu istimewa manakala mengingat hampir menginjak kurun waktu dua dasawarsa Gereja Katolik Singkawang mengalami paceklik pentahbisan gembala. Mempertimbangkan hal tersebut, umat yang begitu rindu pada sosok pemimpin imannya lantas bahu membahu menggelar pesta pentahbisan sekaligus penyambutan imam baru. Panggung hiburan yang bertempat di  halaman Gereja Katolik St Fransiskus Assisi Singkawang  digadang dipersiapkan untuk melepas masa bebas tiga calon imam menuju kehidupan pastoralnya. 
Berbagai keceriaan siap dikemas oleh panitia dari seksi acara dalam bentuk hiburan yang diberi tajuk Coffee Night dan Golden Memories Night. Acara hiburan yang rencananya akan dimulai pada pukul 19.00 Wib ini menampilkan kaum muda di garda depan sebagai pengisi acara. Selain itu giat panggung hiburan ini juga terbuka untuk dihadiri khalayak ramai. Dalam dua malam berturut-turut pada 21-22 Februari 2017, berbagai musisi di antaranya The Igna’s, E.B team, Vantak, One Goal, Jamlock, Abstrak, Crusty Crub, dan Crabie Petty akan menyuguhkan sajian musik dengan bermacam aliran ditambah performa tarian berbasis etnikkustik akan menggenapi perayaan malam menjelang pentabisan imam. Akhirnya, selamat berpesta menyambut para calon gembala. (Hes)



6 Jun 2015

Pembangunan Kapel Lapas Singkawang

                  Pembangunan Kapel Lapas Singkawang




                 Warga binaan lapas (lembaga permasyarakatan ) kelas II B Singkawang kini boleh berbesar hati; terutama bagi mereka yang beragama Katolik/ Kristen karena di dalam Lapas tersebut telah berdiri sebuah kapel yg cukup representatif  berukuran 7 x 13 meter  di samping kelenteng dan surau yang sudah ada terlebih dahulu.
                       Berdirinya kapel  ini berkat inisiasi Bapak Pedro Halim, S.T., sebagai pengurus Gereja Bethel Indonesia (GBI) bersama  persekutuan gereja  yang memberikan pelayanan di  lapas tersebut, termasuk Gereja Katolik Singkawang serta pihak lapas kelas II B Singkawang dalam hal ini bapak Asep Sutandar, Amd. IP, S. Sos, . M. Si  selaku kalapas kelas II B Singkawang  yang telah berkenan menyediakan sebidang tanah tempat kapel  tersebut didirikan.
                       Peletakan batu pertama dilakukan pada tanggal 27 September 2014 oleh Kalapas Kelas II B Singkawang, disaksikan oleh Pdt. Palmanto dari GKPKB (Gereja Kristen Protestan Kalimantan Barat), Pedro Halim,ST, pegawai lapas serta warga binaan yg beragama Katolik/ Kristen. Kini kapel di Lapas kelas II B Singkawang telah rampung dan telah diresmikan pada Sabtu, 13 Desember 2014.
Untuk membantu merealisasikan berdirinya kapel  lapas ini, seksi sosial DPP (Dewan Pastoral Paroki) berinisiatif menggalang dana dari warga paroki Singkawang  dan donatur lainnya  dengan cara door to door  serta melalui  kotak derma di gereja. Puji Tuhan dari tanggal 18 Oktober 2014 hingga 29 November 2014, telah terkumpul dana sebesar  Rp24.085.000,00
                    Dalam periode berjalan, diperoleh informasi dari Pastor Paroki bahwa terdapat kerusakan pada kapel di daerah Trans SP2 dan yang perlu rehabilitasi serta Gereja di  Medang yang  memerlukan pengecatan ulang. berdasarkan rapat seksi sosial DPP dengan pastor paroki pada tanggal 4 November 2014, diputuskan bahwa sebagian kecil uang sumbangan akan dialokasikan untuk merehabilitasi  kapel  di Trans SP2 & SP3 serta pengecatan gereja di Medang. Serah terima sumbangan telah dilakukan pada tanggal 1 Desember 2014 antara pastor paroki dengan bapak Pedro Halim, S.T.,  disaksikan oleh bapak Frumensius dan Hermanto Halim, S.E., selaku koordinator seksi sosial DPP. (HH)



2 Jul 2015

ADA YANG SERU SAAT SAMBUT BARU

ADA YANG SERU SAAT SAMBUT BARU




Minggu, 7 Juni 2015. Pagi itu seperti hari Minggu pada umumnya, pukul 07.45 Wib, lonceng gereja bergema, mengundang segenap umat Gereja Katolik St. Fransiskus Assisi hadir dalam perayaan Ekaristi. Namun ternyata ada yang berbeda, ada yang istimewa. Di halaman gereja, ada kesibukan tak biasa. Wajah-wajah mungil  begitu bersemangat, tak dapat menyembunyikan kegembiraannya. Pakaiannya putih, bersih dengan tali mengikat di pinggang seperti pakaian para biarawan. Bedanya, di dada mereka tersemat bunga kecil nan manis khusus bagi bocah pria, dan rangkaian bunga membentuk mahkota sederhana bagi yang wanita. Beberapa orang dewasa pun membantu menertibkan mereka membentuk barisan dalam perarakan. Ah, betapa serunya suasana pagi itu. Ya, jangankan para bocah siswa Sekolah Minggu yang begitu gembira dalam penyambutan baru, umat dewasa pun seperti terciprat bahagia demi memandang senyum dan tingkah polos mereka.

Tepat pukul 08.00 Wib, prosesi misa yang dipersembahkan untuk penyambutan baru atau  penerimaan Sakramen Ekaristi  berjalan. Perlahan bocah-bocah yang awalnya seperti tak bisa diam itu satu persatu memasuki gereja, mereka begitu tenang menuju deretan bangku khusus yang telah disediakan.

Misa berjalan lancar. Dalam khotbahnya, Pastor Gathot yang pagi itu terlihat begitu segar menggarisbawahi makna penyelamatan dan pengorbanan Yesus Kristus yang memberikan nyawanya demi keselamatan manusia. Pada akhir homilinya, sekali lagi Pastor Gathot mengajak setiap umat yang hadir untuk menjadi Ekaristi bagi sesama agar sesama memperoleh hidup dan keselamatan.
Tiba pada tahap yang paling dinantikan oleh para penyambut baru tubuh dan darah Kristus yang menurut salah satu guru Sekolah Minggu, Elisabet Suraviyani, kali ini berjumlah 65 orang. Satu persatu mereka maju dan mengelilingi altar serta mengikuti rangkaian kegiatan yang diatur sedemikian rupa. Dengan didampingi oleh orang tua masing-masing, mereka begitu antusias menerima Sakramen Ekaristi untuk pertama kali.

Selepas misa, acara ramah tamah digelar di Gua Maria di sayap kanan gereja. Semua yang hadir tampak larut dalam suka cita. Di kesempatan yang sama,  Christoforus Putra Septoripesi, salah satu penerima sakramen Ekaristi putra dari Bapak Tobias dan Ibu Ludwina Rita, menuturkan perasaannya. “Rasanya seru, senang, dulu penasaran hosti itu rasanya seperti apa. Rasanya gembira. Kalau sudah komuni akan lebih rajin ke gereja, mau jadi putra altar, dan tidak mau berbuat dosa lagi.”, ujarnya polos.  Harapan positif juga disampaikan oleh ibunda dari Christoforus, “Semoga anak-anak penerima komuni pertama lebih baik, bisa tetap lebih mendalami iman Katolik, dan lebih aktif di kegiatan gereja.”, tandasnya. (Hes)                            

12 Sep 2016

Harapan Mengharu Biru Warnai Sambut Baru

Harapan Mengharu Biru Warnai Sambut Baru


Telah menjadi agenda tahunan Gereja Katolik di seluruh dunia untuk menerimakan Sakramen Ekaristi perdana (sambut baru/komuni pertama) bagi anak-anak maupun remaja yang sudah mengikuti proses pembelajaran dan pendalaman iman Katolik. Tak terkecuali dengan Gereja Katolik Santo Fransiskus Assisi Singkawang yang pada Minggu, 29 Mei 2016 menerimakan Sakramen Ekaristi perdana pada 67 anak dan remaja. 

Rona gembira dan antusias terpancar tak hanya dari calon penerima Sakramen Ekaristi namun hal serupa juga menghiasi wajah para pembina Sekolah Minggu beserta orang tua yang selama setahun telah mempersiapkan sekaligus menanti salah satu momen paling berharga dalam nafas gereja dan keluarga Katolik ini. 


Misa pagi itu dipimpin oleh Pastor Paroki Singkawang, Stephanus Gathot Purtomo, OFM.Cap. Dalam homilinya, Pastor Gathot memaparkan hal-hal yang sangat esensial. Melalui kalimat-kalimat yang menyejukkan, beliau mengingatkan bahwa Allah melalui Yesus Kristus telah memberikan diri menjadi santapan rohani. Dalam kesempatan yang sama pula beliau mengajak seluruh yang hadir dalam perayaan Ekaristi tidak hanya sekadar merayakan Ekaristi namun menjadi Ekaristi itu sendiri melalui tindakan konkrit menolong orang lain dan tidak lari tanggung jawab. Beliau mengutip langsung pernyataan Sri Paus yang mengingatkan perihal tanggung jawab sebagai sesama manusia yang seyogyanya dapat berangkat dari hal sederhana namun sangat mendasar dengan tidak membuang makanan. Dengan membuang makanan berarti kita telah merampas hak orang miskin. Dari hal kecil tersebut dapat ditarik dua kesimpulan, kita diajak untuk peduli, kita juga diajak untuk menghargai makanan dan minuman, sekaligus memeriksa batin hal apa yang telah kita perbuat guna meringankan beban saudara-saudari kita yang kekurangan.

Usai merangkul umat yang hadir melalui khotbah sejuknya, pastor lantas memulai prosesi pemberkatan hosti. Syahdan, satu persatu calon penerima Tubuh dan Darah Kristus yang didampingi oleh orang tua maupun wali  masing-masing, maju menghampiri Pastor Gathot yang dengan tenang memegang piala berisi hosti dan memberikannya kepada putra-putri berjubah putih, pakaian khas sambut baru disusul kemudian oleh umat yang hadir. 

Usai menerima Tubuh dan Darah Kristus, penerima komuni pertama kembali menempati bangku-bangku di sayap kiri gereja berusia sembilan dasawarsa tersebut. Masing-masing larut dalam doa usai menjalani pengalaman pertamanya menerima salah satu dari tujuh sakramen dalam gereja Katolik.

Usai perayaan Ekaristi, semua penerima Sakramen Ekaristi perdana bersama orang tua dan wali diundang dalam acara ramah tamah yang bertempat di Gua Maria samping gereja. Dijumpai di sela-sela acara ramah tamah, Dionisius Liau, ayah dari Ignatius Widiawan Liau, salah satu penerima Sakramen Ekaristi asal SDS Cahaya Kebenaran ini mengungkap harapan yang mengharu biru,

“Semoga dengan sambut baru ini menjadikannya tumbuh lebih agamis, dekat dengan gereja, dijauhkan dari hal-hal buruk, dan kalau bisa saya sangat berharap ada panggilan sebagai imam atas dirinya,” pungkasnya mengakhiri wawancara singkat. (Hes)    


15 Jan 2016

KETIKA INDULGENSI MENGALIR DERAS DI SETIAP ‘PINTU’ YANG DIBUKAKAN

KETIKA INDULGENSI MENGALIR DERAS DI SETIAP ‘PINTU’ YANG DIBUKAKAN


8 Desember 2015 bisa jadi menjadi hari yang begitu dinantikan oleh umat Katolik seluruh dunia. Pada tanggal tersebut Bapa Paus Fransiskus menetapkannya menjadi tanggal pembuka Tahun Kerahiman Ilahi. Tahun Kerahiman Ilahi sendiri dimulai sejak tanggal 8 Desember 2015 dan berakhir pada 20 November 2016. Pembukaan Tahun Kerahiman yang jatuh pada 8 Desember 2015 disebabkan tanggal tersebut bertepatan dengan peringatan Maria dikandung tanpa noda dan peringatan 50 tahun penutupan Konsili Vatikan II.



Menandai pembukaan Tahun Kerahiman Ilahi, setiap gereja Katolik di penjuru dunia melakukan prosesi pembukaan pintu yang menjadi simbol jalan masuk untuk beroleh berkat indulgensi. Demikian pula yang terjadi di Gereja Katolik St Fransiskus Assisi Singkawang. Umat Katolik Singkawang boleh berbangga karena untuk regional Kalimantan Barat, selain Katedral Pontianak, Gereja Paroki Singkawang ditetapkan Bapa Uskup Mgr. Agustinus Agus sebagai salah satu pusat pemerolehan rahmat  indulgensi. Pada Minggu, 13 Desember 2015, prosesi misa yang dipimpin oleh Vikaris Jenderal Keuskupan Agung Pontianak, Pastor William Chang, OFMCap didampingi tiga pastor lain yakni P.Gathot, P. Cosmas, dan P. Agus berjalan khusyuk. Diawali perarakan dari Sakristi menuju halaman gereja, di depan gereja telah terpasang gerbang tambahan yang begitu apik sengaja disiapkan oleh panitia Tahun Kerahiman Ilahi. Usai prosesi pemberkatan gerbang, Pastor Willi yang juga merupakan rektor STT Pastor Bonus Pontianak lantas membuka pintu gereja, simbol dibukanya jalan menuju kerahiman Ilahi.

Pada homilinya, Pastor Willi menegaskan bahwa pembukaan pintu gereja hanya merupakan simbol jalan Kerahiman Ilahi,  hal yang lebih esensi adalah kesediaan setiap orang untuk membuka hati agar beroleh rahmat dalam kehidupan dan iman gerejawi. Pada kesempatan yang sama dibagikan pula pin cinderamata Tahun Kerahiman Ilahi oleh panitia. (Hes)



2 Jun 2015

MISA NATAL LANSIA 2014 : MENJADI LANSIA BERKARYA MELALUI DOA DAN KEHENINGAN

MISA NATAL LANSIA 2014 :

MENJADI LANSIA BERKARYA MELALUI DOA DAN 

KEHENINGAN

                  Menjadi lansia (lanjut usia) acap kali merupakan hal yang mengkhawatirkan bagi banyak orang. Lansia sering dikonotasikan dengan tidak mampu secara fisik, kesepian, tidak punya banyak teman, penurunan daya pikir, finansial dan kesehatan. Tak jarang dalam kenyataan lansia tidak mampu melakukan aktivitas untuk diri sendiri dan harus dilayani orang lain. Sehingga secara psikis mereka merasa frustasi, kecewa dan marah pada diri sendiri. Realitanya, menjadi tua adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa ditolak.
                Gereja sebagai paguyuban orang yang saling berbagi kasih dan hidup berdasarkan kasih menyadari akan hal itu. Kasih Gereja St. Fransiskus Assisi kepada para lansia diwujudkan pada Misa Natal Lansia, Minggu 27 Desember 2014. Misa yang begitu istimewa ini dipimpin oleh dua orang Imam, yaitu Pastor Gathot, OFM.Cap dan Pastor Egidius, OFM,Cap. Saat homili Pastor Gathot, OFM, Cap mengajak para lansia untuk tidak berfikir menjadi lansia itu identik dengan tidak berdaya. Menjadi lansia itu masih bisa bekarya dan merasul. Karya kerasulan yang dapat dilakukan lansia yaitu membangun relasi yang akrab dengan Tuhan melalui keheningan doa. Doa tidak perlu diartikan harus pergi ke gereja dan berdoa berlama-lama. Doa Bapa Kami dan Salam Maria adalah dua doa yang sangat ampuh, yang akan menciptakan keheningan dan kedamaian hati. Inilah karya kerasulan lansia yang merupakan kerasulan gereja.
                Sebagai umat paroki Singkawang kita patut berbangga karena paroki kita memiliki rasa hormat dan cinta yang sangat besar kepada para lansia. Betapa tidak, setelah misa selesai, berderet dan berjejer kursi telah disiapkan oleh panitia untuk tempat duduk para lansia. Dibantu oleh Legio Maria dan WK, umat Kring Putra Daud mengarahkan dan menuntun para lansia duduk dengan tertib. Mereka duduk di depan Gereja seolah mengatakan kepada kita, merekalah perintis Gereja ini. Dalam kata sambutannya Pastor Gathot, OFM. Cap dan sesepuh lansia mengungkapkan betapa kita patut berterima kasih kepada umat dan Perduki (Persekutuan Doa Usahawan Katolik Indonesia) yang memberikan perhatian pada lansia.  Potret mengharukan ditampilkan kepada kita ketika lansia saling melayani dan dilayani ketika mengambil makanan santap siang. Yang bisa berjalan mengambil makan sendiri dan yang tidak bisa berjalan diambilkan. Sungguh perjamuan makan yang sangat indah. Pada saat itu, Yesus sungguh-sungguh dirasa lahir dalam hati para lansia dan umat yang hadir.
                Pada penghujung acara panitia membagikan kurang lebih 450 bingkisan (dari Perduki) kepada para lansia yang hadir. Bingkisan ini menjadi ungkapan cinta Gereja bagi para lansia. Sementara lansia yang tidak bisa hadir, bak Sinterklas, panitia melalui ketua kring  akan mengantarkan bingkisan-bingkisan itu ke rumah mereka ataupun pada saat pengiriman komuni. Seluruh rangkaian perayaan Natal Lansia kali ini mau menyampaikan pesan kepada kita “ Jangan takut menjadi lansia karena menjadi lansia tetap bisa berkarya dan merasul melalui doa dan keheningan. Menjadi lansia, menjadi makin dekat pada Tuhan.” Menegaskan kepada para lansia akan kebenaran Sabda Tuhan. “Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman”(Mat 28:20). (SHe)

31 Mei 2017

SEJARAH BULAN MEI DAN OKTOBER SEBAGAI BULAN MARIA

SEJARAH BULAN MEI DAN OKTOBER SEBAGAI BULAN MARIA

Bulan Mei

Secara tradisi, Gereja Katolik mendedikasikan bulan- bulan tertentu untuk devosi tertentu. Bulan Mei yang sering dikaitkan dengan permulaan kehidupan, karena pada bulan Mei di negara- negara empat musim mengalami musim semi atau musim kembang. Maka bulan ini dihubungkan dengan Bunda Maria, yang menjadi Hawa yang Baru. Hawa sendiri artinya adalah ibu dari semua yang hidup, “mother of all the living” (Kej 3:20). Devosi mengkhususkan bulan Mei sebagai bulan Maria diperkenalkan sejak akhir abad ke 13. Namun praktek ini baru menjadi populer di kalangan para Jesuit di Roma pada sekitar tahun 1700-an, dan baru kemudian menyebar ke seluruh Gereja.
Pada tahun 1809, Paus Pius VII ditangkap oleh para serdadu Napoleon, dan dipenjara. Di dalam penjara, Paus memohon dukungan doa Bunda Maria, agar ia dapat dibebaskan dari penjara. Paus berjanji bahwa jika ia dibebaskan, maka ia akan mendedikasikan perayaan untuk menghormati Bunda Maria. Lima tahun kemudian, pada tanggal 24 Mei, Bapa Paus dibebaskan, dan ia dapat kembali ke Roma. Tahun berikutnya ia mengumumkan hari perayaan Bunda Maria, Penolong umat Kristen. Demikianlah devosi kepada Bunda Maria semakin dikenal, dan ketika Paus Pius IX mengumumkan dogma “Immaculate Conception/ Bunda Maria yang dikandung tidak bernoda” pada tahun 1854, devosi bulan Mei sebagai bulan Maria telah dikenal oleh Gereja universal.
Paus Paulus VI dalam surat ensikliknya, the Month of Mary mengatakan, “Bulan Mei adalah bulan di mana devosi umat beriman didedikasikan kepada Bunda Maria yang terberkati,” dan bulan Mei adalah kesempatan untuk “penghormatan iman dan kasih yang diberikan oleh umat Katolik di setiap bagian dunia kepada Sang Ratu Surga. Sepanjang bulan ini, umat Kristen, baik di gereja maupun secara pribadi di rumah, mempersembahkan penghormatan dan doa dengan penuh kasih kepada Maria dari hati mereka. Pada bulan ini, rahmat Tuhan turun atas kita … dalam kelimpahan.” (Paus Paulus VI, the Month of May, 1)

Bulan Oktober

Sedangkan penentuan bulan Oktober sebagai bulan Rosario, berkaitan dengan peristiwa yang terjadi 3 abad sebelumnya, yaitu ketika terjadi pertempuran di Lepanto pada tahun 1571, di mana negara- negara Eropa diserang oleh kerajaan Ottoman yang menyerang agama Kristen. Terdapat ancaman genting saat itu, bahwa agama Kristen akan terancam punah di Eropa. Jumlah pasukan Turki telah melampaui pasukan Kristen di Spanyol, Genoa dan Venesia. Menghadapi ancaman ini, Don Juan (John) dari Austria, komandan armada Katolik, berdoa rosario memohon pertolongan Bunda Maria. Demikian juga, umat Katolik di seluruh Eropa berdoa rosario untuk memohon bantuan Bunda Maria di dalam keadaan yang mendesak ini. Pada tanggal 7 Oktober 1571, Paus Pius V bersama- sama dengan banyak umat beriman berdoa rosario di basilika Santa Maria Maggiore. Sejak subuh sampai petang, doa rosario tidak berhenti didaraskan di Roma untuk mendoakan pertempuran di Lepanto (teluk Korintus). Dalam pertempuran ini pada awalnya tentara Kristen sempat kalah. Tetapi kemudian mereka berhasil membalikkan keadaan hingga akhirnya berhasil‎ menang.. Walaupun nampaknya mustahil, namun pada akhirnya pasukan Katolik menang pada tanggal 7 Oktober. Kemenangan ini memiliki arti penting karena sejak kekalahan Turki di Lepanto, pasukan Turki tidak melanjutkan usaha menguasai Eropa. Kemudian, Paus Pius V menetapkan peringatan Rosario dalam Misa di Vatikan setiap tanggal 7 Oktober. Kemudian penerusnya, Paus Gregorius XIII, menetapkan tanggal 7 Oktober itu sebagai Hari Raya Rosario Suci.
Demikianlah sekilas mengenai mengapa bulan Mei dan Oktober dikhususkan sebagai bulan Maria. Bunda Maria memang terbukti telah menyertai Gereja dan mendoakan kita semua, para murid Kristus, yang telah diberikan oleh Tuhan Yesus menjadi anak- anaknya (lih. Yoh 19:26-27). Bunda Maria turut mengambil bagian dalam karya keselamatan Kristus Putera-Nya, dan bekerjasama dengan-Nya untuk melindungi Gereja-Nya sampai akhir jaman.
Amanat dari Peristiwa Lepanto Battle
Bunda Maria, "terbukti" telah menyertai Gereja dan umat beriman melalui doa Sang Bunda kepada Tuhan Yesus untuk menyertai kita yang berziarah di dunia ini. Tuhan Yesus Kristus telah menyerahkan Bunda Maria, ibuNya yang amat terberkati kepada Santo Yohanes, dan Santo Yohanes menjadi "anak" Sang Bunda (Yoh 19 : 26 - 27 , Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: "Ibu, inilah, anakmu !" Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya: "Inilah ibumu!" Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya.). Tentu pesan Tuhan Yesus ini, yang memberikan ibuNya kepada Santo Yohanes, tidak terbatas kepada Santo Yohanes, tentu juga Tuhan Yesus menyerahkan ibuNya bagi kita semua, untuk mendampingi, menyertai, dan mendoakan kita. Bunda Maria memainkan peranan penting sebagai "agen" karya keselamatan Yesus Kristus.
Sumber: www.katolisitas.org




1 Jun 2015

ANTARA ISA DAN KEBERMAKNAAN BAGI SESAMA


ANTARA ISA DAN KEBERMAKNAAN BAGI SESAMA





ISA
kepada nasrani sejati
Itu Tubuh
mengucur darah
mengucur darah
rubuh
patah
mendampar tanya: aku salah?
Kulihat Tubuh mengucur darah
aku berkaca dalam darah
terbayang terang di mata masa
bertukar rupa ini segara
mengatup luka aku bersuka
Itu Tubuh
mengucur darah
mengucur darah









(Chairil Anwar, 12 November 1943)


          Sejenak puisi bernada religi ini berhasil dikemas serupa parsel, kado permenungan dalam nafas sastra bagi umat Kristiani yang sejak dicipta pada 1943 masih terus kita rasakan ‘kekiniannya’.  Pada deret kata, “Kulihat Tubuh mengucur darah / aku berkaca dalam darah / terbayang terang di mata masa / bertukar rupa ini segara / mengatup luka aku bersuka // Itu Tubuh / mengucur darah / mengucur darah // ,” betapa kekuatan pengorbanan dari Putera Bapa mengejawantah dalam bentuk Salib, tidak hanya membuahkan bahagia namun janji  keselamatan bagi kita yang meyakininya.
        Berabad kemudian, Salib yang awalnya simbol kehinaan diubah melalui darah Putera-Nya menjadi lambang keselamatan, diperingati dan dirayakan. Menjadi tradisi yang tak hanya berhenti pada prosesi, namun merupakan denyut nadi  bagi seluruh umat Kristiani. Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, Gereja Katolik seluruh dunia memperingati dan merayakan Kebangkitan Kristus dan penebusan umat manusia melalui rangkaian prosesi yang dipakemkan oleh gereja. Tak terkecuali Gereja Katolik St. Fransiskus Assisi Singkawang. Diawali Misa Rabu Abu, sebagai pemantik masa pertobatan. Seolah menjadi simbol awal mula masa permenungan dan evaluasi diri, Rabu Abu tahun ini jatuh pada 18 Februari 2015, berselang empat puluh hari menjelang Pekan Suci yang dimulai pada Minggu Palma, 29 Maret 2015, dilanjutkan Kamis Putih, Jumat Agung, dan Sabtu Suci, berturut-turut dirayakan pada 2 hingga 4 April 2015, serta puncaknya pada perayaan Paskah yang jatuh pada Minggu, 5 April 2015.
          Pada perayaan Paskah tahun ini, seluruh umat Gereja Katolik St. Fransiskus Assisi mengambil peran masing-masing. Meski dirayakan dengan sederhana, namun tetap menjaga makna utama. Tak ada dekorasi berlebihan, segalanya sesuai takaran. Hanya saja tetap ada yang istimewa dalam setiap persembahan. Seperti drama penyaliban pada Jumat pagi sebelum upacara penghormatan Salib pada sore harinya. Kegiatan yang biasanya digelar di dalam gereja, tahun ini terasa istimewa karena pelaksanaannya dilakukan di halaman gereja. Drama penyaliban yang diperankan oleh OMK terpapar apik, mangkus menggerus sisi emosi manusiawi. Tak sedikit umat berlinang air mata kala membayangkan Sang Juru Selamat diperlakukan begitu rupa. Demikian pula pada Jumat sore harinya, paduan suara maupun pasio kisah sengsara, sukses membuat rawan perasaan umat yang datang. Berlanjut pada Sabtu, malam Paskah, suara-suara merdu kelompok koor berhasil melangitkan madah yang indah dalam kesyahduan cahaya lilin Paskah. Dan puncaknya pada gempita Minggu Paskah. Semua larut dalam bahagia oleh penyelamatan Anak Domba.         
           Rasanya lebih dari sekadar peringatan dan perayaan tahunan yang akan terus-menerus berulang. Umat Kristiani diajak bangkit dari ekstase yang selama ini seolah meninabobokan. Kita diseru oleh pimpinan tertinggi Gereja Katolik, Paus Fransiskus dalam Urbi Et Orbi yang masih mengetengahkan pesan  perdamaian, dan kita sebagai umat Kristiani yang dipenuhi oleh rahmat Kristus, yang wafat dan bangkit adalah benih-benih kemanusiaan yang lain, yang di dalamnya kita berusaha hidup dalam pelayanan bagi orang lain, tidak sombong, melainkan penuh hormat dan siap membantu.
Kiranya semangat dan kesadaran yang diawali serta didasari keyakinan tentang darah yang terkucur dari tubuh Kristus tak hanya berkisar seperti yang tertera dalam kalimat puisi yang ditulis oleh Chairil Anwar pada 1943: “mengatup luka aku bersuka”. Tak hanya berhenti pada kata ‘bersuka’, namun lebih dari itu, mengajak kita bangkit dari kebergemingan pada zona nyaman dalam bentuk tindakan nyata, yakni kebermaknaan bagi sesama.  Selamat Paskah!  (Hes)